Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JAKA INDI & DUNIA ASTRAL (Part 58) - Membeli Tiket Kereta Api


SEPAGI ini, pukul enam lebih lima belas menit Jaka Indi sudah duduk di deretan bangku-bangku ruang tunggu penumpang di stasiun Gambir.

Kali ini Jaka Indi mengenakan celana jeans warna biru gelap dan kaos T-shirt warna hitam dengan Logo S warna merah yang besar, yaitu logo Superman, kata bik Inah ini hadiah dari non Achitya untuk 'den Jaka Indi saat berbelanja di Pondok Indah Mall.

Jaka Indi masih ingat saat-saat masih Sekolah Dasar ia sangat menyukai tokoh-tokoh Super Hero, seperti Superman, Batman, Spiderman, Power Rangers, ll, bahkan tas ransel sekolahnya ketika masih duduk dibangku Sekolah Dasar ada logonya Bat Man, Selain perlengkapan sekolah yang berlogo tokoh Super Hero, Jaka Indi juga sangat menyukai sepatu yang ada lampunya, ia merasa sangat puas dan bangga bila berjalan dengan kaos berlogo tokoh Super Hero, dan memakai sepatu yang ada lampunya.

Disaat teman-teman sebayanya ditanya guru cita-citanya kelak besok gede ingin jadi apa!? Bila teman-temannya banyak yang menjawab, dokter, insinyur, pilot, tentara, Polisi., Jaka Indi biasanya menjawab ingin jadi Power Rangers... renungnya beberapa saat, sambil tersenyum geli mengingat masa anak-anaknya.

Hanya saja, sejak Sekolah Menengah Pertama ia sudah tidak suka lagi mengenakan tas, maupun kaos bergambar tokoh Super Hero, melainkan telah beralih mulai menyukai gambar karakter kartun manga seperti Naruto, Sasuke, Hinata, Kirito, dan semacamnya. 

Setelah Sekolah Menengah Atas sampai saat ini ia hanya menggemari kaos T shirt dan juga kemeja polos, dipadukan dengan stelan celana jean's.

Namun untuk mengenang Achitya, kali ini ia sengaja mengenakan T-Shirt berlogo Superman pemberian Achitya, yang dipadu oleh blazer warna krem. Kepergian Jaka Indi kali ini tidak hanya membawa tas pinggang warna hitam miliknya, tapi juga membawa Tas ransel punggung berwarna hitam, yang berisi beberapa Stel pakaian dan celana jeans serta beberapa rempah-rempah untuk bahan obat-obatan berikut barang keperluan lainnya yang dibeli di toko online, yang akan digunakan di negeri astral, sedang tongkat hitam kalimasada telah dikirim ke alamat gurunya Kanjeng Cakra Langit di Solo dengan menggunakan jasa pengiriman paket barang.

Sebab... selain eyang Ageng Wicaksono, gurunya Kanjeng Cakra Langit, juga memerlukan pusaka itu, untuk tujuan yang sama. Mengenai kalung Tasbih Citra Ghaib, Jaka Indi belum mengirimkan pada gurunya karena masih memerlukannya dan disimpannya dalam tas pinggang warna hitam miliknya.

Aktifitas di Stasiun Gambir pagi ini tidak terlalu ramai, karena bukan waktu liburan sekolah, hanya masih ada resah di pikiran Jaka Indi, ada goresan luka yang mendalam dan perasaan bersalah atas wafatnya Achitya.

Di pagi hari ini Jaka Indi sedang berusaha memotivasi diri sendiri. untuk tidak larut dalam kesedihan. Jaka Indi yakin bahwa semua hal yang terjadi di dunia ini bukanlah karena sebuah kebetulan semata. Melainkan sudah ada yang mengatur dan merencanakannya dari Yang Maha Kuasa yaitu Sang Maha Pencipta dan Maha Pengatur Alam Semesta beserta isinya.

