Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TEROR DI RUMAH MEWAH (Part 4 END)


JEJAKMISTERI - Aku tak memperdulikannya. Kini tujuanku hanya satu, melibas semua makhluk gaib yang ada di hadapanku.

Langsung ku terjang kepungan makhluk-makhluk itu dengan membabi-buta. Suara ledakan silih berganti seiring hancurnya para makhluk ketika satu-persatu terkena pukulanku.

Sebentar saja, jumlah mereka berkurang drastis. Beberapa makhluk berwujud ular langsung menghilang ketika mereka tau dengan siapa kini mereka berhadapan.

Akhirnya dalam waktu singkat, seluruh makhluk itu musnah, menyisakan diriku yang berdiri gagah di tengah arena dengan mata menyala dan lidah yang mendesis..

Setelah melihat tak ada lagi yang tersisa, aku segera merubah wujud kembali menjadi manusia.

Aku tak mau ambil resiko ada orang lain yang melihat, bisa-bisa aku jadi tenar nanti.

Kini situasi berubah menjadi tenang. Aku segera menuju kamar Erlin untuk memastikan kalau mereka semua baik-baik saja.

Tapi begitu pintu kamar kubuka, Steven langsung histeris sambil menunjuk-nunjuk..

"Setan! Jangan mendekat! Pergi kamu!" teriaknya lalu sembunyi meringkuk di samping ranjang.

Semua yang ada di situ heran melihat tingkah Steven. Terutama pak Hermawan.

"Heh! Kamu kenapa?" Tanya pak Hermawan bingung.

"Itu.. Itu om, dia itu setan!" ucap Steven sambil menunjuk-nunjuk tanpa berani melihat.

Aku yang sudah kesal sejak tadi, langsung sekalian saja mendekatinya sambil menjulur-julurkan lidah dengan mata mendelik.

WAAAAAAA !!

Dia histeris lalu lari berhamburan keluar kamar. Tak lama kemudian terdengar deru suara mobilnya dipacu cepat meninggalkan rumah.

Pak Hermawan kebingungan dan langsung bertanya..

"Yudha, apa yang terjadi di luar? Tadi kami mendengar suara-suara ledakan. Bagaimana situasinya?" pria itu bertanya panik.

"Tak ada apa-apa pak. Sudah aman. Semua yang mengganggu sudah pergi." balasku coba menenangkannya.

Selanjutnya aku segera menyusuri setiap sudut rumah mencari bungkusan kain putih yang tersebar di beberapa titik.

Pak Hermawan kaget begitu melihat apa yang sudah aku temukan.

"Itu apa?" tanya pria itu ketakutan.

"Ini buhul yang sengaja ditanam sebagai media untuk mencelakakan keluarga bapak." Jawabku coba menjelaskan.

Dia kembali tercengang ketika melihat isi bungkusan itu..

Sejumput tanah kuburan, serta foto keluarganya yang terikat pada potongan tulang dilumuri darah yang telah mengering.

"Siapa yang telah menanam semua benda ini di rumahku?" Tanya pak Hermawan marah.

"Mbok Jirah." Jawabku singkat.

"Hah? Serius kamu? Kurang ajar!" sahut pak Hermawan langsung bergegas mencari wanita tua itu di kamarnya.

Tapi dia tak dapat menemukan wanita itu. Kamarnya telah kosong, rupanya dia telah pergi.

Wajah pak Hermawan langsung memerah menahan emosi.

Selanjutnya aku kembali menyusuri setiap sudut rumah untuk menetralisir hawa jahat dan memastikan tak ada yang tertinggal.

Kini aku bisa bernafas lega. Semuanya telah berakhir. Tadinya aku mau langsung pamit pulang, tapi ditahan oleh pak Hermawan.

Aku dipaksanya menginap karena dia takut makhluk-makhluk itu akan kembali lagi, dan aku pun memenuhi permintaannya.

Setelah memastikan kondisi Erlin dan bu Susan baik-baik saja, pak Hermawan nampak jauh lebih tenang.

Jam menunjukkan pukul 2.00 dinihari. Kini kami sedang berbincang di ruang tamu. Pak Hermawan terlihat lelah.

"Aku masih tak percaya kalau mbok Jirah yang melakukannya." ucap pak Hermawan sambil menggeleng-geleng.

"Menurut saya, mbok Jirah itu cuma orang suruhan pak." sahutku coba memberikan pendapat.

"Suruhan siapa? Kamu bisa cari tau?" tanya pak Hermawan penasaran.

"Maaf pak, saya tak bisa." jawabku menolak halus.

Aku sebenarnya bisa saja mencari tau, tapi aku tak ingin semua ini menjadi dendam yang berkepanjangan, biarlah nanti sang pelaku menerima karma dari perbuatannya.

