Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

LELUHUR KERAJAAN PURBA (Part 17) - PETUNJUK AWAL EKSPEDISI DI SEBUAH CANDI DAN GAMBARAN KEHIDUPAN LELUHUR


Sambil menikmati wedang uwuh ini, kami sempatkan ngobrol sebentar untuk rencana hari minggu ke suatu lokasi bersejarah.

***

JEJAKMISTERI - Keesokan harinya masih seperti biasa aku melakukan aktifitas harianku bersama istri dan anakku, bagiku momentum bersama keluarga adalah hal yang tak tergantikan. Sesibuk apapun harus ku sempatkan bersama istri dan anakku. Sebenarnya ada kisah unik yang berhubungan dengan spiritual antara Diva Istriku dan Dhira Anakku, masing-masing akan ku ceritakan di sela perjalanan nantinya.

Sore hari seperti hari yang lalu, aku bersiap menjemput istriku, hanya saja kali ini Dhira anakku tak mau ku ajak karena ia lebih memilih bermain bersama Nyai Sekar di pekarangan depan. Sepertinya sore ini nyai sedang panen tomat dan cabe yang ditanam di pekarangan depan, Dhira sudah pasti senang di ajak petik hasil panen. Ya biarlah, lagipula ia bersama nyai Sekar, aku jadi tenang.

Setelah pamitan aku beranjak menjemput istriku, menikmati sore hari yang kebetulan sangat indah langitnya. Tak lama aku sampai di tempat kerja Diva, setelah ia keluar kamipun segera pulang. Sambil menikmati senja Diva mengajakku mampir ke alun-alun untuk membeli makanan dan camilan, ya sekalianlah mengingat masa pacaran dulu. Sampai di alun-alun Diva mampir ke beberapa lapak, karena masih antri aku menunggu di bawah pohon beringin besar yang teduh. Entah mengapa aku tertarik ke arah itu, sambil mengisap rokok kunikmati suasana alun-alun yang ramai tapi terlihat asik. Semakin lama aku duduk di bawah pohon ini semakin berdebar rasanya, walaupun aku sudah tau di pohon ini ada entitas ghaib yang dari tadi kepo dan menatapku, hanya saja tak berani mendekat. Kurasakan power makhluk ini cukup kuat dan umurnya sangat tua, aku sempat mencoba komunikasi dan menyampaikan kalau aku hanya numpang duduk disini, tetapi ia justru seperti ketakutan dan menunduk walau sesekali masih mencoba menatapku. Perasaan yang aneh sedari tadi bukan dari makhluk ini, tapi dari arah barat alun-alun. Semakin ku dalami justru semakin pusing rasanya, sampai aku tersadar samar-samar terlihat ada sumbu imajiner atau garis merah yang membentang di langit, garis merah ini tersambung entah kemana tetapi ujungnya ada di barat alun-alun. Garis ini membias di salah satu lokasi yang seperti bangunan candi, padahal aku yakin disana tidak ada candi.

Hatiku semakin berdebar sewaktu kulihat keramaian di depanku sedikit aneh, orang-orang di keramaian itu memakai busana yang hampir sama, hampir seperti pakaian khas jaman dulu. Beberapa ada yang memakai pakaian adat hindu dan melakukan aktivitas ibadah, mereka berbondong-bondong berjalan menuju lokasi candi yang kulihat tadi sembari melagukan mantra (yang kuketahui adalah mantram Gayatri) kurang lebih bunyinya seperti ini,

OM
BHUR BHUVA SVAHA
TAT SAVITUR VARENYAM
BHARGO DEVASYA DHIIMAHI
DHI YO YONAH PRACHODAYAT

Mantra ini seperti sudah melekat, setiap orang yang melantunkan mantram ini seperti di selubungi cahaya kuning keemasan.

Kulihat lebih dalam ke arah candi, bentuknya memang tak asing bagiku tetapi ada beberapa perbedaan Dan salah satu bentuknya masih utuh dan sangat terawat. Aku jadi ingat Eyang Dharmawangsa, eyang pernah berpesan kepadaku bahwa aku memiliki visi pandangan masa lalu. Belum sempat ku perdalam lagi aku di kagetkan tepukan tangan Istriku.

Diva : Ayah, kok malah melamun disini, apa sih yang dilihat kok fokusnya aneh? Ada sesuatu yah?

