Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

DENDAM BIMA (Part 1)


"Innalillahiwainnailaihi raji'un telah bepulang ke rahmatullah H. Abdulah pada jam 03.45 subuh." Pengumuman dari  Masjid sebelah gang itu menggema keseluruh kampung. 

Bersamaan dengan itu, di luar sedang gerimis, tetapi tidak terlalu deras. Di kejauhan terdengar isak pilu dari kediaman Sulaiha. 

Tampak Sulaiha sedang berbicara dengan seseorang melalui teleponnya, 
"Yang sabar, Neng. semoga abah husnul khotimah. Segala dosa diampuni."

"Terima kasih do'anya."

"Maaf nggak bisa ke sana karena jarak yang jauh. Abang hanya mendoakan dari sini saja."

"Iya, Sulaiha mau mempersiapkan semua keperluan untuk tahlilan abah dulu, tahlilannya nanti sehabis isya. Ngobrolnya kita lanjutkan lewat BBM aja, Bang. Assalamu'alaikum."

"Wa'alakumussalam."

Setelah mendengarkan balasan salamnya, kemudian Sualiha mematikan teleponnya.

***

Dua bulan yang lalu, Sulaiha membawa Abah dari Tarakan ke rumah sakit ternama di Samarinda. Niatnya untuk mengobati abah yang sakit hampir satu tahun tidak bisa bergerak. Badannya lumpuh total dari leher sampai kaki. Hanya kepala saja yang bisa bergerak, itupun terbatas. 

Sesampainya di rumah Dinas Kak Ferdy, Abah langsung diangkat Putranya ke kamar belakang, karena cuma kamar itu yang toiletnya ada di dalam kamar. 

Sulaiha memberitahu abah,
"Tinggal di rumah Dinas Kakak Ferdy saja ya, Bah? Kebetulan Kak Ferdy di pindah tugaskan di Samarinda selama enam bulan."

Mendengar penjelasan putrinya, abah hanya mengangguk tanda setuju. Sulaiha memperhatikan mamanya yang duduk termenung sambil menatap cermin besar di depannya.

"Mama jangan melamun, Insyaallah Abah akan sehat kembali dan bisa beraktivitas seperti dulu," ucap Sulaiha menasehati mamanya.

"Memandikan jenazah, menjadi imam di masjid, membantu pembagian zakat," lanjutnya. Suliha pun ikut bersedih karena melihat mamanya murung di samping Abah. 

"Mama harus kuat, Kak Ferdy dan Sulaiha akan berusaha mencari obat buat Abah biar kembali sehat," lanjut Sulaiha. 

"Tetapi El... (panggilan sulaiha) mama yakin abah kamu itu bukan sakit medis coba bayangkan, empat Dokter Spesialis Syaraf memeriksa semuanya nihil tidak ada gangguan apapun," seru Mama dengan antusias.

"Sudah Ma. Jangan berfikir yang aneh-aneh. Abah orang baik di kampung, sering membantu, mana mungkin ada orang yang dendam," tukas Sulaiha. Kembali merapikan barang-barang bawaan. 

"Hati orang kita tidak tau El. Di depan baik, tetapi di belakang menusuk," kata mama.

Tiba-tiba Ferdy datang masuk ke dalam kamar kerena mendengar perbincangan Sulaiha dan mama mulai beradu argumen. 

"Sudah-sudah. Mama sama El ini ngobrol apa berantem? Kasian Abah mau beristirahat tidak bisa karena berisik," ucap Ferdy dari depan pintu kamar. 

"Ya sudah! Abah, mama dulu yang jaga, nanti kita bergantian saja jaganya," pinta mama.

Sulaiha dan Ferdy pun keluar dari kamar. Kemudian Ferdy mengajak Sulaiha ke depan rumah untuk membicarakan sesuatu. Sambil duduk di teras, Ferdy bertanya kepada Sulaiha,
"El... Di samarinda punya kenalan dukun atau orang pintar yang bisa mengobati sakit Abah?"

"Gak ada Kak. Kalau teman kampus banyak, sama teman nongkrong di Cafe," jawab Sulaiha. 

Sambil mengingat-ingat terbesit di dalam hati Sulaiha untuk menghubungi Bima,
"Tapi apa bisa ya, Bima membantu? Nanti sajalah dia kan super sibuk susah di hubungi. Lagi pula tidak mungkin penyakit abah diakibatkan kiriman orang."

"Hayo... El melamun mulu." Ferdy membuyarkan lamunan Sulaiha.

"Apaan sih Kak. Bikin kaget aja. Ya sudah, El mau mandi dulu, udah gerah, lengket semua badan rasanya."

"Besok jam tujuh pagi kita harus ke rumah sakit ambil nomor antrian." Ferdy mengingatkan lagi adik bungsunya. 

"Iya, Kak. Ngomong-ngomong Ela laper nih, habis mandi temani cari makan di luar ya?" Pinta Sulaiha menuju kamar mandi dengan handuk di selempang ke lehernya. 

"Ah., kamu itu El, makan mulu kerjaannya. Percuma ikut aerobik tiap hari kalau makan terus," sindir Kak Ferdy.

"Biarin ye." Sulaiha berlari kecil masuk ke kamar mandi. Begitu juga dengan Ferdy yang akhirnya mandi di toilet.

