Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JAKA INDI & DUNIA ASTRAL (Part 38) - Suling Bambu yang Sejenis

Kembali ke cerita sebelumnya saat Jaka Indi bersama Arimbi berada di pondok bambu didalam hutan labirin...


Berikutnya Arimbi kembali memutar tubuhnya searah jarum jam, dalam sebentar saja ia telah kembali ke ukuran tubuhnya semula setinggi 140 cm. 

Jaka Indi hanya diam mendelong terpesona, dan matanya terus menatap Arimbi dengan penuh rasa takjub. 

"Masya... Allah...! Sungguh Tuhan maha kuasa atas segala sesuatu. Luar biasa.. sungguh luar biasa." Ucap Jaka Indi penuh rasa kagum.

"Apakah semua peri langit juga seperti dirimu ?"

"Tentu saja... Ada beberapa keistimewaan bangsa peri langit yang tidak dimiliki bangsa peri pada umumnya, diantaranya, Semua peri langit bisa terbang, juga bisa membuat tubuh mereka menjadi besar seukuran manusia normal dan bisa pula mengecil sebesar kupu-kupu.

Peri langit umumnya juga pandai bernyanyi, menari dan memainkan beberapa jenis alat musik."

Kemudian Arimbi menarik tangan Jaka Indi.., ayo ikut aku ketaman bunga diluar," Ajaknya dengan tiba-tiba.

Jaka Indi ikut saja dan membiarkan tangannya ditarik oleh tangan lembut Arimbi keluar pondok bambu. 

Sesampainya di halaman yang dipenuhi taman bunga. Arimbi terus menyeret Jaka Indi menuju ayunan kayu, agar Jaka Indi menemaninya duduk berdua, lalu Arimbi mulai mengeluarkan suling bambu kuning dari saku pakaiannya, dan meniup seruling tersebut memainkan suatu irama tertentu, tak lama berdatangan lah kupu-kupu dengan berbagai warna dan ukuran mengelilingi Arimbi dan Jaka Indi. 

Hanya saja saat berdekatan dengan Arimbi, Jaka Indi selalu mencium bau wangi semerbak bunga yang keluar dari tubuhnya. 

"Wow... wow.... !! Kereeen... indah sekali....!"

Jaka Indi jadi teringat saat pacaran di masa sekolah dulu, duduk berdua di atas ayunan di taman kota, sambil makan camilan, tapi tanpa kupu-kupu yang mengiringi.

"Adakah hal lainnya yang dimiliki peri langit, yang tidak dimiliki makhluk lainnya ?" Tanya Jaka Indi lebih lanjut.

"Ehmmm....! Umumnya semua peri langit dalam wujud aslinya tidak mengalami menstruasi, tidak perlu buang hadast besar (bab) ataupun buang hadast kecil (pipis), karena apa yang dimakan atau diminum bangsa peri langit, kelebihan sisa makanan yang tidak tercerna, akan keluar menjadi keringat, dan keringat yang keluar akan mengeluarkan aroma yang harum, dan kami para peri langit, juga bisa mengeluarkan aroma harum yang berbeda-beda tergantung suasana hati kami."

"Iya...." Ujar Jaka Indi mengangguk, aku dapat merasakannya saat berdekatan denganmu, tubuhmu selalu mengeluarkan aroma harum yang berbeda-beda.

"Arimbi, bolehkah kulihat sebentar sulingmu. Entah kenapa aku merasa seruling bambu milikmu mirip dengan suling bambu kepunyaanku," kata Jaka Indi sambil mengambil suling bambunya dan memberikannya pada Arimbi.

Masih duduk bersama di atas ayunan kayu, Arimbi menyerahkan pula suling bambunya pada Jaka Indi. 

Saat Jaka Indi amati ia merasakan kalau suling bambu kuning milik Arimbi memang semirip dengan miliknya, baik ukurannya maupun bahan dan bentuknya, bahkan juga mempunyai delapan buah lubang nada.

Bila suling bambu pada umumnya hanya memiliki enam buah lubang nada, tapi baik suling bambu milik Arimbi maupun suling bambu milik Jaka Indi justru memiliki delapan buah lubang nada, ini artinya jari kelingking juga digunakan untuk memainkan nada.

"Dari manakah mas Jaka mendapatkan suling ini, tanya Arimbi dengan tiba-tiba dan penuh nada menyelidik."

