Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

GELAP (Part 1)


Kisah ini kelanjutan dari pak Budi (SANG ABDI) keluarga CIPTO.
Ketika pak Budi masi kecil dan masi di bawah Asuhan Eyang Raden.

Siapa eyang Raden?
Dia adalah sepupu dari Eyang Arjuna.

***

JEJAKMISTERI - Sebuah mobil sedan melintas dengan cepat tanpa perduli siapa yang ada didepannya.

"Cepat!" Kata seseorang lelaki yang duduk dibelakang.

"Ya, ini sudah sangat cepat!" Kata si supir.

"Lihat, lihat itu didepanmu..." Ucap wanita disebelah sang supir.

"Sudah, tak usah diperdulikan!! Jalan saja!" Kata seseorang yang dibelakang, disampingnya ada anak yang tertidur pulas.

"Ibu, ada apa dengan kakak?" Kataku, yang berada dipangkuan wanita disebelah supir.

"Gapapa, sudah tidur saja" Kata ibu sambil mendekapku, dalam pelukannya.

Kami tersentak kaget, saat mesin mobil mati.

"Ibu... Ibu... Itu apa?" Kataku.

Ibu lebih memilih diam, dan makin mendekapku erat.

"Rama! Cepat perbaiki mobil" kata seseorang yang duduk dibelakang.

Sang supir segera membuka kap mobil,
Tak lama, ia memasuki mobil lagi, dan berusaha menyalakan mesinnya.

"Gamau nyala, gimana ini?" Kata sang supir, sedikit panik, sambil berulang-ulang kali menyalakan mesin, namun tetap tidak mau menyala.

"Asu!" Ucap seseorang yang dibelakang.

"Ada apa?" tanya ibuku, sembari menoleh kebelakang.

Kulihat raut wajah ibuku takut, dan menggelengkan kepala, seolah tak percaya.

Tukk...tukk...tukkk...

Suara kaca mobil seperti diketuk berkali-kali oleh seseorang.

"Bukaaa..." Ucapnya lirih.

"JANGAN DIBUKA!!" teriak seseorang yang berada dibelakang.

Suara mesin menyala..

"Udah bisa nih" Ujar sang supir.

"Cepat!!!!" 

Wusshhh!!!!

Mobil melaju dengan cepat, menembus gelapnya malam, menuju pegunungan, jalan berkelok, sering kali kita temui, tanjakan tajampun begitu.

Hingga sampai disebuah rumah didataran tinggi, hanya ada beberapa rumah disini.

Seseorang yang berada dibelakang itu membopong anak kecil tersebut, segera. Setengah berlari ia memasuki sebuah rumah, diikuti si supir, dan ibuku yang menggendongku.

"Rama! Cepat ketuk pintu itu!" Kata seseorang itu, sembari memberikan gestur.

Tokkk... Tokkk... 

Sebelum ketukan ketiga, pintu sudah dibuka oleh sipemilik rumah, wanita tua, memakai kain jarik ditubuhnya, serta rambutnya yang ditusuk konde.

"Maaf mengganggu, Bu" Kata seseorang yang sedang membopong anak kecil, ramah.

Wanita tua itu hanya tersenyum, mempersilahkan kami masuk kedalam rumah.

Saat itu, belum ada listrik yang mengalir kedesa tersebut, mereka biasa memakai lampu petromaks sebagai penerangan. 

Lumayan untuk ruangan yang cukup luas ini, terdapat beberapa lampu petromaks.

Membuat mataku dengan mudah memeriksa sekeliling dalam rumah ini,
Rumah yang cukup menarik, banyaknya pusaka yang tertempel didinding, serta lukisan macan yang hanya berupa hitam dan putih.

Disana, disamping lampu petromaks terlihat jelas sebuah lukisan wanita nan ayu, namun ada sebuah mulut yang ingin memakannya, besar, bertaring, darahnya menetes dari gigi-giginya itu.

"Letakan anak itu disini" Kata sang wanita tua.

Kulihat seseorang itu segera menaruh anak kecil di sebuah ranjang kecil, seperti sebelumnya sudah disediakan dari awal.

Wanita tua itu berjalan perlahan menghampiri anak kecil itu. "Anak ini akan mati" Sambil menatap seseorang itu.

"Kumohon, sembuhkanlah dia" Ia memohon dengan wajah yang amat cemas.

"Kau pun akan mati" ucap dari wanita tua itu, sambil tersenyum licik.

Wanita tua itu berjalan pergi meninggalkan kami, kesalah satu ruangan, sambil berkata" Pilihan ada ditanganmu"

Kami semua menatap seseorang itu, kulihat raut wajahnya panik, setelah seorang wanita tua itu membawa sebilah pisau ditangannya.

"Aku? Atau anak ini?" Kata seseorang itu, sambil beringsut mundur, saat wanita tua itu menghampirinya perlahan.

