PORTAL LADUNI (Part 35) - Pesona Supranatural (Lanjutan)
JEJAKMISTERI - Kemudian Beliau pergi menuju Gunung Dihyang di Padepokan Resi Danuwarsih, masuk wilayah Parahiyangan Bang Wetan. Resi Danuwarsih adalah seorang Pendeta Budha yang menjadi penasehat Keraton Galuh, ketika Ibukota Kerajaan masih di Karang Kamulyan Ciamis. Sulit dibayangkan bagaimana keteguhan Sang Pangeran yang muslim, berguru kepada seorang Pendeta yang secara lahiriah masih beragama Budha. Tapi Mungkin saja secara hakiki sang Danuwarsih sudah Islam meskipun tingkah lakunya masih Hindu-Budha. Tetapi yang Jelas kedatangan Putra Sulung Prabu Siliwangi di Padepokan Gunung Dihyang disambut suka cita oleh pendeta Danuwarsih.
Dan untuk menyempurnakan kegembiraan tersebut, sang Guru menikahkan putri satu-satunya yang bernama Endang Geulis. Darinyalah lahir seorang putri yang bernama Nyai Mas Pakungwati yang kelak kemudian hari menjadi permaisuri Kanjeng Sunan Gunung jati.
Begitupun Rara santang adik Walangsungsang yang juga berkeinginan untuk mempelajari agama nabi, Rarasantang amat bersedih hati ditinggalkan pergi oleh kakaknya. Ia terus menerus menangis. Jerit hatinya tak tertahankan lagi hingga akhirnya ia pun pergi meninggalkan istana Pakuan Pajajaran. Lalu, Prabu Siliwangi mengutus Patih Arga untuk mencari sang putri. Ia tidak diperkenankan pulang jika tidak berhasil menemukan Rarasantang. Namun, usaha Patih Arga sia-sia belaka karenanya ia tidak berani pulang. Akhirnya, ia mengambil keputusan mengabdi di negeri Tajimalela.
Sementara itu, perjalanan Rarasantang telah sampai ke Gunung Tangkuban Perahu dan bertemu dengan Nyai Ajar Sekati. Rarasantang diberi pakaian sakti oleh Nyai Sekati sehingga ia bisa berjalan dengan cepat. Nyai Sekati memberi petunjuk agar Rarasantang pergi ke gunung Cilawung menemui seorang pertapa. Di gunung Cilawung, Oleh ajar Cilawung nama Rarasantang diganti menjadi Nyai Eling dan diramal akan melahirkan seorang anak yang akan menaklukkan seluruh isi bumi dan langit, dikasihi Tuhan, dan menjabat sebagai pimpinan para wali. Selanjutnya, Nyai Eling diberi petunjuk agar meneruskan perjalanan ke Gunung Merapi.
Cerita beralih dengan menceritakan Resi Danuwarsi yang juga dikenal dengan nama Ajar Sasmita, yang tengah mengajar Walangsungsang. Sang Danuwarsi mengganti nama Walangsungsang menjadi Samadullah dan menghadiahi sebuah cincin bernama Ampal yang berkesaktian dapat dimuati segala macam benda. Ketika keduanya tengah asyik berbincang-bincang tiba-tiba datanglah Rarasantang yang serta merta memeluk kakaknya.
Di Gunung Merapi, Walangsungsang di nikahkan dengan indang geulis putri dari Resi Danuwarsi. Sesuai dengan petunjuk Resi Danuwarsi, Samadullah beserta istri dan adiknya meninggalkan Gunung Merapi menuju bukit Ciangkup. Indang Geulis dan Rarasantang “dimasukkan” ke dalam cincin Ampal.
Di bukit Ciangkup tempat bertapa seorang pendeta Budha bernama Sanghyang Naga, Samadullah diberi pusaka berupa sebilah golok bernama golok Cabang yang dapat berbicara seperti manusia dan bisa terbang.
