Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SUAMI (Part 7 END)

Marlina begitu syok ketika dokter memberitahukan kalau dirinya mengidap suatu penyakit yang mematikan..

Kanker rahim.

Ya Tuhan...

Apakah ini akibat dari pesugihan itu? Atau ini benar-benar murni penyakit teguran dari Tuhan? Dia tak tau.

Siang-malam Marlina terus memikirkannya. Dokter menyarankan agar rahimnya segera diangkat kalau dia mau selamat, sedangkan dia masih butuh organ reproduksinya itu untuk membuahi telur.

Mana yang harus dia pilih?


SUAMI (Bagian 7 Akhir)

Sejak saat itu, sang siluman selalu mendatangi Marlina dalam wujud ularnya yang menjijikkan.

Tak ada lagi wujud lelaki mempesona, tak ada lagi sensasi senggama yang luar biasa. Kini yang ada hanya rasa sakit serta bau busuk yang membuat Marlina kian menderita.

Marlina tak tau kenapa bisa begitu. Selama beberapa tahun dia hanya berusaha untuk tetap kuat.

Semua itu demi masa depan Sinta yang sebentar lagi lulus kuliah. Marlina berharap setelah itu Sinta akan mampu mandiri tanpa harus bergantung lagi pada dirinya.

Segalanya berjalan sesuai harapan. Setelah lulus kuliah, Sinta pun membuka sebuah resto dan cafe kekinian mengikuti trend yang memang sedang menjamur.

Tak seperti toko kosmetik milik Marlina yang terkesan alakadarnya, resto milik Sinta sengaja didirikan dengan perencanaan yang matang dan serius.

Berbekal ilmu yang dia timba selama masa kuliah serta dukungan materi dari Marlina yang seolah tanpa batas, usaha resto milik Sinta pun berkembang sesuai harapan.

Dalam waktu singkat, telah berdiri beberapa cabang sebagai lambang kesuksesan dari bisnis tersebut.

Marlina jelas bahagia. Dia merasa tujuannya telah tercapai meski semua itu harus dia tebus dengan harga yang mahal.

Kondisi tubuhnya kian lama kian menurun. Bahkan kini dia kerap merasakan nyeri pada perutnya padahal belum tiba waktunya untuk bertelur.

Semua itu tak luput dari perhatian Sinta. Gadis yang kini telah tumbuh dewasa itu mulai mencium gelagat mencurigakan dari kondisi mamanya yang makin payah.

"Ma, kita ke rumah sakit ya? Biar kita bisa tau apa penyakit mama." Desak Sinta pada Marlina.

"Nggak usah Sin. Mama baik-baik aja kok." Jawab Marlina coba redakan kekhawatiran Sinta.

Tapi Marlina hanyalah wanita biasa. Kekuatannya ada batasnya. Dalam satu situasi, Marlina tiba-tiba saja ambruk hingga harus dilarikan ke rumah sakit.

Dan setelah melakukan serangkaian pemeriksaan, Marlina begitu syok ketika dokter memberitahukan kalau dirinya mengidap suatu penyakit yang mematikan..

Kanker rahim.

Ya Tuhan...

Apakah ini akibat dari pesugihan itu? Atau ini benar-benar murni penyakit teguran dari Tuhan? Dia tak tau.

Siang-malam Marlina terus memikirkannya. Dokter menyarankan agar rahimnya segera diangkat kalau dia mau selamat, sedangkan dia butuh organ reproduksinya itu untuk membuahi telur. Mana yang harus dia pilih?

Namun Marlina tak mau terjebak dalam dilema. Setelah melalui pertimbangan yang matang, akhirnya dia sampai pada satu keputusan..

Dia akan membuang rahimnya...

Dia merasa sudah tak punya lagi alasan untuk mempertahankannya. Meski dia tau dengan begitu artinya dia tak mungkin lagi bisa membuahi telur, tapi dia tak perduli. Dia sudah lelah. Dia ingin berhenti.

Singkat cerita, akhirnya Marlina benar-benar melakukan operasi pengangkatan rahim. Namun setelah sukses menjalaninya, timbul satu pertanyaan yang mengusik dalam benaknya.

Kini dia sudah tak mungkin lagi bisa membuahi telur sebagai sarana mencari tumbal. Lalu apa yang akan terjadi nanti?

