Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JAKA INDI & DUNIA ASTRAL (Part 71) - Obat Sambung Nyawa


Dipimpin bunda ratu bersama Dewi Suci Lestari, upacara pernikahan Jaka Indi bersama 100 peri berikut para putri dari bunda ratu, segera dilakukan dengan tatacara pernikahan yang serupa seperti yang dilakukan Jaka Indi saat menikah dengan Dewi Yuna.

Selesai upacara pernikahan, Dewi Wening selaku assisten bunda ratu yang juga menjabat kepala rumah tangga istana, membagikan 100 gelang giok warna hijau, dan memberikan gelang giok warna keemasan bagi para putri bunda ratu yang menikah dengan Jaka Indi, termasuk juga memberikannya pada Dewi Yuna. Pada setiap gelang terukir nama masing-masing peri, serta ukiran bunga Wijaya Kusuma yang merupakan lambang kerajaan Suralaya.

Kegiatan berikutnya kembali pada ramah tamah dengan acara makan malam dan dilanjutkan perkenalan dari para peri yang tadi sempat tertunda. Namun Bunda Ratu telah ijin untuk meninggalkan ruang istana bersama para pengiringnya, hanya eyang Ageng Wicaksono yang masih tinggal ditempat.

Jaka Indi tidak mengikuti acara ramah tamah serta makan malam bersama para peri, tapi langsung menuju ke gurunya eyang Ageng Wicaksono, lalu menarik tangan gurunya mengajaknya ke sepasang bangku disalah satu sudut ruang untuk menanyakan beberapa hal, yang masih mengganjal dihatinya.

"Eyang Ageng, maaf ijinkan saya bertanya, hal apakah yang sebenarnya terjadi pada Kerajaan Suralaya hingga mendadak bunda ratu mengadakan pernikahan masal, membangun istana 100 peri bahkan membuat benteng dinding perbatasan kerajaan?"

"Apakah Eyang Ageng Wicaksono selaku penasihat bunda ratu mengetahui alasan sebenarnya dibalik semua peristiwa ini!?" Tanya Jakai Indi dengan sopan tapi diiringi tatapan menyelidik.

"Sebenarnya bunda ratu memiliki beberapa penasehat, aku hanya merupakan salah satunya. Sebagai pemimpin suatu Kerajaan astral yang sangat besar pengaruh kekuasaannya, Bunda Ratu juga memiliki penasehat di bidang ramalan masa depan, penasehat tersebut merupakan ahli astronomi, ahli ilmu perbintangan dan ahli dalam membaca situasi perubahan iklim dan fenomena alam, dan juga penasehat tersebut biasa meramalkan peristiwa yang akan terjadi atau yang belum terjadi berdasar petunjuk alam ataupun berdasar isyarat petunjuk mimpi. Beliau adalah Dewi Cipta Prameswari, lebih dikenal sebagai dewi tangan enam."

Jaka Indi terdiam sejenak, dan merasa pernah bertemu dengan seorang wanita cantik dengan enam buah lengan, saat melakukan perjalanan di hutan Jagad Buwono bersama Gochan.

"Mungkinkah wanita yang ditemuinya tersebut adalah penasehat bunda ratu, Dewi Cipta Prameswari!?" Pikir Jaka Indi dalam hatinya. Saat terbawa lamunannya, sontak Jaka Indi teringat dengan Gochan.

"Eyang Ageng, bagaimana keadaan Gochan saat ini!?"

"Gochan baik-baik saja, saat ini bersama Bimo ada di Padepokan, sambil melatih dasar-dasar ilmu pernafasan dan tenaga dalamnya."

"Eyang Ageng, jadi apakah semua peristiwa ini terkait penglihatan masa depan ataupun ramalan yang dilakukan oleh dewi Cipta Prameswari."

"Betul Raden." Ucap Eyang Ageng Wicaksono sambil menganggukkan kepalanya.

"Jadi menurut ramalan dewi Cipta Prameswari akan terjadi peperangan besar, baik dikalangan alam manusia maupun di dunia astral. Bahkan akan melibatkan negara-negara Adikuasa. Oleh karenanya perintah membuat tembok perbatasan luar Kerajaan Suralaya dan membangun istana 100 peri, serta upaya memiliki banyak keturunan satria unggul harus segera dilakukan."

"Saya juga mendapat tugas membuat obat kuat dan obat peningkat kesuburan bagi raden dan juga bagi para peri." Bisik eyang Ageng Wicaksono lirih.

