Hikmah Dibalik Tragedi Merapi
JejakMisteri - Gunung Merapi di Jawa Tengah sejak 3 November 2010 hingga hari ini, setiap waktu tanpa henti memuntahkan lahar dan hawa panasnya. Aktifitas gunung yang mulai meletus tanggal 26 Oktober 2010 ini makin hari terlihat makin meningkat. Bahkan kekuatan letusan tersebut dikabarkan mendekati atau hampir sama dengan letusan yang terjadi pada tahun 1872 yang selama ini dianggap sebagai letusan terbesar gunung ini. Rangkaian letusan ini telah mengancam 32 desa di sekelilingnya dan memakan korban nyawa lebih dari 100 orang.
Sementara letusan yang terjadi pada tahun 1930, dilaporkan berhasil menghancurkan tiga belas desa dan menewaskan 1400 orang, Menurut catatan, ini adalah letusan dengan catatan korban terbesar hingga saat ini.
Gunung Merapi yang memiliki ketinggian 2.968 m adalah satu dari gunung api teraktif di Indonesia. Lereng selatan gunung ini berada di kabupaten Sleman, wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, sisanya berada di dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu sisi barat di kabupaten Magelang, kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur serta kabupaten Klaten di sisi tenggara.
Gunung ini sangat berbahaya karena mengalami letupan kecil 2-5 tahun sekali dan mengalami letupan besar 10-15 tahun sekali. Dengan demikian terhitung sejak tahun 1548 M, Merapi telah meletus 68 kali. Padahal gunung ini dikelilingi pemukiman yang sangat padat penduduk.
Kota Yogyakarta tercatat sebagai kota besar yang terdekat, yaitu sekitar 27 km dari puncaknya. Sementara puluhan desa di lerengnya hingga ketinggian 1700 m hanya berjarak sekitar 4 km.
Puncak Merapi yang sekarang, yaitu Puncak Anyar menurut catatan baru mulai terbentuk sekitar 2000 tahun yang lalu. Gunung ini terletak di Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke bawah Lempeng Eurasia. Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar tercatat di tahun 1006, 1786, 1822, 1872 dan 1930. Letusan besar pada tahun 1006 membuat seluruh bagian tengah pulau Jawa diselubungi abu, Ahli geologi Belanda, van Bemmelen, berteori bahwa letusan tersebut menyebabkan pusat kerajaan Medang (Mataram Hindu) harus berpindah ke Jawa Timur.
Sementara itu letusan-letusan yang terjadi pada tahun 2010 ini selain menyemburkan material vulkanik setinggi kurang lebih 1,5 km juga mengeluarkan muntahan awan panas dan larva pijar secara tidak beraturan. Rangkaian letusan ini juga teramati sebagai penyimpangan dari yang selama ini terjadi. Karena bersifat eksplosif disertai suara ledakan dan gemuruh yang terdengar hingga jarak 50 km.
Kota Yogyakarta tertimpa hujan kerikil, pasir dan abu vulkanik. Hujan abu vulkanik dilaporkan tidak saja mencapai Purwokerto dan Cilacap namun juga Tasikmalaya, Bandung dan Bogor di Jawa Barat. Selanjutnya mulai teramati adanya titik api diam di puncaknya. Ini menandakan dimulainya suatu fase baru yaitu bahwa magma telah mencapai lubang kawah.
Saat ini kawah berdiameter 400 meter yang terbentuk di puncak Merapi terbuka ke selatan atau mengarah ke Kali Gendol. Melalui sungai inilah lahar dingin mengalir dan melahap segala apa yang ada di sekitarnya. 12 sungai yang berhulu di gunung ini tampaknya harus siap menerima muntahan lahar yang sewaktu-waktu bisa saja terjadi.
Tradisi masyarakat Jawa.
Daerah istimewa Yogyakarta atau DIY adalah satu dari dua propinsi Republik Indonesia yang mempunyai status istimewa. Propinsi yang menjadi wilayah Indonesia sejak tahun 1950 ini disebut istimewa karena sejatinya ia adalah sebuah kesultanan, yaitu kesultanan Yogyakarta.
Kesultanan ini adalah warisan kerajaan Mataram Hindu yang berdiri pada abad 8. Pada masa itulah sejumlah candi seperti candi Borobudur, candi Prambanan, candi Mendut dll dibangun. Candi-candi tersebut merupakan tempat peribadatan pemeluk agama Hindu dan Budha yang ketika itu memang menjadi agama resmi kerajaan. Berbagai kegiatan ritual diadakan di tempat suci ini.
