Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PULANG (Part 3)


JEJAKMISTERI - Sesaat kemudian, Damar lari kembali masuk ke dalam kamar. Bibi Rukmini terheran-heran melihat tingkah anaknya itu.

"Aduh, itu anak kenapa ya? Kok sekarang dia jadi sering begitu?" ucap bibi Rukmini kebingungan.

"Memangnya dia kenapa bi?" Tanyaku heran.

"Iya Yud, belakangan ini dia sering ngomong ngawur. Semenjak sembuh dari demam, dia sering bilang kalau dia melihat yang aneh-aneh. Bibi jadi khawatir." jelas bibi Rukmini.

Aku terkejut. Penjelasan bibi Rukmini tadi menyadarkanku kalau ternyata Damar memiki kelebihan.

Sebuah kelebihan yang turun temurun dimiliki oleh beberapa anggota keluarga kami. Aku pun memilikinya. Dan rupanya Damar juga. Hingga dia mampu melihat sosok iblis yang bersemayam dalam tubuhku.

"Yud, main ke rumah Ambar yuk!" Ucap Jaka tiba-tiba memecah keheningan.

"Lah, mau ngapain?" Tanyaku heran. Padahal aku tau maksudnya.

Dia tak menjawab. Cuma membalas dengan kode mengangkat-angkat alis sambil cengengesan.

"Iya Yud. Semenjak kamu pergi, beberapa kali Ambar kemari menanyakan kabarmu. Dia nampak khawatir." Sahut bibi Rukmini.

Mendengar hal itu, aku pun langsung menceritakan peristiwa yang terjadi ketika aku menyelamatkan Ambar dari cengkraman anak buah Pak Sumitro tadi.

"Huh! Memang keterlaluan bandot tua itu!" Hardik bibi Rukmini bersungut kesal.

Lalu dia menceritakan tentang semua sepak terjang Pak Sumitro. Orang yang dulunya dikenal hanya sebagai pencari rumput, tiba-tiba saja menjadi orang yang kaya raya.

Dia lalu menjelma menjadi seorang lintah darat yang kejam. Sampai akhirnya Bapaknya Ambar terlilit hutang, dan Pak Sumitro ingin mempersunting Ambar sebagai pengganti hutang yang tak mampu dibayar oleh Bapaknya.

"Keterlaluan!" Ucapku kesal sambil mengepalkan tangan menahan emosi.

"Bukan itu saja Yud. Pak Sumitro bahkan memaksa bibi untuk menjual tanah milik Bapakmu, dimana di sana ada makam Ibumu. Tentu saja bibi menolak."

"Tapi kemudian dia malah meneror bibi dengan beberapa kali mengirim anak buahnya untuk terus memaksa." jelas bibi Rukmini lagi.

Darahku langsung mendidih. Dua titik hitam di bawah pusarku langsung terasa panas. Aku yang tak mau ketelepasan, langsung mencoba meredam emosi sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan.

"Astaghfirullah.. Astaghfirullah.."

"Maaf Yud, bibi harus ceritakan hal ini padamu, biar bagaimanapun, tanah itu milikmu. Walau kamu telah menyerahkan semuanya kepada bibi, tapi bibi tak mungkin menjualnya begitu saja, apalagi ada makam ibumu di sana." Jelas bibi Rukmini lagi.

"Bibi, aku pamit dulu, ada urusan yang harus ku selesaikan!" ucapku langsung berdiri.

"Eh, mau kemana? Aku ikut Yud!" sahut Jaka tanpa menunggu persetujuanku langsung ikut melangkah di sampingku.

***

Kini kami telah sampai di tepi hutan Jati. Sejenak aku pangling melihat rumah mewah yang berdiri megah di hadapanku. Karena seingatku dulu, di sini cuma ada rumah kayu bobrok tempat di mana Pak Sumitro tinggal.

"Ini rumah siapa Yud? Gila! gede banget! Nggak kalah sama rumah orang kaya di kota." Ucap Jaka berdecak kagum.

