Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bapak (Part 2 End)

Srek.. Srek.. Srek.

Mendadak terdengar suara yang mencurigakan. Ryan spontan menyorotkan senternya ke arah makam bapak. Suara apa itu?

Ryan hanya bisa menduga-duga. Tapi tak lama kemudian…

BROOLL!

Makam bapak tiba-tiba ambrol! Lalu muncul dua tangan kotor yang menggapai-gapai seolah mencari pegangan untuk keluar!


BAPAK (Bagian 2)

"Yang sabar ya nak Ryan." Ucap pak RT sambil menepuk-nepuk pundak Ryan coba tunjukkan rasa simpati.

"Iya pak. Tapi saya masih nggak habis pikir, siapa yang sudah tega melakukannya? Apa maksudnya membongkar makam bapak lalu membawa jasadnya kemari? Sinting!" Gerutu Ryan dengan wajah yang geram.

"Saya paham. Kamu pasti marah. Kita semua juga begitu. Bapakmu orang yang disegani di kampung ini. Tapi kita belum tau apa yang sebenarnya terjadi. Nanti coba kita selidiki. Sekarang kita doakan saja semoga bapakmu bisa tenang di alam sana." Jawab pak RT terdengar bijak.

Hufffthh...

Ryan menghela napas. Ucapan pak RT sedikit banyak meredam emosinya. Tapi jujur saja, dia masih penasaran. Namun untuk saat ini, memang tak banyak yang bisa dia lakukan.

Pengajian telah usai sejak tadi, rumah kembali sepi. Wati mengurung diri dalam kamarnya. Dia begitu syok.

Ryan sebenarnya juga terpukul. Tapi dia coba menyikapinya dengan kepala dingin. Dalam situasi seperti ini, salah satu dari mereka harus ada yang tetap waras.

Malam pun makin larut. Ryan masih merenung di dalam kamarnya. Hujan gerimis di luar sana seolah mengantarkan pikirannya makin jauh berkelana.

Apa semua ini ada hubungannya dengan sejumlah peristiwa sebelum bapak meninggal? Ryan jelas masih ingat, betapa dia terkejut melihat bapak duduk di dalam kamarnya padahal dalam waktu yang sama bapak sedang terbaring di rumah sakit.

Lalu Wati juga sempat melihat bapak yang katanya sedang merokok di teras rumah. Meski Ryan tak sempat melihatnya, namun dia jelas masih ingat bau asap rokoknya.

Waktu berjalan terasa lambat. Tapi tanpa sadar Ryan sudah melamun begitu lama. Kini nyaris jam 3 pagi. Namun beban pikiran seolah menghalanginya untuk tidur.

Bruk.. Bruk.. Brak!

Ryan terkejut saat mendengar suara itu. Suara yang sama dengan kemarin. Apa jangan-jangan?

Ryan langsung berlari melintasi ruang tamu dan segera menyibak tirai jendela. Astaga! Dia benar-benar tak percaya!

Ryan cepat membuka pintu. Untuk kedua kalinya, dia diam terpaku...

Ada jasad bapak yang kembali duduk bersandar di kursi teras. Namun kali ini jasad bapak jadi telanjang karena kain kafannya terlepas dan teronggok di lantai dalam kondisi belepotan tanah.

Ya Allah...

Perasaan Ryan campur aduk. Namun rasa sedih dan marah begitu mendominasi. Bangsat! Siapa orang yang telah kurang ajar mempermainkan jasad bapak seperti ini?

Yan? Ada apa?" Terdengar suara Wati yang memanggil dari dalam sana. Ryan pun mencegah Wati untuk datang mendekat. Kakaknya itu pasti tak kuat bila melihat semua ini.

"Jangan keluar mbak. Pokoknya jangan keluar." Pinta Ryan.

"Kenapa?" Teriak Wati dari ruang tamu.

"Bapak balik lagi." Jawab Ryan singkat. Tapi itu sudah cukup untuk membuat Wati spontan menangis histeris di dalam sana.

Ryan mengambil kain kafan untuk menutupi jasad bapak. Dia pun segera menghubungi pak RT dan melaporkan kejadian itu.

Untuk kedua kalinya, tempat itu geger!

