JAKA INDI & DUNIA ASTRAL (Part 24) - Pesanggrahan Eyang Ageng Wicaksono
Saat jelang tiba di kawasan Pegunungan Kapila, Dewi Yuna yang telah diserang rasa kantuk mulai merebahkan kepalanya dan tertidur dipunggung Jaka Indi.
Jaka Indi memacu kuda unicornnya agar melaju dengan lebih cepat dan melayang tinggi di atas permukaan tanah, berharap sebelum senja telah sampai di Pesanggrahan Eyang Ageng Wicaksono.
Selang beberapa waktu kemudian, nun jauh didepan terlihat kepulan debu yang membumbung tinggi, tampak sebuah kereta kencana yang dipacu kencang dari arah berlawanan. Setelah jaraknya cukup dekat, terlihat kalau kereta kencana itu merupakan kereta kencana kerajaan, kereta itu memiliki 6 buah roda serta ukuran yang panjang, yang dapat memuat delapan orang lebih di dalam kabinnya, serta ditarik delapan ekor serigala putih yang cukup besar.
Kereta kencana tersebut dibedal dengan kencang oleh sang kusir yang bertubuh tinggi tegap.
Melihat kusir kereta dan melihat panji yang berkibar disudut atas kereta. Jaka Indi langsung dapat mengenali kalau kereta kencana itu berasal dari kerajaan Bessara tempat Pangeran Corwin berasal.
Tidak ingin perjalanannya terhambat, sengaja Jaka Indi memacu kuda unicornya melalui jalan atas, ya... kelebihan kuda unicorn ini diantaranya dapat melompat sangat tinggi dan melintas di udara.
Melihat kuda unicorn terbang melintas di udara adalah yang sulit dipahami oleh manusia di alam nyata, yang telah terbiasa melihat makhluk yang bisa terbang hanyalah jenis makhluk bersayap, tapi di dunia astral adalah hal yang biasa melihat hewan tak bersayap bisa melintas di udara, sebagaimana kisah kanjeng nabi mengendarai Buraq yang perawakannya tak setinggi kuda, tetapi lebih besar dari keledai, yang dapat berjalan jauh dan lebih cepat dari kuda unicorn maupun khodam macan putihnya, karena Buraq dapat melesat melebihi cepatnya kilat.
Waktu terus berlalu, perjalanan terus berlanjut, matahari di ufuk mulai tampak berwarna kemerahan, dan perlahan mentari mulai jelang tenggelam.
Kuda unicorn yang dikendarai Jaka Indi mulai memasuki kawasan pemukiman penduduk di kaki Pegunungan Kapila, Dewi Yuna telah mendusin dari tidurnya...
"Mas Jaka kita sudah hampir sampai, jalanlah secara perlahan di atas permukaan tanah."
Jaka Indi memperlambat laju kuda unicornnya dan mulai berjalan perlahan di atas permukaan tanah memasuki kawasan pedesaan,
Jaka indi kemudian mendapati beberapa penduduk pedesaan dari kalangan peri yang hilir mudik di jalan, sedang disalah satu tepi jalan utama, tertampak serombongan peri wanita, pria dan anak-anak yang berjalan beriringan, mereka semua berseragam putih-putih dengan ikat kepala putih, seorang peri wanita muda yang berada dibarisan paling depan terlihat membawa sebuah guci kecil dari tanah liat yang digenggam oleh kedua tangannya.
Seketika Dewi Yuna meminta Jaka Indi untuk menahan laju kuda unicornnya, agar tidak mendahului rombongan tersebut.
"Apa yang sedang mereka lakukan ?" Tanya Jaka Indi pada dewi Yuna dengan berbisik pelan.
"Itu rombongan yang menghantar kematian seorang peri ke peristirahatan akhir." Jawab Dewi Yuna.
"Mengapa tidak ada kerandanya ?"
"Keranda itu apa ?" Sahut Dewi Yuna balik bertanya.
"Keranda adalah tempat jenazah dibawa, eehm... maksudku, jenazah peri yang meninggal ada dimana? Dan akan dikubur dimana ?" Tanya Jaka Indi.
"Jenazah peri yang meninggal ada didalam guci yang dibawa perempuan yang dibarisan terdepan, dan Jenazah peri tidak dikuburkan layaknya manusia."
"Peri yang sudah meninggal jasadnya akan mengurai dan adakalanya menyisakan sedikit debu halus, biasanya oleh pihak keluarga abu dari peri yang telah meninggal akan ditaburkan disalah satu puncak gunung atau ditempat-tempat yang tinggi,"
"Dari udara kembali ke udara." Jelas Dewi Yuna.