"APA TIDAK ADA CARA LAIN?!" Ucap ibuku, sambil menatap keduanya, secara bergantian.

Wanita tua itu menggelengkan kepala saat kami semua menatapnya.

"Baiklah, jika tidak percaya, pulanglah. Biar anak ini disini" kata wanita tua, sambil menggesekan jari telunjuknya pada pisau, berhasil membuat darah dijarinya menetes.

Perlahan ia buka mulut anak kecil itu dengan paksa, lalu jarinya yang luka, dimasukkan dalam mulutnya.

Sekarang, tetesan darah itu mengalir dalam tenggorokannya.

"Sekarang! Pulanglah!!!" Kata wanita tua itu, dan menjilat jarinya yang luka.

Yang membuat kami tersentak kaget adalah luka itu merapat kembali, tak ada lagi menetes darah dijarinya, hanya luka goresan yang mengecil, semakin mengecil dan hilang.

Wanita tua itu duduk dibangku sebelah ranjang, menatap sejenak anak kecil itu, lalu menoleh pada kami, "Tunggu apa lagi?!"

"Sudah kita pulang" Kata seseorang itu pada rama dan ibuku, dan masih menampakkan wajah cemasnya, seperti ada sesuatu yang akan terjadi nanti.

Ibuku dan rama hanya mengangguk, dan mengikuti langkahnya menuju luar rumah ini.

Suara mesin menyala memecahkan keheningan malam, sampai si supir menatap spion tengah mobil, matanya mengawasi seseorang itu.

"Jalan!" Kata seseorang dibelakang, namun dengan tatapannya yang tajam.

***

Mobil melaju dengan cepat, meninggalkan dataran tinggi disini, jalan yang berkelok, serta kabut yang begitu tebal.

"Bahaya ini, kalo dilanjutin" Kata sang supir, menurunkan kecepatan mobilnya.

"Sudah jalan saja" Ucap seseorang itu, dengan nada yang begitu lemah. 

Si supir tidak mengetahui bahwa ada yang aneh dengan seseorang itu, sampai sebuah teriakan dari kami semua.

"Aaaaa...." 

***

Mobil menabrak pembatas jalan, mengakibatkan 3 orang luka ringan termasuk aku.

Ia mengalami luka berat, kakinya patah, serta kepalanya robek akibat terkena pecahan kaca mobil.

"Dia masih hidup!" Kata seorang warga sambil membopong tubuh seseorang itu.

Sedangkan aku, ibuku dan rama, segera dilarikan kerumah sakit bersamanya, untuk mendapatkan pertolongan.

Wiuu...wiuu...wiuuu...

Sebuah mobil ambulance melintas dengan cepat, pagi itu, menjelang terbitnya matahari.

Kami semua sudah berada dirumah sakit, diruang IGD, ditemani selang infus.

"Aww" Kataku, sambil memeriksa sekeliling ini, "Ibuuuu...." tambahku, setelah mengetahui bahwa aku berada dirumah sakit.

Seorang suster menghampiriku.

"Ibumu baik-baik saja, sudah kamu tidur saja" 

Sambil membantuku merebahkan badan, dan menutup tubuh mungilku pada sebuah selimut.

"Syukurlah" Batinku.

Sentuhan pada tangan kiriku membuatku tersentak kaget. Namun tidak ada siapapun.

"Suster.."

"Ya?" Kata suster tersebut, sambil mengecek botol infus.

"Gajadi, Sus" Ucapku, karena setelah kupikir, suster tersebut berada disebelah kananku, ah sudahlah, mungkin hanya halusinasiku saja.

Aku kembali memejamkan mata.

Beberapa hari setelah dirumah sakit, aku, ibu, dan rama dibolehkan beristirahat dirumah.

Lalu suster datang menghampiri kami. "Maaf, Ibu nani?"

"Ya, ada apa?" Kata ibuku, yang duduk disebelah seseorang yang sedang terbaring lemas.

"Ibu, saudara dari bapak Dany?" Ucap suster, dan menatap ibuku dan seseorang yang terbaring lemas itu, secara bergantian.

"Ya, saya saudaranya" 

Aku terdiam bingung, seolah aku belum pernah melihat seseorang itu, dan baru mengetahui bahwa itu saudara ibuku.

"Kondisi bapak Dany, sekarang ini sedang kritis" 

Sang Dokter menambahkan, "Kita akan melakukan operasi, karena ia mengalami pendarahan diotaknya" 

Ibuku menatap rama, sejenak.

"Tolong ibu tanda tangani ini" Kata dokter sambil memberikan sebuah berkas.

Ibuku menatap sang Dokter, bersama anggukan dari dokter tersebut.

Lalu meraih berkas itu dari tangan dokter, bersama pena.

