Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

DENDAM BIMA (Part 3)


Sudah hampir dua minggu Bima tidak mengikuti shalat berjamaah di musalha dekat rumah. Para warga serta Pak RT menjadi heran melihat tingkah laku Bima berubah 360 derajat. Biasanya untuk membuka musalha dan mengumandangkan adzan selalu ada. 

"Tidak ada lagi suara adzan subuh anak muda itu pak?"

"Iya, ke mana anak muda itu? biasanya paling pertama membuka musalla dan mengumandangkan adzan," cetus pak RT.

"Mungkin anak itu lagi sakit atau ada urusan di luar kota, soalnya rumahnya sering sepi dan jarang terlihat ada aktivitas," ucap salah satu jama'ah musalla.

"Ada saja kok pak, anak muda itu di rumah. Saya masih lihat berangkat bekerja di sekitar pasar, cuma terkadang pulangnya agak cepat."

***

Bima berjalan tanpa arah, di pikirannya hanya satu membalas dendam terhadap dukun yang membunuh Abah Sulaiha. Masjid yang jaraknya tidak jauh, sambil melihat-lihat penjual sayur, ikan, pengemis, tukang parkir. Cuacanya pun sangat terasa panas. Sesampainya di halaman masjid terdapat beberapa penjual kembang serta minyak dan dupa. 

"Dupa sama menyan, Bu. kembangnya juga sekalian. 
Ada jual minyak ...., Bu?"

"Tidak ada Nak. Mungkin di sebelah masjid sana ada, coba ke sana nanti. Buat apa dupa sama menyan sebanyak ini Nak?" 

Bima hanya diam tidak menjawab pertanyaan si ibu. Dengan cepat langkah kakinya menuju ke sebelah sisi masjid sesampainya di depan penjual netranya pun tertuju pada sebotol minyak serta dupa dan beberapa kembang. 

"Minyaknya pak?"

"Berapa botol, Mas?"

"Tiga saja dulu nanti kalau habis saya ke sini lagi."

"Jualannya di sini saja, kan Pak. tidak ke mana-mana?"

"Iya Mas. Tetap di sini saya mangkalnya."

Pesanan yang di pinta Bima dengan segera di masukan ke dalam plastik hitam. Saat mau membayar pesanan seseorang memanggil dari arah belakang. Suaranya tidak asing di telinga bagi Bima. 

"Assalamu'alaikum."

Ustad Umar sahabat Bima menyapa dari belakang. 

"Apa kabarnya, lama tidak ketemu kita."
 
"Baik, Umar."

"Beli minyak ya, Buat apa memangnya? Eh, tapi sepertinya aku tau itu minyak kan buat ...."
 
"Diam saja kalau kamu tau!"
 
"Ingat, jangan kembali ke dunia hitam lagi. Cukup yang dulu Bima tenggelam di dunia hitam," nasihat Umar.

"Eh, Umar jangan sok-sok'an ceramah di depanku. Kalau mau ceramah di masjid sana!" Sergah Bima kasar.

"Ada apa, kok sampai seperti ini lagi Bang, ingat Allah! Apa yang sudah di lakukan nanti efeknya sangat besar untuk kehidupan ke depannya."

"Kamu bertanya ada apa? Tanya sana sama dukun yang bunuh Orang-orang di luar!" Seru Bima.

"Akan aku balas mereka lihat saja!"

Pak tua si penjual hanya melongo melihat kedua orang di hadapannya berdebat. 

"Istighfar Bang. Semua sudah ketentuannya, kita hanya bersabar menerima takdir Allah."

"Alahh... Ngomong apa kamu itu Umar di depanku ? Percuma!" Bima pun berlalu meninggalkan Umar yang hanya berdiri mematung melihat sahabat seperjuangannya berubah sikap. 

"Kalau abang perlu sesuatu cari saja saya di masjid ini." teriak Umar. Dengan rasa iba melihat sahabatnya yang hilang kesabaran dan hatinya di liputi rasa dendam dan benci, Umar pun mendoakan semoga  kembali ke jalan Allah. 

***

Sudah beberapa hari ini kecemasan di hati Sulaiha selalu muncul entah ada apa? Tanpa sebab yang jelas selalu kepikiran seseorang yang jauh jaraknya di Samarinda.

"Kenapa yaa? Bima akhir-akhir ini susah di hubungin," ucap Sulaiha cemas. Di depan teras rumah duduk bersama Vita. 

"Mungkin sibuk aja kali El. Bekerja, ya, kerjaannya?" tanya Vita, sepupu Sulaiha.

"Iya Vit. Setelah 40 hari abah, temani Ela ya, ke Samarinda menemui Bima. Ada yang mau aku bicarakan soal pesan Abah sebelum meninggal."

"Iya El. Nanti aku temani ke Samarinda sekalian daftar kuliah juga," jawab Vita.

