Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

LEMBAH SEWU MAYIT (Part 1)

Lanjutan kisah hidup seorang manusia dengan iblis yang bersemayam dalam dirinya.


***

"Pokoknya mas Yudha tenang saja, makan, rokok, semua kami tanggung."

"Mbak Kristin mau ke sana? Memangnya nggak ada tempat lain?"

"Ah, tempat lain sudah dikunjungi konten kreator lain mas, cuma ini tempat yang belum pernah. Makanya kita penasaran, seperti apa sih tempatnya?"
...

Yudha diminta mendampingi empat pemuda mengunjungi tempat angker di sebuah daerah terpencil. Di sana Yudha akan mengalami peristiwa horor & menegangkan.

Tapi di situ juga Yudha bertemu seseorang yang tak disangka-sangka...

Siapa dia?


Part 1 - Tawaran aneh

"Permisi pak."

Kuketuk pintu sambil mengucap salam. Lalu terdengar suara jawaban si pemilik ruangan dari dalam sana.

"Masuk."

Kubuka pintu lalu melangkah masuk. Pak Yanto sang manager pabrik tersenyum lebar seraya mempersilahkan.

"Duduk Yud."

Aku mengiyakan lalu duduk di kursi yang ada di depan meja kerjanya.

"Ada apa pak?"

"Oh, nggak.. nggak ada apa-apa. Santai aja. Bagaimana kerjaan kamu? Lancar?" Tanya pak Yanto berbasa-basi.

"Lancar pak, Alhamdulillah." Aku mengangguk namun dalam hati timbul prasangka. Sikap pak Yanto yang seperti ini biasanya ada maunya.

"Motor hadiah dari pak Hermawan masih enak dipakai?" Tanya pak Yanto tiba-tiba.

Seketika dahiku berkerut. Pertanyaan pak Yanto terlalu aneh dan tak terduga. Aku pun makin curiga.
"Eh.. Masih pak. Masih saya pakai sehari-hari. Memangnya kenapa pak?"

"Nggak, nggak apa-apa. Barusan pak Hermawan telpon, beliau titip salam buat kamu sekaligus tanya soal motormu. Katanya kalau sudah nggak enak, mau diganti."

"Ha?" Seketika aku terkejut lalu cepat-cepat berikan gestur tangan tanda menolak.

"Nggak usah pak! Motor masih bagus begitu kok mau diganti? Sampaikan saja salam hormat saya pada beliau. Bilang saja terima kasih."

"Oooo.. Ya sudah. Padahal kalau jadi saya, saya bakal langsung minta motor keluaran terbaru! Kenapa enggak? Pak Hermawan itu orang kaya, kalau cuma motor sih, keciiil." Pak Yanto jentikkan jari.

Aku cuma tersenyum mendengar jawaban pak Yanto yang oportunis, lalu coba sedikit menggertaknya agar dia berhenti ngelantur dan mau langsung bicara pada intinya.

"Ya sudah pak. Kalau begitu saya permisi dulu." Aku pamit sembari berpura-pura bangkit dari tempat duduk.

"Eeeeh... Nanti dulu! Saya belum selesai ngomong!"
Pak Yanto langsung gelagapan hingga nyaris berdiri. Betulkan? Dia memang punya maksud lain.

"Lho? katanya nggak ada apa-apa? Saya kira cuma mau tanya soal motor saja." Timpalku sambil tersenyum lalu kembali duduk.

"Iya. Tapi bukan cuma itu. Ada hal lain yang mau saya sampaikan."

"Masalah apa pak?"

"Jadi gini, pak Hermawan itu punya keponakan dari Jakarta, namanya Kristin. Nah, Kristin dan teman-temannya suka bikin konten tentang tempat-tempat angker. Rencananya, mereka mau bikin konten di desa terpencil dekat gunung sana."

"Lalu apa hubungannya dengan saya?"

"Jadi gini, tadi pak Hermawan minta supaya kamu ikut bersama Kristin dan teman-temannya ke sana."

"Lho? Kok saya? Saya mau disuruh apa? Pegang kamera? Ngerti juga nggak pak sama yang begituan."

"Halah, kamu itu ya, saya lagi serius malah bercanda. Dengar dulu. Jadi kamu itu diminta untuk dampingi mereka. Soalnya tempat itu katanya terkenal angker."

"Lho? Bagus dong? Memang itu kan yang mereka cari? Trus masalahnya dimana?"

"Masalahnya, paranormal yang selama ini selalu dampingi mereka malah menolak untuk ikut. Dia malah melarang mereka untuk pergi ke sana. Jadi pak Hermawan minta supaya kamu yang dampingi mereka, jaga-jaga kalau terjadi apa-apa."

Kepalaku mengangguk tanda mengerti, lalu coba menolak dengan berikan pengertian.
"Maaf pak, menurut saya, paranormal itu mungkin ada benarnya. Mungkin tempat itu terlalu bahaya untuk diusik. Jadi saya setuju dengan anjuran paranormal itu."

