Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MENEROBOS KEPUTREN PAJANG


Gedung megah kaputren Pajang tampak suram di sebelah dalam. Beberapa lampu atau pelita yang menyala tidak mampu menerangi lorong-lorong di kaputren. Suasana terasa sepi mencekam walau di luar ada dua lampu minyak di pintu gerbang. Tidak seperti biasanya di mana hanya terdapat dua orang pengawal di pintu gerbang, kini kelihatan setengah lusin prajurit Pajang bersenjata keris, pedang dan tombak berada di situ.

Lalu ditambah setengah lusin lagi yang setiap saat bergantian mengelilingi tembok luar dan tembok dalam yang memagari gedung kaputren. Sesosok tubuh mendekam dibalik tanaman Sekar Kedaton yang rimbun. Orang ini menggunakan cadar. Sehingga hanya kedua matanya saja yang mencorong tajam. Mengawasi para prajurit Pajang yang berjaga ketat disekitaran kaputren.

"Sial.. tampaknya Sultan Hadiwijaya tahu aku akan menerobos masuk ke kaputren. Penjagaannya tiba-tiba diperketat seperti ini"

Sosok itu mendengus kesal.

"Aku harus bersabar menunggu sampai tengah malam saat mereka lengah"

Malam makin larut. Udara bertambah dingin. Di balik rerimbunan pohon di luar tembok bangunan kaputren sosok tubuh yang bersembunyi di sana tidak bergerak sedikitpun. Diam seperti sebuah batu. Di kejauhan terdengan suara anjing menggonggong bersahut -sahutan.

"Saatnya tiba, telah tepat tengah malam"

Sesosok misterius itu lalu duduk bersila, matanya perlahan terpejam. Tarikan nafasnya teratur. Mulutnya berkomat-kamit merapal mantera. Mata orang ini terbuka. Kemudian sosok ini berdiri. Kepalanya mendongak ke atas menatap tinggi ke angkasa yang ditaburi bintang berkelap-kelip. Kakinya dihentakkan tiga kali ke tanah sambil menahan nafas.

Udara semakin dingin mencucuk kulit sampai tulang sungsum. Di depan gerbang keputren terlihat para prajurit penjaga bertumbangan tertidur lelap. Seorang senopati yang tampaknya paham dengan perubahan itu langsung duduk bersila. Mencoba menandingi mantra sirep Aji Begananda yang ditebar oleh sesosok misterius di balik rerimbunan pohon. Senopati Pajang itu tampaknya tidak kuasa melawan kantuk yang mengganduli kedua kelopak matanya. Tubuhnya menggelosoh terkapar di tanah.

Beberapa saat orang ini mengawasi dengan cermat keadaan gerbang kaputren. Setelah dirasa aman. Bayangannya berkelebat masuk ke kaputren. Tubuhnya ringan bagai terbang. Langkah kakinya sama sekali tidak terdengar. Di lorong-lorong kaputren tampak bertumbangan prajurit-prajurit penjaga dihantam keampuhan aji sirep Begananda. Aji sirep begananda dikenal sebagai ilmu sirep paling ampuh di tanah Jawa. Konon pada jaman dulu, orang sekampung atau serombongan prajurit bisa tertidur pulas jika terkena ajian dahsyat ini.

***

Sekar Kedaton buka sepasang matanya yang sejak tadi dipejamkan. Tubuhnya terasa lemas, saat itu sudah tiga kali dia mendengar ada langkah-langkah kaki di depan pintu kamarnya. Ini kali ke empat. Perlahan-lahan putri Sultan Pajang ini bangkit dari berbaringnya, duduk di tepi tempat tidur, memandang nanar ke arah pintu yang terkunci.

Perlahan-lahan Sekar Kedaton melangkah ke pintu. Dia perhatikan keadaan pintu itu sejenak. Seperti ada bisikan yang menginginkan dia untuk membuka pintu itu. Dibuka slot kunci. Kemudian daun pintu ditarik ke dalam. Suasana di luar kamar sangat sepi. Sma sekali tidak terlihat penjaga yang mondar-mandir seperti biasanya. Lagi-lagi dia mendengar suara langkah itu. Mungkin pengawal, pikir si gadis. Ketika untuk kesekian kalinya dia mendengar suara langkah orang, Sekar Kedaton menegur.

"Siapa di luar?"

Tak ada jawaban. Tapi suara kaki melangkah mendadak berhenti.

"Siapa di luar? Mengapa tidak menjawab?" Sekar Kedaton mengulangi teguran.

