Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SISI LAIN ALAS LALI JIWO


JEJAKMISTERI - Jadi alas lali jiwo itu adalah hutan yang berada di gunung Arjuno. Alas lali jiwo atau hutan lupa diri ini masuk dalam kawasan hutan lindung Taman Hutan Raya (TAHURA).

Katanya sih di kasih nama alas lali jiwo karena hutan ini sering bikin bingung para pendaki. Jadi pendaki yang melewati hutan ini kadang linglung. Terutama bagi pendaki yang melanggar pantangan yang ada di sini.

Kalau melewati alas lali jiwo ini gak boleh jumawa, gak boleh takabur dan gak boleh sombong. Nanti bisa di kerjain sama makhluk halus penunggu hutan ini.

Di gunung Arjuno ini gak boleh memakai baju berwarna merah terus mendaki dalam jumlah ganjil.

Mitos yang beredar di alas lali jiwo itu ada akar yang namanya akar mimang. Katanya sih akar ini bisa bikin linglung kalau kita gak sengaja melangkahinya. Akarnya seperti apa juga aku gak tau belum pernah melihat sama sekali.

Tentang hutan ini, temanku bang Bogang mempunyai pengalaman ganjil di sini. Jadi bulan Januari lalu sebelum corona masuk ke indonesia. Aku ikut ivent penanaman seribu pohon di Kediri.

Selayaknya kalau ketemu sama teman apalagi beda kota saat ngumpul pasti banyak hal yang di ceritain. Berawal dari keinginanku yang penasaran igin mencoba naik ke gunung Arjuno mencoba jalur via Lawang yang katanya istimewa.

Aku pun nanya-nanya sama bang Bogang.
"Bang udah pernah ke Arjuno via Lawang belum bang ?"
"Udah Yu. Tracknya wih bikin kapok, nanjak terus gak ada bonus bikin ngilu di dengkul."
"Enak mana sama Tretes dan Purwosari ?"

"Enakan Tretes dan Purwosari kemana-mana lah. Kalau via Lawang tracknya menyiksa bikin nafas putus tapi cepet. Kamu tau track ondo rante ? Nah kayak gitu lah."
"Ngelewatin alas lali jiwo juga gak ?"
"Iya ngelewatin. Kan alas lali jiwo menyeluruh Yu, kecuali kalau lewat Tretes cuma lewat sampingnya alas lali jiwo pas dari lembah kidang mau ke summit. Eh ngomong-ngomong aku pernah ngalamin hal aneh di alas lali jiwo."

"Apa bang ?" Tanyaku penasaran. Aku sedikit bergeser dan memperbaiki posisi dudukku.

"Udah lama sih tapi udah 1 tahun yang lalu. Kan aku naik Arjuno via Lawang nganterin temanku dari Surabaya. Kita naik ber 4 nah sampai di alas lali jiwo kita bertemu sama 2 orang laki-laki dan perempuan sedang duduk di batu.

Kita sapa kedua orang itu. Aku bertanya padanya dari mana mas ? Dia bilang dari Malang terus temanku ikut nanya. Cuma berdua aja mas ? Dia jawab. Iya mas tapi tadi ketemu teman diatas. Emang temannya kemana mas ? Tanyaku.

Dia jawab. Lagi nyari air mas, kita berdua di suruh nunggu di sini. Yaudah kita pamit lanjut jalan lagi padahal seingatku di sini gak ada mata air. Kita jalan ke puncak itu sambil mikir dan aku yakin di sini gak ada mata air.
Nah pas kita turun kita ketemu lagi sama dua orang itu dia masih duduk di sana."

"Sebentar-sebentar abang ini ke summit take a top ? Aku memotong ceritanya.
"Enggak. Kita itu ngecamp udah dua hari di puncak. Pas turun ketemu lagi sama dua orang yang kita temuin pas naik. Mereka berdua itu masih duduk di atas batu itu.

