Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

DENDAM BIMA (Part 4 END)


Tepat dimalam jum'at, Bima menuntaskan dendam. Tidak tanggung-tanggung Pasukan jin yang berkumpul sudah seperti pasukan perang yang siap membunuh si dukun jahanam itu. 
Dentuman yang keras terdengar di atap rumah. 

"Kurang ajar masih saja membalas. Berangkat kalian tujuh hantu hutan wujudnya bertanduk mempunyai ekor dan mata yang merah serta pengikut yang banyak. Sebelum subuh dukun dan Sodik harus kalian bunuh!" perintah Bima kepada makhluk dan jin-jin tersebut.
 
Di salah satu sisi yang lain, Dukun itupun tidak tinggal diam mengetahui akan di serang, si dukun juga menyiapkan pasukan jin siap tempur, sudah hampir mendekati jam tiga subuh. 
Bima dan si dukun itu saling serang menyerang, balas membalas mengirim jin-jin dan para siluman, seakan-akan peperangan besar terjadi, nyawa pun dipertaruhkan, siapa yang mati antara Bima atau dukun itu.
Seluruh jin dikerahkan, dari macan, kuntilanak, gunderwo, siluman ular, leak, sampai buto berbandan besar setinggi monas perut yang besar ikut andil dalam peperangan tersebut.
Senjata andalan Bima belum dikeluarkan. mandau terbang!

"Siapa yang paling kuat antara kita!" senyum tipis Bima seolah-olah sedang di atas angin dalam pertempuran ini.

Bau dupa dan menyan semakin menyengat di dalam rumah. Peperangan ini menyita perhatian alam sebelah yang ikut menyaksikan betapa kuatnya ilmu hitam mereka. Karena tenaga dan kondisi keduanya sudah hampir habis.

"Berangkat Mandau terbang!" perintah Bima.
Kalau ini tidak berhasil, kemungkinan Bima yang akan tewas atau malah sebaliknya.

Tepat di jam 04.30 Bima mendapatkan bisikan dari jin-jin tersebut kalau dukun dan si Sodik sudah tewas, tetapi tidak semudah itu percaya kalau dukun bajingan serta Sodik tewas. Bima menggunakan ajian 𝒎𝒂𝒍𝒊𝒉 𝒓𝒐𝒈𝒐 melihat secara langsung ke sana, ternyata benar saja mereka berdua tewas. 

Bima tertawa puas dengan bangga, apa yang diinginkan telah tunai, nyawa dibayar nyawa. 
Dendam pun sudah terbalas.

***

Gedoran pintu kamar Sulaiha membuat-nya terbangun saat mendekati adzan subuh.
 
"El bangun!" panggil mama dari balik pintu.

"Pak Sodik meninggal jam empat tadi."

"Innalillahiwainnailaihiraji'un, iya Ma selesai shalat subuh Ela pun berangkat ke rumah duka bersama Vita."

Setelah sampai di rumah duka Sulaiha dan Vita segera masuk dan menyempatkan membaca Yasin. Usai membaca Yasin mereka berdua terlibat percakapan.

"El, seram banget liat pak Sodik meninggalnya!"

"Seram apaan, jangan ngaco ah!"
 
"Sumpah, Seram! kamu gak liat di luar sana ada  perempuan membawa mandau?"

"Sudah ah, kamu itu Vit, aneh-aneh saja yang di ceritakan! Aku tau kamu bisa melihat hal-hal gaib!"

"Tapi aku cuma melihat saja El."

"Sudah ah, jangan ditegur nanti malah diikutin kamu Vit," nasehat Sulaiha.

"Mending kita ke dapur saja El, bantu ibu-ibu mempersiapkan bunga dan minuman buat para pelayat."

Setelah dikubur, para warga sangat ramai membicarakan kematian Sodik seperti tidak wajar. Malam sebelum meninggal pun lolongan anjing serta suasana kampung sangat aneh tidak seperti biasanya, binatang hutan bersahut-sahutan. Dukun di tengah hutan katanya meninggal juga bersamaan dengan pak Sodik. 

"Sudah-sudah! bubar kalian ini gosipin orang yang sudah meninggal tidak baik, pamali," ucap sesepuh kampung Arab.
Seketika itu juga para warga yang sudah berkumpul membubarkan diri kembali ke rumahnya masing-masing.

***

Tetangga sebelah kanan dan kiri pada siang hari berdatangan membantu memasak buat tahlillan empat puluh hari Abah. Di kampung Arab khusunya sikap bergotong-royong, saling tolong menolong masih banyak.

"El, kapan ke Samarinda, bersama Vita kan kesana?" tanya Mama sambil memasak. 

