Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KARMAPALA


HUJAN lebat dan kabut tebal menutupi keseluruhan Gunung Merapi mulai dari puncak hingga ke kaki. Dinginnya udara tiada terkirakan. Dari malam tadi hujan mencurah lebat dan sampai dinihari itu masih juga terus turun. Suaranya menderu menegakkan bulu roma. Halilintar bergelegaran. Kilat sambung menyambung. Untuk kesekian puluh kalinya kilat menyambar dan untuk kesekian puluh kalinya pada suasana di kaki sebelah Timur Gunung Merapi menjadi terang benderang beberapa detik lamanya. Dalam keterangan yang singkat itu maka kelihatanlah satu pemandangan yang mengerikan tetapi juga sangat aneh.

Sebelah timur kaki Gunung Merapi itu terdapat sebuah lembah tak bertuan yang tak pernah dijejaki kaki manusia. Tapi disaat hujan deras kabut tebal dan udara dingin luar biasa itu, di tengah-tengah lembah kelihatanlah sesosok tubuh manusia di atas punggung kuda! Kuda itu berjalan dengan pelan seakan-akan tiada mau perduli dengan buruknya cuaca saat itu.

Sesosok manusia yang duduk di atas punggung kuda ini seorang lelaki memakai pakaian hitam. Rambutnya yang panjang tergerai diikat dengan sehelai kain merah.

"Aku harus pulang, aku harus melihat rumah ku dulu. Aku telah berbuat nista. Membunuh orang tua yang telah membesarkan aku. Aku sungguh manusia biadab"

Orang di atas punggung kuda itu larut dalam pikirannya. Lelaki itu tidak lain Rana Wulung. Setelah dia sembuh dari penyakitnya orang ini memutuskan untuk menyambangi lereng Gunung Merapi. Sebuah tempat dimana ia dibesarkan dan dididik oleh Empu Wanabaya. Akan tetapi, sang empu malah tewas di tangannya sendiri. Tiba-tiba muncul satu sosok tubuh dari jurusan timur yang berlari laksana kilat, memapas jalan kuda hitam yang ditunggangi oleh Rana Wulung, hingga binatang ini menghentikan larinya, meringkik keras-keras dengan menaikkan kedua kakinya ke udara tinggi-tinggi, hampir saja membuat Rana Wulung terpelanting.

"Jahanam dari mana yang minta mampus ini?" teriak Rana Wulung menggeledek.

Sebagai jawaban terdengar suara mendengus!

"Rana Wulung manusia rendah hina dina! Sebelum kau mampus ada baiknya kuberi tahu dulu siapa aku adanya!"

Orang yang berkata ini seorang lelaki paruh baya bertubuh tinggi besar hampir dua meter. Rambutnya awut-awutan dan menebar bau tidak sedap. Dia mengenakan sebuah jubah hitam yang amat dekil. Mukanya yang buruk tambah tidak enak dipandang mata karena adanya bekas-bekas luka!

"Aku Warok Tunggul Ireng. Orang-orang menggelariku Iblis Puncak Tengger... !"

"Hemm... hanya seorang iblis!" ejek Rana Wulung.

"Aku tak ada urusan dengan manusia apalagi iblis macam mu!"

Orang tua yang mengaku bergelar Iblis Puncak Tengger itu tertawa aneh.

"Orang yang mau mampus biasanya memang suka bicara tak karuan macam kau!"

"Manusia bermuka hantu, menghindarlah kalau tak mau kulabrak dengan kaki-kaki kudaku!" ancam Rana Wulung.

"Mau labrak? Silahkan! Aku mau lihat sampai di mana kehebatan manusia yang telah membunuh adik kandungku!" kata Iblis dari puncak Tengger. Terkejut Rana Wulung mendengar ucapan orang tua itu.

"Apa katamu? Adikmu yang mana yang telah kubunuh? Katakan lekas apakah kau juga salah seorang cecunguk dari Pajang?!"

"Jangan terlalu jauh melupakan dirimu sendiri, Senopati! Ketahuilah. Kau lebih hina, lebih busuk dari orang-orang Pajang itu!"