Yaudah kita Samperin lagi mereka, terus aku tanyain. Lho mas masih di sini ? Dia jawab iya mas teman saya belum balik. Sontak aku dan ke 3 temanku bingung dong.

Mas maaf teman nya mas ini kenal di mana ? Dia jawab tuh kenal diatas mas sebelum hutan ini. Dia ngajak jalan bareng. Terus dia nyuruh kita berdua nungguin dia di sini dia bilang mau ngambil air sebentar tapi udah dua jam belum balik-balik.

Aku sama temanku diam liat-liatan. Akhirnya aku ajakin turun mereka. Aku bilang sama dia udah mas sampean turun bareng kita aja biar nanti temannya nyusul toh juga teman baru kenal.

Mungkin dia udah biasa solo hyking dia jalan sendiri kan pas ketemu sama kaliam ? Dia jawab iya. 
Yaudah akhirnya mereka mau kita ajakin turun.

Untungnya mereka ketemu kita. Mereka bilang duduk di sana 2 jam padahal sejak ketemu kita naik sampai kita turun itu udah 2 hari.

"Terus abang cerita gak sama mereka ?"
"Iya pas udah di bascamp kita ceritain sama mereka. Mereka auto bingunh gak percaya. Sampai ngecek tanggal naik."

Dan bukan hanya temanku tapi aku sendiri pun juga ngalamin hal yang sama.

Kejadiannya udah 3 tahun yang lalu. Aku berangkat 7 orang via purwosari. 
Awal perjalanan semua lancar-lancar aja gak ada gangguan.

Salah satu teman kita itu mulutnya gak ada rem nya. Ngomong asal keluar aja . Suka ngegas terus ngomong kasar padahal udah di ingetin jaga omongan tetep aja dia lupa.

"Eh mulutmu itu loh kalau ngomong di jaga. Jangan asal ngablak aja, dari pada tiap jatuh terus kalau kena apa dikit ngomong kotor mending istighfar." Tegurku.

"Iya kau ini Hen. Jaga omongan dikit kenapa ? Kita ini sedang di gunung. Jaga omongan dong." Tambah Kobar.

"Iya, iya maaf teman-teman aku lupa." Jawabnya sambil nyengir dan garuk-garuk kepala.

"Bar kamu di belakang jadi swiper." Perintah ketua kita.
"Siap." Jawab Kobar.

Kita melanjutkan perjalanan keluar dari alas lali jiwo. Kita ngecamp di punggungan karena hari sudah sore.

Kita pun melanjutkan perjalanan menuju ke puncak ogal agil keesokan harinya. Sebelum ke summit kita masak kemudian sarapan.

Selesai sarapan kita prepare ke puncak. Tenda, kita tinggalin di punggungan. Kita hanya membawa satu tas kecil berisi makanan ringan dan air minum.

"Ayo woy ! Udah belum ?"tanya ketua kita.
"Iya bang bentar lagi." Kata Burhan
"Ah lama kali kau ini Han." Ujar ketua.
"Iya ayo sudah selesai ini." Jawabnya.

Kita pun jalan ke puncak. Uhg tracknya sangat gak bersahabat dengan dengkul. Tanjakan astaghfirulloh banget.

Sesampainya di puncak kita sibuk masing masing ada yang ngeflog, ada yang ngambil gambar dan ada yang bikin vidio.

Sementara aku duduk berteduh di bawah batu. Aku malas mengambil gambar karena ini bukan kali pertama aku mendaki gunung Arjuno.

Puas bersenang-senang di puncak kita turun balik ke tenda. Kita break sebentar, sebagian temen ada yang masak, ada yang tidur, ada juga yang muter-muter sibuk nyari spot foto.

Selesai makan siang kita pun packing dan bongkar tenda. Kita turun jam 2 siang. Kobar lagi-lagi jadi swiper. Aku di depan dia.