"Itu suling warisan leluhurku. Apakah suling ini serupa dengan milikmu ??" Tanya Jaka Indi dengan rasa penasaran.

Setelah Arimbi mengamati beberapa saat, kemudian berkata, 

"Iya... aku rasa suling milik mas Jaka bukan hanya serupa, tapi dapat dipastikan kalau ini suling milik bangsa peri langit."

Lalu oleh Arimbi dicobanya meniup suling milik Jaka Indi dengan memainkan beberapa alunan nada, tak lama muncullah beberapa ekor kumbang, yang berdatangan yang diikuti oleh banyak kumbang lainnya mengelilingi Arimbi. 

Hingga Jaka Indi kembali merasa takjub dengan apa yang dilihatnya. 

"Aneh...sungguh aneh...!? Ini jelas suling milik bangsa peri langit, Mengapa leluhurmu bisa memilikinya !?

Selain suling bambu kuning apakah leluhurmu juga memiliki harpa atau kecapi, sejenis alat musik petik ?"

"iya.... benar sekali, kakak perempuanku mewarisi harpa dan aku mewarisi suling bambu ini"

"Hemmmm....! Bahkan aku baru tahu kalau suling bambuku bisa digunakan untuk mengendalikan serangga." Ucap Jaka Indi.

"Aku pun baru tahu, kalau suling bambu kuning ini juga bisa memanggil khodam macan putih, seperti yang mas Jaka ceritakan,"

Seraya Arimbi mengembalikan suling bambu milik Jaka Indi dan mengambil kembali suling miliknya.

"Mas Jaka... Sangat mungkin leluhurmu memiliki keterkaitan dengan bangsa peri langit, seru Arimbi dengan perasaan senang.

Apa mas Jaka juga bisa memanggil kupu-kupu dan juga serangga lainnya ?"

"Tidak bisa, sama sekali tidak bisa! Maksudku.... Aku tidak tahu caranya. Suling ini kugunakan hanya untuk memanggil khodam macan putihku."

"Astaga..! Kenapa aku bisa lupa !?" Seru Jaka Indi tiba-tiba sambil menepuk keras keningnya dengan tangan kanannya.

"Ada apa mas Jaka? Apa yang lupa !?"

"Aku baru teringat, bahwa sebenarnya kita semua bisa dengan mudah keluar dari sini, yaitu dengan bantuan klhodam macan putihku."

"Ouuuuh......! Benarkah....!?

"Tentu Gochan akan gembira sekali, karena bisa kembali kerumahnya untuk bertemu ibunya, dan aku juga bisa merasa tenang, untuk kembali ke tempatku yang baru di negeri atas awan."

"Sebentar....! Aku coba memanggil khodamku dahulu," Ujar Jaka Indi seraya turun dari atas ayunan menuju padang rumput terbuka, lalu Jaka Indi duduk bersila, dan mulai meniup suling bambunya dengan suatu nada tertentu. 

Beberapa saat kemudian, macan putih, yang ukurannya dua kali lebih besar dari macan umumnya, muncul dihadapan Jaka Indi dan Arimbi

"Grrrrrr..... Tuan muda.... apa tuan baik saja...?"

"Selepas menghantar nona Achitya, aku langsung kembali ke negeri Suralaya, tapi aku tidak menemukan keberadaan tuan muda." Ujar macan putih tersebut sambil mendekati Jaka Indi dan mengelus-ngeluskan kepalanya ketubuh Jaka Indi.

Saat melihat macan putih yang luar biasa besarnya, Arimbi spontan terbang menjauh setinggi beberapa tombak, menggunakan sayap transparan yang tiba-tiba muncul dari belakang tubuhnya. 

"Paman Hamzah, Aku baik-baik saja," Sambil tangan Jaka Indi membelai kepala harimau macan putihnya.

"Arimbi tidak usah takut ! Ini khodam macan putihku, namanya paman hamzah, ia sudah seperti keluargaku." 

Arimbi tidak berucap apapun, bahkan tetap terbang menjaga jarak yang cukup jauh dari macan putih itu, dan pandangannya selalu mengawasi dengan waspada, gerak gerik macan putih tersebut. 

"Paman..... maaf... Tunggulah disekitar hutan, nanti pada saatnya aku akan memanggil paman kembali, untuk menghantarku keluar dari hutan ini. 
Sementara ini ada beberapa urusan yang ingin kuselesaikan terlebih dahulu."

Paman Hamzah hanya mengibas-ngibaskan ekornya, lalu langsung melesat kedalam hutan dan hilang dari pandangan.

