Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

DENDAM BIMA (Part 2)


Di tengah perjalanan pulang ke rumah Bima merasakan ada seseorang yang mengawasi dari jauh. Entah dukun kampret musuh bebuyutan atau jin-jin tidak jelas asalnya. Sesampainya di rumah Bima langsung masuk kamar menunaikan shalat isya dilanjutkan berzikir membaca amalan-amalan meminta petunjuk kepada Allah soal sakit Abah Sulaiha. Sedang asik berzikir di tengah malam. Bima kedatangan tamu, tepat pukul 02.00 dini hari. 

"Asalamualaikum," ucap orang tua bersorban di hadapan Bima.

"Wa'alikumus salam."
 
"Hati-hati Nak, orang yang kamu hadapi ini ilmu Hitamnya sangat tinggi, pesanku jangan mudah terpancing emosi saat mengobati dan jangan lengah, soalnya dukun ini sudah mentaruhkan nyawanya agar Abah Sulaiha meninggal"

"InsyaAllah, minta do'a-nya semoga diberikan jalan terbaik."

Berbagai macam pesan dan ilmu agama yang beliau sampaikan hingga akhirnya adzan subuh hampir berkumandang, Bima merasa malam ini berlalu sangat cepat dengan kedatangan beliau yang sangat jarang kehadirannya.  Banyak pesan dan ilmu didapatkan dari jam dua sampai adzan subuh. 

***

Menjelang siang Sulaiha diberikan ijin oleh suster untuk masuk menjenguk melihat keadaan orang tuanya di ruang ICU. Sesuai dengan peraturan, mereka masuk ke dalam ruangan cukup berdua saja. Keadaan Abah terlihat masih sangat lemah selang oksigen masih tertempel di hidung. Selang infus pun terpasang di tangan kiri.

"Allah... Allah.. Allah," ucap Abah dengan pelan. 

Mendengar dzikir yang terus Abah ucapkan, hati Suliha semakin sedih. Walaupun sakit masih tetap mengingat Allah. Segera Sulaiha memberikan air dari Bima, Setelah meminum, perlahan-lahan Abah mulai sadar dan bisa berbicara padahal sebelumnya berbicara saja sangat sulit. 

"Si Bima jam berapa El, ke rumah sakit?" tanya mama. Sangat berharap Bima datang. 

"Mungkin selesai bekerja langsung ke sini. Nanti Ela BBM Bima, Ma," jawab Sulaiha. 

"Ngomong-ngomong kakak kamu kemana El, Kok belum datang dari malam tadi?"

"Kak Ferdy menyelesaikan pekerjaannya Ma. Mungkin besok baru ke sini, maklum kak Ferdy karyawan baru jadi gak enak minta ijin," jelas Ella.

Tidak lama mereka ngobrol suster penjaga datang memberi tahu kalau jam besuk hampir selesai, kebetulan doker spesialis sarap sebentar lagi mau datang untuk pengecekan.

Setelah mereka keluar tidak lama si doker datang dan alhamdulillah sudah bisa keluar dari ruang ICU karena kondisinya mulai membaik.

"Pak Abdulah sudah bisa dipindahkan jam dua belas nanti di ruang teratai," ucap salah satu asisten doker kepada Ela dan mama'nya.

Sulaiha sangat gembira karena Abah sebentar lagi akan dipindahkan ke ruang Teratai. 

"Ayok El. Kita pindahkan  pelan-pelan barang ke ruang Teratai," ucap mama.

Selama di dalam kamar Sulaiha melamun mengingat Abah yang dulu sehat segar bugar selalu membantu warga, mengajak Sulaiha kecil jalan, bercanda, apa saja yang di pinta pasti Abah berikan karena Sulaiha anak bungsu yang sangat dimanja orang tuanya. Tidak terasa air mata menetes, sangat berharap keajaiban akan kesembuhan Abah. Dalam lamunan Sulaiha terkejut, mendengar suara ketukan dibarengi salam seseorang di balik daun pintu.

"Assalamu'alaikum"

Segera Sulaiha berdiri dan membuka pintu, ternyata orang yang ditunggu berdiri tegak dengan membawa bungkusan Es cendol sambil tersenyum kearahnya. 