"Iya Ma, besok pagi berangkat, setelah selesai tahlillan empat puluh hari Abah, besok pagi El sama vita langsung ke Samarinda." jawab Sulaiha. Rasa senang, gembira di hati muncul karena sebentar lagi bertemu Bima kembali. 

"Senang banget kamu El? Oh... Pasti kepikiran nanti ketemu Bima di sana, ya?"

"Mau tau aja kamu Vit, eh siap-siap bentar lagi tamu undangan tahlillan Abah mau datang!"

Setelah acara tahlillan empat puluh hari Abah berjalan lancar, Sulaiha dan Vita langsung mempersiapan perlengkapan buat besok ke Samarinda.

Vita kuliah di Samarinda, Sulaiha pun mendapatkan panggilan kerja di suatu Bank. Sesampainya di Samarinda mereka berdua beristirahat sejenak di rumah kak Ferdy yang kosong. Lagi pula Kak Ferdy jarang ada dirumah karena tugas pekerjaan.

***

"Malam ini kita ke rumah Bima ya Vit?"

"Kamu yakin malam-malam ke sana?"

"Iya Vit, Bima gak ada kabar sama sekali aneh banget, tidak seperti biasanya dia seperti ini!"

Selesai sholat maghrib Sulaiha langsung menuju ke rumah Bima dengan menggunakan kendaraan roda dua bersama Vita,  perjalanan-nya lumayan jauh mungkin empat puluh lima menit jarak tempuhnya. 
Sesampainya di depan rumah terkejut Vita melihat sosok-sosok penunggu rumah,  Sulaiha pun merasa kurang nyaman saat mau memasuki rumah Bima. 
 
"Yakin kamu El, ini rumah Bima?" Netra Vita tidak berani terlalu lama memandang ke arah halaman.

"Iya Vit, aku pernah kok kesini waktu masih kuliah."

"Ya sudah kamu saja El yang masuk, aku di luar saja. Seram yang di atas pohon ketapang itu wajahnya penuh darah sama perempuan membawa mandau juga ada di depan pintu," terang vita. 

"Sama-sama kita masuk! Kamu sih kebanyakan nonton horor gini akibatnya!"

Sulaiha dengan memberanikan diri mengetuk pintu dan mengucapkan salam,  selama lima menit tidak ada suara atau balasan, mencoba menghubungi HP Bima juga tidak aktif,  saat mau pulang tiba-tiba saja pintu terbuka dan suara perintah menyuruh sulaiha masuk rumah.

"Masuk aja maaf berantakan." 

Terkejut Sulaiha melihat Bima seperti tidak sehat, dan bau kemenyan serta dupa menyerbak di seluruh ruang. 

"Bau apa ini? Apa yang sudah Abang lakukan di sini?  Telpon tidak di jawab BBM pun apa lagi?"

Sambil melihat sekeliling ruangan terlihat wadah sajen serta dupa yang masih menyala. 

"Mau ngapain kamu ke sini. Ceramah memberi nasehat! Kalau niatnya itu pergi saja keluar dari rumahku!" bentak Bima kasar.

"Astaghfirullah. Ada apa semua ini? Abang melakukan apa?" 

"Si Sodik pasti sudah tewas sebelum empat puluh hari Abah. Mampus rasakan itu semua! Apa perlu aku habisi semua keluarganya?"

"Tau dari siapa Bang, kalau Sodik meninggal? Abang yang sudah melakukannya?"

"El ayok balik, Bima seperti orang kesurupan seram," ucap Vita berbisik.

"Iya aku yang membunuh dukun bersama Sodik malam itu juga," tutur Bima.

"Astaghfirullah tobat, Bang. kembali ke jalan Allah!"

Bima dan Sulaiha pun adu mulut sampai akhirnya terdengar suara salam dari kejauhan.
Ternyata Ustad Umar datang.

"Bang istighfar jangan lupa dulu kita pernah di dunia hitam, bahkan Bima sendiri yang tobat duluan dan menarik saya keluar dari dunia hitam. Kenapa sekarang malah seperti ini?"

"Bang, aku ke sini cuma mau menyampaikan amanat Abah tidak lebih," kata Sulaiha sambil meneteskan air mata. Karena tidak sanggup berkata-kata Vita yang maju dan menyampaikan Amanat. 

 [Aku jodohkan kamu dengan Bima, tolong sampaikan ke dia–Bima. Mudah-mudahan tawaran ini bisa diterima.] 

Terkejut Bima saat tau isi pesan abah, lutut  tiba-tiba bergetar hebat, dada pun sesak. Mulut membisu tidak bisa berkata apa-apa.
 
"Ayok El kita pulang,  yang penting pesan amanat sudah kita sampaikan terserah dia saja bagaimana," ucap Vita.

"Bang, Sulaiha pamit ya, semoga bisa kembali ke jalan Allah."