Setelah mengganti nama Samadullah, Sanghyang Naga memberi petunjuk agar Samadullah melanjutkan perjalanan ke Gunung Kumbang menenemui seorang pertapa yang bergelar Nagagini yang sudah teramat tua. Nagagini adalah seorang pendeta yang mendapat tugas dewata untuk menjaga beberapa jenis pusaka: kopiah waring, badong bathok (hiasan dada dari tempurung), serta umbul-umbul yang harus diserahkan kepada putera Pajajaran.
Atas petunjuk Nagagini, Walangsungsang kemudian berangkat ke Gunung Cangak. Nagagini memberi nama baru bagi Walangsungsang, yakni Karmadullah. Ketika tiba di Gunung Cangak, Walangsungsang melihat pohon kiara yang setiap cabangnya dihinggapi burung bangau. Walangsungsang bermaksud menangkap salah seekor burung bangau itu, tetapi khawatir semuanya akan terbang jauh.
Ia teringat akan pusakanya kopiah waring yang khasiatnya menyebabkan ia tidak akan terlihat oleh siapapun termasuk jin dan setan. Kopiah Waring segera ia pakai, lalu ia mengambil sebatang bambu untuk membuat bubu yang dipasang disalah satu cabang kiara.
Dalam bubu itu diletakkan seekor ikan. Burung-burung bangau tertarik melihat ikan dalam bubu hingga membuat suara berisik dan menarik perhatian raja bangau (Sanghyang Bango) yang segera mendekati “rakyatnya”. Raja Bango berusaha mengambil ikan dalam bubu, namun ia terjebak masuk ke dalam perangkap dan tak dapat keluar, dan akhirnya ditangkap oleh Walangsungsang. Raja Bango mengajukan permohonan agar tidak disembelih, dan ia menyatakan takluk kepada Walangsunsang serta mengundangnya untuk singgah di istananya guna diberi pusaka.
Di dalam istana, Raja Bango berubah menjadi seorang pemuda tampan dan menyerahkan benda pusaka berupa: periuk besi, piring, serta bareng. Periuk besi dapat dimintai nasi beserta lauk pauknya dalam jumlah yang tidak terbatas, piring dapat mengeluarkan nasi kebuli, sedangkan bareng dapat mengeluarkan 100.000 bala tentara.
Sanghyang Bango memberi nama Raden Kuncung kepada Walangsungsang yang kemudian melanjutkan perjalanan ke Gunung Jati. Setibanya di gunung Jati, Walangsungsang menghadap Syekh Nurjati yang juga bernama Syekh Datuk Kahfi yang berasal dari Mekkah, dan masih keturunan Nabi Muhammad Saw dari Jenal Ngabidin. Lalu, Walangsungsang berguru kepada Syekh Nurjati dan menjadi seorang muslim dengan mengucapkan syahadat.
Setelah ilmunya dianggap cukup, Syekh Datuk Kahfi menyuruh Walangsungsang untuk mendirikan perkampungan di tepi pantai. Walangsungsang memenuhi perintah gurunya. Ia pun berangkat menuju Kebon Pesisir, berikut istri dan adiknya, yang di “masukkan” ke dalam cincin Ampal.
Perkampungan baru yang akan dibukanya kelak dikenal dengan nama Kebon Pesisir, sedangkan pesantrennya diberi nama Panjunan. Pada waktu itu, Syekh Datuk Kahfi memberi gelar kepada Walngsungsang dengan sebutan Ki Cakrabumi.
Selanjutnya, Cakrabumi membuka hutan dengan Golok Cabang. Dengan kesaktian Golok Cabang, hutan lebat telah dibabat dalam waktu singkat. Ketika goloknya bekerja membabat hutan, pohon-pohonan roboh dengan mudah, lalu golok mengeluarkan api dan membakar kayu-kayu hutan sehingga dalam waktu singkat pekerjaan sudah selesai; sementara Walangsungsang tidur mendengkur.