Orang-orang pun kembali berdatangan. Hujan seolah tak menghalangi rasa penasaran mereka yang ingin menyaksikan sebuah peristiwa yang teramat langka.

Lalu ditemani pak RT, esok paginya Ryan melaporkan kejadian itu pada polisi. Petugas pun datang menyelidiki. Termasuk memeriksa makam bapak yang nampak berantakan digenangi air hujan.

Namun ada satu temuan yang aneh. Kaki bapak nampak kotor. Sementara ada jejak tapak kaki di sekitar area makam dan juga di teras rumah. Seolah menandakan kalau jasad bapak berjalan sendiri. Tapi apa mungkin?

Jenazah bapak tadinya hendak dibawa untuk diotopsi, namun Ryan keberatan.

Tak terbayangkan apa yang akan dilakukan polisi pada jasad bapaknya. Menjelang ajalnya, bapak begitu menderita, Ryan tak mau kalau setelah meninggal, jasad bapak juga mengalami hal yang sama.

Jenazah bapak pun akhirnya kembali dimakamkan. Namun jasadnya terpaksa dikubur di lubang yang lain karena makam yang lama masih digaris polisi.

***

Demi mencegah terulangnya kembali hal yang sama, malam itu Ryan ditemani beberapa orang menjaga makam bapak. Seumur-umur, baru kali ini mereka melakukan hal semacam itu.

Mereka berjaga di tempat yang tersembunyi. sekitar beberapa belas meter dari makam bapak.

Hal itu sengaja dilakukan agar mereka bisa memergoki sang pelaku bila dia benar-benar nekat datang kembali untuk mengulangi perbuatannya.

Selama berjaga, mereka mencoba untuk bersikap sewajar mungkin, padahal dalam hati mereka begitu cemas. Tak terkecuali Ryan.

Makam itu memang makam bapaknya. Tapi semua peristiwa yang terjadi telah menciptakan kerisauan tersendiri.

Bagaimana tidak? Entah apa yang bakal terjadi kalau sang pelaku benar-benar muncul.

Tak terbayangkan segila apa orang itu. Dan orang gila biasanya tak segan untuk bertindak nekat. Tapi Ryan telah siap. Demi bapaknya, apapun akan dia hadapi.

Lewat tengah malam, hujan gerimis kembali turun. Namun mereka masih tetap berjaga dinaungi tenda plastik yang memang telah dipersiapkan sejak sore.

Srek.. Srek.. Srek.

Mendadak terdengar suara yang mencurigakan, sayup di tengah derai rintik hujan. Ryan spontan menyorotkan senternya ke arah makam bapak. Suara apa itu?

Mereka hanya bisa saling pandang sambil menduga-duga. Tapi kemudian…

BROOLL!

Makam bapak tiba-tiba ambrol! Lalu muncul dua tangan kotor yang menggapai-gapai seolah mencari pegangan untuk keluar!

Semua orang memekik kaget! Untuk sesaat mereka terkesima. Rasa heran bercampur takut membuat kaki mereka seolah tertanam kuat di tanah.

Mereka hanya bisa menatap ngeri menyaksikan jasad bapak merayap keluar dari liang lahat!

Kain kafannya berantakan, belepotan dengan tanah. Lalu dengan tertatih, jasad bapak melangkah kaku bagai zombie di tengah rintik hujan, meninggalkan lubang kubur yang kini menganga.

"Bapaak!"

Ryan berteriak keras. Sementara yang lainnya bagai tergugah lalu lari pontang-panting meninggalkan Ryan seorang diri.

Jasad bapak terus melangkah. Ryan berlari mendekatinya dan langsung menubruknya dari belakang!

Brukk!

Keduanya jatuh tersungkur mencium tanah becek. Ryan belum tau apa yang sebenarnya terjadi. Tapi yang ada di benaknya saat ini adalah bagaimana cara menghentikan bapak.

Grrrrhh... Grrrrhh..

Mulut bapak menggeram-geram. Dia mencoba untuk bangkit. Ryan sekuat tenaga berusaha untuk menahannya, namun jasad bapak seolah memiliki tenaga yang kuat hingga Ryan malah jadi terpental!

Brukk!

