Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JAKA INDI & DUNIA ASTRAL (Part 36) - Menolak Pemberian Emas


"Maaf aku tidak berhasil menangkapnya atau mengetahui siapa sebenarnya penyerang tersebut."

Jaka Indi sengaja tidak menceritakan pertemuannya dengan Dewi Rheena, selain karena tidak yakin Dewi Rheena adalah penyerang Anggraini, juga Jaka Indi merasa hal tersebut bukanlah hal yang perlu untuk diceritakan.

"Mas Indrajit dan anggraini aku harus melanjutkan perjalananku,!"

"Maaf kalau aku tidak bisa berlama lama di Kedai Arwah ini." 

"Mengapa harus bersegera paman Jaka?Tinggallah beberapa saat lagi, dari yang kudengar., beberapa tokoh dari suatu organisasi pembunuh rahasia Bunga Teratai akan berdatangan dan berkumpul disini." Ucap Anggraini lirih.

Buatku saat ini mencari keberadaan kakak seperguruanku lebih penting, disamping itu, ada seorang bocah bernama Gochan yang menungguku di kereta di tengah hutan sana, dan karena informasi yang kucari prihal keberadaan kakak seperguruanku tidak kudapatkan di kedai arwah ini, jadi ku putuskan untuk melanjutkan perjalananku.

"Mas Indrajit ! Apakah mas Indrajit akan ikut bersamaku?" Sambil jari telunjuk Jaka Indi mencolek bahu mas Indrajit.

"Maaf mas Jaka. Kebetulan aku masih ada keperluan di KEDAI ARWAH ini, jadi aku memutuskan untuk tinggal disini sementara waktu."

Sebenarnya Indrajit awalnya tidak bermaksud berlama-lama berada di KEDAI ARWAH, namun saat Indrajit ikut mendengarkan apa yang dikatakan Anggraini perihal akan datangnya beberapa tokoh organisasi pembunuh rahasia dari perkumpulan Bunga Teratai, hingga membuatnya merasa tertarik dan memutuskan untuk tinggal lebih lama. 

Karena bisa saja mereka yang akan datang nanti adalah terkait dengan apa yang sedang diselidikinya selama ini. 

"Paman Jaka, hendak pergi kemanakah paman ?" Tanya Anggraini.

"Aku ingin pergi kearah barat mencari keberadaan kakak seperguruanku Panji Dewantoro."

"Paman Jaka, sebenarnya aku ingin ikut bersamamu.... tapi... tapi.... aku masih ada keperluan disini..." 

"Paman Jaka bawalah separuh bagian emas ini untuk bekal di perjalanmu." Sambil Anggraini mendorong kantong emas batangan ke depan meja Jaka Indi. 

"Tidak usah, aku sudah membawa cukup bekal," 

Seraya Jaka Indi berdiri dan menepuk bahu Indrajit dan berkata. 

"Mas Indrajit aku pamit dulu, sampai bertemu dilain kesempatan dan titip jaga nona Anggraini."

Belum sempat Anggraini dan Indrajit mengucapkan sesuatu, Jaka Indi sudah melangkah lebar keluar pendopo menembus gelapnya hutan.

Saat ini Jaka Indi sudah berada didalam kabin kereta kuda unicornnya, guna melanjutkan perjalanannya.

Sesaat kemudian kereta kuda unicornnya telah meninggalkan Alas Purwa dan mulai memasuki hutan Jagad Buwono.

"Gochan siapakah orangtuamu dan dimanakah kedua orang tuamu saat ini ?"

Dari luar kabin kereta, sambil tetap melajukan lari kuda unicornnya, Gochan menyahut dengan nada malas malasan,

"Ayahku sesungguhnya adalah siluman kera emas, sedang ibuku seorang peri. Menurut cerita ibuku, ayahku adalah seorang bangsawan terpandang dari keluarga kerajaan, sedang ibuku peri kalangan r***********a, pernikahan mereka ditentang keluarga ayahku.

Ayahku pada akhirnya memilih meninggalkan lingkungan istana dan ikut bersama ibuku tinggal di dusun Mangiran, disalah satu dusun yang ada di kaki Pegunungan Kapila.

Tak lama menikahi ibuku ayahku wafat.

Suatu hari ibuku mengajakku untuk menemani mencari bunga kemuning ayu di hutan pegunungan kapila, saat aku bermain didalam hutan, rupanya aku tersesat dan tersasar kedalam hutan labirin, sampai akhirnya aku bertemu kak Arimbi."

"Ayahmu bangsawan dari kerajaan apa ??" Tanya Jaka Indi dengan rasa ingin tahu.

"Aku tidak tahu paman, tapi berdasar warna pada bulu yang ada pada tubuh siluman kera, bisa dikenali golongannya."

"Kalau siluman kera putih, termasuk golongan atau ras pertapa yang mengabdikan dirinya dalam urusan spiritual seperti resi, pandita, rohaniawan."

"Sedang keturunan raja atau trah bangsawan adalah siluman kera yang berbulu emas." 

"Kalau siluman kera berbulu hitam, termasuk golongan ras Satria." 

"Ada juga ras pekerja, seperti petani, nelayan, pedagang, dan lain-lain. Yaitu siluman kera berbulu abu-abu." 

"Sedang diluar kera berbulu putih, emas, hitam dan abu-abu, mereka termasuk golongan Ras Sidranta, yaitu yang melayani bagi keempat ras kera tersebut."

"Wuah...! Baru tahu aku...! Berarti, Hanoman itu ras Pertapa, lalu Sun Go Kong itu ras Bangsawan, dan Sugriwa serta Subali masuk dalam ras Satria." 

