Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

NDAS WEDHUS (Part 2) - Tingugan Banger

Apakah Sunardi Selamat dari Ritualnya? Atau Justru Perjanjian Tersebut Mendatangkan Mala Petaka?


Bagian 2
TIKUNGAN BANGER

Waktu Menunjukan Jam 03.00 pagi Sunardi Belum Kunjung keluar dari dalam Goa Air Terjun Sungai Semawur.
Mbah Tangil terus memabcakan beberapa mantra dengan duduk bersila, beberapa gerakan di arahkan ke Arah Goa namun sunardi tak kunjung Keluar.

Selang beberapa menit Adzan subuh terdengar Mbah Tangil semakin panik akan keberhasilan Sunardi.

"Mbah Tolong mbah" teriakan terdengar dari Bawah Air Terjun sungai Semawur, dan jelas itu suara Sunardi yang muncul dari bawah Air Terjun dan meminta tolong Mbah Tangil.

Mbah Tangil seketika menghampiri Sunardi dan Memopoh Sunardi ke Daratan Sungai Semawur.

Sunardi Telihat sangat lemas dan linglung.

"Di, Sadar di, iki Mbah Tangil" (di, sadar di, ini mbah tangil) Ucap mbah tangil sambil Menggerakan Badan Sunardi.

Mbah Tangil Membacakan Mantra Di Wadah Yang Berisikan air lalu di basuhkan ke Wajah sunardi.

"Tolong mbah, tolongi aku" seketika sunardi terbangun dengan wajah pucat dan Gelagapan.

"Piye aman to?" Tanya mbah Tangil.

"Tolong mbah, aku Ora kuat, aku wedi, aku wegah mati" jawab sunardi dengan rasa takut.

"Endi Kain Kafan mu di?" (Dimana kain kafan mu di) tanya mbah tangil.

"Mbuh mbah aku wegah mati" (tidak tau mbah aku tidak mau mati) jawab sunardi.

Mbah tangil Membuka telapak tangan Sunardi dan masih terlihat kain kafan berada di genggamanya.

"Iseh ono di, jal tak cek sek yo" (masih ada di, sebentar saya cek ya) ucap mbah tangil.

Mbah tangil Mulai mengecek Kain yang di genggam sunardi.

"Iseh ono darahe, Tugas pertama koe berhasil, bar iki ng omah, koe tak kei Tugas berikute" (masih ada Darahnya di, tugas pertama kaku berhasil, setelah ini kerumah, kamu tak kasih tugas berikutnya) terang mbah tangil.

Pagi tiba Sunardi dan mbah Tangil kembali ke gubugnya sepanjang perjalanan sunardi menceritakan semua kejadian tadi malam.

"Edan mbah, begitu tekan goa aku koyo rep repen" (gila mbah, ketika sampe Goa, saya seperti mimpi buruk) Ucap Surnadi sambil menyetir kendaraanya.

"Weruh opo Di?" (Lihat apa di) tanya mbah tangil.

"Pas aku tekan goa, Wis peteng kabeh, seng nemoni aku wonge gedi, ireng, Awake sisiken kabeh, raine rak ono kulite, Sungune 5, gidilen, motone gedene sak setiran"

(pas saya sampai goa, seketika gelap semua, yang menemui orangnya besar, hitam, badanya bersisik, wajahnya tanpa kulit, bertanduk 5, ada taringnya, matanya sebesar setir mobil) ungkap Sunardi.

"Hahah Kecing, kui durung sepiroho, Terus Koe di takoki opo?"(hahah Penakut, itu belum seberapa, terus kamu di tanya apa) tanya mbah tangil.

"Sak imutku, wong kui mung jauk ndas Wedus secepete, nek ora Ndas keluargaku seng di pangan" (seingatku, orang itu minta kepala kambing secepatnya, kalo tidak kepala Keluarga saya yang akan di makan) Jelas Sunardi dengan perasaan takut.

"Wes Resiko di rausah kuwatir, koe wis kadung njeggur, yo koe kudu sekalian nyelem. Wes ndang. Mengko lanjut ngomah dongenge" (wes Resiko di, kamu sudah terlanjur masuk air, berarti kamu sekalian menyelam. Sudah nuruan, nanti lanjut rumah saja ceritanya) tegas mbah Tangil.
...

