Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

GEGER MUSTIKA (Part 10) - Pasukan Siluman

Lanjutan kisah hidup seorang manusia dengan iblis yang bersemayam dalam dirinya.

Titisan Raja Siluman Ular


Pasukan Siluman

Banaspati terus menebar teror, mengobarkan api kekacauan di mana-mana. Para prajurit kocar-kacir selamatkan diri. Mereka tau, ini sesuatu yang tak mungkin mereka lawan apalagi menangkan.

Kuambil posisi siap tarung, pasang tameng pelindung raga dan ilmu pukulan pemusnah kekuatan paling tinggi.

Hal itu sengaja kulakukan agar Banaspati terpancing untuk menyerangku. Mahluk itu memang tertarik untuk menyerang energi besar yang ada di sekitarnya.

Benar saja, tak butuh waktu lama, sebuah bola api menerangi angkasa lalu menukik deras tepat ke arahku. Aku pun bersiap-siap!

Allaahuakbar!

BLAAARR!

Bola api panas menghantam tubuhku hingga terpental lalu terkapar muntah darah. Huekkh! Dadaku sesak rasanya.

Bajuku sebagian hangus menghitam, kulitku pun melepuh. Gila! Kekuatannya tak main-main! Perisai pelindung ragaku langsung jebol!

Aku sadar, aku tak mungkin menghadapinya dalam wujud manusia. Bisa-bisa aku mati konyol.

Api itu kembali bergulung membentuk bola. Kini ukurannya jauh lebih besar dari sebelumnya.

Wahai iblis yang bersemayam dalam tubuhku! Keluarlah! Lawanmu telah menanti di depan mata!

ROAAAAARRR!

Wujudku seketika berubah. Sementara bola api raksasa melesat mengudara dan kini telah mengunciku sebagai sasarannya. Pijar cahayanya merah menerangi langit malam, lalu menukik deras bak meteor jatuh dari langit!

BLAAARR!

Dentuman keras seiring dua kekuatan dahsyat saling beradu. Debu beterbangan menghalangi pandangan. Tapi aku tak perduli. Kupegang erat-erat api kecil yang kini ada dalam genggamanku, api inti Banaspati yang langsung kuhujamkan masuk ke dalam tanah.

Pesssss....

Suara desis disertai asap tipis lalu menghilang, pertanda sang Banaspati telah musnah.

Api tak mungkin menang melawan tanah! Ayo! Mana lagi? Biar kukubur dalam-dalam semua Banaspati yang berani datang!

Dua bola api raksasa membumbung tinggi, lalu menukik bersamaan menuju ke arahku. Gemuruh suaranya bak air bah yang datang menderu. Kubentangkan kedua tangan menantang mereka untuk segera datang!

BUUUUMMM!

Bumi berguncang hebat. Untuk sesaat tubuhku diselimuti api yang bergulung-gulung.

Tapi itu tak berlangsung lama, kini dua bola api kecil sudah ada dalam genggamanku dan langsung kuhujamkan ke tanah dalam-dalam.

Pesssss....

Kutatap langit mencari tantangan baru. Tapi yang ada hanya gelap. Lalu terdengar jerit ketakutan dari arah sana, bersamaan dengan raungan suara yang menggetarkan bulu roma.

GRROAAAAAHH!

Segera kucari sumber suara itu, hingga akhirnya di kejauhan, terlihat ratusan mahluk berkulit merah bergerak serampangan menebar kematian pada siapapun yang ditemuinya.

Dalam waktu singkat, puluhan prajurit bergelimpangan. Aku tak bisa tinggal diam. Apalagi melihat para mahluk itu terus bergerak menuju lembah dimana banyak penduduk yang tak berdosa. Tak terbayangkan malapetaka macam apa yang akan mereka ciptakan!

Sebentar saja berhasil kususul mereka. Tanpa menunggu lama, kedua tanganku segera menghantam kesana-kemari.

BLAR! BLAR! BLAR!

Beberapa mahluk merah musnah jadi debu. Tapi yang lainnya segera datang dari berbagai arah. Aku tak gentar! Maju kalian semua!

BLAR! BLAR! BLAR!

Suara ledakan bersahutan bersamaan musnahnya belasan mahluk menakutkan itu. Tapi jumlah mereka terlalu banyak, tak cukup waktu bagiku untuk musnahkan mereka, sementara jarak mereka semakin dekat dengan lembah.

