PULANG (Part 5 END)
JEJAKMISTERI - Keesokan harinya, seluruh desa menjadi gempar ketika seorang pencari rumput menemukan mayat Pak Sumitro dan seluruh anak buahnya bergelimpangan bertebaran di dalam hutan.
Tapi bukannya sedih, para penduduk malah bersyukur karena selama ini Pak Sumitro dan para anak buahnya memang sangat meresahkan.
Mereka beranggapan kalau Pak Sumitro telah menuai karma dari perbuatannya, hingga para penduduk tak mau ambil pusing mencari penyebab tewasnya Pak Sumitro beserta seluruh anak buahnya yang masih menjadi misteri.
Siang itu, aku dan Jaka yang sedang asyik ngobrol di teras, tiba-tiba dikejutkan dengan kehadiran Ambar yang datang ke rumah sambil membawa rantang makanan.
"Assalamualaikum." ucap Ambar memberi salam.
"Waalaikum salam." Jawab kami serentak disusul Jaka yang langsung merapikan rambutnya dengan sepuluh jari.
"Silahkan duduk Mbar." sambutku sambil berdiri mempersilahkan dia duduk.
"Terima kasih." Sahut Ambar yang tadinya mau langsung duduk tapi jadi terdiam ketika tangan Jaka mengusap-usap bangku yang akan didudukinya seolah membersihkan debu yang sebetulnya tak ada.
"Eh, ada Ambar." ucap bibi Rukmini yang datang sambil menggendong Damar.
"Iya bi. Ini saya bawa gulai kelinci hutan, sengaja masak untuk dibawa ke sini." Jawab Ambar sambil melirik ke arahku tapi malah Jaka yang jadi salah tingkah.
"Ya ampun! Terima kasih ya! Sini biar bibi bawa masuk, sekalian bibi siapkan untuk makan siang. Nanti kamu sekalian makan di sini ya?" Sahut bibi Rukmini sambil menyambut rantang dari tangan Ambar lalu membawanya masuk ke dalam.
"Stt.. Yud.." Jaka menendang pelan kakiku memberi kode agar aku menyingkir ke dalam supaya dia bisa leluasa ngobrol dengan Ambar.
Aku menggeleng tanda tak setuju. Jaka mendelik marah dan langsung menginjak kakiku dengan keras.
"Aduh! apaan sih?" Teriakku kesakitan.
Jaka balas melotot membuat Ambar tersenyum geli melihat tingkah kami.
Siang itu, kami semua menyantap masakan Ambar yang rasanya tak kalah nikmat dari masakan bibi Rukmini.
Selama di meja makan, Jaka tak henti-hentinya melontarkan candaan konyol yang membuat kami semua terpingkal-pingkal.
Selesai makan, kami kembali duduk-duduk di teras. Tapi tiba-tiba Ambar minta ijin kepada bibi Rukmini ingin mengajakku jalan-jalan ke luar rumah.
Jaka nampak kecewa. Ketika akhirnya aku dan Ambar melangkah keluar rumah, dia melotot ke arahku sambil membuat gestur tangan memotong leher. Cemburu dia!
"Kamu mau tinggal di sini lagi Yud?" Tanya Ambar sambil melangkah dan melirik ke arahku.
"Nggak Mbar. Aku cuma berkunjung saja. Memangnya kenapa?" Jawabku lalu balik bertanya.
Ambar nampak kecewa. Dia berhenti melangkah lalu duduk di bawah sebuah pohon rindang sambil terus menunduk.
"Aku kesepian Yud. Semenjak kamu pergi, aku selalu berharap kamu kembali. Aku masih menyimpan angan-angan kita dulu, tentang kita yang akan hidup bahagia dikelilingi anak cucu.." jawab Ambar dengan mata yang mulai basah.
Aku tercekat. Ucapan Ambar seolah membuatku tak mampu berkata-kata.
Tapi aku tak mau membuatnya terus hidup dalam harapan kosong. Aku ingin dia melanjutkan hidupnya lepas dari bayang-bayang diriku yang kini tak mungkin lagi dapat dia raih.
"Maaf Mbar, tapi aku bukan lagi Yudha yang dulu. Seandainya saja waktu dapat kuputar, mungkin hasilnya akan lain."
"Tapi kini takdir kita sudah berbeda. Kita tak mungkin lagi bisa mewujudkan angan-angan kita dulu. Kamu paham kan maksudku?" Jawabku yang langsung disambut isak tangisnya.
"Tapi aku tak bisa mencintai orang lain Yud. Setengah mati aku berusaha, tapi hati ini tak bisa berpaling. Aku mengerti bila kamu sudah memilih yang lain, tapi biarkan cinta ini tetap ku jaga dalam hati. Sampai mati..."
Selesai berkata, Ambar langsung pergi berlari sambil menangis meninggalkanku yang cuma bisa terdiam dalam rasa bersalah.
Sempat terbersit niatku untuk mengejarnya. Tapi akhirnya ku urungkan. Aku sadar, diriku telah memilih, dan pilihan itu tak mungkin bisa menyenangkan semua orang, termasuk Ambar...
"Kenapa kamu nggak kejar dia?" Tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang. Suara merdu yang amat kukenal..
"Mayang?" Teriakku kaget melihat Mayang Kemuning tiba-tiba saja sudah berdiri di belakangku sambil bersedekap tangan dengan wajah cemberut.
Aku tersenyum melihat tingkah gadis gaib calon istriku itu. Wajahnya makin cantik bila dia sedang seperti itu.
"Tidak Mayang, aku telah memilihmu, dan aku yakin pilihanku tak salah." Sahutku lalu mendekatinya.