Hutan yang dirambah cukup luas sehingga pendatang-pendatang baru tidak perlu bersusah payah membuka hutan. Dalam waktu singkat, pedukuhan baru itu sudah banyak penduduknya, dan mereka menamakan Cakrabuwana dengan sebutan Kuwu Sangkan. Kuwu Sangkan sendiri tidak bertani karena pekerjaannya hanyalah menjala ikan dan membuat terasi. Jemuran terasi yang dibuatnya membentang ke selatan hingga Gunung Cangak di tanah Girang. Suatu ketika, ia pulang ke rumahnya yang terletak di Kanoman, ternyata gurunya, Syekh Datuk Kahfi telah berada disana.
Ketika Syekh Datuk Kahfi menemui Walangsungsang di Kebon Pesisir, ia menganjurkan supaya Walangsungsang dan adiknya menunaikan ibadah haji ke Mekkah.
Di mekkah kemudian mereka berkenalan dengan patih dari mesir yang sedang mencari permaisuri untuk rajanya, dari perkenalan itu akhirnya raja mesir menikah dengan nyi Rara santang dengan maskimpoi sorban nabi Muhammad Saw, Rara santang tinggal di Mesir bersama Suaminya & kian santang Pulang kembali ke pulau Jawa, ketika Rarasantang sedang Hamil tersiarlah kabar Bahwa Raja Mesir Wafat saat berkunjung ke negri Rum di kerajaan saudaranya, Kesedihan Rarasantang yang sedang hamil tua itu tak terbayangkan lagi mendengar kematian suaminya, apalagi masa kehamilannya telah mencapai usia 12 bulan.
Rara santang di karuniahi anak kembar yaitu syarif hidayatulloh & syarif Arifin.
Ketika Mereka berdua dewasa, tahta kerajaan mesir di turunkan ke pada syarif hidayatullah tapi Beliau Menolaknya dan Memberikanya pada Adik kembarnya syarif Arifin, syarif hidayatullah lebih Memilih Berdakwah ke pulau Jawa di tanah Leluhurnya, Setelah sampai Di muara Jati Beliau Bertemu dengan Walangsungsang, uwaknya yang telah berganti Nama pangeran Cakrabuana, kemudian di Nikahkanlah Syarif Hidayatullah dengan putri Uwaknya yang bernama Nyi mas Pakung Wati.
Kemudian Syarif Hidayatullah di Angkat menjadi Waliyulloh dengan sebutan Sunan Gunung Jati dengan gelar Tumenggung Syarif Hidayatullah bin Maulana Sultan Muhammad Syarif Abdullah dan bergelar pula sebagai Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Jati Purba Panetep Panatagama Awalya Allah Kutubid Jaman Khalifatur Rasulullah.
Kedudukan Pangeran Cakrabuana sebagai Raja di keraton Pakung wati kemudian digantikan Sunan Gunung Jati, Beliau Lalu Mendirikan Kesultanan Cirebon Sebagai Pusat Penyebaraan Agama islam di tataran Sunda, Pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada Kesultanan Cirebon dimulai oleh Syarif Hidayatullah dengan membentuk Dewan Dakwah Sembilan Wali atau Wali Songo sebagai tokoh Ulama penyebar Agama islam di Jawa.
Dan kemudian Syarif Hidayatullah diyakini sebagai pendiri dinasti raja-raja Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten serta penyebar agama Islam di Jawa Barat seperti Majalengka, Kuningan, Kawali (Ciamis), Sunda Kelapa, dan Banten.
Di Kisahkan, setelah kerajaan kerajaan kecil Bawahan pakuan Pajajaran berhasil di taklukan oleh kesultanan Demak & cirebon, dan rakyat pajajaran hampir seluruhnya masuk islam & para pejabat tinggi pajajaran kebanyakan lari ke daerah banten yaitu daerah badui kabupaten rangkas dan ada yang ke garut serta kecirebon.