"Iya, tapi masalahnya, Kristin dan teman-temannya itu ngeyel. Dibilang begitu mereka malah jadi tambah penasaran lalu nekat tetap mau pergi ke sana. Pak Hermawan jadi khawatir. Dia langsung telpon saya untuk minta bantuan kamu."

Langsung kusandarkan punggung sambil geleng-geleng kepala. Tak mengerti kenapa orang-orang macam mereka begitu keras kepala.

Padahal sudah banyak kejadian tentang orang-orang yang celaka akibat usil mengusik tempat-tempat angker. Tapi mereka tetap nekat hanya demi ketenaran dan pundi-pundi uang.

Sejenak aku bimbang. Sebenarnya aku enggan untuk menyanggupi, tapi mengingat yang minta pak Hermawan sang pemilik pabrik, aku jadi sungkan untuk menolak. Lagi pula diriku sekarang malah jadi ikut-ikutan khawatir kalau nanti benar-benar terjadi hal buruk pada mereka.

"Gimana yud? Kamu bersedia kan? Ayo lah, Ini pak Hermawan yang minta langsung. Beliau tadi wanti-wanti. Dia benar-benar berharap kamu bersedia ikut."

Hhh... Aku menghela napas dalam-dalam lalu menjawab pelan.

"Ok lah pak."

"Nah! Gitu dong! Saya kan jadi nggak perlu repot-repot ngomong sama pak Hermawan. Ok, kalau begitu nanti saya minta Kristin langsung hubungi kamu, biar kalian sendiri yang bicara."

"Iya pak. Kalau begitu saya pamit dulu."

"Ok Yud. Eh, tapi ngomong-ngomong, ini kamu beneran nggak mau ganti motor? Aji mumpung lho Yud! Kapan lagi? Ini saya tinggal telpon, motor baru langsung meluncur! Gimana?"

Spontan aku tertawa mendengar tawaran pak Yanto yang konyol itu. "Hahaha... Nggak usah pak! Terima kasih!"

***

Selepas magrib di kontrakan, ponselku mendadak berdering memunculkan nomor asing. Ternyata Kristin yang menghubungiku. Setelah berkenalan lalu sedikit tanya ini dan itu, Kristin mulai bicara tentang maksud dan tujuannya.

"Pokoknya mas Yudha tenang aja. Makan, rokok, semua kami yang tanggung. Mas Yudha tinggal duduk anteng." Ucap Kristin di sebrang sana.

"Terima kasih. Tapi mbak Kristin benar-benar nekat mau ke sana? Memangnya nggak ada tempat lain?"

"Ah, tempat lain sudah dikunjungi konten kreator yang lain mas, cuma ini satu-satunya tempat yang belum pernah mereka datangi. Makanya kita jadi penasaran, seperti apa sih tempatnya?"

"Maaf mbak, mungkin ada alasannya kenapa belum ada yang berani datang ke tempat itu. Mungkin paranormal teman mbak itu benar, tempat itu terlalu berbahaya."

"Halah! Bull shit! Kita ini manusia mas! Masa kalah sama setan? Saya seratus persen yakin nggak bakal terjadi apa-apa."

Aku hanya bisa geleng-geleng kepala. Ucapan Kristin benar-benar tunjukkan sifat keras kepala. Aku paham benar sifat itu, Mayang Kemuning adalah contoh paling sahih untuk urusan yang satu ini.

"Ya sudah, terserah mbak saja. Tapi saran saya, nanti selama di sana, kalian semua harus tetap jaga sikap, jangan sembrono."

"Beres mas! Nah! Gitu dong! Itu baru namanya laki-laki sejati! Masa mas Yudha yang katanya dukun malah kalah sama saya yang orang biasa? Ok ya? Besok pagi kita berangkat. Mas Yudha tunggu saja di rumah, nanti kita jemput."

Kristin lantas menyudahi pembicaraan kami. Aku cuma bisa merenung. Dulu orang-orang begitu takut dan menghindari tempat-tempat angker. Tapi sekarang mereka malah antusias untuk berkunjung ke sana.

Dunia benar-benar sudah terbalik...

***

Selepas Isya, aku mulai persiapkan barang bawaan untuk besok. Kristin dan teman-temannya punya rencana untuk menginap beberapa hari di sana. Seperti biasa, tak telalu banyak barang yang kubawa. Sarung dan peralatan solat yang paling utama.

Belum selesai beres-beres, mendadak tercium harum bunga melati memenuhi seisi ruang. Aku langsung menarik napas dalam-dalam. Si bawel ini pasti sudah tau rencanaku untuk pergi.

"Mau kemana kamu?" Mayang Kemuning mendadak muncul tepat di sampingku. Dia berdiri sambil bersedekap tangan dengan wajah penuh curiga.