Langit biru berubah jadi abu-abu kabut tipis pun perlahan turun semakin lama semakin tebal. 
"Wah kakiku sakit." Keluh Kobar.
"Sakit kenapa ?" Aku menoleh.
"Gak tau sepertinya lecet. "
"Teman-teman kabut tebal jaga jarak jangan terlalu jauh tetap lihat pundak teman di depan !" Ketua memberi intruksi.

"Wah berhenti sebentar masang plester." Ujar Kobar.
"Ya baik lah." Aku duduk menemani Kobar. Ia membongkar tas nya dan mengambil kotak P3K. Ku pikir gak masalah kalau kita ketinggalan rombongan. Karena kita berdua udah tau jalurnya. Aku dan Kobar udah beberapa kali ke sini.

Selesai memasang plaster Kobar kembali memakai tas ranselnya. Aku beranjak berdiri. Kita kembali melanjutkan perjalanan. Ku pikir kita udah ketinggalan jauh soalnya Kobar cukup lama masang plasternya.

Eh ternyata teman kita masih ada di depan.
"Yang lain kemana ?" Tanyaku.
"Udah duluan. Jawabnya singkat.
"Yaudah ayo jalan lagi, kita susulin yang lainnya." Kata Kobar.

Kabut tebal membuat pandangan kita terbatas aku yang berada di barisan tengah terus mengikuti teman yang ada di depanku. Entah kenapa gak biasanya aku jalan di tengah kabut tebal kayak gini bulu kuduku berdiri. Aku merinding.

"Kabutnya tebal sekali awas hati-hati jangan sampai terperosok ke jurang." Ujar Kobar.
"Iya" jawabku. Teman di depanku ini sama sekali tidak bicara dia diam seribu bahasa . Dia terus berjalan. Saking tebalnya kabut kita sampai gak bisa melihat sekitar kita. 
"Kok aku ngerasa gak enak ya Buh." Bisik Kobar.

Kenapa ?" Tanayaku. Meski sebenarnya aku juga merasakan hal yang sama.
"Gak papa. Ayo jalan kita harus cepat keluar dari alas lali jiwo." Jawab Kobar.

Perasaan udah jalan lama tapi kita belum juga keluar dari alas lali jiwo. Aku pun kehausan. 
"Break bentar dong. Bar aku minta minumnya." Ujarku. Teman yang ada di depanku berhenti. Dia sama sekali tidak berbalik badan dia terus membelakangi aku dan Kobar.

"Iya , Kobar melepas botol air yang dia gantungin di pengait tasnya. Pas mau di kasih ke aku botolnya jatuh. Kobar nunduk buat ngambil botol itu.

Kobarpun memberikan air minum yang ia pegang. Baru aja botol itu berpindah ke tanganku dan belum sempat ku minum. Kobar mencolekku aku mengalihkan pandanganku kepadanya.

Kobar meletakkan jari telunjuk tangan kirinya ke bibir. Lalu tangan kanannya menunjuk ke bawah. Mataku mengikuti tangan Kobar.

Aku tersentak kaget saat melihat apa yang di tunjukan Kobar. Aku nyaris teriak namun suaraku tertahan di tenggorokan. Mataku terbelalak saat melihat kaki orang yang ada di depanku. Kau tau, kakinya tidak napak di tanah. Dia melayang.

Kobar memegang lenganku kita tetap berdiri terdiam. Dalam hati aku terus ber istighfar. Tiba-tiba sosok yang kita kira teman kita itu dia jalan lagi.

Langsung jalan aja gitu tanpa sepatah katapun dan tanpa barbalik memperlihatkan wajahnya ke kita. Aku dan Kobar tetap berhenti di tempat. Mulutku komat kamit membaca ayat kursi. Sosok itu terus menjauh dan hilang dari pandangan kita di telan oleh kabut.

"Ayo Buh pergi dari sini !" Ujar Kobar.
Aku mengangguk. 
Kita jalan dengan tergesa-gesa. "berhenti !" Ujarku. "Kita ada di mana sih ini ? Perasaan dari tadi di dalam hutan terus. Kok kita gak sampai-sampai sih di mahkutoromo. Padahal kan jarak alas lali jiwo ke mahkuto romo cuma 2 jam. Ini posisi kita turun, harusnya lebih cepet."