Rakyat & pembesar kerajaan pajajaran yang tidak mau masuk islam & masih Setia mengikuti ajaran terdahulunya yang Masih Bertahan di kerajaan Padjajaran, keadaan itu Membuat Prabu Siliwangi bersedih hati, ketenangan, kedamaian dan ketentraman batinnya yang selalu bergejolak tentang iman, karna prabu siliwangi bersih keras mengikuti ajaran terdahulunya dan prabu silihwangi tidak mau mengikuti ajaran istrinya meski secara hakiki prabusiliwangi telah masuk islam melalui istrinya yang kedua yaitu nyi subang larang anak ki gedeng tapa. Diantara istri dan putra putrinya prabu silihwangi merasa berdosa tidak meneruskan ajaran islam yang pernah di ikrarkannya pada sumpah perkimpoiannya dengan nyi subang larang dengan maskimpoi berupa tasbih dipondok pesantren syeh Quro dikarawang.
Prabusiliwangi merasa malu dengan istri dan putra putrinya serta cucunya yang menjadi Waliulloh sunan gunung jati, anak dari Rara santang apa lagi pada waktu itu prabu silihwangi terkalahkan pasukan islam dan rakyat pajajaran hampir seluruhnya masuk islam.
Pada Suatu Hari Berkat kesaktiannya, Prabu Siliwangi mengetahui kedatangan cucunya,, Sunan gunung Jati yang bermaksud ingin Mengajaknya kembali Memeluk islam.
Dalam hatinya, ia merasa malu kalau sampai tunduk kepada cucunya.
Dengan kesaktian pusakanya, sebilah Ecis, ia berjalan ke tengah alun-alun pajajaran dan membaca mantra aji sikir, lalu pusaka Ecis ditancapkan ke tanah. Seketika itu, negara dan rakyat Pajajaran lenyap dan Sirna ke Alam ghaib, Pusaka Ecis Itupun berubah pula menjadi rumput ligundi hitam.
Syarif Hidayatullah atau sunan gunung jati yang datang kaget karena kerajaan pajajaran beserta Rakyatnya telah hilang berpindah ke Alam Ghaib dan berubah menjadi hutan belantara.
Sebelum pergi beliau berucap "Rakyat pajajaran yang bersembunyi di hutan seperti Harimau"
Seketika itu pula Perkataan Waliullah di kabulkan oleh Allah Swt.
Rakyat pajajaran selamanya akan menjadi Harimau sampai Rumput ligundi itu di Cabut.
Kegagalan Sunan gunung Jati dalam Mengislamkan kakeknya, Prabu silihwangi membuat Pangeran Walangsungsang Harus Turun tangan Mengislamkan Ayahandanya, Prabu silihwangi.
Dengan ilmu Saepi Angin Hanya dalam Sekejap Beliau Melesat ke Pajajaran yang telah Berubah Menjadi Hutan Belantara.
Berkat Kesaktian Ajian Trawangan walangsungsang Berhasil Menemukan Ayahandanya, Prabu Silihwangi yang Menggunakan Ajian Halimun. Namun usaha kian santang pun sia-sia untuk merubah pendirian Ayahandanya, sang prabu tetap bersikukuh tidak mau memeluk islam. Akhirnya sang prabu beserta pengikutnya merubah wujud mereka menjadi Harimau Sebagai bukti bulatnya tekad sang prabu untuk tetap mengikuti Ajaran Leluhurnya.
Prabu siliwangi pun memilih Menghilang atau ngahyang di kawasan Hutan Sancang, saat terdesak oleh kejaran putra Sulungnya pangeran walangsungsang yang Bersikeras Mengajak Ayahandanya Untuk Masuk islam.
Kerajaan Pajajaran & prabu silihwangi Menghilang bukan berdasarkan perang melawan anak dan cucunya melainkan hanya semata-mata tidak ingin membanjiri darah dengan anak cucunya apa lagi prabu siliwangi adalah ayah yang bijaksana dan Raja yang penuh wibawa pada rakyatnya.
NB. Informasi sudah ditambahi dari beberapa sumber, seperti sejarah perjalanan syeh quro.
