PULANG (Part 2)
JEJAKMISTERI - "Heh monyet! Kamu jangan ikut campur ya! Aku hajar kamu nanti! Sana cepat pergi!" Perintah salah seorang pria yang sedang berusaha menarik tangan sang gadis.
"Heh banci! Memangnya kalian berani melawan laki-laki? Lah wong cuma sama satu orang gadis saja, kalian main keroyok begitu? Memalukan!" Balasku mengejek.
Mendengar ucapanku yang merendahkan mereka, dengan beringas mereka langsung beramai-ramai menyerangku!
Dengan sangat bernafsu, kelima pria itu coba menyerang bersamaan dari berbagai arah.
Aku hanya menghindar tak membalas. Setelah beberapa saat, aku malah sengaja melakukan gerakan-gerakan konyol meladeni serangan mereka setelah menyadari kalau mereka tak memiliki dasar ilmu silat, cuma menang gaya saja.
Tapi akhirnya kusudahi saja permainan ini. Aku balas menyerang mereka dengan pukulan-pukulan mematikan ke arah bagian vital, hingga sebentar saja, kelima orang pria itu terjerembab meringis kesakitan sambil memegangi selangkangan!
Lalu dengan bersusah payah, mereka merangkak kemudian berlarian tunggang langgang meninggalkan diriku yang masih belum berkeringat. Payah..
***
"Wah, sudah pada kabur duluan! padahal tadi aku mau ikutan menghajar mereka Yud!" Tiba-tiba Jaka datang berlari mendekat.
"Yudha..."
Terdengar suara gadis itu kembali memanggil...
"Ambar, kamu nggak apa-apa?" Tanyaku sambil melangkah lalu berdiri di hadapannya yang masih memandangiku seolah tak percaya.
Dia masih tak menjawab. Aku jadi canggung. Sejenak kami berdua beradu pandang. Dan langsung terlintas kembali semua kenangan yang telah lewat...
Kenangan tentang kami yang satu kelas di SMA dan selalu kemana-mana berdua...
Kenangan tentang betapa dia yang takut pada Bapakku yang bertampang angker hingga tak pernah mau bila diajak main ke rumah...
Kenangan tentang kami yang dulu pernah bermimpi kelak akan duduk berdua di bangku pelaminan berhiaskan bunga-bunga…
Kenangan tentang angan-angan kami yang akan hidup bahagia dikelilingi anak cucu..
"Kamu kemana aja?" Tanya Ambar membuyarkan lamunanku.
"Aku pergi merantau Mbar, kamu apa kabarnya? siapa orang-orang itu?" Jawabku sambung bertanya.
Wajah Ambar yang tadinya terlihat gembira, seketika berubah sendu lalu menunduk.
"Aku baik-baik saja Yud. Orang-orang itu anak buahnya Pak Sumitro. Mereka memaksa ingin mengajakku ke tempat juragan mereka, ada yang mau di sampaikan katanya. Tapi aku menolak."
"Sumitro? Sumitro tukang cari rumput yang rumahnya dekat hutan jati?" Tanyaku coba memastikan.
"Iya, sekarang dia sudah jadi juragan Yud. Semenjak kamu dan Bapakmu menghilang, sudah banyak yang berubah di desa ini." Balas Ambar.
"Stt.. Siapa Yud? Kamu kok nggak kenalin aku sih?" Tanya Jaka berbisik-bisik.
Aku langsung gelagapan, baru sadar kalau Jaka juga ada di situ dan kini dia minta dikenalkan.
"Oh iya Mbar, ini Jaka, temanku." ucapku memperkenalkan Jaka yang langsung menyerobot menjulurkan jabatan tangan ke arah Ambar.
"Jaka.. asal dari Wonosobo, penggemar soto, pria penuh kasih sayang dan siap menjadi imam." Ucap Jaka yang langsung disambut oleh tawa geli Ambar mendengar salam perkenalan yang norak itu.
"Ambar.." Balas Ambar singkat lalu jadi risih melihat tangan Jaka yang enggan melepaskan genggamannya.
"Ini apa sih? Jangan lama-lama! nanti kulit hitammu ngikut!" ucapku sewot sambil menepis tangan Jaka yang terus memandangi Ambar.
"Ya sudah, kamu mau aku antar pulang?" Tanyaku kembali kepada Ambar.
