Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JAKA INDI & DUNIA ASTRAL (Part 29) - Hutan Labirin


"Nona Arimbi ada apakah....?. Apa kau masih merasa kesal karena ku melihatmu mandi," Tanya Jaka Indi dengan perasaan bingung, tanpa ingat sedikitpun apa yang telah dilakukannya pada nona jelita tersebut.

"Hukumlah aku sesukamu, bila hal itu bisa mengurangi rasa amarahmu," Ujar Jaka Indi dengan perasaan bersalah.

Tapi bukannya tangis si nona mereda malah tangisnya bertambah keras dan semakin sedih.

Sekonyong-konyong Jaka Indi mencium aroma harum seperti bunga sedap malam. 

"Ternyata saat bersedih pun nona Arimbi ini mengeluarkan aroma bunga yang semerbak, sungguh sesuatu yang menakjubkan." Pikir Jaka Indi.

Jaka Indi tidak tahu harus bersikap seperti apa, agar tangis si nona berhenti. Spontan Jaka Indi maju mendekatkan diri, menarik sebelah tangan Arimbi dan ditepuk-tepuk perlahan dengan lembut serupa seorang tua lagi membelai anak kecil, sambil berkata,

"Nona Arimbi, maafkan saya.... maafkan saya... dan berhentilah menangis. Saya sungguh tidak tahu ada gadis yang mandi di kolam tengah hutan."

Tangis Dewi Arimbi kembali semakin menjadi dan bertambah deras.

Tiba-tiba Jaka Indi merasa bahwa se­dikit banyaknya air mata perempuan, sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan tinggi besarnya badan, semakin mungil tubuh seorang perempuan, kadang kala air matanya justru semakin banyak.

Di dalam banyak hal, perempuan adakalanya memang memiliki ciri khas seperti itu. Seperti misalnya, semakin gemuk seorang wanita, justru makin sedikit makannya. Semakin kecil orangnya, tak jarang semakin lantang bicaranya. Semakin cantik wajahnya, semakin sering hatinya menderita. Semakin tebal riasan wajahnya, seringkali semakin tipis pakaian yang dikenakannya. 

"Aaaih.... perempuan memang sejenis makhluk yang sangat aneh, dan sulit dipahami."

Jaka Indi kemudian mengamati Arimbi lekat-lekat, yang saat ini sedang duduk sesegukkan dengan kepala tertunduk dan meluruskan kedua kaki rampingnya yang halus. 

Tercium aroma wangi yang keluar dari tubuhnya, sungguh gadis cantik yang sangat mempesona dan menakjubkan.

Jaka Indi pernah menemui beberapa makhluk astral baik dari jenis siluman, jin maupun peri. Dari yang memiliki bau harum bunga kamboja, bau busuk, bau bacin, bau tinja, sampai yang berbau harum kembang melati dan bunga kenanga juga pernah dijumpainya.

Tapi seumur-umur baru kali ini ia dapati ada makhluk yang dari kelenjar hormonnya bisa mengeluarkan berbagai aroma harum yang berbeda-beda, dan semua aroma yang dikeluarkan merupakan aroma yang harum wangi.

Tiba-tiba suara pintu diketuk seseorang, 

"Tuk...tuk...tuk...! "Kakak...aku pulang ..." 

Bersamaan suara pintu dibuka masuklah seorang bocah cilik bermantel kulit coklat, bercelana pendek, berusia sekitar 9 tahun yang tubuh, dan wajahnya ditumbuhi rambut dan bulu lebat berwarna kuning ke-emasan semirip dengan kera kecil, hanya saja tak ada ekornya. 

Melihat bocah cilik ini mengingatkan Jaka indi akan pangeran Abhinaya, sangat mirip, hanya saja bocah ini lebih tampan dan bulu keemasannya yang berkilauan membuat bocah ini terlihat lebih menarik.

Bocah cilik itu membawa keranjang bambu yang berisi buah-buahan dan sayuran.

"Hai... paman ini siapa!?" 

"Mengapa bisa ada disini? Pasti paman kesasar yaa...!"

"Paman berasal darimana ?"

"Wuah...! Kenapa paman makan makananku ?" Tanya bocak cilik itu, yang terus nyerocos sambil mendelik kearah Jaka indi.

"Gochan..., Paman itu tamu kita, namanya Jaka Indi, aku yang menyuruhnya makan, dan ini adikku Gohan." Terang Arimbi yang tampak sudah mulai tenang.

Yaa... begitulah wanita, kadang suasana hatinya seperti cuaca,, ada saatnya mendung, cerah, tiba-tiba hujan, lalu hangat seketika.... 

"Kak... ini aku bawakan madu hitam," sambil menyerahkan sebotol kecil madu hitam.

Arimbi hanya tersenyum menerima memberian bocah cilik itu.

"Kamu makan dulu, ngobrolnya nanti saja, biar kakak temani," Sambil menarik tangan bocah cilik itu untuk duduk dihadapannya. 

Kemudian Arimbi menyiapkan sayur dan buah-buahan yang masih tersisa, sementara Gochan langsung menyantap makanan, tanpa menggubris lagi keberadaan Jaka indi. 

Sedang Arimbi sendiri hanya mengambil dua butir mutiara yang dihancurkan dengan kedua jarinya lalu bubuk mutiara itu dimakannya, dilanjutkan dengan meminum beberapa tetes madu.

Jaka Indi hanya diam mengamati tanpa bersuara apapun.