"Nah... begitulah, hanya itu yang dapat saya ceritakan kepada para ksatria tentang junjungan saya sri baduga maharaja, selebihnya bisa langsung ditanyakan Kepada beliau"
Tiba-tiba kimaung langsung berdiri dan menjura, kearah belakangku, sempat kaget dan menoleh kebelakang, terlihat seorang lelaki gagah setengah baya, berambut panjang terurai menggunakan ikat kepala dari kain, dengan pakaian berwarna kuning emas dari sendal celana sampai ke bajunya, sekaligus dengan jubah panjang berwarna kuning emas.
Pancaran sinar yang keluar dari tubuhnya benar-benar menyilaukan sehingga aku tidak bisa melihat dengan jelas wajahnya.
Tapi aku berpikir sosok ini, energi yang sebesar ini, pastilah sang prabu legenda yang fenomenal Sri baduga maharaja alias prabu silihwangi dengan mengeluarkan aroma harum disekitarnya, tanpa berpikir aku langsung mengambil sikap menjura sebagai tanda hormatku padanya sikapku diikuti oleh nyai seruni dan tapak lingkar.
"Sampurasun sri baduga!" ucapku.
"Rampes..!." jawab sang prabu.
"Maafkan saya sudah membuat Nyai dan para ksatria menunggu"
"Tak mengapa prabu" jawab seruni.
Prabu siliwangi menaiki tangga pondok dan duduk disebelah ki maung, yang posisi tepat berhadapan denganku, sebuah benda terselip di pinggangnya terlihat olehku berupa sebuah gagang senjata yang bermotif kepala harimau menganga sedang bilahnya tidak terlihat olehku, tapi aku yakin itu adalah senjata kujang ciri khasnya sang prabu.
"Bagaimana nyai, apa yang menarik nyai seruni jauh-jauh menyelam sampai ke pajajaran ini, tentulah ada hal yang sangat penting ?"
"Mohon maaf sri baduga, memang benar sekali, kami saat ini membutuhkan bantuan sri baduga" ucapan seruni terputus.
"Bantuan apakah itu nyai, katakanlah !"
"Maaf baginda, tuan saya ini adalah ksatria laduni dari tanah sumatera, tidak lama lagi beliau akan menghadapi sebuah pertempuran besar melawan Ratu laut utara dengan para sekutunya"
"Untuk memperebutkan apa sehingga ksatria ini rela siap melawan laut utara nyai ?"
"Hal ini berhubungan dengan pemberhentian misi balas dendam seorang perempuan "senja" namanya, yang dulunya pernah di bantu oleh ksatria saya, dan sekarang menjadi naungan laut utara untuk melakukan misi balas dendam kepada semua laki-laki yang dia temui, sehingga sampai saat ini sudah ratusan manusia menjadi korbannya, dan kami berkewajiban menghentikan misinya, tapi tentulah hal itu bukan perkara mudah, karena kami akan berhadapan dengan laut utara dan sekutunya untuk memperebutkan senja agar kembali ke jalan yang benar" jelas seruni kepada prabu siliwangi.
"Hmmmm... lantas siapakah yang meminta nyai untuk menemuiku di pajajaran ini ?"
"Kami disarankan oleh kanjeng ibu ratu kidul, untuk menemui para raja, syeh dan para penghulu gaib lainnya untuk meminta bantua tambahan kekuatan sri baduga" jawab seruni.
"Baiklah nyai kalau begitu, ksatria laduni dari sumatera, aku sudah tahu siapa dirimu sebenarnya, sudah lama aku menunggu kedatanganmu ke pajajaran ini"
"Maafkan saya sri baduga, saya belum mengerti maksud perkataan sri baduga tadi"
"Hmmm... sekarang mintalah agar yang kau panggil kanjeng ibu cirebon itu hadir disini, karena ini saatnya kau mengetahui sesuatu tentang dirimu"
Aku cukup terkejut mendengar permintaan prabu siliwangi, ternyata dia tahu kalau aku mempunyai seorang ibu ghaib yang menaungi yaitu yang selama ini ku sebut dengan kanjeng ibu cirebon, owh... terlintas di pikiranku, bukankah cirebon erat dengan pajajaran seperti dalam cerita ki maung bodas tadi, yah.. benar, tapi sebaiknya supaya lebih jelas bagiku, aku akan mengundang kanjeng ibu cirebon kesini.