"Aku juga gak tau Buh kita ini di mana, kita sampai mana juga aku gak tau." Kobar mendongak keatas matanya menerawang ke segala arah. "Kabutnya terlalu tebal aku gak bisa melihat vegetasi sekitar kita."

"Sama." Jawabku. "Kita berhenti aja di sini dari pada terus jalan nanti kita bisa tersesat makin jauh. Kita lanjut jalan besok saja sambil nunggu kabutnya menghilang."

"Yaudah kalau gitu. Hari sepertinya juga semakin gelap kita cari tempat buat ngecamp."

"Iya ayo. Di tasmu ada tenda ?"
Kobar menepuk jidatnya. "Gak ada Buh tadi di bawa sama anak-anak. "
Aku menghela nafas. "Astaga ini benar-benar buruk."

"Matras ada ? "
"Ada satu."
"Sama aku juga satu. Rain code ?"
"Gak ada, trush bag adanya itu aja juga kecil." 
"Yaudahlah kita bikin bifak aja. "
"Ayo." Ujar Kobar sambil melepas tas ranselnya. Aku membongkar tasku dan mengambil sangkur. "Ayo kita cari kayu !" Ajakku.

"Iya sebentar, sangkurku susah banget ini diambil." Ujar Kobar.
Kita pun mencari kayu di sekitar tempat kita. Setelah terkumpul kita pun membangun bifak. Karena hari mulai gelap dan udara semakin dingin. Untuk mempersingkat waktu, kita menggunakan sleeping bag milik Kobar sebagai atap bifak.

Sedangkan sleeping bag ku di gunakan untuk selimut. Di buka resletingnya biar tambah lebar. Kita was-was takut kalau tiba-tiba hujan turun waduh bisa sengsara kita berdua ini.

Semakin malam udara semakin dingin. Selesai solat isa. Perutku mulai lapar, gak ada alat masak untuk merebus air sekedar untuk menghangatkan badan. Di tas kita hanya ada beberapa bungkus makanan ringan dan 6 sisir roti tawar.
Yah cukup lah untuk mengganjal perut semalam.

Kita duduk di dalam bifak sambil makan. Kita menggunakan lampu headlamp untuk penerangan. Sayup-sayup terdengar suara gamelan jawa. "Astagfirulloh alhadzim." gumamku.
"Kau juga dengar ?" Tanya Kobar lirih.
Aku menjawab pertanyaannya dengan menganggukan kepala.

Angin berhembus sdikit kencang. Suasana menjadi terasa mencekam. Suara gamelan jawa itu semakin lama terdengar semakin jelas.

"Buh, pakai mukenamu." Ujar Kobar. 
Dia mengeluarkan buku yasin dari dalam tasnya. "Ayo berdoa."

Kalian tau gak sih kalau di gunung Arjuno-Welirang itu menurut mitos yang beredar kalau kita mendengar suara gamelan jawa itu berarti bangsa lelembut penghuni gunung Arjuno sedang ngunduh mantu.

Nah para pendaki kalau mendengar suara gamelan jawa jika dia lagi jalan. Gk boleh melanjutkan perjalanannya kalau enggak bisa tersesat jadi harus berhenti jalan dimanapun kalian berada. Dan biasanya setiap terdengar suara gamelan jawa selalu di barengi dengan turunnya kabut tebal.

Kita berdua terus membaca doa di dalam bifak. Hampir semalaman kita gak tidur. Suara angin berpadu dengan suara hewan nokturnal lalu suara cekikikan kuntilanak yang terdengar samar-samar seperti terbawa angin. Tersengar begitu menyeramkan.

Sepanjang malam gak ada yang bisa kita lakukan selain berdoa pada yang kuasa untuk meminta perlindungan.