Mungkin hanya mak Enok yang bisa memberi jawaban. Tapi Marlina sudah enggan untuk berhubungan dengan wanita tua itu lagi.

Akhirnya marlina hanya bisa menjalani hari-harinya dengan pasrah. Apa pun yang terjadi, terjadilah. Namun dia tak mau terlihat sedih di mata Sinta. Dia berusaha terlihat bahagia demi menutupi semua kegelisahannya.

***

Hingga memasuki tahun yang berikutnya, tiba waktunya untuk kembali memberikan tumbal. Saatnya pembuktian.

Sang siluman kembali datang dalam wujud ularnya yang licin berlendir menebarkan bau busuk, lalu menggagahi Marlina kemudian pergi dengan meninggalkan uang yang berserakan di lantai.

Setelah itu, Marlina hanya bisa menunggu. Mestinya dalam beberapa hari ke depan, dia akan merasakan nyeri pertanda dirinya akan bertelur. Tapi dia yakin hal itu tak mungkin lagi bisa terjadi.

Setelah sepuluh hari, rasa nyeri itu memang kembali datang. Namun kini rasa sakitnya hadir bersamaan dengan darah berbau busuk yang keluar dari organ kewanitaannya.

Semua itu terus dialami Marlina hingga lewat batas waktu untuk memberikan tumbal. Marlina pasrah. Dia pun telah siap jika sang siluman datang untuk menjatuhkan hukumannya.

Namun setelah beberapa hari, sang siluman tak kunjung datang. Tapi Marlina masih terus menunggu di tengah rasa nyeri dan darah busuk yang terus keluar dari kemaluannya.

Hingga lewat beberapa bulan, sang siluman akhirnya muncul juga. Tapi kedatangannya kali ini bukan untuk menghukum Marlina, melainkan untuk kembali menggaulinya seperti yang sudah-sudah.

Namun kali ini ada satu hal yang berbeda. Setelah sang siluman puas mengumbar harsatnya lalu pergi, tak ada lagi uang yang bertebaran di lantai seperti biasanya.

Marlina jelas heran, namun dia tak berani protes. Dia yakin semua itu akibat dari dirinya yang tak mampu lagi memberikan tumbal.

Sejak saat itu, sang siluman kerap datang namun tak pernah lagi memberikan uang sebagai imbalan.

Marlina jelas tersiksa. Tapi dia sadar kalau dirinya tak mungkin menghindar apalagi menolak kedatangan sang siluman yang kini seolah menjadikannya sebagai budak pemuas nafsu belaka.

Akibat daripada itu, kondisi Marlina terus merosot. Badannya makin kurus dan layu. Darah busuk tak henti keluar dari kemaluannya.

Semua itu tentu saja membuat Sinta heran sekaligus khawatir. Gadis itu benar-benar tak habis pikir. Tadinya dia mengira mamanya akan baik-baik saja setelah rahimnya diangkat. Tapi kenapa kondisinya justru kian memburuk? Apa yang sebenarnya terjadi dengan mamanya?

Demi menemukan jawabannya, Sinta pun kembali membawa Marlina ke rumah sakit. Namun kali ini tim dokter kebingungan karena tak mampu menemukan penyebab dari semua itu.

Akhirnya Marlina kembali dibawa pulang atas permintaannya sendiri. Dia sadar kalau pergi berobat hanyalah sia-sia. Tak ada yang bisa menyembuhkannya.

***

Sejak saat itu, dia sengaja mengurung diri untuk menyembunyikan kondisinya demi menghindari pergunjingan dari orang-orang.

Namun entah kebetulan atau bukan, bersamaan dengan itu, usaha resto milik Sinta yang tadinya berkembang dengan pesat, mendadak mengalami kemunduran.

Beberapa cabang yang sebelumnya terbilang ramai, tiba-tiba saja jadi sepi hingga akhirnya terpaksa tutup dan kini hanya menyisakan satu cabang saja. Itu pun dengan omset yang tergolong pas-pasan.

Sinta amat terpukul. Dia benar-benar tak tau kenapa jadi begitu. Segala cara dia tempuh demi membangkitkan kembali usaha resto miliknya, namun sejauh ini belum membuahkan hasil.

Hal itu jelas membuat Marlina sedih. Bagaimana tidak? Dia merasa rencananya telah gagal.