Bahkan candi Borobudur yang ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh PBB beberapa waktu lalu hingga saat ini dilapokan sebagai tempat suci terbesar umat Budha di dunia. Candi ini hanya terletak 40 km dari Yogyakarta.
Menurut kepercayaan masyarakat Jawa raja-raja mereka adalah titisan para dewa. Itu sebabnya mereka meyakini bahwa roh para raja yang telah wafat sebenarnya tidak pernah meninggalkan dunia nyata. Mereka bahkan tetap memiliki kekuasaan dan mempunyai kerajaan tersendiri. Itulah kerajaan ghaib.
Tempat-tempat tertentu seperti gunung Merapi dan pantai Samudra Selatan adalah contohnya. Bila Nyi Roro Kidul dipercaya sebagai satu-satunya penguasa pantai Samudra Selatan maka kerajaan gunung Merapi lain lagi. Masyarakat Jawa meyakini bahwa setidaknya ada 9 jin yang menguasai gunung ini. Mereka adalah Kyai Sapu Jagad, Empu Rama, Empu Ramadi, Krincing Wesi, Branjang Kawat, Sapu Angin, Mbah Lembang Sari, Mbah Nyai Gadhung Wikarti, Kyai Petruk dan Kyai Megantoro. Masing-masing tokoh tersebut dipercaya memiliki tugas masing-masing.
Ntah ini hanya mitos belaka atau tidak namun nyatanya hingga kini keraton Yogyakarta terbiasa menyelenggarakan berbagai ritual rutin diantaranya upacara Labuhan. Upacara yang diadakan dalam rangka memperingati naik tahtanya sang sultan ini tujuannya antara lain adalah agar gunung Merapi dan laut selatan tidak ‘ngambek’, tanahnya tetap subur menghasilkan padi, keraton Yogya tetap langgeng dan sultan sehat walafiat.
Dalam ritual ini berbagai sesajen mulai dari pakaian sultan, potongan rambut, guntingan kuku hingga bunga-bungaan, kemenyan dan jajan pasar dipersiapkan dengan baik. Selanjutnya setelah doa-doa selesai dibacakan sesajen tersebut dilempar / dilarung ke laut sebagai persembahan kepada penguasa laut atau gunung ! Ini adalah tugas yang biasa dipimpin mbah Marijan, sang juru kunci Merapi yang beberapa hari tahun silam meninggal terkena awan panas Merapi.
Masuknya Islam di Jawa.
Ada beberapa pendapat tentang masuknya Islam ke Indonesia. Umumnya orang meyakini bahwa Islam masuk pulau Jawa pada abad 14 melalui para pedagang Gujarat – India. Namun ada juga yang berpendapat pedagang-pedagang tersebut datang dari Persia dan Yaman. Namun Hamka berpendapat lain, bahwa sebetulnya Islam telah masuk Idonesia jauh sebelum itu, yaitu pada abad 7. Penyebaran ini dilakukan pada masa khalifah Ustman bin Affan yang memerintahkan Muawiyah bin Abu Sufyan agar mengirim utusan ke Jepara (kerajaan Kalingga).
Namun demikian Islam baru menyebar ke seluruh pelosok Jawa pada sekitar abad 14. Yaitu pada masa para wali yang Sembilan atau yang dikenal dengan Wali Songo. (1404-1650). Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati.
Para wali yang rata-rata masih bersaudara atau mempunyai hubungan guru dan murid ini tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat. Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa.
Berbeda dengan cara dakwah Rasulullah dan para sahabat yang mengutamakan akidah, para wali ini berdakwah dengan memasukkan ajaran Islam ke dalam tradisi Hindu Budha yang memang sudah mendarah daging dalam seluruh lapisan masyarakat kerajaan Mataram ketika itu.
Karena para wali tersebut menganut paham yang cenderung sufistik maka merekapun merasa bahwa kesenian dan kebudayaan adalah sarana dakwah yang paling cocok untuk memperkenalkan ajaran Islam. Kesenian wayang kulit dan tembang suluk adalah salah satu contohnya. Wayang adalah berasal dari kata Ma Hyang yang artinya menuju kepada yang Maha Esa, Sedangkan Suluk yang secara harfiah berarti menempuh (jalan) dimaksudkan sebagai menempuh jalan (spiritual) untuk menuju Allah.