Aksa : Nanti saja ku ceritakan dijalan, dari pada malah nanti kelamaan disini. (Karena sudah terbiasa dengan gelagat anehku saat konek dengan hal ghaib, istriku jadi tak kaget mendengar jawabanku barusan).

Diva : ya sudah, yuk pulang. Aku beliin roti buat abah sama nyai dan ada makanan favorit Dhira juga.

Kamipun beranjak pulang, diperjalanan ku ceritakan mengenai apa yang kulihat tadi. Aku kaget ternyata istriku juga melihat sekilas candi dan sumbu imaginer berwarna merah tadi. Nanti saja kuceritakan ke abah pikirku.

Sesampainya dirumah, Dhira sudah menunggu di depan dengan antusias. Ia berlari memeluk istriku dan kamipun larut bersama suasana sore hari.

Malam datang bersama cahaya bulan yang malu-malu mengintip dari celah awan, cahayanya cukup terang untuk menambah susasana warkop abah menjadi lebih hangat. Malam ini cukup ramai, pelanggan kopi abah selalu kembali karena memang racikan kopi abah begitu nikmat ditambah menu wedang uwuh nyai yang menjadi primadona untuk malam yang dingin sekaligus penambah daya tahan tubuh. Pelanggan mulai berkurang karena malam semakin larut, sambil menunggu waktu tutup aku mencoba mengawali ceritaku sore tadi.

Aksa : Abah, sore tadi sewaktu menjemput Diva aku mampir ke alun-alun. Ya seperti biasa ada hal janggal yang ku alami, aku yakin betul dengan yang kulihat tadi. Hanya saja aku ragu dengan kebenarannya karena kurangnya pengetahuanku. Aku sempat melihat seperti sumbu merah yang mengarah ke sebuah candi, padahal realitanya disana tidak ada bangunan candi. Aku juga melihat banyak orang yang lalu lalang dengan pakaian khas hind /budha. Kira-kira ini maksudnya apa ya abah?

Abah : Oh, jadi visi pengelihatan masa lalumu sudah mulai aktif ya nak aksa. Benar yang kamu lihat itu, secara realita lokasi alun-alun itu dulunya memang bekas wilayah suatu kerajaan. Disana adalah lokasi Tanah perdikan atau tanah yang di bebaskan dari pajak/upeti kerjaan karena jasa rakyatnya. Rakyat tak perlu membayar upeti, tetapi diganti dengan merawat candi sebagai bangunan peribadatan. Sumbu warna merah itu bisa dikatakan sumbu imaginer yang tersambung satu sama lain, ujung lainnya pasti mengarah kesebuah lokasi yang masih satu arah atau satu jaman dengan candi yang berdiri disana.

Aksa : Jadi memang benar yang kulihat ya abah? Lalu kira-kira apa maksud dari hal ini ya, mengapa tiba-tiba saja aku terkoneksi dengan masa lalu sebuah tempat?

Abah : Abah yakin pasti akan ada tugas yang menanti kita, mungkin harus kembali kesana untuk memperdalam maksud dan tujuannya nak aksa. Nanti malam coba kita meditasi untuk fokus ke lokasi tersebut, sekalian agar kamu bisa merasakan dan mengontrol visi pengelihatan masa lalumu.

Aksa : Baik Abah, jenaka di ajak sekalian?

Abah : Nanti coba di kontak lewat Hp saja nak aksa, biar dia juga belajar meditasi sendiri. Sampaikan ke Jenaka malam ini meditasi temanya fokus ke arah Alun-alun.

Aksa : Baik Abah.

Waktu sudah menunjukkan pukul 23.00. Warkop abah sudah tutup dan kami kembali ke rumah masing-masing. Seperti instruksi abah, ku mulai meditasi di ruangan shalatku dan fokus ke arah alun-alun.

Seperti biasa sebelum meditasi ku kirimkan doa dulu untuk Kanjeng Nabi Muhammad Saw beserta keluarganya, kemudian leluhurku, keluargaku, guruku dan sahabat terdekat. Lantas ku mulai meditasi dengan dzikir shalawat.
Semakin dalam dzikir dan kepasrahan batinku, sampai aku mendengar suara detak jantungku sendiri. Samar kulihat ada cahaya terang di dalam mata batinku, semakin terang dan aku sudah berada di ruangan yang seluruhnya berwarna putih. Baru kali ini aku mengalami, ku telusuri dengan batin semuanya serba putih bersih. Sampai aku merasakan ada energi hangat yang menyelimutiku, ternyata kala cakraku aktif dan energinya membentuk suatu lambang yang aku kurang paham artinya, tapi seperti emblem atau logo yang berupa gerigi menempel di dadaku. Bersamaan pula dengan cahaya dari depan yang benderang menandakan ujung ruang yang terbuka.