"Wa'alaikumussalam," jawab Sulaiha antusias. 

"Neng Arab gak kasih kabar kalau sudah pindah ruangan, untung tadi tanya sama suster yang cantik di sana," ucap Bima bercanda sambil menunjuk ke arah Suster cantik yang dimaksud. 

"Emang berani godain suster?"

"Berani dong, Kenapa? cemburu ya, Abang godain suster."

"Gak ye...  PD banget," jawab Sulaiha malu.

Sulaiha pun segera mempersilahkan masuk untuk melihat kondisi Abah masih terbaring lemas di atas kasur.
"Kenapa matanya merah, habis nangis ya? Mana mama kok gak ada?"

"Mama pulang bentar ambil baju bersih paling sebentar lagi kembali, sedih aja melihat Abah seperti sekarang."

"Do'akan saja neng, minta kepada Allah jalan yang terbaik. Jangan lupa sholat 5 waktu, do'akan Abah terus."

"Iya InsyaAllah, bagaimana selanjutnya, Bang, pengobatan Abah?"

"Tunggu Abah keluar dari rumah sakit aja, baru Abang obatin, ya."

"Kenapa tidak di sini saja, Bang?"
 
"Yaa sudah Neng kalau begitu. Abang pijit kaki sampai pinggang Abah, ya. Siapkan minyak urut aja neng. Selesai shalat isya, Abang urut Abah. Mudah-mudahan tulang yang ada di kaki dan pinggang Abah bisa keluar."

Kurang lebih 30 menit Bima mengurut Abah dengan telaten dan sabar. Dari kaki sampai ke paha lanjut bagian sendi kedua tangan dan terakhir di kepala. Setelah sekiranya cukup pengobatan pun di sudahi.

"Malam ini cukup dulu, kasian Abah, perlu istirahat juga."
 
"Iyaa bang. Semoga ada hasil yang bagus ya bang."

"InsyaAllah Neng."

"Abang pulang dulu, besok balik lagi ke sini, salam buat mama kalau sudah datang."

"Iya, Terima kasih sudah ke sini bantu Sulaiha dan Abah."

"Sama-sama neng. Abang pulang dulu. Assalamu'alaikum."

"Wa'aliakumus salam," balas Sulaiha. 

***

Setelah pengecekan dokter di pagi hari, Abah  diperbolehkan rawat jalan karena sudah bisa duduk dan makan dengan lancar. Hati Sulaiha dan mama sangat gembira. Secepat mungkin menghubungi Bima.

"Halo... Abah sudah boleh pulang nanti siang. Abang ke rumah kakak saja ya. Melanjutkan pengobatannya. alamatnya di jalan Cendana gang sebelas
Nomor 23, pas depan rumah ada jual Martabak."

"Siap Neng Arab. Nanti aku ke sana sepulang bekerja, mungkin habis shalat isya."

"Iya, Ela tunggu yaa."

Sehabis melaksanakan sholat isya Bima bersiap melanjutkan pengobatan, dengan rasa percaya diri motor yang dijalankan sedikit cepat, sambil melihat alamat yang diberikan tadi siang. Akhirnya sampai juga. Motor parkir di depan pagar. 

"Assalamu'alaikum," salam Bima dari luar. Setelah beberapa menit akhirnya keluar juga Sulaiha bersama Ferdy, kakak tertua dari empat bersaudara. 

"Masuk, kenalkan ini kak Ferdy." 

"Salam kenal mas. saya Bima."

Ferdy pun mempersilahkan Bima masuk, mereka duduk di ruang tamu. Ruang tamu berdekatan dengan kamar tempat Abah beristirahat sejak pulang dari rumah sakit, Sulaiha berlalu ke dapur membuat minum, tidak lama berselang keluarlah mamanya dari kamar. 

"Mas Bima yang pernah bantu mengeluarkan macan di badan Ela, kan?" tanya Kak Ferdy. 

"Kejadiannya sudah beberapa bulan yang lalu Mas," timpal Bima.

"Kita semua khawatir pas Ela menceritakan via Telpon kejadian saat itu. Abah Ela sampai mau ke Samarinda," tukas mama Sulaiha.

