JAKA INDI & DUNIA ASTRAL (Part 35) - Siluman Kembar
Sementara gadis remaja cantik itu tatapannya sudah kembali memperhatikan Jaka Indi yang tengah mengubur kedua jasad di halaman dekat gapura.
Sekalipun tatapannya masih melihat keluar pendopo, namun gadis itu tetap menjawab pertanyaan Indrajit.
"Aku teman dari orang yang datang bersama paman, dan benar sekali ini adalah KEDAI ARWAH sebagaimana yang paman maksudkan."
"Tentang siapa saja yang hadir disini, maaf aku juga tidak mengenalnya." Jelasnya datar.
"Hmmmm... Banyak juga kenalan Jaka Indi." Gumam Indrajit.
"Kalau kakek kerdil dengan kulit kebiruan dan dua orang peri berkuku panjang yang duduk di atas peti mati apa nona juga tidak mengenalnya !?" Tanya Indrajit lebih lanjut.
"Kakek bertubuh kerdil itu adalah penjaga KEDAI ARWAH ini, selain KEDAI ARWAH adapula kedai pesugihan dan kedai kanuragan, yang dikelola oleh pemilik yang sama yaitu tuan mata tunggal, sedang dua wanita berwajah pucat dan berkuku panjang tersebut bukanlah peri, melainkan siluman perempuan.
Coba paman perhatikan telapak kaki mereka yang tertutup gaun panjang.." Jelas Anggraini tanpa memalingkan sorot matanya dari menatap jauh keluar halaman, melihat kearah Jaka Indi.
Sementara Indrajit, memalingkan wajahnya dan melihat melalui pintu ruang peti mati yang terbuka lebar, terlihat kedua wanita yang berwajah pucat yang ada didalam ruang peti mati sedang duduk di atas tutup peti mati dan dari gaunnya yang sedikit tersingkap, ternyata mereka memiliki bentuk kaki layaknya kaki kambing atau kaki kuda yang berkuku tunggal.
Bila tidak memperhatikannya dengan jeli tentu Indrajit tidak akan bisa mengenalinya.
"Owwallah....! Ternyata dua cewe kembar itu jenis siluman kuntilanak." Gumam Indrajit lirih.
"Apakah transaksi disini harus memakai emas ?" Tanya Indrajit lebih lanjut.
"Ya....! atau bisa dengan harta yang senilai emas yang diminta pengelola kedai jiwa, atau bisa juga dengan menggadaikan jiwa sendiri, lebih jelasnya bisa paman tanyakan pada kakek kerdil yang duduk dibelakang meja kasir tersebut." Terang nona Anggraini.
Indrajit hanya melirik sekejap pada kakek kerdil itu, entah mengapa ia merasakan ada hawa sesat yang menakutkan yang memancar dari diri Si kakek kerdil yang membuat Indrajit enggan untuk bertanya langsung atau mendekatinya.
Terlebih berdasar yang diketahuinya kakek kerdil itu termasuk dari jenis jin yang kuat, yang tidak mudah untuk dihadapi.
Kemudian Indrajit kembali melanjutkan pembicaraannya pada nona remaja dihadapannya, yang dari pandang matanya sesekali masih mencuri lihat dan menatap keluar pendopo kearah Jaka Indi berada.
Sambil tersenyum Indrajit berkata pula, "Ternyata Kedai Arwah disini tidak sama dengan yang berada di alam duniaku."
"Apa ditempat paman, di alam manusia sana juga ada Kedai Arwah ?" ujar Anggraini balik bertanya.
"Iya ada.... yang semacam ini, bahkan ada dibeberapa tempat.
Tapi di alam kami lebih dikenal dengan nama Tempat Pesugihan, yaitu semacam kedai pesugihan, hanya saja dalam prakteknya tempat pesugihan bisa juga dimintai tolong untuk transaksi jiwa, harta, santet, ilmu gendam atau pelet, serta memasang susuk kecantikan atau meminta khodam dari jenis jin."
Satu tempat dengan menjual beberapa jasa sekaligus, dan di alam kami penunggunya atau kuncennya adalah seorang manusia yang memiliki kemampuan berinteraksi dengan kalangan Jin.
Tapi menurut hematku bisa saja pemilik atau penguasa tempat pesugihan di duniaku, memiliki keterkaitan dengan pemilik kedai arwah yang ada di alam sini. Mengingat jasa yang ditawarkan banyak kemiripannya.
"Namum bila melihat KEDAI ARWAH di alam sini rasanya seperti ada yang janggal dalam melakukan transaksi, masa transaksinya menggunakan emas segala, masa sih makhluk astral juga suka emas ?" Sungguh aku tidak mengerti.
"Manusia pun juga doyan uang dan harta, apa anehnya kalau jin dan makhluk astral juga suka emas atau harta," Ucap si nona remaja dengan sungguh-sungguh.