Kusadari aku sudah berada di suatu tempat yang tak asing bagiku, ini alun-alun kota hanya saja seperti dalam masa tempo dulu. Candi yang kulihat sore tadi nampak dari kejauhan dan bentuknya lebih megah. Aku berdiri di sebuah pelataran candi dan banyak orang berlalu lalang. Mereka melihatku tetapi seperti sungkan untuk menyapa. Aku masih berdiri dengan kebingungan, sampai abah datang dari arah belakang dan menyapaku.

Abah : Abah sudah menunggu dari tadi nak aksa, abah kira kamu kesasar seperti Jenaka. Tapi abah yakin kalau kamu pasti bisa melewati ruangan jeda sebelumnya.

Aksa : Iya bah, tadi sempat kebingungan di ruangan yang putih bersih. Aku terbantu kalacakraku yang aktif dan membentuk simbol ini. Lhoh, Jenaka kesasar kemana abah?

Abah : Tak apa nak Aksa, ruangan itu adalah jeda di setiap dimensi masa lampau, gunanya untuk menyingkronkan energimu dengan energi pada dimensi ini. Untuk kalacakramu itu mewujud menjadi sebuah simbol kerajaan yang bisa digunakan sebagai akses masuk kedalam dimensi masa lalu, beserta akses di dalamnya. Eyang Dharmawangsa memang mewariskannya untukmu agar bisa masuk ke dimensi masa lampau dan mendapat akses khusus di dalamnya. Jenaka? yah namanya bocah gemblung, niatnya pasti masih goyah. Sebenarnya Jenaka sudah sampai disini, tapi langsung berpindah ke dimensi setelah ini. Jenaka tertarik energi leluhurnya yang memang ada di dimensi yang lebih muda masanya. Nanti abah akan coba bantu Jenaka untuk kembali, kamu fokus saja kepada tujuanmu, ikuti kata hatimu dan berjalanlah menuju candi utama disana.

Aksa : Oalah, dasar Jenaka. Baik bah aku mulai berjalan ke candi utama.

Kemudia ku mulai langkahku setapak demi setapak, aku mendengar kembali orang-orang berpakaian seperti pendeta dan biksu melantunkan Mantram Gayatri.

OM
BHUR BHUVA SVAHA
TAT SAVITUR VARENYAM
BHARGO DEVASYA DHIIMAHI
DHI YO YONAH PRACHODAYAT

Karena aku juga penasaran kucoba untuk mengikuti dan menghafalnya, kata-katanya agak sulit karena ini seperti bahasa hindu dan sansekerta. Ada sesuatu dari dalam diriku yang membantu menterjemahkan dan memperbaiki kosa kataku. Ternyata murid Eyang Dharmawangsa, ia turut hadir di dimensi masa lalu dan seperti berada di sebelahku, duduk di atas buku besar. (ini hanya aku dan abah yang bisa melihat) Sambil berjalan Murid Eyang memberitahuku tentang arti mantram Gayatri. Ku ketahui nama murid eyang ini adalah Sakala.


Eyang Sakala : Aksadaru cucu Pertapa Suci Dharmawangsa, namaku Sakala murid Pertapa Suci yang diminta mendampingi mu. Apa kau ingin tau mengenai Mantra Gayatri? Mantra Suci umat hindu.

Aksa : Salam Sakala, Terima kasih atas keteguhan hatimu mendampingi perjalananku. Apa sebenarnya mantram gayatri itu?