"Dari udara kembali ke udara, maksudnya ?" Tanya Jaka Indi dengan nada kurang paham.
"Di negeri Suralaya ini, kalau ada jenis manusia yang meninggal, maka akan dimakamkan dengan cara dikuburkan, yaitu dari tanah kembali ketanah."
"Sedang bila ada makhluk dari jenis siluman atau jin yang meninggal, jasadnya akan dibakar sampai habis, yaitu dari api kembali ke api."
"Tapi kalau dari jenis peri yang meninggal, bila ada sisa abu halusnya, maka akan dibawa ketempat yang tinggi, kemudian abunya ditabur di udara,"
"Dari udara kembali ke udara. Hanya saja pemakaman para peri jarang sekali terjadi. Karena seringkali ketika peri mengalami kematian jasad tubuhnya akan mengurai dan memuai seperti asap, tanpa meninggal sisa abu. Jarang sekali ada kejadian peri yang meninggal, menyisakan abu." Papar Dewi Yuna.
"Ouuuh.... Paham aku."
Pantas selama aku disini, tidak pernah melihat ada kuburan atau tempat pemakaman" Ucap Jaka Indi.
Setelah iring-iringan kematian mengambil arah ke kanan disalah satu persimpangan jalan, Jaka Indi kembali mempercepat laju kuda unicornnya, mengambil Jalan lurus mengikuti petunjuk dan arahan Dewi Yuna.
Menurut Dewi Yuna, di negeri astral Suralaya ini, kalau ada iring-iringan kematian atau rombongan perkawinan, hendaknya diberikan jalan didepan, begitulah kebiasaan masyarakat setempat.
Oleh karenanya Jaka Indi baru bergegas melaju kuda unicornnya, setelah iring-iringan kematian tak lagi ada didepannya.
Hanya dalam waktu kurang dari lima belas menit, sampailah Jaka Indi didepan Pesanggrahan Eyang Ageng Wicaksono.
Pesanggrahan Eyang Ageng Wicaksono berupa bangunan rumah kayu yang cukup besar, dan tertata apik dengan teras terbuka tanpa sekat pada bagian depan dan kedua sisi sampingnya.
Dewi Yuna melompat turun dan bergegas menuju pintu utama rumah kayu, dengan diikuti Jaka Indi dibelakangnya.
Belum lagi pintu diketuk, keluar bocah lelaki tampan yang membuka pintu, dan berkata,
"Eyang sedang keluar sebentar, tunggulah di teras." Sambil menunjuk kearah meja kayu bundar yang dikelilingi empat buah kursi.
"Dan tolong kakak isi buku tamunya," Kata bocah peri itu sambil menyodorkan sebuah buku dan pena.
Kemudian bocah peri kecil itu kembali kedalam, dan tak lama sudah kembali ke teras depan, dengan membawa dua cangkir air jahe merah.
"Silahkan diminum" Ucapnya sopan, sembari membalikkan badannya dan berlalu menuju ruang dalam.
Tak lama bocah peri itu keluar kembali dengan menyulut beberapa pelita yang ada di teras.
Suasana yang sebelumnya temaram, kini mulai terang benderang. Lalu si bocah membalikkan badan menghadap Dewi Yuna.
"Kakak...! Apakah kakak... Dewi Yuna ??" Tanya bocah kecil itu secara mendadak.
"Apa kamu mengenaliku ?" Ucap Dewi Yuna dengan rasa heran.
"Kakak cantik sekali, melihat kecantikan kakak, serta busur kristal yang kakak bawa, aku bisa menduga kalau kakak adalah Dewi Yuna."
Dewi Yuna tersenyum manis...
"Siapakah namamu ?" Tanya Yuna balik.
"Bimo.. kak, aku sudah setahun ikut eyang Ageng Wicaksono." Jelas bocah peri itu.
"Bagus...!" Kata Yuna seraya menepuk lembut bahu Bimo.
Bocah peri itu tersenyum gembira, kemudian pergi berlalu menuju ruang dalam rumah kayu.
"Aku sungguh tidak menyangka ! Anak kecil pun ternyata mengenali dan mengagumi kecantikanmu." Celetuk Jaka Indi tiba-tiba.
"Mmmm... Sebenarnya aku bukanlah wanita yang paling cantik di negeri astral ini. Mungkin kang mas juga pernah dengar perkataan yang tersebar luas, bahwa yang sering dicari di negeri astral ini, adalah : "5 dewi, 4 khodam, 3 mustika, 2 pusaka, 1 Istana."
"Tidak... aku...aku tidak tahu dan belum pernah dengar," Jawab Jaka Indi.
"Ooh.... begitu... ya, jadi mas Jaka belum tahu !?"