Tak terasa perjalanan pulang sudah mendekati gubug mbah Tangil.
Sunardi bergegas menuju gubug mbah Tangil dan memakirkan kendaraanya.

Sesampainya di rumah Sunardi menyempatkan untuk merebahkan tubuhnya Perasaan takut dan cemas menghantui dirinya.

Mbah Tangil menuju dapur untuk membuatkan kopi Untuk sunardi.

"Di ombe sek di, koli lanjut maneh wektumu mung jumat iki tok" (di minum dulu di, setelah itu lanjut lagi waktu kamu cuma jumat ini) terang mbah Tangil supaya Sunardi bergegas menyelesaikan Tugasnya.

"Teros opo maneh sing kudu aku lakoni Mbah?"(terus apalagi yang Harus saya lakukan mbah) tanya sunardi.

"Koe tak kei Rajah, monggo koe Tebar Rajah iki neng dalan, nek koe ora iso nemu korban keluargamu bakal dadi ganti tumbal" (kamu saya kasih Rajah, silahkan kamu sebar di jalan kalo kamu tidak mendapatkan korban, keluargamu yang bakal jadi tumbal) Perintah mbah tangil sembari memberikan kain kafan.

"Iki opo mbah?" Aku kudu guang nendi?" (Ini apa mbah, aku harus membuang di mana) tanya sunardi.

"Kui wis Urusanmu, ndonyo akhirat wes koe sing nanggung." (itu sudah urusanmu dunia dan akhirat sudah kamu yang nanggung) jawab mbah tangil.

"I-iyo mbah aku wes siap resiko" (iya mbah saya sudah siap resikonya) jawab tangil.

"Perlu di imut, koe teko rene Wulan suro, Pendak Wulan suro Koe kudu ngei Ndas neng bosmu, Ojo sampe lali, nek koe lali Keluargamu taruhane"

(perlu di ingat, kamu datang kesini bulan suro, setiap bulan suro kamu harus memberikan sesembahan Kepala, kalo sampai lupa Keluargamu bakal jadi Taruhanya) mbah tangil menegaskan ke Sunardi untuk selalu rutin memberikan tumbal dengan apapun itu caranya.
...

Pagi Itu Sunardi kembali kerumah.
Keluarga Sunardi tidak tau apa yang semalam sunardi Lakukan.
Di rumah sunardi sudah di sediakan sarapan oleh istrinya.

"Bapak kok nembe wangsul, janjinya mau ngajak adek ten pasar malem" (bapak kok baru Pulang, janjinya mau ngajak adek ke pasar Pasar malam) tanya Nina anak kedua sunardi yang masih berumur 10 th.

"Bapak lembur nok, bapak nginep ten kerjaan, mau bengi meh bali wedi kan malam jumat hiiiiii sereeem" (bapak lembur dek, bapak menginap di kerjaan, tadi malam kan malam jumat hiiiii sereem" Jawab sunardi sambil menggelitiki Nina anak ke 2 yang sangat dia cintai.

"Yo mpun ayok sarapan sek wae, becandanya nanti, nina ajeng lauk nopo niki?" (Ya sudah ayo sarapn dulu aja, becanda nya nanti, nina mau lauk apa ini?" Tanya Sumi istri Sunardi.

"Telur sama Kecap bu" jawab nina.

"Rio ngabari ora bu?" (Rio memberi kabar tidak bu) tanya Sunardi pada Sumi.
Rio merupakan Putra Pertamanya yang baru saja masuk bangku perkuliahan.

"Mau bengi ngabari pak, jarene kos kosan neng Kono Larang kabeh" (tadi malam ngabari pak Katanya kos kosan di sana mahal semua) jawab Sumi.

"Bapak tak takok konco-konco sing neng kono, mboan nemu sing ringan bu" (bapak tak tanya temen-temen di sana, barangkali ada yang ringan bu) sahut Sunardi.

"Yo neng kono ono sing ringan, mung ya iku kadohen pak. Jarak seko kampuse lumayan adoh. Karepku kan tak kon golek sing cedak"

(ya disana ada yang ringan, cuma kejauhan pak, jarak dari kampus lumayan jauh, harapan saya tak suruh nyari yang jaraknya dekat) sahut sumi sambil Menikmati sarapan paginya.
...

