Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TALDEA DJALIL (Part 1)


"Taldea djalil" Bima menyebutnya salah satu nama pemimpin jin terkuat yang pernah di temui pada cerita ini silahkan di simak.
 
Di pedalaman arah timur Borneo banyak pantangan larangan bahkan urband legend menyelimuti suatu kampung terpencil, bahkan akses ke sana hanya jalan setapak serta penerangan yang minim. 

Walaupun di kelilingi pohon besar dan hutan yang tidak pernah di jamah manusia satu pun, tetapi penduduk di sana sangat ramah. Akan tetapi, sangat jarang orang luar bisa masuk saat matahari terbenam, mereka, para pendatang bahkan warga tidak berani meneruskan perjalanan ke sana.
Mereka lebih memilih menginap di jalan atau singgah di rumah-rumah warga dari pada meneruskan perjalanan ke kampung Bayang.

"Ustad, kita nginap di sini saja dulu bahaya kalau diteruskan," ucap Pak Yusuf ketua adat Kampung Bayang. 

Ustad Umar dan Bima terpaksa menginap di rumah warga sampai besok subuh. Pak Yusuf dan 1 warga kampung yang menjemput dari Samararinda ke Kampung Bayang. 

"Ada apa pak? Kenapa tidak di teruskan perjalanan kita tadi? dua jam lagi kan sampai," tanya Bima.

"Eh... bahaya! Banyak kejadian aneh kalau sudah malam di sini!"  jelas Pak Yusuf.

"Bahaya bagaimana pak yusuf?" tanya Bima.

Dari dapur datang si pemilik rumah sambil membawa teh hangat dan cemilan singkong goreng, disuguhkan buat Ustad Umar dan Bima. 

"Sudah banyak warga ataupun pendatang menghilang dalam perjalanan malam ke sana. Mereka hilang berminggu-minggu, sampai ditemukan warga yang hendak ke kebun dalam keadaan membusuk, di tengah hutan terlarang–kami menyebutnya."

Bima melihat, memang daerah sini sangat kental aura mistisnya. Tidak heran warga lebih memilih menginap di mana saja asal tidak melakukan perjalanan ke sana saat malam.

"Sebaiknya kita istirahat saja, sudah terlalu larut malam," ucap si pemilik rumah.

Penerangan hanya di temani lampu tembok. Tidur beralas hambal–sebutan orang Samarinda untuk alas serupa karpet yang lebih lentur–seadanya, rumah kecil berdinding kayu di tengah hutan dan rimbunan pepohonan di sekeliling. Ustad Umar bersama Bima belum juga bisa terlelap.

"Ustad bangu!" sambil berbisik si pemilik rumah memberi pesan.
"Kalau ada bau, suara gaduh di luar, jangan di tegur!"

"Iya, Bu! Saya paham kok." Ustad Umar sudah memahami daerah pedalaman memang seperti itu apalagi di tengah hutan rimba seperti ini.

Waktu menunjukkan pukul 12 malam, suara sepi semakin menyelimuti, bahkan beberapa binatang bersahutan. Ustad Umar dan Bima masih susah tertidur karena suara ramai di luar rumah, seperti ada pasar malam atau pesta kampung. Rasa penasaran Umar akhirnya memberanikan diri mengintip dari selah satu papan lubang dinding rumah.

"Umar, jangan! Biarkan saja mereka berpesta di luar," tegur Bima.

"Astaghfirullah." yang dilihat Umar bukan manusia tapi para makhluk jin sedang berbaris mengelilingi rumah, ternyata suara itu hanya tipuan saja. 
Ustad Umar menatap Bima yang lagi berbaring.

"Kenapa? Apa kataku jangan di lihat?"  tutur Bima santai.

"Namanya penasaran, Bang. Ternyata ada kampung jin di sini." wajah Umar panik merasa tidak nyaman setelah melihat keluar.

"Tunggu di sini jangan ikut keluar." Bima merasa mereka marah dengan Umar.

Setelah di luar rumah Bima mencoba berkomunikasi dengan para makhluk penunggu hutan. Tidak main-main yang datang, penuh sesak di luar. Hampir tidak ada celah ibarat manusia, sudah tidak muat bahkan lewat saja susah.

"Maaf atas kelancangan teman saya tadi menganggu kalian." Bima berbicara kepada semua penunggu hutan yang sudah datang.

Dari kejauhan ada laki-laki berbaju hitam dengan para pengawal dua ekor ular besar. 

"Hai...  Ada apa kamu datang ke sini? Mau menantang saya?" sergah makhluk itu.

 Sepertinya dia pemimpin jin-jin yang ada di sini. Bima hanya diam tidak menjawab dan sedikit senyum saja. 

"Nama kamu sudah terkenal di alam kami. Bagaimana pun juga cepat tinggalkan daerah ini! Aku tidak suka!" Pemimpin Jin itu sangat terganggu dengan kehadiran Bima.