Dia benar-benar tak menyangka kalau usaha milik putrinya juga akan terkena imbasnya. Kini dia hanya bisa meratapi nasib karena tak mampu berbuat apa-apa.

Akibat dari pada itu, sedikit demi sedikit harta Marlina terkikis demi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mau bagaimana lagi? Tak ada lagi uang pesugihan yang selama ini selalu dia andalkan.

Namun rupanya Sinta belum mau menyerah. Atas seijin Marlina, beberapa aset sengaja dijual demi untuk membangkitkan kembali usaha restonya yang mati suri.

Tapi ternyata semua itu belum lah cukup. Situasinya tak kunjung membaik. Sinta pun akhirnya nekat meminjam uang dari bank bermodalkan sertifikat rumah yang kini jadi satu-satunya harta yang tersisa.

Tapi setelah itu, tetap tak ada perubahan yang berarti. Hingga akhirnya Sinta pun menyerah.

Dia tak tau lagi harus bagaimana di tengah jeratan hutang yang melilit serta kondisi kesehatan Marlina yang terus memburuk.

Marlina kini hanya bisa terbaring di tempat tidur. Tak ada lagi Marlina yang dulu. Yang ada hanya seorang wanita bertubuh kurus kering dengan darah berbau busuk yang terus meleleh keluar dari kemaluannya.

Namun dengan kondisinya yang seperti itu, sang siluman masih terus saja datang untuk mengumbar nafsu.

Marlina hanya bisa menangis di tengah rasa sakit luar biasa setiap kali dia dipaksa melayani siluman jahanam itu.

Marlina sudah tak tahan. Rasanya ingin mati saja. Kini dia benar-benar menyesal telah menempuh jalan sesat itu. Tapi tak ada jalan untuk kembali.

Hingga suatu hari, segalanya mendadak berubah...

***

Selama beberapa bulan, sang siluman tak pernah muncul lagi. Dia bagai hilang ditelan bumi.

Hal itu tentu saja membuat Marlina lega meski menimbulkan pertanyaan besar dalam benaknya.

Anak-anak ularnya pun telah lama tak menampakkan diri. Mereka semua seolah hilang tanpa jejak. Tapi lagi-lagi semua itu hanya jadi misteri yang tak mampu terjawab.

Namun bersamaan dengan itu, kondisi ekonomi yang sempat sulit, perlahan-lahan mulai membaik. Resto milik Sinta berangsur bangkit dari keterpurukan hingga kembali memancarkan sinar kesuksesannya.

Jelas Marlina mensyukuri semua itu meski dalam hatinya timbul satu pertanyaan. Apa yang sebenarnya terjadi?

Namun Marlina coba berpikir positif. Mungkin saja Tuhan Yang Maha Pengasih telah berbaik hati mengulurkan tangan-Nya hingga membuat keluarganya keluar dari jurang kesengsaraan.

Di tengah usahanya yang terus meroket, Sinta jadi jarang di rumah. Tapi itu bukan berarti dia menelantarkan mamanya. Sinta sengaja mempekerjakan seorang perawat khusus untuk merawat Marlina.

Marlina pun tak keberatan. Meski kini dia dan Sinta jadi jarang bertemu, namun dia memaklumi semua itu. Bahkan dia bangga dengan pencapaian putrinya. Jerih payah yang selama ini dia pikir sia-sia, kini telah menampakkan hasilnya.

Sekarang Marlina bisa tenang menjalani hari-harinya hingga nanti tiba waktunya ajal datang menjemput.

Namun suatu hari, sebuah kenyataan pahit seolah kembali membanting asanya yang sempat melambung tinggi...

***

Malam itu, Marlina kembali melihat sosok yang sudah lama tak pernah dia temui. Sang siluman hadir dalam wujud manusianya yang gagah dan rupawan...

Lelaki itu tiba-tiba saja muncul di dalam kamar Marlina. Namun dia hanya berdiri sambil tersenyum menatap Marlina yang terbaring lemah lalu menghilang entah kemana.

Marlina terhenyak. Dia yakin kalau dia tak sedang bermimpi. Apa lagi dengan wangi tubuh siluman itu yang seolah membekas memenuhi seluruh ruangan.

Pikiran Marlina liar dengan segala kemungkinan. Namun semua pertanyaan itu akhirnya terjawab saat Sinta mendatangi kamarnya dengan wangi tubuh yang sama..

