Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TEREKAN KEDUNG JANIN (Part 10)


JEJAKMISTERI - "Anakmu sekarang aku yang merawat! sebagai ganti batalnya pengakuan, dan ingkarnya Istrimu, atas keberadaan kami di sini telah lebih dulu dari pada kalian!"

Tak kuasa lagi Rahmad menahan letupan rasa takut bercampur amarah. Mendengar kalimat Mbah Sulak, bila gumpalan yang di sodorkan tepat di wajahnya, adalah janin, calon anak dari rahim istrinya yang telah di ambil paksa meski belum sempurna. 

Hanya raungan serak, saat itu terdengar dari tenggorokan Rahmad. Lirih, lemah, terkalahkan oleh riuh suara bocah-bocah berkain sewek, mengiring tawa ngikik sosok Mbah Sulak yang melangkah perlahan meninggalkan Rahmad.

Tubuh Rahmad seketika goyah, tergerak dan roboh saat kakinya gemetar tak mampu menopang lagi. Ia terduduk bersimpuh, menangis pelan, sebelum bangkit, memaksa kakinya berayun mendekati ranjang, tempat Warni terbaring. 

Tangis meraung akhirnya pecah dan keras, ketika matanya mendapati kubangan darah di sela-sela dua kaki istrinya bagian atas. Tak mampu lagi Rahmad menahan kepedihan yang menggurat tajam, menusuk, dan mengobrak-abrik jiwanya. 

Namun tak lama, raungan Rahmad terhenti, manakala tanganya merasakan denyut nadi dari pergelangan tangan istrinya. Satu harapan kembali muncul dalam diri Rahmad, saat tau masih ada nafas dalam diri Warni yang semula dirinya kira telah meninggal.

Tanpa berpikir panjang, Rahmad membopong tubuh lemah istrinya. Membiarkan limbahan darah menggenangi kasur bertilam kain halus, dan mengacuhkan sepasang mata menyorot sinis dari sudut kamar di sisi kiri.

Teriakan panik Rahmad seketika mengundang perhatian tetangga sekitar. Membuat beberapa lelaki yang kebetulan melihatnya membopong tubuh Warni, berdatangan dan segera membantu. Sampai akhirnya, dalam beberapa puluh menit saja, Warni bisa sampai di sebuah Puskesmas Desa. 

Kekalutan masih terus menggelanyuti pikiran Rahmad, meski Warni telah berhasil di selamatkan. Merasakan deburan amarah masih begitu kuat menggelora dalam dada, kala bayang-bayang Mbah Sulak yang sudah merenggut calon anaknya, menari-nari di pelupuk mata. 

Rasa sesal dan amarah Rahmad, semakin memuncak, ketika Warni di nyatakan telah keguguran, dan tak bisa lagi mengandung. Sebab akibat luka, rahimnya harus di angkat. 
Malam itu juga, Rahmad menghubungi seluruh keluarga, orang tua serta mertuanya. Tak berapa lama mereka pun berdatangan, termasuk Mbok Ngah dan Pak Kasdi yang ikut menunggui Warni. 

Setelah menceritakan dan bermusyawarah sekilas, Rahmad memutuskan kembali ke rumah. Berniat mengambil beberapa helai pakaian sebagai ganti, juga membersihkan darah bekas keguguran Warni yang sempat ia lihat mengotori di atas ranjang, sebelum mengering. 

Entah jam berapa tepatnya saat itu Rahmad tak bisa memastikan. Tapi melihat jalanan yang mulai terlihat lengang, Rahmad menduga jika waktu saat itu mulai merangkak larut. 

Sunyi dan sepi, memudahkan dan mempercepat laju kendaraan Rahmad. Hingga tak lebih empat puluh menit menempuh perjalanan, akhirnya ia pun sampai. 
Perasaan carut marut yang menghias benak sedari Puskesma, seketika berubah tak nyaman, kala kakinya mengalah ke dalam. Ada satu siratan aneh dalam batinnya, mulai dari pertama masuk hingga sampai di dalam kamar. 

Sejenak Rahmad terdiam di sisi ranjang. Ia terkesiap, terkejut, melihat kain tilam halus pembungkus kasur, terlihat bersih dan rapi. Tak percaya dengan penglihatannya, Rahmad mendekatkan wajah mencoba meyakinkan diri. Akan tetapi, dari itu semua semakin melipat gandakan perasaan aneh dan rasa terkejutnya. 

Jelas bagi Rahmad, saat meninggalkan kamar sewaktu membopong tubuh lemah Warni, kain kasur bersimbah darah dan lendir berbau amis dan arus. Namun kini, genangan darah dan lendir, lenyap. Bahkan, indra penciumannya saat itu membaui wangi bunga tak asing, di tempat yang ia yakini sebagai awal dirinya melihat genangan darah. 

Sedetik, dua detik, sampai beberapa tarikan nafas kemudian, Rahmad masih termenung, terduduk di samping ranjang. Menyesapi wewangian kembang yang biasa tumbuh di tanah kuburan, sebelum satu tiupan angin lembut, menyapu wajah dan leher, membuat bulu-bulu halusnya berdiri merinding. 