***

Kesehatan adalah hal yang paling utama bagi semua orang, begitu juga Bima soal kebugaran selalu dijaga. Seminggu tiga kali terkadang berolahraga. 

"Sembilan... Sepuluh... Sebelas... Dua belas," hitungan Bima saat mengangkat beban.
"Ah..., Loyo amat hari ini berolahraga kurang suplemen susu sepertinya," ucap Bima. 

"Sudah selesai, Bang latihannya?" tanya Daniel yang baru saja selesai latihan treadmill. 

"Sudah, capek. Besok gak latihan lembur kerja aja dulu, kejar target mau beli HP android."

"Semangat, Bang, kerjanya."  

"Siap, Dan,"  Bima pun bersiap pergi.
"Eh, sekali-sekali ajak Dollmen tuh, olahraga, jangan kerja terus jadi buncit tuh perut, di depan laptop mulu. 

"Gak mau Bang. Susah diajak olahraga tuh anak."

"Aku pulang dulu Dan., Sudah jam 9 malam nih. Salam ya, buat cewek yang itu tuh, baju putih." 

"Bima ini bisa juga goda cewek," ucap Daniel.

Selesai berolahraga Bima niat mau membeli makanan. Karena rasa lapar yang sangat tidak tertolong sehabis berolahraga. Maklum para naga di perut sudah pada demo. Setelah berkeliling beberapa putaran di dekat Gym akhirnya ketemu juga,  tertulis Warung Soto Lamongan, selesai makan Bima  langsung mau pulang, baru mau naik motor dari kejauhan terlihat Sulaiha sedang jalan sambil membawa sekantong belajaan.

"Neng... Neng Arab! oy neng...!" panggil Bima dari parkiran warung. 

Sulaiha pun menoleh mencari asal suara yang tidak asing. 

"Cuma Bima yang berani memanggilku Neng Arab," batin Sulaiha. 

"Mau kemana, neng? malam-malam keluyuran? nanti diculik demit baru tau."

"Abang tuh ngpain malam-malam?" tanya Sulaiha dengan sedikit curiga. 

"Biasa habis olahraga, Neng Arab sendiri mau kemana?"

"Abah saya sakit Bang. Sekarang lagi terbaring di ICU, sempat tidak sadarkan diri pas pemeriksaan dokter spesialis saraf. Do'akan ya Bang, semoga abah sehat," kata Sulaiha dengan mata berkaca-kaca.

"Aku antar ke dalam ya Neng, sekalian mau lihat kondisi Abah bagaimana?"

Karena jarak rumah makan ke rumah sakit berdekatan, tidak terlalu jauh, maka Bima berniat mengantarkan Sulaiha, sekalian melihat keadaan Abah. 
 
"Boleh Bang, tapi kita cuma melihat dari luar saja karena jam besuk sudah lewat. Tau sendiri Rumah sakit ini ketat penjagaanya?"

"Iya Neng, aku cuma pengen liat kondisi Abah aja dari jauh."
...

Sampailah mereka di depan ruang ICU. Bima hanya terdiam membisu sambil mengerutkan dahinya dan mengepalkan  tangan sekeras mungkin.

"Keterlaluan! niat membunuh mereka ini," ucap pelan Bima saat melihat dari kaca jendela kondisi Abah Sulaiha.
 
"Kenapa? kok seram begitu raut wajahnya?" tanya Sulaiha karena berdiri di samping Bima. 
 
"Sudah berapa lama Abah sakit?"

"Hampir satu tahun, Mas." mama sulaiha menjawab dari belakang. 
 
"Eh, mamanya Sulaiha ya?" tanya Bima sedikit sungkan. 

"Iya, saya mamanya. kamu Bima, yang pernah ngusir macan dari badan Ela?" 

"Kejadiannya sudah lama, Bu."

"Apa yang kamu lihat dari Abah Ela sekarang?" 

"Mama ini apaan sih? kok langsung bertanya seperti itu ke Bima," sahut Sulaiha.

Dengan sedikit kesal Bima menjelaskan apa yang dia saksikan pada diri abah Sulaiha.

"Sebenarnya Abah ini lumpuh di setiap sendi tulang. Ada tulang babi yang menancap. Bahkan di dalam badan Abah ada makhluk bertanduk 1 dengan mata yang merah."

"Ya Allah.. Bang. Benarkah itu semua?" tanya Sulaiha bulir air matanya mulai keluar.

"Benar Neng. Itu yang aku liat."

"Bagaimana sekarang, bang? caranya biar Abah bisa normal kembali walaupun tidak 100 % pulih."

"Nah itu air di botol bawa sini abang bacakan doa dulu. Besok saat jam besuk kasihkan ke Abah. Semoga bisa membantu sedikit. Apa yang tidak baik bisa keluar dari badan Abah," jelas Bima menunjuk sebotol air milik Sulaiha.

Setelah lima belas menit  air dibacakan doa, air di berikan ke Sulaiha. 

"Ini Neng, airnya selesai. Besok kasih ke Abah minumkan saja langsung. Aku mau pulang dulu Neng. InsyaAllah besok habis bekerja Abang ke sini lagi tengok keadaan abah."

Lalu menoleh pada Ibu Sulaiha.
"Ibu saya pulang dulu. Jaga kesehatan juga bu."

"Iya Mas Bima. Terima kasih sudah membantu, besok ke sini lagi ya."

"Pamit dulu Bu. Assalamu'alaikum."

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya
close