Tiba-tiba dia melihat sesosok tubuh mengenakan pakaian serba gelap dan memakai berdiri di depannya hanya berjarak sekitar tiga langkah dari ambang pintu tempat dia berada. Dua buah mata di balik cadar hitam memandang berkilat, tak berkedip ke arahnya. Sekar Kedaton perhatikan kilatan yang memancar dari mata di dalam kotak. Dia merasa ada satu getaran dahsyat dan panas. Itulah cara memandang laki-laki yang gairah terhadap kecantikan dan kebagusan tubuh seorang gadis.

Gadis ini sempat akan berteriak tatkala dengan cepat sosok di depannya melompat kemudian membekap mulutnya menggunakan tangan kanan yang kukuh. Sekar Kedaton tidak bisa bersuara sama sekali. Dengan cepat orang bercadar itu membawa Sekar Kedaton ke dalam kamar. Menggunakan kaki orang itu menutup pintu dengan cepat.

"Jangan berteriak Sekar.. jangan berteriak. Aku tidak akan mencelakaimu"

Orang bercadar hitam itu masih saja membungkam mulut Sekar Kedaton dengan telapak tangan.

"Aku akan melepaskan bekapan ku kalau janji tidak berteriak Sekar"

Sekar Kedaton hanya mengangguk. Dekapan di mulut gadis itu dikendorkan.

"Kau siapa sebenarnya?"

"Apa maumu? Apakah kau tidak tahu menerobos keputren dan masuk dikamar seorang putri raja kalau ketahuan akan dipenggal…"

"Aku tahu itu Sekar... aku rela menerobos keputren untuk menemuimu. Rindu ini sungguh terasa berat. Menyiksa batin dan jiwaku"

Orang bercadar itu berbicara.

"Tunggu!"

"Sepertinya... suaramu itu tidak asing bagi ku. Apakah kau....."

Sekar Kedaton tidak meneruskan ucapannya. Tatkala orang bercadar itu perlahan-lahan melepaskan kain hitam penutup wajahnya. Tersingkaplah kain hitam itu. Terlihatlah seorang pemuda dengan paras rupawan yang selama ini dirindukan oleh Sekar Kedaton.

"Pabelan......" orang misterius itu yang ternyata adalah Raden Pabelan.

Pabelan datang menyongsong. Keduanya saling bergenggaman tangan.

"Aku mencarimu setengah mati…" dara itu segera menghambur kepelukan pemuda anak tunggal Tumenggung Mayang.

Seperti lupa diri Sekar Kedaton langsung melompat merangkul sang pemuda.

"Sekar Kedaton… Aku mencarimu berhari-hari. Rasanya seperti mau gila tidak melihatmu…." berucap Pabelan.

"Seperti mau gila berarti belum gila benaran kan?!" ujar Sekar Kedaton.

"Ah, kau masih tega mempermainkanku! Kemana saja kau selama ini… Bagaimana kau tega beberapa kali tidak menemui ku di kedai ki Wiryo di pinggiran kotaraja?"

"Eh, pertanyaanmu banyak amat! Apakah semua itu sangat penting bagimu…?"

"Tentu saja penting! Kini aku menemuimu. Jangan harap aku akan melepaskanmu Sekar Kedaton. Aku akan ikut kemana kau pergi…!"

Perlahan-lahan Sekar Kedaton melepaskan pelukan Pabelan. Sambil menatap mata pemuda itu dia berkata,

"Tidak mungkin Pabelan. Tidak mungkin kau mengikuti kemana aku pergi…"

"Tidak mungkin bagaimana?"

"Bukankah aku sudah bilang kalau aku mencintaimu. Eh…" ucapan Sekar Kedaton terputus.

"Mengapa kau tidak meneruskan kata-katamu, Sekar Kedaton? Apa kau menyesal telah mengakui isi hatimu…?"

"Bukan… Aku tidak menyesal.

Sekar Kedaton tertawa lebar mendengar cerita itu lalu ulurkan kedua tangannya memegang jari-jari sang pemuda. Sekar Kedaton angkat kedua tangan si gadis, menciumnya berulang-ulang. "Aku tak mau berpisah lagi denganmu Sekar Kedaton…" bisik Pabelan lalu mendekap sang dara erat-erat ke dadanya.

Pabelan lalu merasakan Sekar Kedaton membalas rangkulannya itu. Keduanya hanyut dalam perasaan yang seolah-olah menjadi satu. Sentuhan cinta kasih yang tulus lebih menggema di dalam tubuh dan aliran darahnya.

"Sekar Kedaton..," bisik Pabelan.

"Pabelan...," balas berbisik Sekar Kedaton.