"Santai dulu dong. Kan saya cuma numpang tidur di sini semalam, besok subuh juga mau melanjutkan perjalanan kembali," ungkap Bima seperti tidak ada ketakutan di wajahnya.

"Kalian harus angkat kaki dari sini kalau tidak...." Pemimpin para jin hutan itu terdiam memalingkan wajahnya ke arah lain, jin yang sudah mengelilingi rumah yang sangat banyak itu juga tiba-tiba mundur.

"Kenapa diam? Saya datang baik-baik. Ini alam Allah tidak ada larangan saya kemana saja. Bahkan sebelum datang saya sudah memberi salam meminta ijin."

Pemimpin para jin hutan itu hanya diam tidak berani menjawab pertanyaan Bima, walaupun jaraknya jauh tetapi sangat jelas para jin itu melihat ada kedatangan orang tua bersorban sedang menunggangi kuda putih.

"Masuk aja ikam, Nak! (masuk saja kamu, Nak) Soal ini biar aku yang urus."

Bukan hanya orang tua yang datang bahkan jin-jin muslim juga ikut hadir seperti siap perang membantu Bima kalau situasi kurang kondusif.

"Saya aja yang urus Pian (saya saja yang mengurus sampean) di sini saja dulu," pinta Bima.

Bima berjalan menemui laki-laki berjubah hitam itu, melewati Barikade pasukan jin hutan. Ibarat film sudah seperti The Lord of the Rings, karena terlalu banyaknya yang datang. Setalah berhadapan muka, hanya berjarak dua meter dengan laki-laki berpakaian serba hitam itu, Bima mencoba berdiskusi dengan baik-baik.

"Angkat kepala kamu! Lihat yang datang bersama saya!" Bima menunjuk ke arah belakang.

"Hormati para pendatang jangan kalian usik selama mereka sopan santun di wilayah kalian jangan sekali-kali di ganggu bahkan mengancam nyawanya," jelas Bima.
 
"Mau apa kalian ke Kampung Bayang? Di sana tidak ada apa-apa!" sergah makhluk itu.

"Kami ke sana membantu warga yang sedang sakit dan berdakwah menyebarkan agama Islam apa salah?" 

Dengan cepat buto besar dua kali lipat setinggi menara Eiffel datang membisikkan sesuatu ke Bima.

"Ijinkan aku memakan mereka semua tuan. Terlalu lama diskusi ini membuat aku habis kesabaran!"

Masih ingat cerita Dendam Bima? dia salah satu jin setinggi monas. Sekarang sudah lebih besar lagi, dia sudah masuk islam dan selalu siap menjaga Bima ke mana saja. 

"Ini urusanku sama dia. Kamu diam saja jaga penghuni rumah dan Umar," perintah Bima kepada Buto raksasa. Buto itupun kembali ke belakang dengan terpaksa.

"Jadi kalian...  yang sering mengganggu orang-orang yang lewat saat malam hari? Kenapa apa salah mereka!?" sergah Bima emosi.

"Aku tidak suka orang seperti kalian! Yang menyebarkan apa itu, aku tidak mau menyebutnya." Jin itu enggan menyebut agama Islam

"Ya sudah kami tidak menganggu kalian. Setelah sholat subuh kami akan melanjutkan perjalanan."

"Seenaknya kalian pergi! Aku meminta syarat sebelum pagi. Siapkan tiga ekor ayam hutan serta satu kepala babi betina taruh sajen itu di pohon besar di tengah hutan ke arah selatan," pinta pemimpin jin itu kepada Bima. 

"Nama kamu siapa? Permintaan itu tidak akan aku kabulkan!" 

"Perempuan itu akan aku bunuh!" Dengan cepat, angin kencang datang. Semua pasukan makhluk hutan itu menghilang dengan dalam hitungan detik di ikuti suara, "Mereka memanggilku Taldea Djalli."

***

Tiga hari sebelum ke Kampung Bayang, Bima dan Ustad Umar kedatangan tamu, meminta bantuan anaknya yang sudah dua tahun sakit. Kebetulan Ustadz Umar pernah mengisi ceramah di sana. Anaknya Yusuf, sudah di bawa berobat kemana-mana, tetap saja belum ada perubahan. Dokter yang mendiagnosa juga merasa bingung, tidak ada penyakit yang serius. 

***

Setelah pertemuan dengan pemimpin jin itu Bima hanya beristighfar sambil berjalan ke arah rumah menemui Ustad Umar dan Pak Yusuf.

"Terimakasih  sampean sudah datang. Do'akan ulun (doakan saya) semoga kawa (semoga bisa) membantu anak Pak Yusuf di Kampung Bayang."

"Insha Allah Nak. Assalamu'alaikum."

Orang tua bersorban dan para jin muslim pergi bersamaan.

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya
close