Habis subuh baru kita bisa tertidur lelap. Aku terbagun dari tidurku, kulihat jam di tanganku menunjukan pukul 8 pagi. 
"Bar bangun !" Aku menggoyang-goyang tubuhnya Kobar.

Kobar menggeliat dia terbangun. "Ayo bangun udah siang." Ujarku.

Ini aneh kabut belum juga menghilang padahal hari sudah pagi. Kita membongkar bifak. Sleeping bag milik Kobar sedikit basah oleh kabut. Kita pun memacking barang-barang dan kembali melanjutkan perjalanan mencari jalan untuk keluar dari hutan.

Kunci utama saat kita tersesat adalah menenangkan diri dan jangan panik. Karena kalau kita panik kita gak bisa berfikir dengan jernih.

Kita berusaha untuk mengingat jalan yang udah kita lalui tapi semua sia-sia karena percuma mengingat, kita gak bisa melihat apa aja yang ada di sekitar kita saat jalan karena tertutup kabut.

Kita pun mencoba cara lain dengan melihat jejak jalan yang kita lalui. Berharap menemukan jejak seperti sampah plastik yang di tinggalkan oleh pendaki atau apapun itu yang bisa di jadikan petunjuk untuk meyakinkan kita bahwa jalan yang kita lalui adalah jalan yang benar.

Cara ini juga zonk. Gak ada plastik atau apapun yang kita temuikan di sepanjang jalan. Kita berhenti kita istirahat sejenak. Sambil kembali berdoa.

"Buh naik ke pundaku terus panjat pohon itu." Kobar menunjuk kearah pohon yang dia maksut. "Lihat dari atas jalurnya siapa tau kelihatan."

"Eh Solimin. Manjat pohon juga percuma jalannya gak bakal kelihatan orang kabut kayak gini." Jawabku.

Kobar menghela nafas. Dia garuk-garuk kepala. Perutku berbunyi.
"Kau lapar Buh ?"
"Ya dikit. Tapi masih bisa di kondisikan kok." Jawabku.
"Nih makan coklat buat nambah energi." Kobar memberiku sebungkus coklat batang

Kita break sambi makan coklat mataku menerawang ke segala arah. Aku mendongak kelangit. Bahkan matahari pun tidak terlihat, cahaya matahari gak bisa menembus kabut tebal ini. Entah gak bisa menembus atau emang langitnya lagi mendung aku tidak tau semua tampak sama.

Selesai makan coklat Kobar beranjak berdiri. Dia meletakkan tangan kanannya ke telinga. Aku memperhatikannya. "Apa yang dia lakukan." Pikirku.

Tiba-tiba Kobar adzan. Suaranya merdu juga, cukup enak di dengar. Setelah Kobar selesai adzan dia duduk lagi. Beberapa saat kemudian kabut perlahan mulai menipis, berlahan tapi pasti mulai menghilang.

Langit pun langsung berubah cerah. 
"Lah itu jalurnya." Ujarku. Sambil menunjuk kearah yang ku maksud.
"Alhamdulilah." Ujar Kobar.
"Alhamdulilah." Gumamku.

Ternyata jalur yang kita cari jaraknya gak jauh dari tempat kita duduk, hanya berjarak sekitar kurang lebih 200 meter. Berada di sisi atas.
"Ayo Buh balik." Ujar Kobar.

Tanpa buang-buang waktu kita pun melanjutkan perjalanan kita sedikit mempercepat langkah kita merangkak naik menuju ke jalan setapak. Setelah menemukan jalan yang benar kita berges menyusul teman yang lain. Ketika sampai di mahkutoromo gak ada orang. Kita lanjut jalan.
"Mungkin mereka ninggalin kita." Ujar Kobar.
"Iya bisa jadi." Jawabku.