"Dari liur peri langit yang dahulu Raden berikan untukku, bersama beberapa ramuan kuno yang kumiliki, telah ku-kembangkan menjadi obat ajaib yang luar biasa, yang bisa menambah daya tahan tubuh, memulihkan stamina secara seketika, hingga dapat menguatkan syahwat, juga menambah kesuburan,"

Kemudian Eyang Ageng Wicaksono menyerahkan sebotol kaca berisi sekitar 150 pil ramuan untuk digunakan Jaka Indi saat berhubungan Intim dengan para peri.

Bahkan eyang Ageng juga memberikan botol warna ungu berisi 100 tablet warna hitam, sambil berkata. "Kalau yang ini adalah obat sambung nyawa, merupakan penyembuh penyakit serba guna, bila diminum oleh mereka yang terluka parah atau yang hampir mati sekalipun akan dapat disembuhkan seketika hanya dengan meminum sebutir pil sambung nyawa ini. Tolong Raden simpan baik-baik, gunakan bilamana perlu."

Lalu Jaka Indi menyimpan obat kuat dan obat sambung nyawa, dalam tas pinggangnya.

"Untuk obat kuat yaitu pil penambah stamina, minumlah sebutir saja untuk setiap malam saat akan berhubungan intim dengan para peri, dan minumlah bila Raden merasa membutuhkannya, karena obat ini memiliki kekuatan yang dahsyat, minum satu pil saja, sudah dapat melayani beberapa peri tanpa Raden berkurang staminanya sedikitpun."

"Aku juga membuat obat kesuburan khusus para peri wanita, ujar Eyang Ageng Wicaksono sambil memberikan botol berisi penuh pil warna merah muda."

"Tolong nanti Raden berikan ke Dewi Wening, katakan ini obat dariku untuk diberikan ke setiap para peri yang mendapat waktu giliran melayani Raden. Khasiat dari obat ini bukan saja membangkitkan gairah para peri wanita sampai puncaknya, bahkan juga bisa menyuburkan kembali bagi rahim para peri yang punya penyakit mandul."

Sekalipun Raden tidak berhubungan badan disaat bulan purnama, dan dimasa subur para peri, dengan meminum pil kesuburan ini, para peri tetap akan terbangkit gairahnya dan tetap bisa hamil. Namun obat ini adapula efek sampingnya, yaitu bisa membuat wanita dari para peri b*******h diluar kendali." Jelas eyang Ageng Wicaksono.

"Wow... Amazing!!" Seru Jaka Indi dengan rasa takjub.

Tapi mendadak Jaka Indi menunduk sedih, karena dari yang diketahuinya teknologi kedokteran ataupun pertabiban di dunia Astral negeri Suralaya ini belum berkembang terlalu pesat, bahkan operasi persalinan dengan cara operasi bedah cesar belum dikenal. Sedang yang namanya obat kesuburan memungkinkan seorang ibu mengandung bayi kembar. Tentu bila benar terjadi ada bayi kembar, hal ini bisa berakibat berbahaya bila proses persalinan dilakukan secara normal. Bahkan dapat menimbulkan resiko kematian bagi sang ibu saat persalinan.

Tiba-tiba Jaka Indi teringat sesuatu. "Eyang adakah eyang mempunyai obat kebal senjata tajam. Karena aku khawatir dari 100 peri yang menjadi istriku sudah disusupi oleh orang-orang yang berniat membunuhku."

Hal ini diutarakan Jaka Indi mengingat adanya para peri dari perkumplan bunga teratai yang juga ada di antara 100 peri, serta banyaknva peri yang tak dikenali Jaka lndi sama sekali.

"Sebenarnya Raden tidak perlu khawatir soal itu, karena perisai tenaga dalam dan cakra pelindung diri Raden, sudah terbentuk secara alami, yang bisa melindungi diri Raden hingga jarak sejengkal, yang dalam istilah di negeri leluhur Raden disebut Aji Lembu Sekilan. Hanya saja saat Raden tertidur atau sedang berhubungan intim perisai diri yang terbentuk dari energi tenaga dalam tidak akan bisa memberi perlindungan maksimal. menurut hematku ada baiknya Raden meminta pusaka Rompi Ontokusumo pada Dewi Wening, Rompi tersebut dapat melindungi Raden dari serangan pukulan tenaga dalam, dari senjata tajam maupun serangan energi negatit"

"Baik eyang Ageng, dan terima kasih banyak untuk semua penjelasannya.'" ucap Jaka Indi dengan takzim, seraya membungkukkan badannya dengan rasa hormat.