Dakwah ini memang terbukti ampuh. Toleransi terhadap kepercayaan lama yaitu Hindu dan Budha yang begitu tinggi, terhadap tradisi nenek moyang, hukum adat dan berbagai ritual lainnya ternyata berhasil menarik para raja kala itu untuk memeluk Islam. Karena dengan demikian para raja ini tidak merasa terancam kehilangan kedudukan dan kekuasaan. Itu sebabnya orang Jawa walaupun Muslim hingga kini masih bangga dengan keningratannya, priyayi. (darah keluarga kerajaan). Perbedaan tingkatan dalam masyarakat ini adalah warisan agama Hindu yang disebut kasta. Walaupun sebenarnya tidak persis sama karena istilah priyayi sebenarnya dipopulerkan penjajah Belanda dengan tujuan menjauhkan raja dari rakyatnya.
Tampaknya inilah yang menjadi perbedaan mencolok antara Muslim pada umumnya dengan Muslim Jawa. Muslim Jawa yang seperti ini sering disebut dengan istilah abangan atau Muslim yang tidak menjalankan ajaran Islam secara tegak alias bengkok karena mencampur adukkannya dengan ajaran Hindu-Budha dan tradisi nenek moyang yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Islam dan tragedi Merapi.
Telah diriwayatkan bahwa Walid bin Mugirah, ‘As bin Wail As Sahmi, Aswad bin Abdul Muttalib dan Umaiyah bin Khalaf bersama rombongan pembesar-pembesar Quraisy datang menemui Nabi saw. Mereka menyatakan, “Hai Muhammad! Marilah engkau mengikuti agama kami dan kami mengikuti agamamu dan engkau bersama kami dalam semua masalah yang kami hadapi, engkau menyembah Tuhan kami setahun dan kami menyembah Tuhanmu setahun. Jika agama yang engkau bawa itu benar, maka kami berada bersamamu dan mendapat bagian darinya, dan jika ajaran yang ada pada kami itu benar, maka engkau telah bersekutu pula bersama-sama kami dan engkau akan mendapat bagian pula daripadanya”
Beliau menjawab, “Aku berlindung kepada Allah dari mempersekutukan-Nya”
Lalu turunlah surah Al Kafirun sebagai jawaban terhadap ajakan mereka.
Katakanlah:
“Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah, agamaku." (QS.Al-Kafirun(109) :1-6).
Karena sikap tegas dan tidak kenal kompromi inilah Rasulullah dimusuhi dan diperangi orang-orang Quraisy. Maka demi tegaknya ajaran Islam, peperangan demi peperanganpun akhirnya terpaksa dijalani. Sebagai hamba yang dipercaya menerima ayat-ayat Al-Quran tentu saja Rasulullah tahu betul apa yang dikehendaki Allah azza wa jalla, Sang Khalik, pemilik tunggal jagad raya ini.
Itulah Akidah. Ia tidak boleh dicampur adukkan oleh paham apapun. Penyembahan hanya kepada-Nya, murni hanya kepada Allah Swt. Tidak ada kebengkokan dalam Islam. Tidak ada perantara, tidak ada kerja sama, tidak ada sekutu, tidak ada anak bagi-Nya. Semua orang di sisi Allah adalah sama yaitu para hamba, para abdi yang tergantung kepada-Nya.
Oleh karenanya segala perbuatan dan amal sebaik apapun bila dilakukan bukan karena-Nya dan tidak dalam rangka mencari ridho Allah swt maka tidak ada gunanya diakhirat nanti.
"Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan di dapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya." (QS.An-Nur(24) :39).
Namun bila saat ini mungkin sebagian orang menganggap bahwa kekuatan ghaib (jin) begitu besar dan berhasil mempengaruhi mereka, ini karena mereka memang menyerahkan dan mempercayakan urusan mereka kepada para jin. Allah Swt yang memberi izin kepada jin-jin tersebut untuk merealisasikan harapan orang-orang yang menjadikan jin/syaitan sebagai pemimpin. Mereka itulah yang disebut orang yang zalim.
“Sesungguhnya syaitan ini tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya.” (QS.An-Nahl(16):99).
"Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu (syaitan) terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat." (QS.Al-Hijr(15) :42).