Tapi Ryan pantang menyerah. Dia bangkit lagi lalu kembali menubruk. Namun lagi-lagi dia terpental saat bapak menggeliat mengibaskan tangannya.

Brukk!

Ryan kembali bangkit. Tapi kali ini dia biarkan jasad bapak terus melangkah sembari memikirkan cara lain untuk menghentikannya. Dia sadar kalau tenaganya tak cukup untuk menghalangi.

"Paak.. Bapak.."

Sepanjang jalan Ryan terus memanggil memelas. Dia berharap suaranya bisa menghentikan langkah bapak, namun sia-sia. Sang bapak terus melangkah tanpa menghiraukan Ryan yang kini menangis terisak-isak.

Lalu nampak dari jauh pak RT dan ustad Jailani datang bersama orang-orang kampung yang bergerombol mengekor di belakangnya.

Astaghfirullaaah...
Subhanallah....

Semua orang langsung mengucap saling bersahutan saat melihat fenomena mengerikan itu.

"Minggir. Beri dia jalan." Pinta ustad Jailani coba menghalau massa yang berkerumun menghalangi langkah bapak.

"Pak ustad.. Bagaimana ini pak?" Tanya Ryan mengiba memohon petunjuk.

"Sabar nak Ryan. Ini jelas ada yang tak beres. Tapi saya belum bisa pastikan. Sementara kita biarkan dulu jasad bapakmu sampai di tempat tujuannya, tak ada gunanya kita menghalangi." Sahut ustad Jailani coba beri masukan.

Ryan pun menurut. Dia terus mendampingi jasad bapak yang melangkah di antara kerumunan orang-orang yang memandangi dengan tatapan ngeri.

Ryan jadi sedih. Hatinya bagai tersayat melihat jasad bapaknya jadi sirkus tontonan orang satu kampung.

Hingga sampai di depan rumah, Wati langsung menangis dan menjerit melihat kedatangan mereka.

"Bapaaak! Ya Allah! Bapak kenapa?!"

Ryan pun langsung mendekati kakaknya lalu memeluknya demi menenangkan. Sang kakak menangis tersedu-sedu dalam pelukan Ryan, sementara jasad bapak telah sampai di teras lantas duduk bersandar pada kursi, lalu diam...

Astaghfirullaaah...
Subhanallah....

Orang-orang kembali berucap bersahutan. Setelah menunggu beberapa saat, tubuh bapak benar-benar diam dengan mata terpejam. Jasadnya pun langsung dibawa masuk ke dalam rumah.

***

"Maaf nak Ryan, menurut dugaan saya, sepertinya jasad bapakmu ini dikuasai oleh jin atau sebangsanya. Tapi mudah-mudahan dugaan saya salah." Ujar ustad Jailani pada Ryan saat mereka dan sejumlah orang duduk mengelilingi jasad bapak yang kini terbujur bagai tertidur.

"Ya Allah.. Memang bisa begitu pak? Bukankah biasanya makhluk halus itu merasuk ke dalam tubuh manusia yang masih hidup? Maksud saya, seperti orang kesurupan?" Sahut Ryan coba mendebat.

"Iya. Biasanya memang begitu. Tapi dari beberapa kasus yang saya tau, pernah terjadi juga hal semacam ini. Jasad orang yang telah meninggal dikuasai oleh iblis." Jelas ustad Jailani lagi.

Ryan tertegun. Kalau memang benar seperti itu, lantas apa yang menyebabkan jasad bapak dikuasai iblis? Ryan tak mampu temukan benang merahnya. Semua masih jadi misteri yang membingungkan.

Assalamualaikum."

Terdengar ucapan salam dari luar. Nampak seorang lelaki tua berbadan tegap yang tengah berdiri di ambang pintu.

Waalaikum salam." Balas orang-orang serempak.

"Cari siapa pak?" Tanya Ryan.

"Cari kamu." Jawab lelaki itu.

Dahi Ryan langsung berkerut mendengar dirinya disebut. "Cari saya? Apa kita saling kenal? Maaf, silahkan masuk dulu." Sahut Ryan sopan mempersilahkan.

Lelaki tua itu lalu masuk namun langsung tertegun begitu melihat jasad bapak yang terbujur kaku.