Sunardi memiliki perusahaan kain dan pabrik gula kala itu sunardi menjadi bos yang kaya raya dan terpandang, namun karna ketamakan dia dan suka bermain judi, sunardi mengalami kebangkrutan. Asetnya di jual dan separuh karyawanya di phk.
...

Jam 09.000 sunardi mulai melancarkan aksinya.
Sunardi kluar berpamitan dengan alasan pekerjaan.
Memutari seluru jalanan untuk memasang rajah yang di berikan mbah tangil.
Sunardi menemukan lokasi yang menurutnya cocok untuk menjaring tumbal.

"Tikungan banger" lokasi ini yang pertama kali sunardi temukan dan menurutnya sangan memungkinkan untuk menjadi Tumbal.
Di jalan tersebut terdapat batu yang lumayan besar.
Bungkusan kain yang di berikan mbah tangil sunardi siapkan untuk segera di tanam di bawah batu besar.

Sunardi menggali lubang sambil melihat lihat sekitar, memastikan tidak seorangpun melihat sunardi sedang menanam rajah tersebut.
...

Tepat setelah 2 hari Sunardi memasang Rajah di Tikungan Banger, terdengar berita telah terjadi kecelakaan Mobil Avan*a Terperosok menabrak batu yang di pasangi rajah oleh sunadi.

2 orang meninggal dengan luka parah di Kepalanya, dan 3 orang Mengalami luka Serius. Selama kejadian kecelakaan Tikungan banger menjadi sangat menyeramkan.
Kerap Warga yang melintas mendapati sosok penampakan yang meminta tolong untuk mengembalikan kepala.

Sementara sunardi mulai menikmati hasil Ritualnya
Bisnis sunardi mulai berkembang kekayaan sunardi mulai meningkat.
Semua Kebutuhan sunardi terpenuhi, hutang-hutang sunardi terbayarkan.

Tahun bertahun berlalu sunardi lupa menarik Rajah yang dia pasang, Setiap Tahunya Tikungan Banger kerap memakan Korban meninggal, karena rajah sunardi Masih terpasang di batu tikungan Banger.

Sementara dulu tikungan Banger merupakan jalan yang banyak di nikmati oleh warga sebagai akses jalan menuju daerah lainya, kini jalan tersebut menjadi jalan yang menyeramkan, tak satupun yang berani melewati tikungan banger malam hari.

Cerita cerita horor dari warga kini semakin menghantui warga sekitar tikungan banger.

***

Sudut pandang Imin ketua RT Desa sekitar tikungan Banger

"Tok tok tok... Assalamualaikum kang Rohim" Suara Imin sambil mengetuk rumah Ustad Rohim.

"Waalaikumsalam pak rt, wah tumben tumbenan ki dolan rene" (wah tumben Tumbenan ini main kesini) jawab Ustad rohim.
Kang Rohim merupakan Ustad yang di Tuakan di wilayah tersebut tak jarang warga meminta bantuan Perihal ghoib oleh kang rohim. Walaupun ustad, kang rohim sangat enggan di panggil ustad karena kerendahan hatinya.

"Enggih niki kang, mumpung ora patio sibuk hahah. Anu Kang.. aku ki kok due unek unek, mung meh tak sampaikan neng jenengan kok Rodo sibuk terus" (iya ini kang, mumpung tidak sibuk, anu kang.. saya tuh punya unek-unek, cuma mau saya sampikan kok sibuk terus) Ucap imin memulai perbincangannya.

"Pie min, kyane kok ono dongengan serius, meh rehab musola maneh to?" (Gimana min, sepertinya kok ada bahasan serius ini, mau renovasi musola lagi ya?) Cletuk Ustad Rohim untuk mencairkan Perbincangan.

"Walah nek iki bedo maneh kang, iki rodo ke Barang ora katon hahaha" (walah kalo ini beda lagi kang, ini lebih ke benda yang nggak terlihat hahah) jawab Imin.

"Bu... ki pak RT gawekne kopi mumpung kolo-kolo gelem dolan" (bu.. ini pak rt bikinkan kopi, mumpung pak rt main) suara Ustad rohim menyuruh istrinya membuat kopi untuk imin.

"Wah mboten usah repot-repot kang" (tidak usah repot-repot kang) Sahut Imin.