Tidakkah kita memperhatikan betapa banyaknya ayat-ayat yang menunjukkan kemurkaan Allah swt terhadap kaum yang berbuat kesyirikan, yang menduakan-Nya, yang menjadikan syaitan/thaghut sebagai pemimpin, yang meminta bantuan kepada selain Allah ?
"Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Syu`aib dan orang-orang yang beriman bersama-sama dengan dia dengan rahmat dari Kami, dan orang-orang yang zalim dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati bergelimpangan di rumahnya." (QS.Hud(11) :94).
"Adapun kaum `Aad maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; maka kamu lihat kaum `Aad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon korma yang telah kosong (lapuk). Maka kamu tidak melihat seorangpun yang tinggal di antara mereka." (QS.Al-Haqqah(69) :6-8).
Gunung Merapi dan bencana apapun yang terjadi di dunia ini terjadi atas kehendak-Nya, karena izin-Nya. Bukan karena jin atau penguasa ghaib manapun. Tidak juga makhluk ghaib yang taat seperti para malaikat. Karena para malaikatpun hanya menjalankan tugas yang dibebankan Yang Maha Kuasa Yang Esa, Allah Swt.
Bencana juga terjadi bukan semata karena azab. Namun juga bisa sebagai peringatan bagi hamba-hamba yang disayangi-Nya karena Ia ingin kita kembali ke jalan yang benar. Sang Khalik tidak ingin kita terus terombang-ambing dalam kesesatan dan ketidak-tahuan.
"Andaikata mereka Kami belas kasihani, dan Kami lenyapkan kemudharatan yang mereka alami, benar-benar mereka akan terus menerus terombang-ambing dalam keterlaluan mereka." (QS.Al-Mukminun(23):75)
Sejak ratusan tahun gunung Merapi telah berkali-kali meletus. Berarti telah berkali-kali pula Allah swt memperingatkan masyarakat Jawa yang suka mencampur-adukkan ajaran yang dibawa Rasulullah Saw untuk kembali kepada kemurnian penyembahan, yaitu meminta tolong hanya kepada Allah Swt. Namun nyatanya hingga detik ini berbagai upacara ritual kesyirikan tetap saja dilaksanakan. Tidakkah ayat berikut membuat mereka sadar akan kesalahan tersebut? Lupakah mereka akan pepatah : “Sesal kemudian tidak ada guna” atau ”Nasi telah menjadi bubur?”
“Mereka berkata sedang mereka bertengkar di dalam neraka: “Demi Allah, sungguh kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata karena kita mempersamakan kamu (jin dan syaitan) dengan Tuhan semesta alam.” Dan tiadalah yang menyesatkan kami kecuali orang-orang yang berdosa. Maka kami tidak mempunyai pemberi syafa`at seorangpun dan tidak pula mempunyai teman yang akrab maka sekiranya kita dapat kembali sekali lagi (ke dunia) niscaya kami menjadi orang-orang yang beriman." (QS.Asy-Syu’ara(26):96-102).
Para peneliti saat ini telah memperingatkan bahwa ancaman gunung tersebut kali ini berbeda dengan ancaman-ancaman sebelumnya. Gunung tersebut telah terlihat bersiap memuntahkan magma panasnya secara maksimal. Sudah tibakah saatnya azab itu dijatuhkan ??
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS.Al-Furqon(25):68-70).
Tampaknya tugas wali songo dalam mengajarkan Islam di tanah Jawa 7 abad silam belumlah tuntas. Ini bukan hanya tugas dan kewajiban para dai namun juga kita sebagai Muslim yang baik agar mengingatkan dan mengajak saudara-saudara kita di Jawa untuk memurnikan ajaran Islam. Bila para pemimpin terlihat sibuk dengan urusan dunia mereka biarlah mereka mempertanggung-jawabkan urusan maha berat ini di hari akhirat nanti.
Semoga tulisan ini dan juga siapapun yang mau meneruskannya kepada yang membutuhkannya menjadi saksi bahwa kita telah menjalankan perintah-Nya.
”Barang siapa diantaramu yang melihat kejelekan maka rubahlah dengan tangannya. Maka jika tidak sanggup maka rubahlah dengan perkataanya. Dan jika tidak sanggup rubahlah dengan hatinya, dan itulah yang paling lemah imannya." (HR. Bukhari-Muslim).
Wallahu’alam bish shawwab.