"Terimakasih, Bu" Ucap dokter, sambil meraih kembali berkas yang berada ditangan ibuku, dan berjalan bersama sang Suster, meninggalkan kami.

"Kita harus kerumah nenek itu!" Kata ibuku sembari memakai tas selempangnya. "Ayo rama!" Tambahnya.

Si supir yang bernama Rama, hanya mengangguk, dan berjalan mengikuti ibuku bersamaku.

***

Mobil melaju, dengan kecepatan standar.

"Sebenarnya ini ada apa, bu?" ucapku yang berada dipangkuan ibuku.

"Tidak ada apa-apa Nak" 

Ucapan ibuku, membuatku kurang puas dengan jawabannya, aku tahu, pasti ada sesuatu yang sedang disembunyikan dariku.

Siapa anak kecil itu, dan siapa seseorang yang  bernama Dany itu?

Pertanyaan itu, menghantuiku terus-menerus.

Matahari hampir tenggelam dan kami belum sampai juga, memang sangat jauh dari kota ke desa tempat tinggal nenek tua itu.

Terlebih, jalannya yang berkelok serta tanjakan yang curam membuat sang supir harus berhati-hati dalam berkendara.

Suasana hening, dari perjalanan menuju kesini hanya beberapa kali melontarkan pembicaraan.

Sisanya ibuku dan rama lebih memilih diam, entah apa yang ada didalam pikiran mereka, akupun tak tahu.

***

Plaakkk!!! 

Suara sesuatu jatuh diatas kap mobil, dan saat itu juga mobil berhenti.

"Apa itu?" Kataku, sambil menyoroti sesuatu diatas kap mobil.

Terlihat seperti bola, hitam, berambut???

Aku tersentak kaget saat bola tersebut berputar.

"Buuu... Buuu... Ituu.... Kepalaaaa" kataku.

"Rama!!! Tunggu apa lagi? Jalan sekarang goblok!!" 

Pernyataan ibuku, membuat sang supir segera tancap gas, mobil melaju dengan kecepatan tinggi.

Kulihat tubuh sang supir berkeringat dingin, dari dahinya perlahan tetesan keringat itu jatuh.

Hingga sampai disebuah rumah nenek tua tersebut.

Pintu mobil dibanting kencang oleh ibuku hingga mengeluarkan suara keras.

Kulihat si supir, segera mengetuk pintu tersebut.

Tokkk... Tokkk... Tokkk...

Ketukan ketiga, berhasil membuat si pemilik rumah membuka pintu, ia bersama anak kecil itu, dengan tatapannya yang kosong.

"Bagaimana ini?!! Dany, Koma!" Kata ibuku, yang menghampiri si supir dan nenek tua itu didepan pintu.

Dengan santainya nenek tua itu menjawab.

"Untung tidak mati" 

"Saya tidak mau tau, tolong sembuhkan dia!"

"Lah, salahmu sendiri, atau kau ingin sepertinya?" Ucapan nenek tua itu membuat ibuku terdiam gemetar.

"Sudah, bawa anak ini pulang, tugasku selesai!" Tambah nenek tua itu, sambil melirik anak kecil itu.

Si supir, menatap ibuku dan nenek tua itu, bergantian.

Dan tatapan terakhir pada ibuku, bersama anggukan Sang supir.

Ibuku segera menarik tangan anak kecil itu dan tanganku, ia sekarang menggandeng kedua tangan itu, sebelum pergi meninggalkan rumah nenek tua itu, lagi-lagi nenek itu tersenyum licik.

"Sudah mari kita pulang, buk" Kata sang supir, membuyarkan tatapan sengit ibuku dan nenek tua itu.

Perlahan langkah kaki kami meninggalkan nenek tua itu sendirian, dirumahnya.

Sekarang, kami semua sudah berada didalam mobil, aku duduk dibelakang bersama anak kecil seusiaku, mengamatinya sejenak, dan ia hanya diam mematung dengan tatapan yang sama, kosong.

"Licik!" Ucap ibuku, bersama mobil yang melaju perlahan meninggalkan rumah nenek tua itu.

"Salah kita juga toh, buk" Kata sisupir, dan menaikan kecepatan mobilnya, karena didepan ada sebuah tanjakkan yang lumayan curam.

"Diam saja kamu, rama!" Tegas ibuku.

Sang supir, lebih memilih diam, menatap jalan dengan hati-hati, karena beberapa kali kabut menghadang.

Suara petir yang menggelegar terdengar, dan tak lama hujan mulai turun, membuat jalanan ini basah terguyur hujan.

Sang supir menurunkan kecepatan mobilnya, jalanan yang tak beraspal ini dengan tanah liat yang membuat jalanan ini menjadi licin.

Mataku tiba-tiba tertuju pada sebuah pohon beringin yang besar, tapi bukan itu, melainkan sesuatu yang berada disamping pohon itu.