"Kita tidak akan berpisah lagi bukan…?"

"Apa yang kau inginkan itu juga menjadi keinginanku, Pabelan. Tapi saat ini…"

"Jangan katakan tapi, Sekar Kedaton. Aku akan segera menghadap dan menemui Sultan Hadiwijaya. Aku…"

Jari-jari tangan Sekar Kedaton menempel di atas mulut Pabelan. Sehingga Pabelan tidak bisa meneruskan ucapannya.

"Saat sebelum fajar nanti aku harus pergi Sekar Kedaton. Sebelum para prajurit penjaga terbangun dari tidurnya"

"Rasa rindu ku belum sepenuhnya tuntas Pabelan"

Sekar Kedaton kembali menggelayuti tubuh Raden Pabelan. Seolah-olah tidak mau berpisah lagi dengan pemuda itu. Dua insan berlainan jenis itu saling berpelukan dan berciuman. Hingga tiada menyadari waktu berlalu begitu cepat. Sang surya telah memancarkan sinarnya menerangi jagad raya.

***

Raden Pabelan menggeliat beberapa kali. Sontak matanya terbelalak. Penuh kepanikan lalu turun dari tempat tidur. Dilihatnya Sekar Kedaton telah duluan bangun. Gadis itu tengah mematut diri di depan cermin sambil menyisir rambut panjangnya..

"Ada apa Pabelan? Kau bangun kesiangan..."

Gadis itu tersenyum. Meskipun baru bangun tidur wajah putri Sultan Hadiwijaya itu masih saja terlihat cantik dan anggun.

"Celaka Sekar..aku ketiduran. Sulit untuk dapat keluar dari keputren kalau siang-siang begini"

Sekar Kedaton lalu menghampiri Pabelan yang masih kebingungan duduk di tepi ranjang. Gadis itu lalu duduk di samping pemuda itu. Menyentuh lembut pipi Pabelan. Kemudian berbisik

"Masih ada waktu nanti malam untuk kau keluar dari sini Pabelan. Sementara kau bersembunyilah disini. Aku tidak akan sering-sering keluar. Jika nanti ada dayang atau mbok emban kesini... Kau bersembunyilah dahulu di dalam lemari itu atau di balik pintu"

Pabelan akhirnya menuruti saja kemauan Sekar Kedaton. Langkah-langkah kaki terdengar mendekati pintu kamar Sekar Kedaton. Buru-buru gadis itu menyuruh Pabelan untuk bersembunyi.

"Cepat Pabelan..masuk ke dalam lemari"

Pabelan dengan sigap segera membuka pintu lemari. Lalu menyelinap diantara baju-baju yang tergantung. Sekar Kedaton lalu menutup pintu almari dari luar. Pintu kamar terbuka tiga orang dayang dan Mbok Warsi si Mbok Emban telah berdiri di balik pintu. Di tangan mereka tampak membawa perlengkapan untuk mandi. Sebuah jarik lurik dan bermacam –macam bunga beraroma sangat wangi.

"Selamat pagi Ndoro Putri. Kok tumben bangunnya rada siangan"

Mbok Warsi bertanya kepada Sekar Kedaton. Karena selama dia melayani Sekar Kedaton sangat jarang gadis ini bangun siang.

"Iya Mbok, semalam udara sangat gerah. Membuat aku sulit memejamkan mata. Baru bisa terlelap lewat dini hari tadi"

"Silahkan mandi dulu Ndoro Putri. Semua perlengkapan dan piranti telah siang. Setelah itu akan kami siapkan makanan untuk sarapan pagi"

"Sarapan pagi tolong ditaruh di kamar ku saja dayang Gayatri. Hari ini aku tidak berminat untuk makan bersama. Biarlah hari ini aku makan di kamar saja"

Dayang yang dipanggil Gayatri hanya mengangguk hormat. Pabelan yang bersembunyi di dalam lemari tampak gelisah karena dayang-dayang itu tidak juga berlalu dari kamar itu.

"Ndoro Putri, hamba akan membawa baju kotor yang ada di lemari. Mohon ijinnya"

"Ah....baju...baju kotor? Nanti saja Gayatri. Biarlah aku yang akan mengambil dan mengumpulkannya sendiri"

Sekar Kedaton tergagap-gagap tatkala dayangnya yang bernama Gayatri memohon ijin membuka lemari. Diam-diam Mbok Warsi memperhatikan tingkah laku Sekar Kedaton yang tidak seperti biasanya. Sedikit kecurigaan terbersit di hati perempuan tua itu.

BERSAMBUNG
close