Sepeninggal macan putih, Arimbi kembali melayang turun mendekati Jaka Indi. 

"Sungguh besar sekali khodam macan putihmu, ini pertama kalinya aku melihat harimau sebesar itu," 

"Mas Jaka,! Apakah mas Jaka akan pulang saat ini juga ?"

"Iya Arimbi.., menunggu sekembalinya Gochan, kupikir semakin cepat kembali akan semakin baik."

"Nona Arimbi juga boleh ikut bersama kami." Ucap Jaka Indi dengan tulus.

"Ah...! Tidak bisa.... Aku.... juga akan kembali ke keluargaku di negeri atas awan.
Kalau bisa tundalah keberangkatan Mas Jaka esok hari, setelah matahari terbit. Agar kita bisa meninggalkan tempat ini bersama-sama." 

"Ok.... Siaaaaap..."

"Apa itu ok ??" Tanya Arimbi heran.

"Ok...., itu maksudnya... iya... setuju." Terang Jaka Indi sambil tersenyum ringan.

"Mas Jaka, sambil kita menunggu kedatangan Gochan, aku akan mengajarkan beberapa nada untuk memanggil dan memberi instruksi pada beberapa jeni serangga."

"Ikutilah nada-nada yang kumainkan, bila tidak mengerti, aku akan bantu menjelaskannya." 

Waktu terus berjalan.... sore telah menjelang, Gochan masih belum kembali ke pondok bambu.

Jaka Indi telah mulai menguasai nada-nada seruling untuk memanggil beberapa jenis serangga.

Tiba-tiba perut Jaka Indi mengeluarkan suara keruyukan..... Arimbi.... seketika tertawa dan tersenyum manis mendengar hal itu, lalu bergegas melayang kedalam pondok.

"Aku siapkan makan dahulu."

Jaka Indi mengangguk tersenyum dan kembali melanjutkan latihannya. Sebenarnya sempat terlintas dibenak Jaka Indi untuk mengajarkan Arimbi, cara memanggil khodam macan putih. 

Hanya saja dikarenakan irama suling memanggil khodam macan putihnya, sebatas dapat memanggil saja, bukan untuk menginstruksikan, tentu akan sangat berbahaya bila Arimbi tidak bisa mengendalikan khodam yang dipanggilnya. 

Berdasar hal itu, Jaka Indi memutuskan untuk tidak mengajarkan hal tersebut. Selagi Jaka Indi sedang merenung, tiba-tiba Gochan telah kembali dengan membawa satu sisir buah pisang yang sudah masak dan sebotol madu hitam.

"Paman Selow....! Kenapa paman melamun di ayunan? Dan dimana kak Arimbi?"

"Kenapa kamu memanggilku dengan panggilan paman Selow!?"

"Maaf... aku lupa nama paman, ingatnya.... hanya paman suka nyanyi lagu yang ada selow-selownya gitu, hikhikhikhik...!" 

"Kakakmu ada didalam pondok, sana kamu bantu kakakmu menyiapkan masakan!" 

"Wew... mana bisa aku masak...!" Ucap Gochan sambil memeletkan lidahnya, tetapi kakinya tetap melangkah kedalam pondok. 

Sepergian Gochan kedalam pondok, Jaka indi kembali memanggil khodam macan putihnya, dan memintanya agar esok setelah matahari terbit menjemputnya di taman bunga ini.

Saat ini matahari telah mulai tenggelam, Jaka Indi dapat mencium harum aroma masakan, disusul suara Gochan yang memanggil, 

"Paman...! Masuklah.... makan malam sudah disiapkan."

Dengan gembira Jaka Indi masuk kedalam pondok, kali ini tersaji cukup banyak masakan, ada capcai lobak, tumis kangkung, gulai jamur, dan beberapa sayuran dari kelopak bunga yang belum pernah Jaka Indi melihatnya.

Dua meja kecil disatukan, hingga cukup lebar, dan mereka duduk dan makan bersama-sama.

Dewi Arimbi tetap hanya memakan bubuk mutiara dan madu. Sedang Gochan menyantap semuanya. 

"Kak Arimbi, mengapa kakak masak banyak sekali,? Tapi aku suka.... terutama gulai jamur kancingnya." Ujar Gochan.

Jaka Indi juga sudah mulai duduk bersila disebelah Gochan dan ikut menyantap gulai jamurnya.

BERSAMBUNG
close