Mataku semakin mendekat kekaca mobil, untuk memastikan siapa itu.

Plakk!!

Ada sesuatu yang tiba-tiba menempel dikaca, membuatku beringsut mundur.

"Anakku, buka kacanya" Ucap seseorang dengan wajah dipenuh darah, serta didahinya ada sebuah lubang yang besar, beberapa kali, ulat-ulat jatuh dari lubang tersebut, bersama darahnya yang mengucur deras.

Jdeerrr!!!

Suara petir bersama kilatannya, harus terdengar membuat suasana semakin mencekam.

"IBU!!"

Teriakku, berhasil menghentikan laju mobil, dan ibuku segera menoleh kebelakang.

"Ada apa, Nak?!"

"Itu..." Aku menatap ibuku, sebelum menujuk sesuatu yang ada diluar kaca mobil.

Damn! 

Seseorang itu menghilang.

"Apa?" Ucap ibuku, memastikan.

"Ada orang disana, tadi."

"Sudah, gapapa." Kata ibuku dan menatap rama, "jalan" 

Baru saja sisupir menekan gas, dan saat itu juga ia harus menekan rem kaki, karena ada sesuatu didepan.

Seseorang, membawa kapak ditangannya, ia tepat didepan mobil.

Tersenyum menyeringai pada kami, tak lama, mesin mobilpun ikut mati.

Kami disini semuanya terdiam takut, rama dan ibuku saling menatap, seolah akan ada sesuatu yang terjadi.

Seseorang itu menaiki kap mesin mobil. 

Aku mengamati seseorang itu baik-baik, hingga sekarang ia sudah diatas kap mesin mobil.

Dan satu kaki lagi, buntung.

Ia mulai mengayunkan kapaknya perlahan, seolah akan memecahkan kaca depan mobil ini.

Dan semua mata kami terpejam, saat kapak itu hampir menyentuh kaca depan mobil.

Tok!

Sebuah ketukan pada kaca mobil membuat kami, harus membuka mata dan menoleh kearah kaca dekat ibuku.

Sebelum menoleh, mata kami semua terpaku pada kaca depan mobil, karena ternyata kaca itu tidak pecah, dan seseorang itu sudah tidak ada, alias menghilang.

"Anak itu!" Ucap si supir setelah menoleh, pada kaca spion tengah.

Kami semua tersentak kaget, karena anak kecil itu menghilang.

Dan mobil menyala dengan sendirinya, kami semua terdiam lama, sebelum ibuku berkata.

"Kita kerumah sakit, sekarang!" 

Si supir masih terdiam sejenak, sebelum ia mulai menekan gas perlahan.

Suasana hening, ibuku hanya diam, matanya terpaku menatap jalan yang berliku.

"Buk" Kataku, berusaha mencairkan suasana.

"Ya, nak?" Ucap ibuku, sambil melirik spion tengah mobil.

"Ibu baik-baik saja kan?" 

"Ya, nak."

Lagi-lagi pernyataan itu, membuatku kurang puas.

Seperti ada sesuatu, ya, pasti ada sesuatu, dibalik ini semua dan apa hubungannya dengan ibuku?

***

Mobil memasuki parkiran rumah sakit M.

Masih tidak ada percakapan diantara kami, semuanya seperti asing, bila dilihat raut wajah ibuku dan si supir.

Hingga sampai, dikamar, dimana seseorang yang bernama Dany dirawat.

Kulihat ada dokter dan suster seperti sedang menunggu kedatangan kami.

"Bu Sulastri?" Kata dokter, sambil membuka masker dimulutnya.

"Ya, saya" 

"Operasi berhasil" 

"Syukurlah"

"Tapi ia menderita Amnesia" 

Pernyataan itu berhasil membuat ibuku Shock, ia beringsut mundur, menyenderkan tubuhnya pada tembok, dan menatap langit-langit.

"Maaf buk, kami sudah berusaha sebaik mungkin, tapi memang ini kenyataannya" tambah sang dokter, lalu pergi bersama suster meninggalkan kami.

Aku yang terdiam heran hanya menatap perginya dokter bersama suster, aku baru menyadari ada sesuatu yang ganjil, ya, disana, didekat pintu masuk kamar ini, 
ada seseorang berdiri, menyeringai padaku.

Tangannya melambai, seperti mengisyaratkanku menghampirinya.

"Siapa?" Ucapku lirih, didengar oleh si supir.

"Siapa? Maksudnya?" 

"Itu!" Jari telunjukku mengarah pada pintu masuk, dimana seseorang itu berada.

"BUK!! ANAK IBU!!" Teriakkan itu berhasil membuat ibuku yang sedari tadi diam, menoleh padaku bersama sang supir.

Aku menatap ibuku dan si supir, heran.

"Apa?" Kataku.

"Kamu kenapa, Nak?" 

[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

close