Agar lebih cepat kontaknya sebelumnya aku melakukan wasilah tawasul ke kanjeng ibu dulu.
"Tsumma waillahadrotin wal khususon kanjeng ibu cirebon, kanjeng ratu.., ustazah... ibarokatil alfatiha...!"
"Assalamu'alaikum kanjeng ibu, aku mohon kehadiranmu di sini.. hadir...!"
Tak lama setelah aku bertawasul seberkas cahaya putih kebiruan melesat cepat kearah kami, cahaya itu tepat jatuh di depan pondok tempat kami berada dan "blamm..." cahaya itu berubah menjadi sesosok manusia, perempuan anggun dengan menggunakan sari putih tebal bersih bersinar, rambut bersanggul dengan sebuah mahkota kecil menempel di kepalanya.
"Sampurasun eang prabu dan ki maung"
"Assalamu'alikum ksatria laduni, nyai seruni"
"Waalaikumsalam" jawab kami berbarengan.
Aku langsung berdiri turun menyongsong ibu ghaibku, aku menjura dan menggapai tangannya, kucium punggung tangan yang lembut, kurasakan dia mengusap kepalaku dengan tangan kirinya, ku papah dia menaiki anak tangga dan memberikan tempat duduk untuknya.
Kanjeng ibu cirebon duduk di antara sri baduga dan ki maung.
"Ksatria dari sebrang, saat ini mungkin waktunya kau mengetahui sejatinya dirimu, kau adalah anak cucuku bukankah gelarmu ditanah jawa ini "Raden Mas Kandang Paku Ning Alam ?" tanya prabu padaku.
"Benar sri baduga" jawabku.
"Tahukah engkau, kamilah yang memberikan gelar itu, melalui manusia yang dulu menemuimu"
"Hmmm... memang benar, gelar itu di berikan seorang kakek yang tidak kukenal, kakek itu mengaku dari gunung tapi tidak menyebutkan gunungnya, dia masuk keraga lelaki sebayaku yang katanya adalah muridnya dan diperintahkan gurunya untuk menemuiku"
Waktu itu aku berada di Jakarta timur, di daerah pulo gebang orang itu tiba-tiba saja bertamu ke kosanku, dan tidak lama sehabis memperkenal diri dia langsung di masuki oleh kakek yang mengaku gurunya dari gunung, kakek itu langsung meraba sebuah kantong berwarna hitam dan mengeluarkan sebuah cupu, cupu itu mirip dengan cupu Nyai seruni, dan dia memintaku mengeluarkan mustika merah delimaku, tiga malam berturut-turut dia bertamu kekosanku, katanya hanya sekedar mau ngobrol, setiap datang sampai pulang sukma kakek itu selalu masuk dan memberiku wejangan-wejangan tingkat tinggi, dan dari beliau pulahlah aku bisa mengetahui posisi makam leluhurku di daerah Banten, sehingga aku bisa berangkat ke banten, sampai sekarang aku tidak pernah bertemu lagi dengan laki-laki itu, kalau tidak salah namanya adalah saidi.
"Kamilah yang memerintahkannya untuk bertemu denganmu kala itu"
"Begitukah sri baduga" jawabku.
"Benar, karena kami mengetahui lewat pancaran energi mustika yang kau miliki, kalau anak cucu kami sedang bertamu ke tanah jawa ini yang mana beliau memang sudah lama kami tunggu kedatangannya."
"Ksatria, wanita yang kau panggil ibu cirebon ini adalah cucuku, beliaulah yang selama ini bertugas mengamatimu, membimbingmu, dan menitipkan beberapa ilmu keluarga cirebon padamu, bukankah kau sudah dititipi ajian jala sena, itu adalah ilmu warisan keluarga, jadi siapapun yang bisa menerima ilmu itu pastilah anak keturunan kami"
Singkat cerita lumayan banyak wejangan yang aku terima malam itu, baik dari prabu siliwangi, kanjeng ibu cirebon, begitu juga dengan ki maung.