"Kurang ajar! Kau benar-benar inginkan mampus rupanya!" teriak Rana Wulung marah.

Disentakkannya tali kekang kudanya, binatang itu melompat kemuka, menerjang orang yang bernama Warok Tunggul Ireng alias Iblis Puncak Tengger! Tapi apa yang terjadi kemudian sungguh luar biasa! Dengan kedua tangannya Warok Tunggul Ireng menangkap kaki-kaki depan kuda hitam itu. Disertai dengan bentakan setinggi langit kedua tangannya digerakkan. Maka melayanglah kuda hitam itu sejauh delapan tombak!
Rana Wulung sendiri kalau tidak lekas-lekas melompat pasti akan mendapat celaka pula!

Nasib mujur saja dia sempat mencabut keris Kelabang Sewu hingga dengan mengandalkan hawa sakti senjata itu dia melayang enteng ke tanah dan begitu berhadapan dengan si orang tua, langsung saja mengirimkan satu tusukan kilat yang mematikan ke arah tenggorokan!

"Ha-ha-ha! Inilah dia keris Kelabang Sewu yang telah mampu menembus Ilmu Lembu Sekilan dan merenggut nyawa adikku! Kau harus membayar nyawa padaku manusia keparat!"

Rasa terkejut yang amat sangat membuat Rana Wulung menarik serangannya. "Apa katamu? Telah banyak orang mati di ujung keris ku?! Adik mu yang mana hah?!"

"Kau ingat dengan Suro Gedug?! Pimpinan rampok hutan Wonogalih?! Dia adalah adik kandungku! Dan aku yang akan menagih hutang nyawa itu! Tapi aku tak akan membunuhmu! Kematian terlalu bagus bagimu, terlalu enak! Aku akan biarkan kau tetap hidup, tapi hidup dengan menderita lahir batin!"

"Aku sengaja mencari mu Rana Wulung. Sejak kau jadi seorang senopati di Mataram aku selalu mengawasi mu. Mencari kelengahan mu. Dan sekarang......saatnya aku mengirim mu ke neraka"

Habis berkata begitu Warok Tunggul Ireng menekuk kedua lututnya. Sesaat kemudian tubuhnya pun melesat kemuka. Tapi pada saat itu dari samping datang sambaran senjata, memapas serangan Warok Tunggul Ireng. Manusia ini menggeram dan berbalik.

"Nyawa mu musti aku sendiri yang cabut!" teriak Rana Wulung lalu dengan cepat, mengiblatkan keris Kelabang Sewu sinar biru kemerahan berpendar, menghunjam ke arah lawannya! Warok Tunggul Ireng tertawa aneh. Tubuhnya berkelebat dan lenyap dari hadapan Rana Wulung.
Rana Wulung cepat membalik dan membabat ke samping laksana kilat! Maka terdengarlah suara beradunya dua buah lengan! Rana Wulung mengeluh. Tubuhnya terhuyung-huyung sampai delapan langkah ke belakang lengannya yang kena dipukul sakit bukan main merah dan bengkak!

Masih untung keris Kelabang Sewu tidak terlepas dari tangannya! Di lain Warok Tunggul Ireng juga terkejut mendapatkan bagaimana tangannya tergetar keras dan linu. Warok Tunggul Ireng yang seorang pendekar bilih tanding yang telah malang melintang di dunia persilatan tanah Jawa merasa ada yang aneh dengan jurus-jurus Rana Wulung.

"Ada yang aneh dengan kunyuk itu. Jurus-jurusnya tidak luwes dan srudak-sruduk tapi mematikan. Tenaga dalamnya juga terasa aneh seperti ada sesuatu yang membantu monyet itu"

Tapi dia tidak tahu bahwa itu bukanlah berkat kehebatan tenaga dalam atau kesaktian lawan yang sedang dihadapi, melainkan hawa kekuatan sakti yang keluar dari keris Kelabang Sewu. Jurus kedua kembali Warok Tunggul Ireng yang membuka serangan. Kedua lengan Warok Tunggul Ireng di dorongkan ke depan. Satu gelombang angin laksana topan prahara menderu menyambar Rana Wulung!