***

Pagi harinya, Erlin terlihat sudah mendingan. Bahkan dia sempat membuatkanku sarapan.

Aku yang tak biasa sarapan di meja makan semewah itu, jadi sedikit canggung.

Makan menggunakan pisau dan garpu merupakan hal baru bagiku yang biasa makan dengan tangan sambil petangkringan.

Tapi ketika aku sedang kagok mengiris daging dengan pisau, tiba-tiba hp pak Hermawan berdering.

Dia nampak serius berbicara di telpon. Setelah selesai, wajahnya terlihat bingung.

"Kenapa pi?" Tanya Erlin penasaran.

"Om Hendrik barusan tanya, apa yang terjadi dengan Steven? Sepulang dari sini, dia terus ketakutan sambil menjerit-jerit." jelas pak Hermawan.

Aku langsung kaget sampai tersedak!

Aku lupa menutup indra ke-enam Steven! Dia pasti stess melihat semua hal yang seharusnya tak dia lihat!

"Yudha, kamu tau kira-kira Steven kenapa?" Tanya pak Hermawan.

"Eh.. nggak tau pak, tapi nanti coba saya periksa." Jawabku sekenanya.

Selesai sarapan, aku pun pamit pulang. Pak Hermawan dan Erlin tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih saat melepas kepulanganku.

***

Seminggu kemudian, pagi-pagi sekali, pintu kontrakanku diketuk orang.

"Yud, Yudha.." Terdengar suara wanita memanggil-manggil dari luar.

Aku segera membukakan pintu dan langsung terkejut melihat Erlin berdiri di sana.

Tapi lebih terkejut lagi dengan apa yang dia bawa...

Satu unit sepeda motor keluaran terbaru terparkir di halaman kontrakan.

"Itu motor buat kamu, hadiah dari papi." ucap Erlin dengan wajah sumringah.

"Ya ampun! nggak perlu sampai begitu Lin! saya ikhlas kok menolong kalian." jawabku coba menolak halus.

"Ah nggak apa-apa. Ini belum seberapa, papi berniat mengangkat kamu jadi supervisor di pabrik, dia sudah bicara dengan pak Yanto." sambung Erlin lagi.

"Wah! nggak usah! saya sudah senang kok dengan posisi saya sekarang." Jawabku spontan menolak keras.

Langsung terbayang respon teman-temanku di pabrik. Bisa habis aku jadi bahan ejekan dan candaan mereka nanti.

"Eh.. Tak baik kamu menolak, nanti papi marah lho! Ya sudah, ayo kita coba motornya!" ajak Erlin langsung menggandeng tanganku dan memintaku memboncengnya keliling-keliling naik motor baru.

Di perjalanan, dia tak canggung memeluk pinggangku dari belakang. Malah aku yang jadi risih.

"Wah, kalau begini, bisa dong nanti aku minta diantar-jemput ke kampus?" Tanya Erlin sambil senyum-senyum.

"Waduh! saya kan kerja Lin, ya nggak bisa dong." Jawabku gugup.

"Oh iya. Tapi sekali-kali boleh kan aku minta ditemani belanja?" tanyanya lagi memaksa.

"Yaa.. Lihat nanti saja." Sahutku coba meredam desakannya.

"Memangnya kamu nggak malu jalan sama saya? Saya kan orang kampung." tanyaku coba mengingatkannya.

"Nggak tuh! Aku nggak pernah pilih-pilih teman. Aku suka berteman dengan siapa saja, tak perduli latar belakang mereka, apalagi dengan orang sebaik kamu." jawabnya sambil memeluk lebih erat.

Aku makin grogi namun berusaha tetap fokus memperhatikan jalan.

***

Malam harinya, selesai sholat isya, tiba-tiba saja hp ku kembali berdering.

"Yudha, tolong kemari! Ada gangguan lagi!" ucap Pak Hermawan dengan nada panik di sebrang sana.

Aku pun bergegas naik motor baru menuju rumah pak Hermawan.

Sesampainya di sana, pak Hermawan sudah menunggu di ruang tamu dengan wajah cemas. Di sampingnya, nampak Erlin duduk dengan wajah ketakutan.

"Ada apa pak?" Tanyaku penasaran.

"Ini Yud, sejak tadi Erlin selalu diganggu oleh penampakan wanita berpakaian kerajaan serba kuning, dengan bau melati yang sangat menyengat!" jelas pak Hermawan.

WADUH !

Kalau yang itu saya nyerah pak!

(Buat yang nggak paham, bisa baca thread Pengantin kerajaan gaib 👻)

~SEKIAN~
close