Tapi aku tak boleh menyerah. Nyawa ratusan bahkan ribuan manusia kini ada dalam ancaman!

ROOAAAAARR!

Aku meraung demi bangkitkan energi. Kedua tanganku menghitam pertanda pukulan pamungkas telah siap.

Tanganku menghantam membabi buta mencari sasaran sebanyak yang aku bisa. Puluhan mahluk musnah jadi debu. Sementara yang lainnya masih terus bergerak hingga akhirnya sampai di tepi lembah.

AAAAAAA!

Jerit ketakutan membahana terdengar dari arah sana. Nampak penduduk bergelimpangan sementara yang lainnya lari berhamburan berusaha selamatkan diri.

Demi melihat semua itu, mendadak timbul banyak rasa yang bercampur dalam hati. Tak seperti pagi tadi saat diriku menjelma menjadi iblis pencabut nyawa tanpa belas kasih dengan sisik emasku sebagai baju perangnya.

Kini ada rasa panik, khawatir dan amarah bercampur jadi satu. Lalu terbersit wajah Mayang Kemuning. Tak terbayangkan bilamana itu dirinya yang sedang ada dalam ancaman kematian.

Gejolak rasa itu kian membuncah hingga membuat pandanganku tiba-tiba berubah jadi gelap. Tubuhku panas serasa terbakar, terutama dua titik hitam di bawah pusarku.

Lalu sesuatu yang dahsyat pun terjadi..

Pelan tapi pasti, diriku berubah menjadi ular raksasa bersisik emas, dengan tubuh yang panjang bergulung-gulung hingga memenuhi seluruh area!

NOGO SEJAGAD!

Kini dari ketinggian, kutatap ratusan mahluk itu yang nampak jadi begitu kecil. Lalu dengan bodohnya mereka coba menyakiti tubuh raksasaku yang ukurannya berpuluh kali lipat dibanding mereka. Tentu saja hal itu memancing amarahku hingga meluap-luap.

Penduduk makin panik dan ketakutan melihat ular raksasa yang muncul tiba-tiba hingga menutupi sinar rembulan tak ubahnya gerhana.

Ya Tuhan! Apakah kiamat sudah datang?

Namun rasa panik dan takut mereka berubah jadi heran saat menyaksikan diriku sang ular raksasa melibas semua mahluk menakutkan itu bak kereta malam menggilas kerikil sampai habis tak tersisa.

"Dia menolong kita! Ular raksasa itu menolong kita!" Pekik seorang warga yang seketika memancing sorak-sorai orang-orang hingga bertepuk tangan.

Nun jauh di sana, kulihat pasukan Turangga yang tadinya hendak melakukan agresi militer, akhirnya malah kocar-kacir.

Bagaimana tidak? Ratusan mahluk merah yang mereka andalkan saja begitu mudahnya habis tergerus. Apalagi mereka?

Para panglima coba memberi semangat agar pasukannya kembali rapatkan barisan. Namun satu raunganku yang menggema menggetarkan bumi, sudah cukup untuk membuat mereka ikut lari tunggang-langgang menyelamatkan diri.

Kini habislah sudah. Tak lagi ada prajurit, tak ada lagi mahluk berkulit merah, tak ada siapa-siapa. Yang ada hanya diriku seolah jadi penguasa jagad raya.

Kulayangkan pandangan menjelajah lembah, namun tanpa diduga, seluruh warga yang berkumpul malah bersujud menyembahku layaknya dewa.

Aku tau semuanya telah berakhir. Perlahan-lahan, tubuhku kembali pada wujud manusia.

Orang-orang yang menyaksikan jadi terheran-heran, sama sekali tak menyangka kalau sang ular raksasa ternyata adalah penjelmaan dari seorang manusia biasa.

Mereka ingin sekali mengetahui siapa gerangan diriku, namun tak ada satu pun yang berani mendekat.

Tubuhku terasa lemah, energiku ada di titik terendah. Tapi aku berusaha untuk tetap berdiri di atas kedua kaki, namun itu tak berlangsung lama.

Tak sampai hitungan ke sepuluh, tubuhku ambruk terkapar tak berdaya…

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close