Cepat-cepat Rahmad bangkit dan mendekati lemari kayu yang berada di sudut kiri kamar bersampingan dengan jendela. Ia tersadar akan suasana serta hawa yang semakin tak nyaman bukanlah sebuah hawa biasa. 
Apalagi, saat itu ia merasakan, bila dari pojok sebelah kanan kamar, sorot tajam sepasang mata, seperti sedang menatapinya dengan sinis, meski tak melihat wujud utuhnya. 

Kepekaan Rahmad lagi-lagi di uji, manakala pintu lemari kayu telah terbuka, di sambut sengat bau anyir pekat, menyesakkan dadanya. 
Dua langkah Rahmad tersurut mundur. Matanya lekat menatap tumpukan pakaian yang tersusun rapi di dalam lemari bersusun tiga tingkat. Seakan tak percaya jika di dalam lemari yang setiap hari ia dan istrinya gunakan, tiba-tiba terdapat hal aneh. 

Tercekat, membuat Rahmad tertegun dan berpikir keras. Antara ragu dan takut, menyadari semakin banyaknya kejanggalan yang ada di kamarnya. Tapi demi satu tujuan, Rahmad akhirnya kembali maju mendekat. 
Tangannya dengan cepat segera memilih dan mengeluarkan beberapa helai pakaian Warni yang akan di bawanya sebagai ganti. Tanpa menuruti dan mengacuhkan rasa ingin tau, tentang sebab atau sumber dari bau anyir yang masih terus menyeruak. 

Setelah selesai memilih beberapa saja, Rahmad menutup pintu lemari dan buru-buru melangkah keluar. Namun baru saja kakinya menginjak lantai ruang tamu, mendadak jantungnya seperti berhenti berdetak. Wajahnya mempias putih, menahan gejolak jiwa takutnya, saat mendapati satu sosok wanita cantik bergaun putih panjang duduk bersimpuh di lantai, menyandarkan kepalanya di pangkuan sesosok wanita tua yang duduk di kursi atau tepat di atasnya. 

Jelas, sangat jelas di mata Rahmad, dua sosok wanita sudah dirinya lihat beberapa kali, tersenyum kepadanya. Rahmad merasa jika dua sosok wanita yang mana salah satunya ia tau adalah sosok Mbah Sulak, sengaja menampakan diri di hadapannya. 

"Mari iki, gowonen bojomu metu seko kene. Lan ojo mbalek meneh."(Setelah ini, bawa Istrimu keluar/ pindah dari tempat ini. Dan jangan kembali lagi.) 
Satu ucapan pelan, dari sosok Mbah Sulak seketika menyentak Rahmad. Tubuhnya semakin tergetar, terdiam tanpa mampu menggerakan lidah dan bibir untuk menyahut. 

"Iki ngunu akibate nantang Nyaiku! jek untung bojomu ora sekalian di dadekne Jamper Seselan nang panggonan seng wes adem wiwet puluhan tahun ke pungkur. Mulo tak anti-anti, ojo di baleni meneh!" Sambung Mbah Sulak, sembari mengusap pelan rambut hitam nan panjang sosok wanita yang terpejam dan menyandarkan kepala di pangkuannya.

Sedang Rahmad masih terdiam dalam ketakutan. Ia hanya mendengarkan seraya menekan kuat-kuat gigil ketakutan dalam jiwanya. Matanya tak bisa lepas dan terus tertumpu pada dua sosok yang telah menorehkan mala petaka dalam hidupnya. 
Tak berselang lama, Rahmad kembali tergelak mati rasa, seperti tidak sanggup lagi menahan gelombang rasa takut, saat sosok wanita di pangkuan Mbah Sulak perlahan mengangkat wajahnya. 

Pelan namun pasti, sosok dengan raut wajah pucat pasi tanpa alis serta berbola mata putih rata, mendekati tempat Rahmad berdiri. Berjalan mengitari sampai beberapa kali tubuh Rahmad, sebelum melangkah pergi menuju ke arah belakang, meninggalkan aroma bunga kamboja dan suara gemresek dari juntaian panjang rambutnya yang menyapu lantai. 

Tak ada ucapan apapun dari sosok wanita di sebut sosok Mbah Sulak sebagai Nyai. Wajahnya pun terlihat datar ketika berjarak beberapa jengkal dari wajah Rahmad. Namun dari sorot mata putihnya, Rahmad tau bila ada kemarahan di dalamnya. 

Rahmad akhirnya mampu menggerakan tubuh bekunya, setelah hal yang sama di lakukan sosok Mbah Sulak menyusul sosok wanita yang sudah berlalu lebih dulu, meninggalkan dirinya. 
Sesaat Rahmad menyandarkan tubuh di tembok dinding pembatas kamar. Berusaha mengatur deru nafas dan memulihkan jiwa takutnya. Lalu tak berapa lama, langkah goyahnya mengayun keluar meninggalkan rumah penuh kengerian, yang di timbulkan ulah dari kesombongan istrinya sendiri...

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close