"Kalau aku tak salah, ini rumahnya si bangsat Sumitro itu." Sahutku ketus.

Tapi ketika kami mau melangkah mendekati pintu gerbang, dua orang berbadan tegap tiba-tiba datang langsung berdiri menghalangi kami.

"Heh! Mau apa kalian kemari?" teriak salah satu orang itu dengan nada kasar.

"Aku Yudha, anaknya bapak Warsito! Suruh juraganmu itu keluar!" Balasku tak kalah galak.

"Kurang ajar kamu!" Teriak orang yang satunya lagi langsung melayangkan pukulan ke arah wajahku!

Aku langsung berkelit. Namun aku tak mau membuang waktu, langsung ku hajar habis-habisan kedua orang itu hingga teriak-teriak minta tolong!

"Jak, kamu lebih baik menyingkir, biar ini jadi urusanku." Pintaku kepada Jaka.

"Enak aja! urusanmu jadi urusanku juga! Memangnya cuma kamu saja yang mau cari keringat?" Sahut Jaka sambil meremas-remas jemarinya hingga bergemeletuk, lalu pasang kuda-kuda.

Tak lama kemudian, datang seorang lelaki gemuk berperut buncit berjidat lebar, dengan didampingi sejumlah orang berbadan tegap berdiri bertolak pinggang di depan pintu rumah.

"Kamu siapa? Kenapa bikin ribut di sini?" Tanya lelaki yang ternyata adalah Pak Sumitro itu.

"Aku Yudha, anaknya Bapak Warsito, kamu Pak Sumitro kan?" Balasku lantang.

"Ooh.. iya.. iya.. aku ingat! Wah, lama nggak muncul, tau-tau bikin ribut di sini!" sahut Pak Sumitro sambil melotot.

Lalu kemudian nampak salah satu anak buahnya yang tadi sempat ku hajar ketika coba menyakiti Ambar, mendekat ke arah Pak Sumitro lalu berbisik-bisik.

Pak Sumitro nampak manggut-manggut sambil mengelus-elus dagunya. Sorot matanya langsung berubah.

Dia yang tadinya marah, mendadak terlihat ramah. Lalu dengan nada sopan, dia kembali berkata..

"Yudha, selamat datang di rumahku. Kamu ku anggap sebagai tamu kehormatanku demi menghormati mendiang Bapakmu. Mari, masuk ke dalam. Kita bicara baik-baik."

Aku jadi heran melihat sikapnya yang tak wajar. Jaka lalu mendekat sambil berbisik lirih..

"Hati-hati Yud. Orang ini sepertinya culas. Kita harus waspada."

Aku pun mengangguk tanda mengerti, sebab aku juga merasakan hal yang sama.

"Ayo! Mari.. Jangan sungkan-sungkan.." ucap Pak Sumitro kembali.

Setelah memandang ke arah Jaka dan mengangguk memberi tanda, akhirnya kami melangkah masuk mengikuti Pak Sumitro yang berjalan di depan kami.

Kami dipersilahkan duduk di ruang tamunya yang megah dan mewah. Jaka tak henti berdecak kagum sambil memandangi seisi ruangan.

"Nah, sekarang, apa maksud kedatanganmu kemari?" tanya Pak Sumitro sesaat setelah seorang wanita muda membawakan dua cangkir kopi panas.

"Aku ingin kamu berhenti memaksa membeli tanah warisan Bapakku! Tanah itu tidak dijual berapapun harganya!" jawabku masih dengan nada penuh emosi.

"Ooh.. Itu sebabnya kamu kemari? Baiklah. Demi menghormati keluargamu, aku takkan memaksa lagi membeli tanah itu. Gimana? kamu puas?" Jawab Pak Sumitro dengan wajah ramah yang dibuat-buat.

Tapi belum sempat aku menjawab, tiba-tiba saja sebuah hantaman keras menghujam kepalaku dari belakang!

BUGH !

Aku langsung tersungkur. Pandanganku kabur. Sempat kulihat Jaka yang juga tergeletak di lantai, lalu akhirnya gelap...

[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close