"Tapi jangan tanya detailnya, karena aku juga tidak tahu semuanya, aku hanya tahu perihal 5 Dewi, maksudnya lima wanita cantik dari kalangan astral, dan dari kelima wanita yang terkenal akan kecantikannya, aku hanya diurutan paling buncit," Ucapnya dengan tertawa renyah.
Jaka Indi hanya diam terbengong mendengar cerita Dewi Yuna, karena ia masih baru berkunjung di-alam astral, tentu saja ia tak mengetahui hal itu.
"Buatku, kamu sudah yang paling cantik, karena kecantikan wanita tidak hanya berdasar lahiriahnya semata, yang terpenting adalah kecantikan hatinya.
Mendengar perkataan Jaka Indi, ada perasaan manis di hati Dewi Yuna.
"Mengenai 5 Dewi, Selain aku Dewi Yuna atau lebih dikenal dengan sebutan Dewi Peri, kemudian ada Bunda Ratu dari pantai selatan, terus ada pula putri Akina, siluman ikan yang hidup didasar samudra, putri Akina ini menempati wanita astral paling cantik nomor 3, sedang nomor 4 Bunda Ratu penguasa Pantai Selatan."
"Siluman ikan itu maksudnya, bagaimana ?" Sela Jaka Indi, memotong cerita Dewi Yuna.
"Siluman ikan itu, dikalangan manusia sering disebut dengan putri duyung, sebenarnya putri duyung ini tidak berbeda jauh dengan siluman ular, siluman buaya, dan sejenisnya, dimana separuh tubuhnya manusia dan separuhnya lagi hewan, hanya saja pada waktu dan kondisi tertentu bisa tampil utuh serupa manusia dan bisa menampakkan diri pada manusia."
"Siapakah makhluk astral yang paling cantik nomor 2 dan nomor 1 ?"
"Aku tidak tahu namanya. Karena wanita astral tercantik nomor dua, yang kutahu merupakan keturunan dari campuran seorang peri dan manusia. Sedang wanita astral tercantik nomor satu adalah jelmaan bidadari surgawi, dan belum pernah ada yang melihatnya, semua ini hanya berdasar kisah-kisah yang beredar dikalangan masyarakat astral." Terang Yuna dengan senyum kecil.
"Sedangkan yang dimaksud 4 khodam adalah, jenis khodam macan, naga, rajawali dan kera. Keempatnya adalah khodam yang paling diminati dan dicari, karena dianggap paling digdaya dalam pertarungan."
Melihat Jaka Indi menatapnya dan mendengarkan perkataannya dengan seksama, Dewi Yuna lantas melanjutkan ceritanya.
Kalau 3 mustika, aku hanya ingat satu diantaranya, yaitu mustika merah delima yang paling banyak diminati khususnya dicari dari kalangan manusia. Sedang dua mustika yang lainnya aku tidak ingat.
"Bagaimana dengan 2 pusaka dan 1 istana?" Tanya Jaka Indi dengan rasa antusias.
"2 pusaka, adalah cincin Raja Solomon dan Tabut perjanjian, tapi sampai saat ini belum diketahui keberadaannya."
"Kalau 1 istana,, yang dimaksud ialah istananya Raja Solomon, atau raja Sulaiman, hingga saat ini juga belum diketahui keberadaannya."
"Maaf... aku tidak terlalu ingat semuanya, karena waktu bunda Ratu menceritakannya aku kurang memperhatikan."
Jaka Indi nampak termenung sesaat, memikirkan apa yang diutarakan Dewi una, terutama perihal dua pusaka, yang pertama cincin nabi Sulaiman as, yang konon katanya dapat digunakan untuk menundukkan Jin bagi yang memakainya.
Lalu Tabut perjanjian, yang menurut kabar beritanya bahwa Tabut tersebut terbuat dari kayu penaga, dengan ukuran panjang dua setengah hasta, dan lebar serta tingginya satu setengah hasta, yang sekelilingnya diberi bingkai emas.
Tabut perjanjian ini diantaranya berisi Loh loh batu yang tertulis sepuluh perintah Allah yang diterima nabi Musa as dan juga berisi Tongkat nabi Musa as, tapi adapula yang mengatakan Tabut perjanjian tersebut berisi tongkat nabi Harun as.
Hanya kalau berdasar cerita gurunya Kanjeng Cakra Langit, yang sesungguhnya paling dicari keberadaannya adalah tongkat nabi musa as yang pernah digunakan untuk membelah laut merah dan cincin nabi Sulaiman as (baik tongkat maupun cincin yang dimaksud bukanlah sebagaimana yang berada di musium).
"Iya aku mengerti, terimakasih atas penjelasannya."
BERSAMBUNG