Mendengar ucapanku, wajah Mayang Kemuning yang tadinya judes, kini langsung melunak.
"Yudha, aku tak ingin kehilangan dirimu, aku tak sabar menantikan hari pernikahan kita." ucapnya lalu memelukku erat-erat.
“kamu tak perlu khawatir. Aku akan menepati janjiku. Kamu sabar ya?” sahutku pelan sambil mengusap-usap rambut harumnya.
***
Kembali ke rumah, Jaka yang telah mengetahui kisah cintaku dari cerita bibi Rukmini, jadi merasa tak enak.
"Kenapa kamu nggak bilang kalau Ambar itu pacarmu Yud? Kalau aku tau dari awal, aku nggak bakalan berani mengusik kalian." ucap Jaka.
"Nggak apa-apa Jak. Dulu memang kami pernah pacaran, tapi sekarang nggak lagi." Jawabku sambil coba tersenyum.
"Hah! Serius nih? Jadi aku boleh dong dekati Ambar?" Teriak Jaka yang langsung melonjak-lonjak kegirangan membuatku tertawa sambil geleng-geleng.
Sore harinya, aku di temani Jaka dan bibi Rukmini, pergi berziarah ke makam Ibu.
Lama aku berdoa di situ. Sejenak teringat kembali sosok ibu yang hadir dalam mimpiku, seolah ingin memberi tanda kalau makamnya ada yang mengusik.
"Ibu yang tenang ya, Yudha nggak akan membiarkan siapapun mengganggu tempat peristirahatan ibu." ucapku lalu pamit pergi.
***
Hari-hari berikutnya kujalani dengan lebih tenang. Jaka beberapa kali sempat minta diantar ke rumah Ambar. Tapi aku menolak.
Namun dia tak patah semangat. Dengan kepercayaan diri yang tinggi, dia berangkat sendiri bertamu ke rumah Ambar.
Damar yang awalnya takut setiap kali melihatku, kini mulai terbiasa. Anak itu malah beberapa kali minta dibonceng naik motor keliling kampung lalu mampir minta jajan di warung mbok Yem.
Damar yang kian akrab denganku, sempat kulihat beberapa kali ketakutan ketika dia melihat sosok makhluk halus yang tampangnya menyeramkan.
Aku coba membimbingnya dengan terus mengatakan bahwa dia tak perlu takut, sebab para makhluk itu takkan bisa menyakitinya.
***
Hingga tiba hari terakhir kunjunganku.
Pagi itu, aku yang sedang beres-beres, dikejutkan dengan kedatangan Ambar ke rumah.
"Kamu mau pulang hari ini Yud?" Tanya Ambar.
"Iya Mbar, kamu tau darimana?" Tanyaku sambil celingukan takut Mayang Kemuning tiba-tiba kembali muncul.
"Jaka yang bilang. Dia kemarin ke rumah." Jawab Ambar.
Sejenak suasana menjadi canggung. Tapi tiba-tiba saja Ambar mendekat dan langsung mencium pipi kananku.
"Selamat jalan Yud, jaga dirimu baik-baik." Pesan Ambar yang seketika membuatku tak tau harus menjawab apa.
"Mas Yudha, ibu mana?" Mendadak Damar datang dari dalam kamar yang langsung membuat kami jadi salah tingkah.
"Ibu lagi ke pasar sama Mas Jaka. Tadi kamu masih tidur, makanya nggak diajak." Jawabku coba menenangkan anak itu yang nampak masih kebingungan karena baru bangun.
"Itu siapa?" Tanya bocah itu sambil menunjuk ke arah Ambar.
"Lho? inikan mbak Ambar? masa kamu nggak kenal?" Jawabku terheran-heran.
"Bukan mbak Ambar.. tapi itu yang di sebelahnya, mbak yang pakai baju kuning-kuning, kok kayanya dia marah ya?" Jawab Damar polos.
Langsung tercium semerbak aroma bunga melati yang menyengat memenuhi sudut ruang..
Kuntum melati dalam saku celanaku tiba-tiba saja terasa panas...
DEG !
Aku langsung panik! Ambar yang kebingungan, malah mendekat lalu memegang tanganku membuat urusan bakal makin runyam..
"Kenapa Yud? Kok tiba-tiba kamu panik gitu?" tanya Ambar penasaran tanpa menyadari kalau ada Mayang kemuning yang berdiri melotot di sampingnya seolah ingin menelannya bulat-bulat!
"Nggak, nggak ada apa-apa kok.." jawabku sambil diam-diam menggeleng ke arah Mayang Kemuning coba melarang apapun yang akan dia lakukan.
"Ya sudah, aku pamit dulu ya. Titip salam buat Jaka dan bibi Rukmini." ucap Ambar lalu berbalik pergi yang langsung diikuti Mayang Kemuning dari belakang!
Gawat!
Segera ku cegah langkah Mayang Kemuning yang langsung marah-marah tak karuan sambil membanting-banting kaki ke tanah..
“Enak saja main cium-cium calon suami orang!” ucapnya penuh emosi tak rela melihat Ambar yang melangkah pergi.
“Sudah dong Mayang, malu tuh sama Damar.” sahutku coba meredam emosinya sambil menunjuk ke arah Damar yang sejak tadi cuma bisa melongo memperhatikan kami…
~SEKIAN~
Terima kasih telah menyimak cerita ini, semoga kita semua dapat mengambil hikmahnya...
Maafkan bila ada kata kata yang kurang berkenan..
Nantikan kisah kisah selanjutnya, yang pastinya seru & menegangkan...
Wassalam.