"Innalillahi.. Astaghfirullah.." Ucapnya sambil geleng-geleng kepala.

"Maaf, bapak ini siapa? Sepertinya bapak kenal dengan bapak saya?" Tanya Ryan.

"Tentu saja. Saya sangat mengenal bapakmu. Mungkin kamu lupa, saya Bambang, teman bapakmu di kesatuan dulu. Saya pernah beberapa kali berkunjung kemari. Tapi itu sudah lama, waktu kamu masih kecil." Jawab lelaki itu.

Ryan mengerenyitkan dahi berusaha mengingat-ingat. “Oh iya. Sekarang saya ingat. Pantas saja wajah bapak terasa familiar. Lalu apa maksud bapak mencari saya? Maaf sekali lagi, saat ini kami sedang berduka."

"Iya nak, saya tau. Waktu bapakmu wafat, sebenarnya saya mau langsung datang kemari, tapi waktu itu saya ada halangan. Tapi begitu mendengar apa yang terjadi dengan jasad bapakmu, saya langsung paksakan untuk datang kemari, karena ada hal penting yang harus saya sampaikan."

"Hal penting apa pak? Sepertinya bapak ini tau sesuatu?" Tanya Ryan coba menyelidik.

“Iya, saya memang tau apa yang terjadi. Maaf kalau saya harus sampaikan hal ini. Mungkin terdengar sedikit tak masuk akal, tapi inilah kenyataannya.”

Lelaki itu sejenak diam. Dipandanginya wajah setiap orang satu-persatu, lalu kembali melanjutkan penuturannya.

“Ketahuilah, bapakmu jadi begini karena dia bersekutu dengan iblis.”

Semua orang terkejut. Apalagi Ryan. Jujur saja, meski lelaki ini teman lama bapaknya, tapi Ryan tak bisa begitu saja percaya pada ucapannya.

“Bapak tau darimana?” Tanya Ryan menagih pembuktian. Ini bukan perkara main-main. Tuduhan semacam itu butuh penjelasan yang jelas dan kongkrit.

"Kamu dengarkan baik-baik. Saya akan ceritakan semuanya dari awal, agar kamu bisa mengerti, betapa besarnya pengorbanan bapakmu untuk anak-anaknya." Jawab pak Bambang.

Sebentar lelaki itu memandangi jasad bapak. Ryan menanti dengan dada yang jadi berdebar-debar. Sementara ustad Jailani dan yang lainnya telah siap mendengarkan. Lalu pak Bambang pun memulai kisah panjangnya..

"Dulu, waktu pecah konflik perang di Timor Timur, bapakmu mendapat gilirannya untuk bertugas di sana. Bapakmu tak bisa mengelak. Tugas adalah tugas. Sebagai seorang prajurit, perintah harus kami laksanakan."

"Tapi bapakmu jadi khawatir. Mengingat situasi yang tengah memanas di sana, bapakmu takut kalau sampai terjadi hal yang buruk menimpa dirinya, sedangkan anak-anaknya waktu itu masih kecil-kecil."

"Untuk itu, sebelum berangkat, bapakmu sengaja mencari 'bekal' demi menjamin keselamatannya selama bertugas agar bisa pulang dengan selamat. Kami semua juga begitu."

"Awalnya saya tak tau 'bekal' macam apa yang dibawa bapakmu ke sana, sampai akhirnya terjadi satu peristiwa yang mengungkapkan semuanya."

"Waktu itu, kami tengah berpatroli di dalam hutan. Tapi mendadak pasukan kami disergap oleh pasukan musuh."

"Kami yang kalah jumlah akhirnya kocar-kacir. Saya dan bapakmu terpisah dari pasukan. Kami berdua jadi bulan-bulanan serangan musuh hingga akhirnya bapakmu tewas tertembak."

"Apa? Bapak saya tewas tertembak?" Sahut Ryan dengan wajah terperangah. Begitu pula dengan semua orang yang sejak tadi turut menyimak.

"Iya, bapakmu benar-benar tewas tertembak. Waktu itu saya sendiri yang membawa mayat bapakmu ke sebuah tempat persembunyian untuk menunggu bala bantuan datang."

