Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PUCUK KEMBANG (Part 4) - Getih Anyar

"Darah Bayi Tak Berdosa Menjadi Tumbal gelapnya Surtini"


GETIH ANYAR

Bu niki bayine sampun tilem, Kasure sampun siap nopo" (bu ini bayinya sudah tidur, kasurnya sudah belum) tanya Surtini.

“Mriki mawon mbak” (disini saja mbak) jawab Riono bapak dari bayi mungil tersebut sembari menujukan tempat tidur sang bayi.

“duuhhh bobo.e cantik sanget” (tidurnya cantik sekali) ucap surtini sambil merebahkan bayi yang lucu tersebut.

Proses persalinan ibu wasti telah Selesai, Bayi yang di Kandungnya Telah Menjumpai Dunia.

“proses Klairan sampun rampung ya bu, kulo pamit wangsul, mrikine malih nek ari-ari sampun puput nggih bu” (proses melahirkan sudah selesai ya bu, saya pamit pulang, nanti kesininya lagi kalo ari-ari sudah kering) ucap mbah Nir berpamitan pulang pada keluarga wasti dan Riono.

Akhirnya Mereka berpamitan untuk pulang misi surtini menjadi dukun bayi hari itu berhasil.

***

“Bu sinok kok turune lali banget yo” (bu adek kok tidurnya pulas sekali ya) ucap Riono pada Wasti.

“Iyo pak wis meh 3 jam kok ora nangis ora opo” (iya pak, sudah hampir 3 jam kok tidak menangis) sambung Wasti.

Riono Curiga Dengan Anaknya tersebut, namun dia tidak mau berperasangka buruk akan fikiran negatifnya.

“Iki bocah ora mungkin mati” (ini anak tidak mungkin Menginggal) batin Riono Tatap tegar dan ragu untuk mengecek anakanya.

Mereka bergantian saling menjaga anaknya. Riono pergi ke sungai untuk membersihkan Pakaian bekas persalinan Wasti.

Sepulangnya riono dari sungai Bayi mereka belum terbangun dari tidurnya.
Riono nekat Untuk mengecek Nadi Bayinya dan yang terjadi sesuai apa yang di khawatirkan Riono.

“Bu adek di jaga, Bapak tak Neng mbah Nir” (bu adek di jaga, bapak tak ke Mbah Nir) ucap Riono gugup dan segera pergi ke rumah mbah nir. Riono mencoba untuk tetap tenang menghadapi cobaanya.

“Ono opo pak” (ada apa pak) tanya Wasti panik dan bergegas Menghampiri Bayi nya.

Tak di sangka bayi yang di nanti nantikan mati menjadi korban Tumbal Surtini.

Namun Wasti tak Mengetahui apa yang menjadi Penyebab Kematian anaknya.

“Paaaaak pye iki anakku” (pak gimana ini anaku) seketika tangisan wasti pecah penuh haru wasti tak percaya akan Kematian Bayinya. Wasti tak tau harus bagaimana Bayi yang dia nanti nantikan kini harus menghancurkan Harapanya.

***

Pemakaman Anak Riono dan Wasti berlangsung hari itu juga, Air mata wasti Tak henti-hentinya keluar dari matanya. Surtini dan mbah nir menyaksikan Pemakaman Bayi yang mereka bunuh.

“Tugasmu nko bengi jukok jantung Bayi kui” (tugas kamu nanti malam mengambil jantung bayi itu) bisik mbah nir di samping Surtini.

Surtini terdiam seketika, dia harus menghadapi tantangan mengerikan demi memiliki jabang bayi yang dia mimpikan.

Setelah selesai Pemakaman surtini dan mbah nir menuju rumah riono untuk berbelasungkawa.

“Riono Wasti, Mbah Nir karo Surtini Turut berduka yo, parengono kesabaran, mugo-mugo cepet ono gantine (Riono wasti, Mbah nir dan Surtini Turut berduka cita ya, semoga di beri kesabaran, cepat mendapatkan Gantinya) ucap mbah nir menyemangati mereka.

“Nggih Mbah matursuwun, mbah sampun bantu Wasti melahirkan” (iya mbah Terimakasih, mbah sudah membantu wasti persalinan) ucap Riono lemas.

“Iyo Ri, Sing sabar yo, mungkin durung Rejekine awakmu.” (iya ri, Yang sabar ya, mungkin belum rejekinya kamu.) sambung mbah Nir.

Surtini dan mbah nir berpamitan untuk pulang. Di sepanjang jalan Rasa bersalah Surtini semakin menjadi-jadi, hati surtini tak bisa di pungkiri bahwa dia menyesal melakukan hal tersebut, namun nasi sudah menjadi bubur, di tambah lagi Hasutan mbah nir selalu meracuni surtini untuk terus melanjutkan ritualnya.

“Nduk sur selangkah maneh awakmu Berhasil, jantung bayi sing mok awakmu pateni bakal dadi lantaran sampean due anak” (nduk sur Selangkah lagi Kamu berhasil, jantung bayi yang kamu bunuh bakal jadi lantaran kamu punya anak) ucap Mbah Nir.

“Iyo mbah Ora popo, Aku pingin due anak” (iya mbah tidak apa-apa Saya pingin punya anak) ucap surtini dengan Wajah lemas dan takut.

***

Malam Semakin malam Surtini sampai lupa akan suami di rumah. Surtini terus menjalankan perintah mbah nir untuk melanjutkan ritualnya.