"Nona Arimbi," Sekarang bolehkah kupergi ?" Tiba-tiba ia bertanya. 

"Tidak boleh! "Tidak bisa!" Jawab Arimbi tegas.

"Nona, hari telah mulai gelap, aku harus sesegera mungkin kembali."

"Memangnya, apa lagi yang harus kulakukan ?" 

"Siapa yang sudah masuk ketempat ini tidak akan ada yang bisa keluar lagi dari tempat ini !" Celetuk Gochan, tiba-tiba.

"Memangnya ada apa !?" 

"Paman coba saja kalau tidak percaya" kata Gochan sambil tangannya menjumput buah pisang.

"Apa....! Gak bisa keluar !? Maksudnya bagaimana !?" Tanya Jaka Indi dengan terperanjat. 

"Si nona menoleh dan mendeliki Jaka indi..." 

"Maksudnya kamu tidak akan mungkin bisa keluar dari tempat ini, tidak akan bisa menembus hutan, tidak akan ingat arah kembali. 

"Jadi kamu sebaiknya sementara waktu menunggu disini."

"Aku bisa sampai sini tentu aku ingat arah datangku, biarlah kupamit sekalian, dan maaf atas kesalahanku, serta terima kasih atas makanan dan keramah tamahan nona." 

"Terserah kamu saja ..." 

Arimbi hanya angkat bahu dengan sikap masabodoh.

"Paman kalau kesasar, aku gak nanggung lho," Kata Gochan sambil merebahkan tubuhnya dan mengelus-ngelus perutnya yang kembung kekenyangan. 

"Kemudian Jaka Indi pamit dan mulai keluar pondok, terlihat malam sudah mulai menjelang, tapi ada cahaya sinar bulan yang menyinari kegelapan malam, Jaka Indi berlari menembus hutan, dengan mengingat arah kedatangannya. Namun setengah jam berlari ia merasa seperti kembali ketempat awal.

Setelah merenung sesaat Jaka Indi mencoba mengulang kembali arah yang ditempuhnya dengan memberi tanda silang dengan keris Kyai Sengkelatnya pada pohon-pohon yang dilaluinya, anehnya tetap saja ia kembali lagi ketempat semula, bahkan beberapa pohon yang diberi tanda silang olehnya sebagiannya sudah tidak tampak. 

"Sungguh sangat aneh...!" Renung Jaka indi.

Jaka indi jadi teringat kisah Sunan Kalijaga saat mencari pohon Jati yang berada di lereng bukit gombel, yang secara ajaib pohon jati yang dicari tidak ada dan berpindah tempat, hingga daerah tersebut dinamai Jatingaleh. 

"Masak sih...! Hutan ini ada jin isengnya." Pikir Jaka indi, tapi setelah berulang kali mencoba Jaka indi tetap kembali lagi ketempat semula. 

Jaka Indi mulai menyadari kalau tumbuh-tumbuhan yang ada di hutan, disusun dengan suatu formasi yang bisa menyesatkan. 

Yaa... semacam HUTAN LABIRIN.

Labirin adalah merupakan sebuah sistem jalur yang rumit, berliku-liku, serta memiliki banyak jalan buntu. Kalau hutan biasa di alam manusia, tentu Jaka Indi bisa naik keatas puncak pohon lalu berjalan lurus diatas puncak dahan pohon yang satu kepohon yang lain, permasalahannya pohon di hutan pegunungan kapila ini, tidak hanya lebat, bahkan tingginya rata-rata mencapai ratusan meter. Besar batang pohon bisa mencapai empat atau lima lingkar tangan orang dewasa.

Lalu dicobanya lagi oleh jaka Indi dengan mulai berlari dari sisi yang berbeda, namun tetap saja Jaka Indi hanya berputar-putar dan pada akhirnya kembali ketempat yang sama. 

Mengapa tadi menuju rumah pondok bambu begitu mudahnya, tapi saat akan keluar aku tidak bisa?

"Mungkinkah karena aku kesini, mengikuti arah indra pendengaran dan penciumanku."

"Hadeuuuwh...., kumaha euy....,!?" Renung Jaka Indi.

Kemudian Jaka Indi mulai mencoba duduk bersila dan meditasi untuk fokus memasang indra pendengarannya, tapi hanya suara gemercik air, beberapa suara hewan hutan dan uap panas beraroma belerang dari tempat kolam pemandian Arimbi yang dapat ditangkap indranya. 

"Mungkinkah karena hutan ini terlalu luas hingga aku tak bisa mendengar suara lainnya ?" Renungnya dalam hati.

Setelah menghimpun ssemangatnya Jaka Indi kembali berlari, hanya saja, arahnya berbalik menuju tempat rumah pondok bambu mengikuti arah sumber gemericik air dan uap air belerang berasal. 

Tok...tok...tok...tok...!! 

"Nona...nona...Arimbi... aku kembali...!!"

"Apa aku boleh masuk dan istirahat semalam disini ?"

Yang membukakan pintu ternyata Gochan. 

Jaka Indi dapat melihat kedalam ruang, kalau Arimbi sudah tidur di atas tali sutra kecil yang terbentang antara dua dinding. Sedang Gochan memberikan kain selimut dan katanya, 

"Paman tidur di teras pondok saja! Di dalam pondok hanya untuk perempuan dan anak kecil."

"Wuaah... dingin dong!" Gochan hanya mendelik, menanggapi komentar Jaka Indi.

"Ok...Siip ...!! Makasih ya...!"

BERSAMBUNG
close