"Halah mumpung sampean gelem dolan rene" (halah mumpung kamu main kesini) jawab ustad Rohim.

"Nki kang, tikungan Banger ki saiki kok hawane sintru banget yaa, lah aku ki due unek unek, nek misal Doa karo slametan bersama neng kono memungkinkan ora kang"

(gini kang, tikungan banger tuh sekarang kok seram banget. Nah aku punya pemikiran, kalo misal doa dan tasyakuran di di sana memungkinkan tidak kang) tanya Imin melanjut perbincanganya.

"Aku yo sempet mikir ngono kui min, mung aku kok rodo kangelan ngumpulke Warga" (saya juga sempat memikirkan hal itu min, tapi aku sepertinya kesulitan mengumpulkan warga) jawab Ustad Rohim.

"Warga Aku sing ngurus kang, jenengan Ngatur dinone wae, enake kapan" (warga saya yang ngatur kang, kamu yang mengatur harinya saja, enaknya kapan) sambung Imin.

"Nek malam Jumat Ngarep piye min, tahlil rutinan tak liburke sek wae, ganti doa bersama neng lokasi Kono" (Kalo jumat depan gimana min, tahlil rutinan saya liburkan dulu, ganti doa bersama di lokasi sana) sahur ustad Rohim.

"Nggih aku Ngikut jenengan mawon kang, aku tak Siarke neng Jamaah, dadi warga tak kon doa bersama Karo gowo Slametan sak ikhlase yo" (Iya saya ngikut kamu saja kang, saya tak umumkan ke jamaah, jadi warga suruh doa bersama dan bawa tasyakuran se ikhlas nya ya) jawab Imin.

"Oke cocok min. Mugo mugo wae aman ora ono kendala" (semoga saja aman tidak ada kendala) sambung ustad Rohim.

Imin mulai mengumumkan Ke Warga pada jumat depan untuk mengikuti doa bersama dan tasyakuran.
...

Tepat malam jumat Warga Bersama-sama datang ke lokasi Sambil membawa hidangan Bubur Hitam putih. Doa bersama berjalan dengan lancar Warga mulai menikmati hidangan yang mereka bawa namun tak di sangka Salah Seorang warga tiba-tiba pingsan.

"Astagfirullah, kang Rohim, Ani Semaput kang" (kang rohim, ani pingsan kang) panggil salah seorang warga ke ustad Rohim.

"Pye iki kok iso semaput" (gimana Ini kok bisa pingsan) tanya ustad Rohim.

"Ora reti kang, tiba-tiba Pingsan" (tidak tau kang, tiba-tiba pingsan) jawab salah satu warga.

Ustad Rohim mengecek Keadaan sekitar dan mencoba menyadarkan ani yang sedang pinsan, namu dari wajah Usatad Rohim agak berbeda dari biasanya. Terlihat ustad rohim menyadarkan Ani dengan membacakan doa doa.
Benar saja waktu ustad rohim membaca doa untuk ani seketika Ani menjerit sekeras kerasnya.


"Huaaaaaaaaaa, ojo ganggu akuuu" (huaaaaaaaa, jangan gangguku) suara ani sangat besar dan Benar saja Ani kerasukan makhluk asing.

Ustad Rohim membackan ayat Suci, warga memegangi tangan dan kaki ani.
Sangat kuat tenaga ani Sampai warga kwalahan memeganya.
...

30 menit sudah Ani kerasukan tak kunjung membaik, makhluk dalam diri ani enggan untuk keluar.

"Assalamualaikum, sampean sopo" (kamu siapa) tanya ustad Rohim ke ani yang sedang kerasukan.

"Koe rausah Melu-melu" (kamu tidak usah ikut campur) Jawab ani.

"Oh koe jebul sing gawe wong sing lewat kene kecelakaan" (oh ternyata kamu yang bikin orang yang lewat kecelakaan" lanjut ustad Rohim.

"Koe rausah melu-melu, nek koe wegah matiii" tegas ani dengan nada tinggi.

"Aku ora wedi karo koe, sopo sing ngakon koe neng kene" (siapa yang nyuruh kamu disini) tanya ustad rohim.

"Koe ora perlu ngertiiiii" (kamu tidak perlu tau) jawab makhluk tersebut.