"Segala apa di dunia ini. Adakah yang punya daya pikat terlebih besar daripada uang dan harta ?"
"Kalau kau seorang wanita barulah kau akan tahu betapa pentingnya uang dan harta,"
"Hmmm...." Indrajit tampak mengangguk angguk pelan,
"Tapi adakalanya di dunia ini ada juga sementara orang yang tidak dapat dipengaruhi dengan harta."
"Ya, itu tidak salah, hanya saja orang macam begitu pastinya teramat sedikit, bahkan makin lama semakin jarang," Sahut Si nona, Lalu Si nona remaja terdiam dan termenung sambil memandangi buntalan berisi emas batangan yang ada di mejanya.
Tanpa si nona Anggraini sadari, saat itu ternyata Jaka Indi sudah berada dalam pendopo Kedai Arwah.
Sebagian besar mata mereka yang hadir menatap kearah Jaka Indi. Hanya Anindya yang menarik tudung mantelnya untuk menyembunyikan sebagian wajahnya, berharap Jaka Indi tidak mengenali dirinya.
Sebaliknya nona Anggraini begitu mengetahui kehadiran Jaka Indi langsung berteriak memanggil,
"Paman Jaka! Duduklah disini, dibangku kosong sebelahku..."
Sementara Indrajit disaat yang hampir bersamaan justru berkata,
"Mas Jaka!" namamu ada tertera pada salah satu maklumat yang ada dipapan tulis di dinding pendopo, cobalah kau lihat dahulu."
Jaka Indi melihat ke gadis remaja yang duduk berhadapan dengan Indrajit dan menyapa dengan tersenyum gembira,
"Hai...nona Anggraini ! Apa kabar ?" Namun kaki Jaka Indi justru melangkah kearah papan maklumat berada.
"Aiih... ternyata benar ia menemukan kalau namanya termasuk yang berada dalam maklumat orang yang diinginkan kematiaan-nya."
"Ehmmm..... Siapakah yang menginginkan kematianku ?" Renung Jaka Indi.
Yang disesalkan Jaka Indi bukan karena dirinya menjadi target kematian, karena sesungguhnya dirinya bukanlah orang yang gentar mati, baginya mati dan hidup sudah merupakan ketentuan Allah yang Maha Kuasa, namun tidak urung juga hatinya merasa getun, karena ternyata ada seseorang yang menghendaki kematiaannya, hal ini membuatnya berpikir bahwa mungkin ada prilakunya yang tidak ia sadari yang membuat seseorang begitu membencinya.
Meski demikian ada hal yang patut disyukurinya, bahwa ternyata nama kakaknya Panji Dewantoro tidak berada dalam maklumat jiwa tersebut.
Lalu Jaka Indi melihat kearah kakek kerdil yang duduk dimeja kasir, pandangan mata Si kakek kerdil saat itu justru sedang menatap kearah Jaka Indi, hingga terjadi bentrokan pandangan dan saling mengamati diantara mereka.
Ini adalah pertama kalinya Jaka Indi beradu pandang dengan mata si kakek kerdil.
Dari tatapan matanya, Jaka Indi tahu bahwa power energi kakek ini sungguh besar, bahkan lebih besar daripada semua tamu yang ada dalam KEDAI ARWAH ini.
Tapi yang lebih mengerikan adalah sorot matanya. Siapapun yang memandang mata ini akan merasa tidak enak, bahkan mungkin merasa mual. Karena mata itu bukan seperti mata manusia, bukan pula layaknya mata binatang atau mata makhluk astral pada umumnya.
Sepasang mata itu adalah mata yang dipenuhi kilatan api, mata yang membawa sifat sesat, tidak berperasaan dan tidak ada unsur kedamaian didalamnya.
Umumnya jin yang pernah ditemui Jaka Indi adalah dari jenis jin yang sudah tidak terlihat lagi sifat unsur apinya, yaitu jenis Banul Jan, mereka ini adalah jenis jin yang yang kehidupannya dan bahkan sosoknya hampir mirip dengan manusia. Ada yang berjenis kelamin pria, wanita, dan mereka beraktifitas juga seperti layaknya manusia, punya tempat tinggal ada pemimpinnya dan memiliki aturan-aturan dalam bermasyarakat.
Baru kali ini Jaka Indi melihat jenis Jin yang berwarna kebiruan.
Berdasar catatan buku leluhurnya, konon jin ifrit yang termasuk jenis jin yang kuat, ada pula yang berwarna kebiruan, putih dan kehitaman. Tapi Jaka Indi tidak tahu pasti kakek kerdil berjari enam ini termasuk jenis jin ifrit atau bukan?
Berdasar yang Jaka Indi ketahui, api oranye adalah merupakan suhu yang terendah lalu api merah yang umumnya bersuhu masih di bawah 1000 derajat celsius. Api biru, bersuhu lebih tinggi dari api merah, tapi masih di bawah 2000 derajat celcius.