"Nah... ksatria atas permohonanmu untuk meminta bantuan kekuatan dalam menghadapi dewi laut utara itu, kemungkinan kami terutama eyangmu ini, tidak bisa langsung terjun ke medan pertempuran, karena itu untuk tambahan pasukanmu eyang akan menitipkan sekaligus menurunkan ajian 7 macan siliwangi beserta khodamnya kepadamu, ketujuh macan siliwangi belang putih akan bertempur bersama 7 macan sumateramu, dan nanti setelah pertempuranmu selesai ketujuh khodam macanmu akan langsung mengabdi padamu sebagai tanda pengabdian mereka padaku"
"Hmmmm... tadinya aku mengira akan di beri ilmu panghalimunan, atau segoro macan sekalian, tapi 7 macan siliwangi lumayanlah, karena eyang prabu pasti tahu apa yang aku butuhkan" pikirku.
"Nah... ki maung, silahkan selaraskan energi ajian tujuh macan siliwangi kepada ksatria laduni"
"Grrrr.... hihihi... siap paduka" jawab ki maung.
"Mari ksatria, kita turun dari pondok, kalau nanti penyelarasannya di atas pondok bisa ambruk pondoknya.. hihihi... grrrt..."
Bersama ki maung aku turun dari pondok dan berjalan sekitar sepuluh langkah arah kedepan pondok, ki maung berhenti tepat di depan sebuah batu ceper yang permukaannya bisa diduduki oleh 2 sampai empat orang dewasa, sedangkan prabu, ibu cirebon, seruni dan tapak lingkar tetap berada di atas pondok.
"Naik dan duduklah kau di atas batu itu, dan berkonsentrasilah sebentar, mintalah kepada sang pencipta supaya di hadirkan tujuh macan siliwangi jangan membuka mata sebelum aku perintahkan"
"Baik ki..." jawabku, sambil melakukan apa yang di perintahkan ki maung.
Duduk bersila, berkonsentrasi menyatukan pikiran pada yang Maha Agung, itulah yang kulakukan dengan niat untuk dihadirkan 7 khodam macan siluman siliwangi.
Tak lama aku merasakan energi besar berhawa panas di sekelilingku, suara-suara geraman, raungan dekat sekali ditelingaku yang membuat bulu kuduk berdiri, tapi aku belum berani membuka mata untuk menyaksikan pemandangan di sekitarku karena belum ada perintah dari ki maung.
"Ksatria bukalah matamu...!"
Mendengar seruan ki maung, aku memberanikan diri membuka mataku dan... astaga....!
Benar saja sebuah pemandangan menakjubkan sekaligus mengerikan, di sekelilingku duduk tujuh ekor macan belang putih, dengan muka sangar sambil menggeram, tubuh mereka rata-rata sebesar kuda jantan dewasa, mereka seolah mengerumuniku, duduknya sangat rapat sehingga pandanganku hanya sebatas mereka dan tidak bisa menembus kebelakang para macan itu.
"Ki maung...!, apa yang mesti aku lakukan dengan para macan ini...?" teriakku.
"Tidak usah melakukan apa-apa, nikmati saja perkenalan kalian!" teriak ki maung dari balik para macan.
"Agh... ki maung ada-ada saja, masa aku di suruh nikmati suasana mengerikan ini, auranya panas ki...!"
"Tak mengapa ksatria, karena sekarang tubuhmu sedang menyerap energi mereka"
"Kalau terasa sudah cukup maka mintalah kepada mereka untuk menyatu dengan tubuhmu"
"Baiklah ki" jawabku, sambil berkonsentrasi melakukan penyerapan energi macan siliwangi.
Hmmm... sebaik aku menuruti dulu, supaya penyelarasan energi ini menjadi maksimal, aku memperbaiki posisi duduk silaku, dan konsentrasii penyerapan dan penyelarasan energi.