"Tapi di situ juga saya menyaksikan sebuah keajaiban. Setelah beberapa saat, bapakmu tiba-tiba saja hidup lagi. Saya jelas kaget dan tak percaya. Tapi bapakmu benar-benar hidup lagi. Luar biasa."

"Lalu bapakmu menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Rupanya dia bersekutu dengan iblis dan membiarkan iblis itu bersemayam dalam tubuhnya. Singkat kata, bapakmu tak bisa mati."

"Saya paham kalau apa yang dilakukan bapakmu itu sangat berbahaya. Tapi dia dengan entengnya menjawab kalau iblis itu bisa diusir oleh guru spiritualnya. Tapi yang jadi masalah, beberapa bulan kemudian, terdengar kabar kalau gurunya itu meninggal."

"Bapakmu sempat kebingungan. Tapi dia berusaha untuk tetap tenang. Sebab menurut penuturan bapakmu, masih ada cara lain agar dia bisa terlepas dari iblis itu."

"Ada cara lain? Bagaimana caranya pak?" Tanya Ryan penasaran. Dia jadi antusias begitu mengetahui ada jalan keluar dari semua keanehan ini.

Tapi tanpa diduga, jawaban pak Bambang berikutnya justru membuat semua orang jadi terkejut.

"Penggal kepala bapakmu." Ucap pak Bambang dengan wajah serius.

"Hah? Penggal? Penggal kepala?!" Mulut Ryan sampai ternganga dibuatnya.

"Hah? Penggal? Penggal kepala?!" Mulut Ryan sampai ternganga dibuatnya.

"Iya. Penggal kepalanya. Itu yang bapakmu bilang. Dan selama ini tak ada orang lain yang tau kecuali saya. Bapakmu sengaja meminta saya untuk merahasiakannya." Sahut pak Bambang coba meyakinkan.

"Ya Allah.. Bapak.." Mulut Ryan bergumam pelan.

"Tapi tak cukup hanya dipenggal. Tubuh dan kepalanya harus dipisah sejauh mungkin. Dulu bapakmu pernah berkelakar dengan bilang, "Buang saja kepalaku ke laut". Waktu itu kami hanya tertawa. Tapi sekarang, mungkin itu jalan keluarnya." Ucap pak Bambang menambahkan.

Sebentar Ryan membisu. Batinnya berkecamuk. Memenggal kepala bapak? Melihat bapak sakit saja dia tak tega. Sungguh gila!

"Maaf pak. Saya nggak mungkin tega memenggal kepala bapak saya sendiri." Ucap Ryan.

"Saya tau. Siapa juga yang tega? Kalau memang ada cara lain yang lebih baik, silahkan saja. Saya hanya sekedar menyampaikan apa yang saya tau. Selebihnya terserah kamu." Balas pak Bambang.

Ryan kembali tertegun. Pikirannya menimbang-nimbang. Tadinya dia punya niat untuk mengubur jasad bapak lalu menutup liang lahatnya dengan semen cor. Tapi dia buang ide itu jauh-jauh karena hal itu seolah memperlakukan jasad bapaknya tak ubahnya pondasi bangunan.

Tapi memenggal leher bapak lalu membuang kepalanya ke laut? Sungguh kegilaan yang jauh lebih miris. Atau jasad bapak dibakar saja? Sepertinya itu jauh lebih baik. Tapi apakah itu tak bertentangan dengan agama? Ryan jadi pusing memikirkannya.

"Lakukan saja Yan. Penggal kepala bapak." Ujar Wati tiba-tiba sambil melangkah keluar dari dalam kamar. Rupanya sejak tadi dia ikut menyimak apa yang sejak tadi pak Bambang sampaikan.

"Eh mbak! Apa-apaan kamu? Sudah gila apa?" Jawab Ryan sengit tak terima dengan ucapan kakaknya.

"Nggak Yan. Aku nggak gila. Kemarin malam aku mimpi didatangi bapak. Dalam mimpi, bapak minta supaya kepalanya dipenggal. Tadinya aku pikir itu hanya sekedar mimpi. Tapi sekarang aku yakin kalau itu sebuah pesan dari bapak." Jelas Wati panjang lebar.