Kemudian api yang lebih panas, adalah api putih yang bersuhu di atas 2000 derajat celcius. Api ini juga yang terdapat di dalam inti matahari.
Namun jenis Api yang terpanas sesungguhnya adalah api hitam dan konon katanya merupakan jenis api yang terdapat di dalam neraka. Jadi bila melihat berdasar tingkatan panas api, sepertinya jin yang memiliki aura api kebiruan tentu memiliki tingkatan lebih tinggi dari jin yang berwarna oranye dan yang berwarna kemerahan, sedang jin yang memiliki aura api kehitaman adalah yang paling tinggi tingkatannya, renung Jaka Indi.
Sebalikya Sang kakek kerdil saat menatap Jaka Indi dan melihat bahwa pada pinggang Jaka Indi ada sebuah cupu tempurung bulat yang terbuat dari batok kelapa kecil dengan beberapa ukiran kaligrafi kuno, dengan tutup gabus kecil, si kakek kerdil tampak menunjukkan ekspresi sangat terkejut.
Sementara Jaka Indi mulai tersenyum dan menyapa Si kakek kerdil,
"Selamat malam, kakek ijinkan saya singgah sejenak di KEDAI ARWAH ini." Sapa Jaka Indi sopan.
"Silahkan Kisanak, KEDAI ARWAH ini terbuka bagi siapa saja." jawab Si kakek dengan suara sedikit parau.
Jaka Indi kemudian membalikkan badan dan melangkah kemeja sudut tempat Anindya, lalu menyapa,
"Apa nona baik-baik saja !?"
"Ya... Raden... saya baik-baik saja." Ucapnya terbata-bata dengan nada gugup, sungguh ia tidak menyangka Raden Jaka Indi masih bisa mengenalinya.
"Sepertinya nona Anindya ini memang tidak terbukti bersalah dalam peristiwa kematian pangeran Corwin, karena ternyata Anindya saat ini sudah dapat berkeliaran bebas." Batin Jaka Indi dalam hati.
Berikutnya Jaka Indi melangkah kemeja tempat Anggraini dan Indrajit berada, meski Anggraini memberi isyarat tangan agar Jaka Indi duduk dibangku sampingnya, namun Jaka Indi memilih duduk dibangku sebelah Indrajit.
Dewi Anggraini langsung menggenggam tangan jaka Indi erat, dengan kedua telapak tangannya, dan disertai tatapan mata yang hangat dan mesra.
"Paman Jaka," hanya kata itu yang diucapkannya, tapi pandangan matanya, genggaman tangannya, sudah cukup menunjukkan kalau gadis remaja itu sangat menaruh perhatian padanya.
Saat ini Anggraini dapat melihat Jaka Indi dengan lebih jelas, walau di Kedai Danau Asmoro ia pernah bertemu Jaka Indi, tapi baru kali ini ia memperhatikan wajah Jaka Indi dengan seksama, Inilah pertama kalinya ia melihat Jaka Indi dari jarak sangat dekat.
Bahkan dalam keremangan malam, ia dapat melihat profil wajah Jaka Indi, terutama mata dan hidungnya. Matanya besar dan bercahaya, memancarkan kecerdasan. Tatapannya terlihat tajam namun seperti agak lelah, sorot matanya penuh dengan pancaran kasih sayang. Hidungnya tinggi dan lurus, seperti mengisyaratkan pribadinya yang lurus..
Di sudut matanya terlihat ada sedikit kerut, membuat ia tampak terlihat matang dan dewasa, raut wajahnya tampan menawan, dan memberikan keteduhan bagi orang lain yang menatapnya, dan yang paling menarik adalah senyumnya. Saat tersenyum, setiap bagian wajahnya juga seperti ikut tersenyum memancarkan kehangatan.
Indrajit mendelong sesaat, menyaksikan sikap Anggraini yang begitu mesra terhadap Jaka Indi.
Sebaliknya Jaka Indi hanya bisa meringis serba salah atas hal tersebut.
"Nona Anggraini, Ada keperluan apakah nona sampai berada di Kedai Arwah ini !?" Tanya Jaka Indi, sekedar mencairkan suasana, sambil menarik perlahan tangannya dari genggaman tangan Anggraini.
"Aku ingin mencari tahu siapa yang waktu itu berniat membunuhku, saat kita berada di kedai makan Danau Asmoro.. Aku mulai mencoba menyelidikinya dari kedai arwah ini,, tapi ternyata namaku tidak ada dalam maklumat jiwa tersebut."
"Paman Jaka, saat paman mengejar pembunuh tersebut kedalam hutan, apa paman berhasil mengenali atau menangkapnya !?" Ucap Anggraini balik bertanya.
BERSAMBUNG