JAKA INDI & DUNIA ASTRAL (Part 27) - Peri Dengan Berbagai Aroma Harum
Dalam keadaan seperti ini Jaka Indi lupa akan tugasnya, lupa apa yang harus dia lakukan, lupa akan wejangan Eyang Ageng Wicaksono.
Bahkan ia lupa tujuan meditasinya diantaranya adalah untuk menguatkan batinnya dari berbagai godaan.
Semula raut muka gadis yang sedang mandi itu tertuju ke arah rumah bambu kuning sana, kini kerlingan matanya tiba-tiba tertuju ke arah tempat persembunyian Jaka Indi. Tampaknya gadis jelita itu sadar bahwa keberadaanya sudah diketahui oleh orang lain.
Gadis lain yang apabila ketahuan orang lain, apalagi ada laki-laki dewasa sedang mengintip dirinya sedang mandi, tentu menjerit dan lekas-lekas berusaha menutupi tubuhnya dan mengenakan pakaian, tapi gadis ini justru mengerling dengan lambat, kemudian malah berdiri dan tegak laksana sekuntum kembang teratai yang baru saja mekar dan menongol dari permukaan air.
Muka Jaka Indi serasa panas, sekilas ia melihat kesempurnaan seluruh badan si gadis yang semampai dan bernas itu.
Dengan perlahan gadis cantik bertubuh mungil itu terbang menuju setumpuk pakaian ditepi kolam, tanpa tergesa dikenakannya kain sutra penutup d**a, pakaian dalamnya dan gaun penutup pinggulnya yang berwarna keemasan,
Penutup d**a yang digunakan gadis tersebut hanya berupa selendang kecil yang dibalut menutupi d**a dan diikat pada bagian belakangnya, sedang gaun yang digunakan menutup pinggul gadis tersebut adalah gaun pendek yang ber-rendra pada bagian bawahnya yang hanya sebatas lutut.
Sehingga masih terlihat pundaknya yang terbuka, perutnya yang putih bersih, dan betisnya yang bening dan ramping.
Gadis jelita itu lalu memutar tubuhnya ke arah Jaka Indi, katanya kalem:
"Saudara yang mengintip, memangnya kau belum merasa puas !?"
Suaranya memang merdu dan halus mengalun, seperti kicauan burung kenari, tapi nadanya terdengar ketus dan penuh kedongkolan.
Jaka Indi hanya bisa menghela napas dan tertawa getir, lalu dia melompat turun dari dahan pucuk pohon.
Selama hidupnya, dapat dikata sudah dua kali dirinya mengalami keadaan serunyam ini.
Pertama saat dirinya, kepergok mendapati Dewi Kirana yang sedang mandi di kolam taman istana Suralaya, berikutnya kali ini ketahuan melihat gadis mungil cantik yang sedang mandi.
"Hadeuuuwh.....! Mungkinkah ini faktor genetika karena dirinya keturunan Eyang Jaka Tarub," Gumam Jaka Indi dalam hati.
Sungguh Jaka Indi tidak suka kalau dirinya disangka dan dimaki sebagai pemuda bangoran yang mata keranjang.
Lebih tak ia harapkan akan berhadapan dengan gadis jelita bak bidadari dalam keadaan runyam seperti ini.
Tapi dia tak mungkin lari, karena Jaka Indi bukanlah orang yang suka lari dari tanggung jawab. Terpaksa ia keluar dengan mengeraskan hati.
Saat berada dihadapan si gadis, tercium aroma harum semerbak kayu cendana dari tubuh gadis mungil tersebut.
Sementara itu..., dari atas ke bawah gadis mungil tampak mengamat-amati dirinya, sorot matanya yang semula ditandai kobaran api amarah, lambat laun seperti berubah menjadi tenang, bahkan tampak terbesit rasa kejut dan heran dari sorot matanya, mengetahui yang memergoki dirinya sedang mandi adalah pemuda tampan dari jenis manusia.
"Hmmm....! Ternyata seorang manusia," Tatapnya lekat kepada Jaka Indi,
"Tidak kecil juga ya, nyalimu, bukannya kau melarikan diri. Malah turun menemuiku."
Sebaliknya Jaka Indi bukannya langsung menjawab, tapi juga masih mendelong terkesima, Karena saat berada didekat gadis mungil itu Jaka Indi dapat melihat kulitnya yang kuning langsat sehalus sutra, tubuhnya yang gilik semampai, serta Jaka Indi dapat mencium aroma wangi harum yang berubah-ubah, adakalanya seperti bau kayu harum cendana, kemudian seperti harum bunga mawar, lalu bau bunga sedap malam, kemudian bau wangi kesturi, dan sebagainya.
Sepertinya bau harum yang keluar dari tubuh gadis mungil itu berubah-ubah mengikuti suasana hatinya, bila ia sedang mendongkol, baunya seperti bau harum kayu cendana, tapi bila ia sedang gembira, bau tubuhnya seperti bau harum semerbak bunga.
Sungguh makhluk yang aneh dan ajaib, bahkan membayangkan ada makhluk seperti inipun tak pernah terlintas dalam pikirannya.
Tersentak dari lamunannya, atas pertanyaan si nona, Jaka Indi unjuk tawa getir, sahutnya :
"Meski saya tidak sengaja melihat nona mandi, tapi bagaimanapun juga saya harus menyatakan penyesalan yang luar biasa, dan meminta maaf atas perbuatan saya, sedang jikalau saya lari, bukankah itu justru memalukan ?"