***

Tasbih dan alquran tergantung di atas meja kecil yang di tutupi debu. Yang ada hanya bau dupa dan kemenyan di dalam rumah serta tersedia kembang di baskom kecil dan segelas kopi pahit.

Suasana dan aura rumah pun terlihat sangat angker. Warga yang lewat pasti ketakutan, karena  sering melihat hal-hal aneh di depan rumah. 
Bima memanggil penunggu hutan pedalaman Kalimantan, para Raja-raja jin hutan dan pengikutnya, semua demit yang dulu pernah digunakan dan dibuangnya, kini di panggil kembali demi menuntaskan dendam kesumat. Membalas perbuatan dukun dan si Sodik.  

"Rasakan kalian! Tiga hari lagi akan aku selesaikan ritual ini, tepat di malam jumat legi nyawa kamu Sodik dan si dukun jahanam itu akan aku cabut," gumam Bima. 

"Assalamu'alaikum... hentikan Nak. Jangan kamu kerjakan. Ini jalan setan bersekutu sama mereka dengan niat jahat, gunakan ilmu dan kelebihan kamu di jalan yang benar," ucap orang tua berpakaian putih yang sering memberikan nasehat kepada  Bima.

"Ada apa semua ini. Kamu memanggil jin-jin jahat dari pedalaman, kah?" tanya orang tua besorban.

"Sabar Nak, apa untungnya setelah membunuh?"

Bima hanya diam tidak menghiraukan nasehat para leluhurnya. Ternyata malam itu Bima kedatangan tamu lumayan banyak yang memberikan nasehat agar mengurungkan niat membunuh.
Tetapi karena hati sudah tertutup amarah dendam semua nasehat Beliau-beliau tidak dihiraukan.

***

Gedoran pintu dan suara panggilan dari balik pintu membuat Sulaiha terbangun. Karena mendengar kabar dari tetangga kalau Sodik sedang sakit parah 

"Ela... El... El, cepat bangun."

"Ada apa ma? Ini sudah tengah malam...," gumam Ella dengan mata setengah terpejam saat sang mama masuk ke kamar dan mengusik tidurnya.

"Temani mama ke rumah Sodik, tadi mama baru saja dapat telpon kalau dia sedang sakit parah." jelas mama di depan pintu dengan wajah tanda meminta anaknya. Sulaiha segera bersiap menemani kerumah Sodik. 

"Ngapain sih ma, ke sana! dia yang bikin Abah sakit, sampai meninggal. Bahkan dia pun dia tidak hadir saat prosesi pemakaman," jawab Sulaiha kesal. 

"Sudah El. Jangan diingat-ingat masalah itu kasian Abah kalau kita tidak ikhlas. Cepat El, kita ke sana jenguk."

"Iya ma, sebentar, El pakai jilbab dulu."

Setelah sampai, mama dan Sulaiha pun terkejut melihat kondisi Sodik yang kurus, lemah matanya terkadang tajam memandang ke tiap sudut ruangan. Badannya gelisah bergerak tidak jelas arah. 

"Sudah satu bulan bapak seperti ini, tiap senja di tengah malam gelisah bahkan sampai tiga hari tidak tidur dan makan. Baru saja bapak seperti orang ketakutan katanya dia baru saja melihat orang hitam dan perempuan rambut panjang. Kita di sini bingung bapak ini sakit apa. 
Ke Dokter pun sudah, dokter malah bingung mendiagnosa penyakit bapak ini," ungkap anak tertua Sodik. 

"Apa mungkin ini perbuatan Bima ya?" batin Sulaiha risau.

"Tidak mungkin dia melakukanya."

"Bima apa kabar El?" tanya mama tiba-tiba.

"Tidak ada kabar ma.  Mungkin sibuk, sudah hampir satu bulan ini susah di hubungi."

"Semoga Bima ada kabar ya El. Kalau ada kabar cepat tanyakan masalah ini yang sakit tidak wajar, kasian sekali seperti disiksa dia El." 

***

"Panasnya tidak enak ya Ma, aneh banget tidak seperti biasanya, udara pagi tadi juga kurang segar."

Sulaiha pun mengambil HP dan mengirim pesan.
 
"2 hari lagi 40 hari Abah, Bang mohon do'anya ya." BBM Sulaiha. 

"Tidak terasa 40 hari Abah sudah meninggalkan kita ma. Ela sangat rindu beliau."

"Do'akan saja El. Abah cuma butuh itu, dan hanya itu yang bisa kita lakukan. Ingat pesan Abah sebelum meninggal sholat 5 waktu jangan dilepas, dan pesan buat bima juga harus Ela sampaikan nanti kalau ke Samarinda," tutur mama Ela.

"Iya ma, nanti sama vita ke sana sekalian temani vita daftar kuliah juga." 

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close