Aku merasakan energi yang mengalir dalam tubuhku, yang tadi sangat terasa panas, sekarang perlahan menjadi dingin dan selaras dengan energi dan cakra tubuhku. Setelah kurasa cukup akupun membuka mataku, dan terlihat kalau ketujuh macan belang putih di sekelilingku bersikap lebih tenang dan kalem.
Aku memberanikan diri untuk bicara pada ketujuh macan siliwangi. "wahai para sahabatku, apa bila menurut kalian penyelarasan ini sudah selesai, maka untuk selanjutnya silahkan kalian pilih, kalian mau ikut denganku atau mau tetap tinggal disini dan hanya datang saat ku panggil saja"
Sejenak suasana hening, hingga akhirnya satu ekor macan bergerak dan berdiri dan blazzz... tiba-tiba sosok macan itu berubah wujud menjadi seorang pria gagah berpakaian seperti pendekar dengan baju rompi bercorak warna belang hitam putih, dan menjura memberikan tanda hormat padaku.
"Salam tuanku, ksatria laduni"
"Waalaikumsalam" jawabku.
"Tuan, aku mewakili keenam macan yang lain, kami semua siap mengikuti ksatria kemanapun ksatria pergi, dan siap mengemban misi apapun yang tuan berikan nanti"
"Baiklah sahabatku sekalian, kalau begitu kalian boleh mengikutiku, tapi aku minta kalian tidak berada di dalam tubuh realku nanti, ikutilah aku dari jauh saja dan mendekatlah saat ku butuhkan, karena di tubuh realku sering ada sosok seperti kalian, beliau adalah harimau belantan atau harimau putih yang merupakan tunggangan leluhurku dahulu"
"Baik tuan ksatria"
"Nah sekarang pergilah dan hadirlah nanti dalam pertempuranku, karena saat itu aku pasti membutuh kehadiran kalian semua"
Keenam macan lainnya berdiri, laki-laki yang merupakan ketua 7 macan siliwangi melesat lebih dulu dan di susul keenam macan lainnya, dan menghilang menembus tembok istana pajajaran.
"Bagaimana ki maung, apa sudah selesai ?"
"Grrr.... hihihi.... sudah ksatria, mari kita kembali ke pondok"
Akupun mengikuti ki maung kembali naik ke pondok, menghadap sri baduga.
"Yang mulia prabu, penyelarasannya sudah selesai" buka ki maung.
"Terima kasih sahabtu ki maung, nah ksatria laduni dari seberang, aku sudah menitipkan ajian tujuh macan siliwangi berserta khodamnya padamu, itu adalah turunan ajian segoro macan milikku, gunakanlah untuk membantu menyelsaikan semua misimu, semoga kau memenangkan petempuran nanti"
"Baik eyang prabu" jawabku.
"Nah, anakku sekarang sedikitnya kau sudah mengetahui asal usulmu, pesanku, padamu cukuplah hanya kau yang tahu dengan asal usulmu setidaknya untuk saat ini"
"Baik, terimakasih kanjeng ibu"
"Sekarang lanjutkanlah perjalananmu"
"Baik kanjeng ibu, kalau boleh saya minta saran kepada kanjeng ibu, setelah ini siapakah yang harus ananda temui ?"
"Kalau itu serahkanlah kepada Nyai seruni, dia tentu lebih tahu siapa yang harus kau temui"
"Baik kanjeng ibu, kalau begitu kami pamit undur diri untuk melanjutkan perjalanan"
"Silahkan anakku, dan berhati-hatilah karena saat ini, banyak kaum supranatural kaki tangan laut utara untuk menghentikan langkahmu, dan mengusirmu dari tanah jawa ini"
"Terimakasih untuk sarannya kanjeng ibu ananda mohon pamit"
"Eyang prabu sekali lagi aku ucapkan terimakasih atas bantuanmu, aku mohon pamit, juga pada ki maung terimakasih"
Kami menjura member penghormatan.
Assalamu'alaikum...!
Sampurasun....!
Dan melanjutkan perjalanan keluar istana.
Salam rahayu..
*****
Selanjutnya
*****
Sebelumnya