Eyang Sakala : Mantra Gayatri adalah doa universal yang tercantum dan diabadikan dalam Weda, kitab suci paling purwakala. Mantra Gayatri adalah doa yang dapat diucapkan dengan penuh kerinduan oleh pria dan wanita dari segala agama bangsa sepanjang masa. Pengulangan-pengulangan mantra ini akan mengembangkan (kemampuan) akal budi. Ucapkanlah Mantra Gayatri

OM
BHUR BHUVA SVAHA
TAT SAVITUR VARENYAM
BHARGO DEVASYA DHIIMAHI
DHI YO YONAH PRACHODAYAT

OM = Para Brahman ‘Tuhan Yang Mahabesar’
BHUR = Bhu loka ‘alam fisik’.
Ini juga menunjuk pada tubuh yang terbuat dari lima pancha bhuta ‘lima unsur’. Kelima unsur ini membentuk prakriti ‘alam’.
BHUVA = Bhuva loka ‘alam pertengahan’.
Bhuva juga merupakan prana shakti. Meskipun demikian prana shakti hanya dapat menghidupkan tubuh karena adanva prajnana. Karena itulah, maka Weda menyatakan, “Prajnanam Brahma” maksudnya Tuhan adalah kesadaran yang selalu utuh dan menyeluruh selamanya’.
SVAHA = Swarga Loka ‘surga tempat para dewa’.
TAT = Paramatma ‘Tuhan atau Brahman’.
SAVITUR = Itu atau Ia yang merupakan asal segala ciptaan ini.
VARENYAM = patut disembah.
BHARGO = sinar, cahaya atau kecemerlangan spiritual, terang yang menganugerahkan kebijaksanaan.
DEVASYA = kenyataan Tuhan.
DHIIMAHI = kita bermeditasi.
DHIYO = budi, intelek.
YO = yang.
NAH = kita.
PRACHODAYAT = menerangi.

Atau lebih sederhananya seperti ini

(Om) = Om.
(Dhiimahi) = Kita bermeditasi.
(Bhargo) = pada cahaya spiritual.
(Varenyam Devasya) = kenyataan Tuhan Yana Mahatinggi dan patut disembah
(Savitur) = sumber.
(Bhur, Bhuva, Svaha) = alam eksistensi fisik, astral, dan surga.
(Tat) = Semoga Tuhan Yang Mahatinggi itu.
(Prachodayat) = menerangi.
(Yo) = yang.
(Nah) = kita.
(Dhi yo) = budi (agar kita dapat menyadari ‘kebenaran tertinggi’).
Juga: Dhi yo yo nah prachodayat = Bangkitkan kemampuan wiwekaku oh Tuhan, dan bimbinglah daku. (Giitha Vahini)

Kurang lebih artinya seperti itu, cobalah sejenak membaca dalam hati dengan penuh kepasrahan dan lihatlah pengaruh positif nya didalam dirimu.

Kemudian kucoba membaca mantra gayatri dengan penuh kepasrahan sembari berjalan, semakin dalam dan hanyut Hatiku bergetar hebat. Tubuhku serasa ringan tetapi rasa di dalam diriku meronta kuat. Dari dalam lubuk hatiku menangis keras atas segala dosa dan kilafku, terlebih aku merasakan bagaiman Tuhan telah hadir di dalam sanubari apapun kondisiku, hanya saja aku masih belum kuasa menerimanya. Aku masih termakan egoku, masih hanyut dalam segala hal buruk dan kilafku. Sungguh sia-sia waktu yang telah kulewati tanpa rasa syukur dan keyakinan pada Tuhan, Allah Swt.
Aku sempat terhenti sejenak dan menghela nafas panjang, ku atur lagi nafas dan ritme jalanku sembari ku ucap mantra gayatri dengan lebih tulus.

Eyang Sakala : Mantra ini selain pengejawantahan tentang Tuhan, juga ada sangkut pautnya dengan Semesta. Alam yang lebih luas dari segalanya. Dimensi masa lalu ini juga bagian dari Semesta, bagian dari perjalanan panjang Takdir para leluhur. Di dalam dirimu juga ada Semesta, semesta yang lebih luas.

Aksa : Eyang, sungguh luar biasa mantra ini. Aku belum mampu menterjemahkan semuanya, tetapi sedikit mampu merasakan efeknya di dalam batinku.

Di tengah obrolanku dengan Murid Eyang, aku tersadar sudah sampai di depan Candi Utama. Aku sempat terhentak menyaksikan 2 orang bertubuh kekar di depanku, mereka membawa tombak yang di silangkan. Sampai aku benar-benar kaku saat tombak itu mengarah kepadaku dan salah satu sosok berbicara kepadaku.

"TAK ADA YANG KU IJINKAN MASUK SELAIN PARA BIKSU SUCI DAN KERABAT KERAJAAN"

Abah sudah berada di depanku dan menjagaku dari depan, aku masih kaku kebingungan kemudian...

[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya

close