"Kamu kalau datang itu mbok ya ucap salam dulu. Jangan tiba-tiba muncul begitu. Kalau aku lagi ganti baju gimana?" Jawabku berkelakar, coba menghambat rentetan pertanyaan Mayang yang kuyakini sebentar lagi mengalir deras bak tsunami.

"Nggak lucu! Kamu jangan coba-coba alihkan perhatian ya! Sekali lagi aku tanya, kamu mau kemana?"

Kuhela napas sebentar lalu menjawab santai. "Aku diminta pak Hermawan untuk dampingi keponakannya ke desa Krowok. Nggak tau di sana mau apa." Jawabku sembari memasukkan kaos kaki ke dalam tas.

"Pak Hermawan itu bapaknya si Erlin yang genit itu kan? Lalu keponakannya perempuan juga kan? Iya kan?"

"Iyaaa, tapi kami bukan cuma berdua, ada teman-temannya yang lain. Aku cuma diminta dampingi mereka selama di sana, cuma itu."

"Lalu? kamu mau?"

"Ya gimana? Aku nggak enak nolak permintaan pak Hemawan. Lagi pula cuma beberapa hari."

"Alasan! Pakai bawa-bawa nama pak Hermawan segala! Kamu mau karena yang minta perempuan kan? Coba kalau yang minta laki-laki, pasti kamu tolak!"

"Eh? Kata siapa? Siapa pun yang minta, aku bakal tetap mau. Kebetulan saja ini perempuan. Lagi pula aku nggak punya maksud apa-apa, aku cuma takut mereka celaka. Itu saja."

Mayang terdiam dengan wajah super cemberut. Bibirnya mengerucut dengan mata memandang sinis. Tapi tetap cantik.

Sementara aku sudah selesai beres-beres. Mataku melirik Mayang yang malah buang muka. Aku menghampirinya lalu membelai-belai rambutnya berharap emosinya reda.

"Udah dong ngambeknya. Aku tau sebenarnya kamu paham kenapa aku mau ikut. Kamu nggak perlu khawatir. Aku nggak bakal kepincut perempuan lain. Nggak ada perempuan di dunia ini yang bisa kalahkan kecantikan kamu, apalagi bawelnya."

Mayang langsung memukul dadaku pelan tanda dia melunak. Aku menariknya ke dalam pelukanku lalu mengecup pucuk kepalanya yang harum. "Kamu itu ya, kenapa sih selalu curiga?"

"Aku cuma takut kehilangan kamu. Kenapa sih kita tidak cepat menikah saja?" Tanya Mayang sambil merangkul pinggangku.

Kuraih dagu Mayang lalu mengangkat wajahnya hingga kami saling tatap. Tapi Mayang justru menatapku dengan pandangan penuh harap.

Aku berikan senyuman yang terbaik demi hilangkan rasa gundahnya. "Kamu sabar ya? Aku pasti nikahi kamu. Aku janji." Ucapku sambil membelai pipinya.

Mayang mengangguk merasa teryakinkan, lantas dia benamkan kepalanya di dadaku. "Aku bakal tunggu kamu sampai kapan pun Yud. Aku sayang kamu." Ucapnya pelan.

Akhirnya aku bisa bernapas lega. Bukan apa-apa, dari setiap apa yang kulakukan, minta restu Mayang adalah hal yang paling sulit, apalagi bila ada perempuan yang terlibat di dalamnya.

Lalu Mayang pun pamit, setelah sebelumnya mewanti-wanti agar aku selalu berhati-hati dan cepat panggil dia kalau terjadi sesuatu.

Tak lama setelah Mayang pergi, aku segera ambil posisi duduk bersila siap heningkan cipta. Aku berniat minta petunjuk Sang Maha Kuasa tentang tempat yang akan kudatangi.

Jujur saja. Aku penasaran. Reputasi tempat itu membuatku tergerak untuk mencari tau. Apalagi timbul firasat tak enak begitu mendengar nama desa itu. Desa Krowok? Dari namanya saja sudah munculkan berbagai tafsir tentang asal-usulnya.

Dalam keheningan kucoba pusatkan pikiran, sambil berkali-kali ucapkan nama desa Krowok dalam hati. Aku berharap Sang Maha Kuasa mau berbaik hati memberi petunjuk yang kuharapkan.

Dalam mata terpejam, mata batinku sedikit demi sedikit mulai perlihatkan sesuatu. Perlahan-lahan muncul gambaran satu tempat asing yang justru membuatku jadi bertanya-tanya.

Tempat apa ini? Tadinya kukira bakal muncul tampilan desa yang hijau dan asri, tapi ternyata mata batinku malah menampilkan sebuah tanah kosong yang luas dan gelap.

Aku coba untuk kembali fokus. Gambaran itu pun kian jelas. Benar-benar kosong dan gelap. Namun mendadak ada sesuatu yang bergerak-gerak dari dalam tanahnya. Lalu tiba-tiba...

BROLL!

Astaga!

Dari dalam tanah, muncul begitu banyak manusia-manusia tanpa kepala! Ya Allah!

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya
close