Eyang Ageng Wicaksono, menepuk-nepuk punggung Jaka Indi. "Waktumu tidak banyak, sebentar lagi menjelang tengah malam, segeralah Raden menemui Dewi Wening untuk meminta saran dan nasehatnya. Dan sampaikan titipan obat penyubur untuk diberikan pada setiap para peri yang menjadi istri Raden."

Berikutnya Jaka Indi telah mulai melangkahkan kakinya menuju keberadaan Dewi Wening yang sedang memberi pengarahan dan penjelasan serta menjawab pertanyaan dari seratus peri.

Melihat kedatangan Jaka Indi yang berjalan menuju dirinya, Dewi Wening berusaha mempersingkat dalam menjelaskan lebih lanjut pada para peri. "Buat para peri termasuk peri dari putri bunda ratu, peri langit, peri bumi, peri gunung, peri hutan, peri sungai, peri bunga,, dan para peri lainnya dari masing-masing suku dan kelompok dapat memasuki kamar masing-masing yang telah ditentukan."

"Agar hendaknya para peri membaca pula buku panduan petunjuk sesuai standar operasional prosedur yang telah ditetapkan. Setiap kebutuhan makan, minum dan pakaian, alat-alat rias kecantikan, obat-obatan, telah disediakan oleh pihak istana dan bila ada keperluan lainnya dapat meminta pelayanan pada dayang-dayang istana dan selama proses penanaman benih, para peri tidak diperkenankan meninggalkan pekarangan istana 100 peri, bagi para peri yang kedapatan melarikan diri tanpa alasan yang jelas, akan dihukum mati."

Berikutnya Dewi Wening memberi satu butir pil kesuburan pada putri-putri bunda ratu, "Harap pil ini kalian minum saat melayani Raden Jaka Indi. Jangan meminum obat dan ramuan apapun selain obat yang diberikan dari pihak istana, bila terjadi kontradiksi obat dapat berakibat membahayakan rahim kalian bahkan dapat berujung kematian."

Setelah para peri membubarkan diri dan memasuki kamar masing-masing sebagaimana yang telah ditentukan, Dewi Wening maju menghampiri Jaka lndi yang sedang melangkah kearahnya.

Jaka Indi langsung menyambutnya dan mencium punggung telapak tangan Dewi Wening dengan takzim, "lbu Dewi Wening aku mau melaporkan dan memohon maaf soal Acihitya." Ucap Jaka Indi dengan suara bergetar dan terbata-bata.

Belum lagi Jaka Indi menyelesaikan penjelasannya, Dewi Wening, sudah mengangkat pundak Jaka Indi dari posisi merunduk untuk berdiri, sembari berkata, "Tidak usah kamu lanjutkan ceritamu, aku sudah tahu semuanya." Ucapnya dengan mata berkaca-kaca. Jaka Indi hanya menatap Dewi Wening, dengan ekspresi bingung.

Bagaimana Dewi Wening bisa tahu, pikirnya dengan rasa heran.

"Sebenarnya bersama kepergian Achitya ke alam dunia manusia, adakalanya aku juga berkunjung ke alam dunia, ke tempat tinggal mas Raden untuk melihat keadaan Achitya, dan kebetulan aku termasuk salah satu peri yang punya kemampuan melakukan perjalan ke alam dunia.

Aku sempat mengikuti masa-masa kebahagiaan Achitya, tanpa sepengetahuan Achitya. Sebagai seorang ibu, aku selalu mengikuti perkembangan Achittya anakku.

Kemudian Jaka Indi mengambil sesuatu dari saku celananya, kain terikat berisi perhiasan peninggalan Achitya, serta amplop berisi pesan terakhir Achitya dan menyerahkan botol berisi obat kesuburan untuk diserahkan pada para peri.

Namun Dewi Wening menolak menerima perhiasan Achitya dan meminta Jaka Indi untuk menyimpannya. Dewi Wening hanya menerima amplop berisi surat terakhir Achitya serta pil kesuburan pemberian eyang Ageng Wicaksono.

Dengan mata masih berkaca-kaca, Dewi Wening coba mengalihkan percakapan prihal Achitya dengan berkata.. "Ayo Raden Ikut denganku, masih ada hal yang harus kita kerjakan." Sambil tangannya menggandeng lengan Jaka Indi dan membawanya keluar istana 100 peri menuju istana utama.

BERSAMBUNG
close