Kali ini Jaka Indi memang sengaja berangkat pagi-pagi sekali agar bisa mendapatkan tiket kereta secara langsung dengan membelinya di loket Stasiun Gambir untuk tujuan Stasiun Tugu Yogyakarta, Jaka Indi merencanakan sebelum melakukan perjalan ke-negeri astral Suralaya, ia ingin melakukan ziarah kubur dahulu ke kuburan Achitya di Pemakaman Umum Seyegan Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Mengenai mengapa dimakamkan di sana, karena hal itu merupakan permintaan Achitya semasa hidup, bahwa kelak ingin dimakamkan tidak jauh dari gunung Merapi, bahkan bik Inah juga dibangunkan sebuah rumah baru oleh Achitya di sleman Yogyakarta, serta diberikan uang yang cukup banyak sebagai balas jasa telah mengurus Jaka Indi dan Achitya selama ini, begitu cerita bik Inah dengan mata berkaca-kaca, saat Jaka Indi menanyakan letak Pemakaman Achitya.

Dari jejeran bangku penunggu calon penumpang, dekat ujung loket Stasiun Gambir, melalui sudut matanya Jaka lIndi melihat seorang gadis remaja bercelana jeans biru muda dengan T-shirt warna putih dan sepatu kets yang juga berwarna putih, berparas ayu dan segar dengan rambut panjang sepunggung dikat ekor kuda menggunakan sapu tangan merah jambu nampak jalan tergesa.

Sigadis ayu yang jalan bergegas, mencuri perhatian para calon penumpang di Stasiun Gambir. Gadis itu tidak hanya berparas cantik nan ayu bahkan mempunyai postur tubuh yang tinggi langsing dan ideal, gadis yang berusia kisaran sembilan belas tahun, yang jalan terburu-buru itu, melambaikan tangan kanannya ke arah Jaka Indi dengan mata berbinar.

"Mas Raden...mas Raden...tunggu... tunggu... mas Raden!!" Terdengar suara gadis remaja itu memanggil namanya.

Jaka Indi tersenyum bingung bagaimana bisa ada seseorang mengenaliku di alam manusia dengan panggilan Raden. Panggilan Raden adalah panggilan yang biasa digunakan oleh mereka yang mengenalnya di alam astral khususnya di Kerajaan Suralaya.

Saat gadis itu berlari kecil kearahnya dengan tas ransel kecil di punggungnya, terlihat banyak mata pria menatap kearahnya dengan pandangan kagum terkesima.

Yap... gadis itu dengan hidung mancung, bibir merah merekah serta postur tubuh yang tinggi semampai dan kulit putih bersih, terlihat begitu cantik, segar mempesona dikalangan para pendatang yang ada di ruang tunggu Stasiun Gambir.

Setibanya gadis itu dihadapan Jaka Indi, dengan nafas yang masih sedikit tersenggal, gadis cantik itu langsung berucap,

"Mas Raden...! "Apa mas Raden masih ingat saya !?" Tanyanya sambil matanya menatap tajam kedalam mata Jaka Indi yang masih dalam posisi duduk dibangku ruang tunggu penumpang, dan terlihat seperti bingung karena belum mengenalinya.

Lalu gadis itu mengerjapkan matanya sesaat dan sekonyong-konyong menjulurkan tangannya yang putih halus ke depan Jaka Indi seraya tersenyum lembut,

"Ayo.... sekarang kita berkenalan secara resmi, karena dalam pertemuan sebelumnya kita belum pernah berkenalan secara resmi," Ucapnya dengan nada riang dan senyum nakal menggoda.

Jaka Indi memincingkan matanya, sambil coba mengingatnya, sekalipun Jaka Indi tidak mengingat gadis ayu itu, ia tetap bangkit berdiri dari bangku yang didudukinya dan menyambut uluran tangan gadis cantik tersebut serta menggenggamnya dengan erat, sambil menyebutkan namanya, "Jaka Indi.." Sedang Gadis itu juga menyebutkan namanya "Gendis... Raden Ajeng Gendis." Walau gadis itu telah menyebutkan namanya namun Jaka Indi belum juga teringat siapakah gadis ayu yang ada dihadapannya saat ini.