Ryan jadi terdiam. Semua orang juga ikut diam. Mimpi memang hanya kembang tidur. Tapi terkadang mimpi juga bisa menyiratkan sebuah makna.

"Tapi... Tapi aku nggak tega kalau harus penggal kepala bapak." Sahut Ryan sembari menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan.

"Biar saya saja yang melakukannya." Ucap pak Bambang tiba-tiba.

Semua mata langsung tertuju padanya. Ada tatapan mata heran, ngeri dan juga takjub dengan kesanggupan pak Bambang barusan.

"Kalau kamu tak sanggup, biar saya saja yang melakukannya. Bapakmu adalah teman baik saya. Dia sudah saya anggap saudara. Kalau memang hal itu bisa menghilangkan penderitaannya, tentu akan saya lakukan." Tambah pak Bambang penuh keyakinan.

Mata Ryan langsung tertuju pada ustad Jailani seolah minta pendapat. Bukan apa-apa, memenggal kepala jenazah bukanlah hal biasa.

Ustad Jailani pun akhirnya angkat bicara. "kalau memang itu jalan yang terbaik, lakukan saja. Semoga perbuatan kita diridhoi Allah, dan arwah bapakmu bisa tenang di alam sana."

***

Akhirnya malam itu juga, proses pemenggalan kepala bapak dilakukan. Sebuah pisau tajam yang biasa digunakan untuk menyembelih hewan kurban pun telah siap.

Prosesnya sengaja dilakukan di dalam kamar bapak yang tertutup. Hanya ada pak Bambang di dalam sana. Bukan apa-apa, perbuatan macam itu terlalu sadis untuk dilihat. Memenggal kepala orang yang sudah mati bukan hal yang bisa dipertontonkan di muka umum.

Ryan dan Wati menunggu harap-harap cemas. Sementara yang lain sengaja diminta untuk menunggu di luar rumah karena saking banyaknya orang yang datang demi menjadi saksi atas peristiwa langka itu.

Hampir setengah jam pak Bambang ada di dalam sana. Suasana begitu hening. Setiap orang seolah menahan napas. Hingga akhirnya terdengar suara pintu kamar dibuka dari dalam.

Klek..

Pak Bambang keluar dari dalam kamar sembari menenteng sebuah bungkusan kain putih. Semua mata tertuju padanya. Tanpa bertanya, semua orang tau, kalau isi bungkusan itu adalah potongan kepala bapak. Subhanallah...

Setelahnya, jenazah bapak yang kini tanpa kepala langsung diurus dan kembali dikebumikan.

Begitu banyak orang yang menyaksikan. Sosok pejuang negara dan keluarga terpaksa dimakamkan dengan anggota tubuh yang tak utuh. Sungguh memilukan.

Setelah pemakaman selesai, pak Bambang ditemani Ryan pergi membawa kepala bapak menuju laut yang lokasinya sengaja mereka rahasiakan. Mereka tak ingin perbuatan itu menyita perhatian.

Bagaimana tidak? Membuang kepala orang adalah perbuatan yang tak wajar. Mereka tak mau tersangkut masalah bila hal itu sampai diketahui oleh khalayak ramai.

Setelah semua kejadian itu, jasad bapak tak pernah bangun lagi. Rupanya apa yang diceritakan pak Bambang adalah satu kenyataan yang masih sulit untuk dipercaya.

Seorang bapak rela menjadikan tubuhnya sebagai sarang iblis demi keluarganya. Tapi itulah sosok seorang bapak.

Dia memang tak pandai ungkapkan kasih sayangnya dengan kata-kata. Kadang dia terlihat kaku.

Tapi ketahuilah, jauh dalam lubuk hatinya, dia begitu mencintai keluarganya. Apapun akan dia lakukan demi keluarganya bahagia,

Apapun...

***

~Buat bapak, lelaki terkuat dan terhebat yang pernah saya kenal.

Terang jalanmu prajurit...

-----SELESAI-----

Terima kasih telah menyimak cerita ini. Semoga kita semua dapat mengambil hikmahnya. Maafkan bila ada kata-kata yang kurang berkenan.

Nantikan kisah-kisah selanjutnya. Silahkan follow akun ini untuk bisa terus update cerita-cerita yang pastinya seru dan menegangkan!

Wassalam.
close