Jam 12 malam kurang 30 menit surtini dan mbah nir Bergegas untuk Menuju kuburan Bayi tersebut. Sesampainya di sana Surtini mulai melancarkan Aksinya, surtini segera menggali bayi yang sudah terkubur dalam untuk di ambil jantungnya.

Pisau belati yang gunakan surtini untuk mengambil jantung bayi tersebut, di tusuk dan di Robek dengan kejam surtini lakukan demi mendapatkan Bayi yang dia impikan.

tak lama Surtini berhasil mendapatkanya. Jantung bayi itu surtini bungkus dengan kain kafan yang di berikan oleh Mbah Nir.

“Mbah nir sampun, niki Pripun Mbah” (mbah nir sudah, setelah ini Gimana mbah) tanya surtini suara lirih pada mbah nir apa yang harus dia lakukan selanjutnya.

“Wengi iki Leren, jantung kui gawanen bali, Awakmu iso turu wengi iki. Sesok ketemu maneh awakmu tak jak ning Gunung Paninggir” (malam ini istirahat dulu, jantung itu kamu bawa pulang, kamu bisa tidur, besok ketemu lagi kamu tak ajak ke gunung paninggir) Perintah mbah nir.

Surtini bergegas pulang kerumah namun anehnya sang suami Tak ada di rumah surtini berfikir apakah dia berjaga di pos ronda.

“Duh bapak wengi jogo ronda pok yo kok sepi, opo jangan-jangan iseh luru aku" (duh bapak apakah jaga ronda ya? Atau jangan-jangan malah sedang mencari saya) batin Surtini setelah sampai di Rumahnya.

Surtini segera menyimpan Jantung bayi tersebut di dalam lemarinya. Dia membungkus jantung itu dengan plastik hitam di lemarinya supaya tidak di ketahui oleh suami.

Pagi itu surtini bangun dari tidurnya tiba-tiba carto sudah berada di sebelahnya nampak dia tidur sangat kelelahan. Benar saja carto malam itu tugas berjaga di pos ronda lagi. Namun surti bingung alasan apa yang harus di ungkapkan jika nanti carto bertanya.

***

Setelah Surtini Menyiapkan sarapan dan bekal Suaminya ke sawah Surtini kembali menuju ke rumah mbah Nir, seperti biasa kali ini surtini Bisa keluar bebas Tanpa takut ketahuan suami. Sang suami Sudah pergi ke sawah dan membawa bekal untuk makan siang, jadi surtini lebih leluasa tanpa Harus menyusul ke sawah.

Setelah berjalan jauh surtini ke Rumah mbah nir akhirnynya sampai di rumah mbah nir. Ternyata mbah nir sudah menunggu di depan pintu rumah sambil membawa perbekalan untuk pergi ke Gunung paninggir.

“Ayo surtini Dewe langsung mlaku wae, ojo sampe dewe telat. Petang kudu wes neng kono" (ayo Surtini kita langsung jalan saja, jangan sampai kita telat, petang harus sudah di sana) ajak mbah nir.

“Kulo mboten beto bekal, Perjalanane tebih mboten mbah” (saya tidak membawa bekal, perjalananya jauh tidak mbah) tanya surtini.

“Lumayan adoh, dewe klewati hutan buri kampung iki, nko seko hutan kui Gununge katon"

(lumayan adoh, kita melewati hutan belakang kampung ini, nanti dari hutan itu gunung nya kelihatan)

“Terus nek dewe sampe telat, dalan Seng menuju Gunung paninggir kui dudu dalan biasa, kabeh demit Wis do ngadang dewe neng kono, nek dewe kewengen neng dalan jantung bayi kui bakal nggo rebutan demit neng kono.”

(terus nek dewe telat, Dalan yang menuju gunung paninggir kui dudu dalan biasa, semua hantu sudah menunggu di sana, kalo kita kemalaman di jalan jantung bayi itu bakal buat rebutan hantu di sana) sambung mbah nir.

“Karo siji maneh, dewe bakal klewati Kali botohsari, awakmu ojo sampe nyentuh banyu kui, nek kosi nyentuh awakmu bakal ajur susuk mu luntur” (sama satu lagi, kita bakal melewati sungai botohsari, kamu jangan sampai menyentuh air itu, kalo sampai menyentuh kamu bakal susuk kamu luntur) peringat mbah Nir.

Mereka akan melewati banyak rintangan di jalan untuk bisa sampai ke Puncak Gunung Paninggir.

Puncak Gunung Paninggir merupakan puncak terlarang, siapapun yang kesana jika tidak mati pasti tidak akan bisa kembali-

namun berbeda dengan Surtini dan Mbah Nir, Keduanya merupakan tamu undangan yang sudah di nantikan kehadiranya oleh Penguasa Gunung Paninggir. Entah Apa Yang akan terjadi di perjalanan Mbah Nir Selalu mengawasi Surtini dari demit-demit nakal Gunung Paninggir yang sama juga menginginkan jantung bayi itu.

“Nggih mbah, terus niki Jantung bayine pripun mbah?” (Iya mbah saya, terus ini jantung bayinya gimana) tanya Surtini kebingungan.

“Mengko kui awakmu serahno neng Nyi Rumbini Sekar Paninggir” (nanti kamu Kasihkan Itu ke Nyi Rumbini Sekar Paninggir) Jawab Mbah Nir.

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close