"Nggak usah Yud. Aku bisa pulang sendiri. Terima kasih atas bantuannya, nanti kamu main-main ke rumah ya." Balas Ambar yang langsung berbalik badan meninggalkan aku dan Jaka yang nampak tak ikhlas melihat Ambar pergi.
"Ck..ck..ck.. cakep bener Yud! Kamu kok nggak pernah cerita kalau di kampungmu ini ada gadis secantik itu? Takut kalah saing ya?" ucap Jaka sambil terus memandangi Ambar yang kian menjauh.
Aku cuma nyengir. Tadinya aku mau menceritakan tentang kisah cintaku dengan Ambar dulu, tapi aku tak ingin membuyarkan harapan Jaka yang wajahnya kini nampak bersemangat.
***
"Assalamualaikum." Teriakku sambil mengetuk pintu. "Waalaikum salam." Terdengar jawaban dari dalam rumah.
Sesaat kemudian pintu terbuka, muncul bibi Rukmini yang langsung kaget melihatku datang.
"Ya Allah! Yudha? Astaghfirullah!" Teriaknya kegirangan lalu memeluk diriku erat-erat.
Kami pun langsung dipersilahkan masuk. Saat kakiku melangkah ke dalam, langsung tercium aroma khas masakan daging kelinci hutan yang sangat ku rindukan.
"Kamu kemana aja Yud? Ealah.. Sudah lama kamu nggak ada kabarnya." Tanya bibi Rukmini sambil meletakkan dua gelas teh manis di atas meja.
"Aku merantau ke kota dan sekarang bekerja di sana bi, maaf kalau aku lama tak memberi kabar." Jawabku sedikit tak enak.
"Oh gitu. Soalnya setau bibi, kamu mondok di Karang Sewu tempatnya Ki Heru Cokro. Tapi ketika waktu itu bibi menanyakan kabarmu kepada Ki Heru, ternyata kamu sudah nggak ada di sana." Sahutnya lagi sesaat setelah duduk di hadapanku.
Aku cuma tersenyum mendengar bibi Rukmini yang nampak gembira bercerita di hadapanku, sebelum akhirnya sebuah sikutan dari Jaka yang lalu berbisik lirih..
"Yud, ini aroma masakan apa? dari tadi baunya sudah bikin ngiler.." bisiknya nyaris tak terdengar.
Aku pun maklum. Rupanya dia sudah lapar, dan aku juga baru sadar kalau sejak tadi perutku berbunyi menagih minta diisi.
"Oh iya bi, perkenalkan ini temanku Jaka, dia barusan tanya, ini bau masakan apa?" ucapku memperkenalkan Jaka sekaligus bersiasat agar langsung ditawari makan.
"Oalah.. bibi sampai lupa! Ayo nak Jaka, bibi masak gulai daging kelinci hutan resep turun temurun keluarga kami, Yudha ini paling suka lho masakan ini, Ayo mari!" Ajak bibi Rukmini. Siasatku berhasil...
Di meja makan, aku dan Jaka dengan lahap menyantap masakan bibi Rukmini. Diselingi obrolan penuh nostalgia dan canda tawa menghangatkan suasana.
***
Seusai makan, aku dan Jaka duduk-duduk di teras rumah menikmati sore yang teduh dan langit yang makin memerah.
"Ini kamu dulu tinggal di sini Yud?" Tanya Jaka sambil memandang ke sekeliling area.
"Iya. Tapi setelah orang tuaku meninggal, aku pergi mondok ke Karang Sewu, lalu rumah ini ditempati bibi Rukmini." Jawabku panjang lebar.
Tak lama kemudian, datang seorang bocah laki-laki usia 5 tahun menghampiri kami dan langsung memandangiku dengan tatapan heran.
"Eh, ini siapa?" Tanyaku sambil tersenyum ke arah bocah itu.
"Ini sepupumu, namanya Damar. Ayo nak, salim sama Mas Yudha." Perintah bibi Rukmini yang muncul dari dalam.
"Nggak mau Bu, Mas Yudha mirip ular, Damar takut!" Jawab bocah itu yang sontak membuatku terkejut!
"Eehh.. ini bocah ngomong apa sih? Maaf ya Yud, dia baru bangun tidur, mungkin masih kebawa ngimpi." Sahut bibi Rukmini.
Aku tak terlalu menyimak ucapan bibi Rukmini. Mataku masih memandang heran ke arah Damar yang kini bersembunyi sambil mengintip di balik kaki ibunya...
[BERSAMBUNG]
*****
Selanjutnya
*****
Sebelumnya