Sekali lagi Jaka Indi menatapnya lekat, sambil mencoba mengingatnya, rambut hitam lurus di kuncir ekor kuda, wajah manis ayu dengan tahi lalat kecil di dagu, kulit putih bersih dan tubuh langsing berisi dengan d**a terlihat padat membusung indah, karena hanya tertutup T-shirt putih polos yang pas melekat di badan, hmmm..... sungguh tubuh seorang gadis yang sempurna, renung Jaka indi.

Mendadak Jaka Indi teringat akan seseorang, "Putri Kidung... !" Serunya kaget.

"Benarkah kamu Putri Kidung !?" Ucapnya setengah takjub dan heran.

"lya..benar sekali Raden, saya putri Kidung yang Raden pernah temui di negeri Suralaya." Ujarnya dengan senyum manis menggiurkan.

"Eh... Memangnya Raden mau kemana!?" Ucapnya tiba-tiba, seolah ingin mengalihkan topik pembicaraan prihal putri Kidung dan negeri Suralaya.

"Aku mau ke Yogyakarta. Apa Raden sudah punya tiketnya !?"

"Belum..., Ini baru mau beli !?" Ujar Jaka Indi datar.

"Ayuk...kesinikan E-KTP Raden, biar ku belikan sekalian, kebetulan kita punya tujuan yang sama. Karena Jaka Indi sudah lama tidak naik kereta api dan kurang paham cara membeli tiket dan cara memilih kereta tujuan Yogyakarta, maka dikeluarkan dompetnya dan di serahkannya E-KTP miliknya pada nona Gendis, disaat Jaka Indi akan memberikan uang untuk membeli tiket, ternyata nona Gendis telah berlari menuju loket, dan hanya dalam waktu kurang dari sepuluh menit nona Gendis telah kembali kehadapan Jaka Indi, lalu mengenmbalikan E-KTP milik Jaka Indi.

"Raden, kita dapat kereta Argo Dwipangga, jam keberangkatan pukul 08:00 dan sampai tujuan pukul 15:39,"

Sambil melirik jam tangan yang dikenakannya, Gendis melanjutkan berkata, "Sekarang masih pukul 06.30, kita masih ada waktu satu setengah jam sebelum keberangkatan. "Ayo mas kita tunggu di Restoran Hok-Ben saja." Sambil menarik lengan Jaka Indi, tanpa meminta persetujuan lagi.

Beberapa mata pemuda sempat menatap dengan pandangan iri, melihat Jaka Indi tangannya digandeng mesra oleh seorang gadis remaja yang sangat cantik mempesona.

Di dalam restoran Hok-Ben, mereka makan sambi duduk berhadapan, Gendis bercerita kalau ia tinggal dikawasan Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang, dan tujuannya ke Yogyakarta adalah untuk menemui kerabat dan mengunjungi temannya, lalu Gendis memberikan nomor Handphone miliknya dan meminta nomor Handphone Jaka Indi.

Saat ini Jaka Indi telah membeli Hp yang baru, karena Hp nya yang lama telah diberikan pada Bunda Ratu kerajaan Suralaya.

Gendis lebih banyak memonopoli pembicaraan, namun ceritanya hanya seputar kehidupannya di dunia kampus dan seputar teman-temannya di Jakarta. Tak sekalipun Gendis menceritakan kehidupannya di negeri Suralaya.

Jaka Indi lebih banyak diam menyimak, sambil menatap bibir merah nona Gendis yang terus menari. Sesekali Gendis meluruskan punggungnya untuk mengusir lelah, tentu saja seorang gadis remaja yang cantik jelita dengan lekuk tubuh sempurna dan berkaos ketat melekat di badan, saat meluruskan punggung tubuhnya membuat dua bukit kembar di dadanya tercetak jelas bentuknya dan terpampang indah di pandangan mata.

Terlebih Jaka Indi yang tepat berada langsung dihadapan Gendis. Hati Jaka Indi berdebar sesaat, lalu mengalihkan pandangannya ke pengunjung yang berada dibangku sisinya.

BERSAMBUNG
close