"Tapi semua aman ma, terkendali ada Bima," Sulaiha menjawab, sambil membawa minuman dan beberapa cemilan. 

"Ngomong-ngomong Abah bagaimana keadaannya?"
 
"Abah sudah lumayan, bisa duduk walaupun sebentar, makan dan minum juga lancar,"  jelas Mama Sulaiha. 

"Langsung saja, silakan masuk kamar," ucap Ferdy. 

Bima kemudian masuk ke kamar untuk melihat kondisi abah. Setelah mengamati ternyata jin bertanduk itu masih ada di dalam badan, tidak mau keluar. 

"Neng di urut saja dulu biar peredaran darah lancar," ucap serius Bima.

Pengobatan di lakukan selama 3 hari berturut-turut. Sehabis isya jadwal Bima datang. Hari pertama dan kedua mengurut Abah, semua berjalan lancar. Tiba-tiba saja Tepat di hari ke tiga, saat pengobatan tercium bau amis busuk yang tidak enak di ruangan. Semuanya mencium aroma busuk yang sangat menyengat. Mereka pun saling pandang. 
 
"Jangan ada yang bersuara, dzikir saja," ucap Bima ke semua orang.

Tiba-tiba Sulaiha, mama, dan Ferdy mendengar Abah mengeluarkan suara aneh, tidak seperti biasanya.

"Koe ora iso ngurak aku sekang kene!" (Kamu tidak akan bisa mengusirku dari sini)

"Sudah keluar saja dari pada aku bakar kamu di dalam," sahut Bima.

Sambil tertawa jin bertanduk satu  itu seolah-olah meremehkan ancaman Bima. Tidak lama berselang, tiba-tiba jin itu langsung minta ampun. Tangannya merapat ke dada menundukkan kepala. 

''Kenapa minta ampun? Sudah aku bilang keluar masih saja menantang!"

"Siapa yang datang? kok tiba-tiba minta ampun?" tanya Sulaiha tegang.

Bima tidak menjawab, masih fokus pada sosok jin tersebut.

"Siapa yang kamu lihat sekarang di sampingku?!"

"Ampun, aku bakal metu seko kene," (Ampun, Aku akan keluar dari sini) sahut jin tersebut, ketakutan.

"Siapa yang perintahkan kamu ke sini?" Bima bertanya dengan suara lantang.

"Aku di perintah Sodik kae lara ngati, soale saben ana wong sing mati neng kene, ora ana sing ngundang kae maning. Malah Abdullah sing diundang warga nek ana kenduren,"

(Aku diperintah Sodik dia sakit hati karena tiap ada warga yang meninggal dia tidak dipanggil oleh warga. Malah Abdullah yang sering dipanggil warga setiap ada hajatan)

"Oh.., begitu, jadi cuma gara-gara itu sampai kamu membuat sakit Abdullah, niatmu ingin membunuh Abdullah, iya kan?" rasa kesal Bima memuncak.

"Kamu mau masuk di dalam botol apa ikut orang yang di samping saya ini?" tanya Bima, mengatupkan rahang, menahan amarah.

"Cepat jawab!" teriak Bima hingga membuat Sulaiha ketakutan. Kesabaran sudah mulai hilang.

"Neng, tolong ambil botol kosong, Biar di kurung saja jin ini!" ucap Bima tanpa melepas pandangan dari jin itu.

Sulaiha menuruti perintah, lalu membawakan botol yang diminta. Alhasil jin itu berhasil di kurung tanpa perlawanan. Setelah Bima mengurung jin, secara  perlahan kesadaran Abah mulai pulih. Wajah Sulaiha, mama serta Ferdy sangat tegang, serasa tidak percaya pada apa yang dilihat.

"Abah... Bah! Bangun. Minum airnya dulu."

"Alhamdulillah... Abah sadar kembali. Istighfar, Abah, zikir jangan lepas," ucap Sulaiha.

Bima masih terdiam tidak ada suara. Dia sedang berbicara secara batin dengan sosok yang datang tadi membantu.

"Bang bima... Bang?" panggil Sulaiha. 

"Eh., Neng, maaf tadi konsentrasi ke alam sebelah hehehe. Bagaimana Abah sudah sadar?"