"Mama belum tidur?" Tanya Sinta dengan kepala berbalut handuk menandakan kalau dia baru selesai mandi.

Marlina tak menjawab. Matanya terus menatap putrinya seolah mencari jawaban dalam diam.

Demi melihat sikap mamanya yang tak biasa, Sinta pun mendekat lalu kembali bertanya. "Ma? Mama kenapa?"

Sejenak Marlina masih membisu. Tapi akhirnya dia menjawab dengan satu pertanyaan yang membuat wajah Sinta langsung terperangah.

"Kamu sudah menikah dengan siluman itu?"

Mendengar pertanyaan mamanya, Sinta spontan membisu. Namun dia sadar kalau tak ada gunanya dia berbohong.

"Iya ma." Jawab Sinta singkat sembari menundukkan wajah.

"Ya Tuhan.. Apa yang telah kamu lakukan?" Tanya Marlina dengan suara gemetar. Dia benar-benar tak menyangka hal ini bakal terjadi.

"Sinta terpaksa ma. Sinta tak punya pilihan lain. Keadaan yang memaksa Sinta untuk menempuh jalan ini. Maafkan Sinta ma." Jawab Sinta pelan.

"Tapi bagaimana bisa?" Tanya Marlina. Dia benar-benar tak mengerti bagaimana putrinya bisa ikut terjerumus.

Sinta pun akhirnya menceritakan bagaimana dia bisa mengikuti jejak mamanya.

"Malam itu, dia tiba-tiba saja datang. Sinta masih ingat, dia lelaki yang dulu pernah datang menitipkan anaknya dan mengaku sebagai teman mama dan juga mendiang tante Ningsih."

"Awalnya Sinta tak tau kalau dia itu adalah siluman ular yang selama ini menikahi mama dan tante Ningsih. Sampai akhirnya dia mengatakan yang sebenarnya."

"Sinta jelas kaget dan tidak langsung percaya. Sampai akhirnya dia menunjukkan tumpukan uang yang banyak dan berjanji akan memberikan lebih banyak lagi kalau Sinta mau menggantikan mama untuk jadi istrinya."

BLAAR!

Marlina seketika lemas. Rupanya sang siluman telah menebar jeratnya dan kini Sinta ada dalam genggamannya.

Sinta mendekati mamanya yang seolah kehabisan kata-kata. Gadis itu coba untuk memberikan kata-kata penenang.

"Selama ini mama telah berkorban demi kebahagiaan Sinta. Jadi sekarang, biarkan Sinta menempuh jalan yang sama demi untuk membahagiakan mama." Ucap gadis itu sambil mencium kening mamanya.

"Selama ini mama telah berkorban demi kebahagiaan Sinta. Jadi sekarang, biarkan Sinta menempuh jalan yang sama demi untuk membahagiakan mama." Ucap gadis itu sambil mencium kening mamanya.

Marlina hanya bisa menangis. Dia jelas tak setuju. Tapi segalanya telah terjadi. Dan seperti yang dia tau, tak ada lagi jalan untuk kembali...

***

Sejak saat itu, situasinya benar-benar berubah. Marlina dan Sinta kembali hidup dalam glamor kekayaan. Tapi semua itu tak membuat Marlina jadi bahagia.

Lain halnya dengan Sinta. Gadis itu terlihat begitu menikmati jalan hidupnya yang baru.

Meskipun dia tau kelak dia akan bernasib sama seperti mamanya, tapi dia seperti tak perduli.

Selang beberapa bulan, Marlina akhirnya sampai pada ujung penderitaannya. Setelah sekian lama tersiksa, dia pun menghembuskan napasnya yang terakhir.

Sinta begitu sedih melepas kepergian mamanya. Kini dia harus menjalani semuanya seorang diri.

Tapi dia sadar, dia telah memilih. Dan dia telah siap jika suatu saat nanti, hidupnya akan berakhir tragis seperti yang dialami Marlina...

-------SELESAI-------

Terima kasih telah menyimak cerita ini. Semoga kita semua dapat mengambil hikmahnya. Maafkan bila ada kata-kata yang kurang berkenan.

Nantikan kisah-kisah selanjutnya. Silahkan follow akun ini untuk bisa terus update cerita-cerita yang pastinya seru dan menegangkan

Wassalam.
close