Berkilat kerlingan mata si gadis, katanya:
"Jadi kau mengakui salah dan kemari mau terima hukuman ?"
"Ya boleh dianggap seperti itu." ujar Jaka Indi mengiyakan.
Terunjuk senyuman geli pada sorot mata si gadis, katanya pelan-pelan,
"Kau berani mengakui kesalahan, memang tidak malu kau jadi laki-laki, tapi tahukan kau dosa dan kesalahan apa yang telah kau perbuat ?"
Jaka Indi menghela nafas,
"Sepatutnya nona juga jangan mandi disembarang tempat, terlebih mandi ditempat yang terbuka."
Melotot lagi mata si gadis, semprotnya,
"kau yang mengintip aku mandi, masa malah menyalahkan diriku ?"
Kembali Jaka Indi mencium aroma semerbak kayu cendana, hmm... rupanya gadis mungil ini sedang mendongkol, karena kembali tercium bau harum kayu cendana.
"Maaf nona, saya melihat nona yang sedang mandi tidaklah dengan sengaja, mana saya tahu ditengah hutan akan ada tempat seperti ini, dan ada gadis jelita yang sedang mandi !?"
"Kalau kau tahu, lantas bagaimana !?"
"Kalau aku tahu di sini ada seorang gadis secantik nona sedang mandi. Seumpama kedua kaki ini lumpuh, dan aku meski harus merambat untuk bisa mencapai kesini, aku pun akan tetap berusaha kemari, meski dengan cara merangkak sekalipun." Ujar Jaka Indi jujur, namun dengan perasaan geli sendiri.
Jawaban ini seketika membuat si gadis jelita menjublek.
"Dasar pemuda bangor, mana ada laki-laki yang punya muka begini tebal, tidak tahu malu dan tidak punya sopan santun." Gerutu si nona.
Sungguh mimpi pun tak pernah terpikir olehnya ada laki-laki yang berani bicara begitu dihadapannya.
Hatinya memang mendongkol, tapi ia tak kuasa mengumbar kekesalannya, sebenarnya ingin tertawa geli, tapi terpaksa ia tahan-tahan.
"Kamu pasti bukan pemuda baik-baik, kamu pasti pemuda begajulan." Damprat si nona.
Kata Jaka Indi kemudian:
"Sebetulnya saya tak perlu berkata demikian, tapi umumnya, kebanyakan laki-laki ditempat saya memang seperti itu."
Entah kenapa Jaka Indi mendadak merasa konyol sendiri. Mengingat masa kecilnya bersama teman-temannya saat mandi di kali bengawan solo, suka diajak temannya ngintip teman-teman perempuannya yang sedang mandi.
"Tak nyana ternyata laki-laki dikalangan manusia seperti itu," gumam si nona.
"Emmm.... tapi kamu ternyata berani bicara jujur dan terus terang."
Suasana mendadak hening sejenak. Lama nona ini menatap Jaka Indi dengan tatapan menyelidik, dari atas kebawah, kemudian melihat keatas lagi...
Tiba-tiba terkulum senyum mekar di wajahnya yang cantik rupawan, katanya :
"Mungkin saja aku tidak menjatuhi hukuman kepadamu, tetapi ada syaratnya. Kau harus menemaniku santap malam, dan menceritakan kehidupan manusia di alam tempat tinggalmu."
Lantas dengan jari tangannya yang halus dan bening ia membetulkan letak rambut pirangnya lalu mengikat rambutnya yang berwarna kuning keemasan dengan pita kuning, kemudian katanya sambil berputar badan :
"Sekarang bolehlah kau mengikut padaku."
Kemudian gadis jelita itu berjalan menuju ke pondok bambu yang asri dan apik, dengan terbang melayang laksana kupu, hingga Jaka Indi dapat kembali melihat sayap transparan yang tiba-tiba muncul dari belakang tubuhnya.
Dengan langkah ringan Jaka Indi melompat dan berlari kecil mengikuti gadis jelita itu.
Tubuh Jaka Indi sempat limbung dan hampir terjatuh saat mengikuti gadis cantik tersebut, karena sudah tiga hari ini perutnya tak terisi makanan.
Kemudian Jaka Indi beranjak memasuki pondok bambu yang asri mengikuti gadis jelita itu.
Sejak tadi dalam hati, diam-diam ia sudah persiapkan diri, bilamana terdapat bahaya dalam pondok bambu kuning tersebut.
Bila diluar pondok terbentang tanah rerumputan yang menghijau elok dan kolam pemandian yang bening, serta bunga-bunga yang bermekaran. Ternyata didalam pondok tidak ada siapapun dan bahaya apapun, hanya ada gadis jelita dan anak kucing hitam yang telah pindah kedalam pondok dan tidur disalah satu sudut ruang.
Tampak pula permadani yang empuk dan indah yang terbuat dari sutra tebal yang membentang luas menutupi seluruh lantai ruangan.
Ada pula sebuah tali sutra sebesar jari kelingking yang membentang antar dinding pondok.
"Apa ini buat jemuran ?" Batin Jaka indi.
Di atas permadani terdapat dua meja pendek, di atas meja bertumpuk berbagai macam buah-buah, minuman segar dan sayur mayur yang serba lezat dan nikmat, dimeja pendek satunya hanya terdapat satu mangkuk keramik, berisi butiran- butiran mutiara dan satu botol madu hitam.
"Duduklah kata si gadis cantik, mempersilahkan Jaka Indi untuk duduk dilantai permadani.
BERSAMBUNG