"Sudah, sekarang agak lumayan tidak seperti kemarin gelisah tiap jam segini," jelas Sulaiha sambil menatap botol yang dipegang.

"Itu botol isi jin ya? Mau diapakan nanti?"

"Neng mau, nih Abang kasih gratis ada garansi lagi hehehe."

"Gak ah, abang serem," kata Sulaiha bergidik ngeri.

"Oh iya, bener apa yang di ucapkan jin tadi, memang si Sodik kalau di kampung cuma jadi cadangan," ucap mama Sulaiha menjelaskan.

"Sedangkan Abah selalu di panggil warga kalau ada hajatan."

"Si Sodik sudah kita Anggap seperti sodara sendiri karena dia juga sering membantu saat di rumah ada acara atau kesulitan, tidak habis pikir tega betul membuat Abah Sulaiha seperti ini."

"Sudah Bu, jangan dipermasalahkan soal itu, yang penting Abah sudah mulai membaik kondisinya, biar Allah yang membalas semuanya," jawab Bima melirik jam dipergelangan tangan.

"Sudah malam bu, saya pamit dulu mau menyelesaikan isi botol ini biar aman semuanya."
 
"Terima kasih ya Bima, sudah banyak membantu keluarga kami ini."

"Sama-sama Bu. Saya hanya perantara saja semuanya kehendak Allah juga. Saya pamit bu, Assalamu'alaikum."

***

Setelah beberapa hari kondisi Abah Sulaiha mulai membaik setelah di obati Bima, betapa gembiranya Sulaiha melihat Abah bisa duduk makan minum walaupun tidak pulih 100% tetapi dengan kondisi seperti ini sangat jauh berbeda pada 3 minggu yang lalu.

"Bang... Abah besok dari rumah langsung pulang ke Tarakan," Sulaiha menelpon. 

"Iya Neng, maaf tidak bisa mengantar, salam aja buat mama dan Ferdy, soalnya sibuk bekerja hehe..."

"Hm... Bang, terimakasih banyak sudah membantu," Sulaiha sedikit ragu untuk mengatakannya, "Aduh gimana ya, Bang, menjelaskannya...."

"Hayo... Neng Arab naksir ya, hahahaha." tawa keras Bima.

"Sudah ah...  Abang ini ada-ada saja."

"Ya sudah Neng, semoga selamat sampai tujuan sekeluarga semoga Abah tetap sehat terus. 
Aamiin."

Setelah kepulangan Abah Sulaiha ke Tarakan Bima beraktivitas seperti biasa bekerja dengan semangat. Chat dengan Sulaiha juga lancar tiap hari menceritakan kegiatan selama di kampung halaman. 
 
"Kok aneh ya, badan ini," ucap serius Bima dalam hati.

Selama 2 minggu ini badan sangat aneh perasaan tidak menentu, bekerja saja kadang setengah hari. 
selesai shalat Ashar di rumah, bima mendapatkan kabar dari orang tua besorban saat datang, kalau nanti ada kabar kurang baik, setelah di tunggu-tunggu akhirnya kabar yang di maksud ada juga. Tepat di hari jum'at pagi Bima mendapatkan kabar dari teman dekat Neng Arab kalau Abah meninggal dunia. 

"Innalillahiwainnailaihiraji'un." ucap Bima.
 
Seperti petir menyambar disiang bolong, Bima sangat sedih mendengar kabar tersebut dan Langsung saja menghubungi Sulaiha 
memastikan kabar. Benar saja apa yang dikabarkan teman Sulaiha, Bima hanya terdiam setelah menelpon rasa tidak percaya tetapi inilah kenyataannya. 

"Pasti ini pekerjaan si dukun bajingan itu," gumam Bima geram.

Tiga hari setelah mendapat kabar Abah Sulaiha, Bima berniat membalas, hati sudah di penuhi dendam, amarah, nafsu, dan rasa ingin membunuh si Dukun secepat mungkin.

"Keterlaluan si dukun bajingan itu," geram Bima amarah yang tidak terkontrol.

***

Apakah Bima kembali memilih ke jalan hitam seperti dahulu demi membalas dendam? Nyawa dibayar nyawa  ini yang ada di hati. 

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close