Kita terus berjalan. Melewati pos eyang semar di sini kita ketemu sama 3 orang peziarah kita nanya tentang 5 orang teman kita tapi mereka gak tau kita pun lanjut jalan lagi ke pondok rahayu. Berlanjut ke pos eyang Sakri dan sampailah kita di Tampuono. Sampai di sini kita mampir ke sebuah warung. Sambil nanya-nanya tentang ke 5 teman kita

Ternyata bapak ini ketemu sama teman-teman kita. Mereka bermalam di sini. Tetapi mereka sedang ikut berdoa juru kunci di putuk lesung. Menurut keterangan si pemilik warung mereka akan mencari kita setelah berdoa.

Sambil nunggu tim SAR yang udah di kabarin sama si pemilik warung bahwa ada 2 orang yang hilang. Untuk menyusul naik keatas dan melakukan pencarian.

Barang-barang mereka pun di titipkan di warung. Ah lega rasanya kita bisa ketemu sama teman-teman kita lagi. Kita berdua nungguin mereka di warung. Sementara si pemilik warung mengabari pihak bascamp kalau kita udah ketemu.

Pas mereka balik dan ngeliat kita mereka langsung girang astaga kita langsung di uyel-uyel.
"Kemana aja kalian ini ?" Tanya ketua kita.
"Kita nyasar, Kobar kakinya luka dia berhenti masang plester. Eh kalian udah gak ada pas kita jalan. Kita susulin udah gak kelihatan akhirnya kita nyasar."

"Kalian itu gimana udah pernah kesini kok malah nyasar. Kalian nyasar di mana ?" Ujar Ketua kita.

"Di alas lali jiwo. Iya ini kita bodoh banget padahal udah pernah kesini eh malah nyasar. Keenakan jalan sampai gak memperhatikan jalan." Jawab Kobar.

"Kalian ini bikin khawatir aja. Pas sampai jawa dwipa kita baru sadar kalian gak ada kita pikir kalian tertinggal di belakang. Kita tungguin hampir 1 jam batang hidung kalian belum juga kelihatan. Aku balik lagi keatas nyusulin kalian tapi gak nemu."

"Balik sendirian Bang ?" 
"Sama Burhan, yang lainnya nunggu di Jawa Dwipa. Kita ngecamp di situ semalam. Cemas bego kita semalan nungguin kalian. Paginya kita nyari lagi tapi tetep gak ketemu akhirnya kita memutuskan untuk turun dan melapor pihak bascamp.

Di Tampuono kita ketemu sama juru kunci. Inisiatif minta tolong sama juru kuncinya buat bantu nyari kalian. Terus sama bapak warung kita di bantu ngabarin pihak bascamp. Kata juru kuncinya kalian masih di alas lali jiwo. Sambil nunggu tim SAR datang kita diajakin berdoa sama juru kuncinya. " tutur ketua kita.

Selesai break dan ngobrol sama juru kunci dan pemilik warung. Kitapun melanjutkan perjalanan. Sampai bascamp aku dan Kobar di intrograsi oleh pihak bascamp. Baru sampai di bascamp kita ceritain apa yang terjadi sama kita berdua. Teman-teman yang lain langsung kaget pas denger cerita kita yang ngikutin hantu.
TAMAT

Note : dimanapun kalian berada ketika bermain di alam bebas entah itu di gunung atau di hutan dan dalam keadaan apaapun, kalian jangan pernah melupakan Tuhan YME, jika mengalami kesulitan, halangan maupun rintangan berdoa lah.

Karena sebaik-baiknya penolong adalah doa, dan sebaik-baiknya pelindung adalah Tuhan YME berdoa menurut keyakinan masing-masing. Jaga tutur kata, kesopanan dan perilaku.

Setiap tempat memiliki tuan rumah. Kita hanyalah tamu jadi berperilaku sopan lah selayaknya seorang tamu. Insyaallah kalian akan selamat dan terhindar dari hal-hal buruk.

Perlu di garis bawahi dunia ini tidak hanya di huni oleha manusia, hewan dan tumbuhan saja. Tapi juga makhluk Tuhan lainnya. Gak ada salahnya jika kita saling menghormati pada sesama makhluk Tuhan


close