"Siapa mereka itu paman !?" Tanya Gochan dengan tatapan bingung.

"Oh... tidak apa-apa... !" Ujar Jaka Indi. 

"Gochan.... Apakah kamu sudah mengetahui keberadaan ibumu ?" 

"Saat kita telah keluar dari hutan labirin, aku mencoba kembali ketempat ibuku, di dusun mangiran, paman. Namun ibuku tidak kutemukan, bahkan dusun tempat tinggalku sudah tidak ada penduduknya."

"Kenapa bisa demikian ??" Tanya Jaka Indi.

"Entahlah paman, biasanya penduduk suatu desa berpindah bisa karena berbagai alasan, karena ancaman bencana, adanya wabah penyakit, atau bisa karena faktor lainnya, aku juga kurang tahu." Ujarnya dengan nada rawan.

"Tetaplah bersamaku Gochan, sampai kau bertemu kembali dengan ibumu."

"Iya paman, hal itu pula yang dipesan oleh kak Arimbi."

***

Angin dingin yang berhembus bersama kabut tebal di pagi hari, bertiup halus dan lembut, namun hembusannya laksana pisau yang menyayat kulit. Dalam badai angin berkabut ini, sebuah kereta datang dari arah timur dengan bergerak perlahan. Menembus keheningan hutan Jagad Buwana.

Gemericit suara roda-roda kereta memecahkan kesunyian malam hutan Jagad Buwana.

Jaka Indi menguap sejenak lalu menyelonjorkan kedua kakinya di dalam kabin kereta untuk mengusir lelah dan kejenuhan perjalanan yang terlalu panjang dan senyap, Jaka Indi tidak hanya merasa sangat jenuh, tapi juga rada sedikit masygul, Jauh dari istrinya yang jelita membuat Ia merasa galau dan kesepian.

Jaka Indi bukan hanya memiliki wajah yang tampan dan senyum yang memikat, Ia juga memiliki sepasang mata yang menarik, mata yang bersemu coklat. 

Mata yang lembut, seperti angin musim semi yang berhembus perlahan membelai tubuh. Sorot matanya laksana air laut yang bermandikan sinar mentari senja, mata yang penuh kehangatan. 

Mungkin karena sepasang sorot matanya yang ramah, hangat dan bersahabat inilah, yang membuat ia banyak disukai lawan jenis dan bisa membuatnya memiliki banyak teman. 

Jaka Indi menghela nafas dan mengambil seduhan air jahe panas yang ada di kereta, sambil minum air jahe panas, ia mulai menghela nafas panjang. Kini air jahe hangat sudah kosong dari cangkirnya.

Ia meraih suling bambu kuning kecilnya dan dengan jari-jarinya yang panjang dan kuat, mulai di letakkannya di atas delapan buah lubang yang ada, mulailah ia meniupkan rangkaian nada dengan irama yang dapat mengundang datangnya kunang-kunang.

Semua irama dan nada untuk mengundang berbagai jenis serangga, dari apa yang diajarkan Dewi Arimbi, ia sudah menghafalnya diluar kepala. Perlahan irama lembut mendayu mengalun dari seruling bambu kuning miliknya. 

Sesaat setelah Jaka Indi mulai meniup serulingnya, berikutnya tampak ratusan bahkan ribuan kunang kunang mulai berdatangan berterbangan mengelilingi badan kereta yang sedang berjalan.

Sungguh menghasilkan pemandangan yang indah dan menakjubkan. 

Lalu tiba-tiba Jaka Indi membuka lebar-lebar tirai keretanya dan pandangan Jaka Indi jauh menatap keluar jendela melihat gelapnya pagi buta yang hanya disinari sedikit cahaya sinar rembulan yang mulai tenggelam. 

Seraya, menikmati banyaknya kunang kunang yang terbang mengitari dan mengikuti kereta yang sedang berjalan. Mendengar suara tirai kereta dibuka. 

Sang kusir langsung menarik tali kekang kuda unicornnya, untuk memperlambat laju kereta. Kusir kuda unicorn ini bila dilihat sepintas layaknya seekor kera emas, namun bila diamati lebih jelas ternyata ia adalah bocah cilik, bocah cilik yang seluruh tubuhnya ditumbuhi bulu keemasan yang lebat, serta memiliki sepasang mata yang cerdik dan tajam.

Saat ini bocah cilik berbulu emas, hanya duduk santai sambil mengendalikan kuda unicornya, tanpa terlihat sedikitpun tubuhnya merasa kedinginan atau kelelahan karena perjalanan panjang atau tanpa rada menggigil oleh hembusan angin malam yang menusuk di badan.

Sebuah kereta kuda yang ditarik seekor kuda unicorn bertanduk tunggal berjalan di keheningan dan kegelapan malam hari, di kusiri bocah cilik berbulu keemasan, seketika menjadi terang dengan cahaya berkilau, penuh dikelilingi ratusan bahkan ribuan kunang-kunang yang bertaburan dengan kerlap kerlip cahaya warna warni, bila ada yang melihatnya, pasti mereka akan berfikir ini pasti bukan kenyataan, tapi ini hanya halusinasi pikiran yang dipengaruhi dongeng 1001 malam.

Jaka Indi kembali menoleh dan melihat ketanah hutan Jagad Buwana, tampak sepasang jejak kaki, terlihat jelas, jejak seseorang yang berjalan sendirian, datang dari arah yang sama dengan Jaka Indi..

Hanya saja jejak kaki itu telah lebih dulu ada dari jejak roda keretanya Jejak kaki itu hanya tipis saja, takkan tampak bila tidak dicermati,

BERSAMBUNG
close