***

Lelaki itu kiblatkan keris Kelabang Sewu dari kiri kekanan! Sinar biru kemerahan memapas serangan angin dahsyat dari Warok Tunggul Ireng. Terdengar suara berdentum. Debu pasir serta batu-batu kerikil berterbangan. Bumi laksana dilanda lindu. Rana Wulung mengeluarkan seruan tertahan sewaktu merasakan keris Kelabang Sewu terlepas dari tangannya.

Dia coba melompat untuk menjangkau senjata itu. Tapi dia tak sadar. Sewaktu Kelabang Sewu lepas dari tangannya, maka segala kesaktiannya yang dimilikinya dengan serta merta lenyap. Saat itulah satu tendangan keras melanda pinggulnya, membuat Rana Wulung melolong setinggi langit, mencelat sampai tujuh tombak. Tubuhnya terkapar di tanah basah.

Warok Tunggul Ireng berdiri sambil berkacak pinggang. Keris Kelabang Sewu telah berada di genggaman tangan kanannya. Kilat yang sesekali menyambar menciptakan suatu pemandangan yang mengerikan. Tubuh Warok Tunggul Ireng yang tinggi besar itu laksana malaikat maut pencabut nyawa.

Warok Tunggul Ireng tertawa gelak-gelak hingga seluruh rimba belantara jadi bergema. Beberapa burung hutan lari beterbangan karena dikejutkan oleh suara tertawa manusia itu!

"Keris yang bagus..keris yang bagus..."

Warok Tunggul Ireng lalu mendekati tubuh Rana Wulung yang terkapar di tanah. Di angkatnya kepala Rana Wulungitu dengan cara menjambak rambut.

"Pertama sekali mulai detik ini kau akan menyaksikan bagaimana bagusnya dunia ini bila dilihat cuma dengan sebelah mata!"

Begitu selesai berkata keris Kelabang Sewu meluncur kedepan. Dan...

"Craasss...!"

Ujung keris sakti itu menusuk mata Rana Wulung yang sebelah kiri. Darah muncrat membasahi muka Rana Wulung! Jerit laki-laki itu laksana mau merobek langit karena tekanan sakit yang tak dapat dilukiskan sedang di lain pihak Warok Tunggul Ireng tertawa terbahak-bahak!

"Bagaimana kau lihat dunia ini sekarang? Bukankah lebih bagus? Lebih indah...? Ha-ha-ha...!"

"Manusia biadab!" teriak Rana Wulung dalam sakitnya.

"Kau hanya berani pada orang yang tak punya daya!"

"Kau masih bisa menceloteh hah?! Coba kau rasakan ini! Aku mau lihat apa kau nanti masih bisa bicara!"

Tangan kanan Warok Tunggul Ireng yang memegang keris berkelebat lagi ke arah tangan kanan Rana Wulung. Lengan kanannya sebatas bahu tanggal, daging dan urat-urat berbusaian! Darah memancur! Laki-laki ini menjerit-jerit kesakitan! Tubuh Rana Wulung menggigil menahan sakit. Tangan kanannya kini lepas sudah dari badannya. Tangan itu tergolek di tanah di hadapannya. Darah yang keluar membasahi rerumputan bercampur dengan guyuran air hujan.

"Ini yang terakhir. Sekarang kau tunggulah sendirian di sini. Sebentar lagi tentu setan-setan, jin dan dedemit penghuni hutan belantara ini akan mengunjungimu!"

Keris Kelabang Sewu berkelebat lagi menikam dada kiri Rana Wulung. Senopati Mataram itu terpekik. Tubuhnya mengejang-ngejang sebentar lalu menggelosoh ke tanah. Tidak berkutik lagi! Nyawanya melayang di ujung keris Kelabang Sewu. Karmapala tealh jatuh di diri Rana Wulung.

BERSAMBUNG
close