Bima hanya terdiam melihat Sulaiha dan ustad Umar berbalik pulang, Rasa menyesal mulai menyelimuti hati "kenapa sampai seperti ini kembali ke dunia hitam."

***

Tiap hari Bima berjualan ke sana kemari seperti biasa, sesampainya di depan masjid, niat hati mau istirahat siang tiba-tiba saja terdengar dari arah masjid lantunkan syair sholawat guru besar Kalsel yang sangat merdu menyentuh hati yang gelisah, risau,  
Seperti cahaya menembus pekatnya kegelapan di dalam hati, gersangnya hati disiram air syair-syair beliau. Rasa tenang menyelimuti  setiap insan yang mendengar. 

"Allah Hu akbar,  ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLALLAH, WAASYHADUANNA MUHAMMADAR RASUULULLAH." Ucap Bima. 

Tanpa terasa air mata  Bima menetes, hidayah pun masuk ke dalam hati, menyesal sangat menyesal apa yang sudah dilakukan semua ini salah bahkan melampaui batas.

***

Berkunjung Sulaiha dan Vita ke rumah pak Umar,  saat pulang dari rumah Bima, sempat meminta nomor HP pak Umar. 

"Bima itu sangat baik orangnya, dia yang menarik saya dari lembah kegelapan dan menyuruh saya menjadi muadzin Mesjid ini, Kenapa malah Bima sampai kembali ke dunia hitam?" Dengan wajah kecewa Umar berbicara.

"Semua ini mungkin salah Sulaiha ustad, saya yang meminta ke Bima buat bantu pengobatan Abah."

"Tidak ada yang salah ini semua jalan Allah kita do'a kan semoga Bima segera bertobat," ucap Umar. 

Tiba-tiba saja dari kejauhan ada suara ucapan salam yang sangat dirindukan Sulaiha dan Umar. Terkejutlah mereka melihat seseorang berdiri di depan pintu dengan posisi tegak sambil membawa bungkusan Cendol,
Sulaiha, Vita dan Pak Umar pun terperangah, bingung.

"Boleh saya masuk?" tanya Bima.

"Silakan masuk, Bang. Duduk! maaf kami terkejut melihat kedatangan abang yang tiba-tiba."

"Neng Arab kok diam?" Tanya Bima Sambil menyeringai.
 
Di dalam hati Sulaiha ini benar Bima, cuma dia yang berani manggilnya neng Arab.
 
"Woy! Neng Arab bengong aja." 

"Kamu jahat, Bang!" raung Sulaiha berhambur memeluk Bima sambil menangis. Ia juga memukul berkali-kali lengan Bima.

"Mohon maaf semua, Abang sudah lepas dari jalur, dendam amarah nafsu ini membuat hati buta bahwa semua yang abang lakukan salah besar sampai meminta bantuan jin-jin kafir itu,  yaa Allah semoga dosa aku di ampuni," lirih sesal bima.

"InsyaAllah, Bang, selama nafas masih ada pintu tobat terbuka lebar, perbanyak istighfar Bang," ucap Ustad Umar.

"Maaf Umar kata-kataku kemarin tidak sopan kepadamu."

"Aku maafkan bang, saya paham keadaan kemarin melihat Abang lepas kontrol."

"Bagaimana cara melepas jin-jin jahat ini dari saya, kemana saja mereka selalu ikut!"

"Pelan-pelan Bang, dibuang apa yang tidak baik, inilah resikonya bersekutu dengan jin kafir."
 
Sulaiha masih tidak percaya melihat Bima berubah seperti dulu lagi.

"Neng Arab maafin Abang yaa sudah bikin seperti ini, saya janji tidak akan mengulanginya lagi."
 
"Janji sama Allah saja, Bang," sahut gadis itu  dengan nada kesal.

"Iya Neng itu pasti. Ngomong-ngomong Neng kalau ngambek tambah manis mukanya," rayu Bima.

"Gombal Bang. Eh dupa, menyan segala sajen sudah dibuang?"

"Ya sudah dibuang Neng semuanya."

"Maafkan abang ya, Neng!"

"Hem ada syaratnya," sahut Sulaiha sambil tersenyum penuh arti.

"Apa?"

"Sulaiha dan Vita gratis makan es cendol sebulan penuh."
 
Bima bengong sambil garuk-garuk kepala. 
 
"Bagaimana Bang? hehehe."

"Iya sudahlah neng kalau itu syaratnya, mau bagaimana lagi," sahut Bima dengan senyum lebar.
 
Tertawa Sulaiha dan Vita melihat Bima seperti orang bingung.

-TAMAT-

Semoga cerita ini bermanfaat Buang yang buruk ambil yang baik, tidak ada manusia yang sempurna, kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
close