"Nek koe ora jawab, tak obong koe neng kene" (kalo kamu tidak menjawab, tak bakar kamu disini) ancam ustad Rohim.

"Koe usah melu-meluu" ucap makhluk itu dengan Menjerit brutal.

"Ngaku ora, koe kan sing gawe kecelakaan" (ngaku ngga, kamu kan yang buat kecelakaan" sambung ustad Rohim.

Ustad rohim kembali membacakan doa doa untuk ani, ani semakin brutal dan menjerit jerit kepanasan.
Selang beberapa waktu ani Tiba tiba terdiam, warga mengira ani sudah sadar namun siapa sangka, tiba-tiba ani menangis.

"Tulung aku... tulungen aku" Ucap ani sambil Menangis lemas.

"Tulungen kenopo, jenengan sinten" (tolong kenapa, kamu siapa) tanya ustad Rohim.

"Tulungen aku, aku ora iso metu seko kono" (tolongin aku, aku tidak bisa keluar dari sana) ucap makhluk dalam diri ani.

Kini Ani telah kerasukan makhluk berbeda dari sebelumnya.

"Metu seko endi, sampean sinten" (keluar dari mana, kamu siapa) tanya ustad rohim.

"Aku Rini, aku ora iso metu" (saya rini, saya tidak bisa keluar) jawab makhluk tersebut sambil menangis.

"Aku iso bantu koe, mung aku pengin reti, koe ora iso metu seko ngendi" (saya bisa bantu kamu, tapi saya pengin tahu, kamu tidak bisa keluar dari mana) tanya ustad Rohim.

"Aku wedi, aku wegah di sikso" (aku takut, aku tidak mau disiksa) jawab makhluk tersebut

Tiba-tiba Ani jatuh pingsan kembali, ustad Rohim membacakan ayat suci untuk memulihkan ani. Setelah selesai di bacakan doa, ani kembali tersadar.
Nampak ani kebingungan dengan warga yang ramai menontonya

"Min iki tenan ono sing ora beres min" (min ini beneran ada yang tidak Beres ini min) celetuk Usatd Rohim kepada Imin selaku ketua RT.

"Iki solusine pye kang Rohim" (ini solusinya gimana kang rohim) tanya imin.

"Anu wae, iki warga koli bubar wae, men aman sek, sesok dewe dongengan ngomah" (gini aja, ini warga suruh bubar saja, biar aman Dulu, besok kita bincang-bincang Di rumah) jawab ustad Rohim.

"Nggih wis kang, koli tak umumke, sama ani tak anter aku wae ben aman" (ya sudah kang, saya umumkan sekarang, sama ani tak antar saya aja biar aman) sambung Imin.

Warga kembali kerumah masing-masing, tragedi Seramnya Di tikungan banger menjadi bincangan hangat.

Keesokan tak di sangka sangka kecelakaan terjadi lagi di tempat tersebut, kali ini lebih mengerikan, seorang wanita jatuh terlindas ban truk di lokasi tersebut.

Darah bercecran dimana-mana, tak seorang pun berani menolongya.
Polisi dan ambulance datang melakukan autopsi, beberapa polisi melakukan bincang-bincang dengan sopir truk dan para saksi.

Tikungan Banger menjadi sangat menyeramkan. 
Konon cerita yang beredar setiap kali warga yang melewati tikungan banger bau tak sedap tercium di lokasi tersebut.
Anehnya Jenazah korban sudah di kubur dan darah sudah di bersihkan.
...

Imin dan Ustad Rohim kembali Berbincang membahas Tikungan banger, mereka berdua memikirkan dengan serius.

"Kang info warga neng lokasi Tikungan banger kok iseh mambu ora enak yo, mambu busuk jare" (kang info dari warga di tikungan banger katanya maksih bau tidak enak ya Bau busuk katanya) ucap imin.

"Iyo min, aneh juga padahal wis di resiki kabeh, kok iseh mambu yo, opo iseh ono seng ketinggalan jasade?" (Iya min, aneh juga padahal sudah di bersihkan semua, apa masih ada yang ketinggalan jasadnya) tanya ustad Rohim.

"Kayane wis resik kang, aku wingi melu Kresiki yo wis aman, bagian sirahe sing ajur wis di kumpul ke areng polisi" (sepertinya sudah bersih kang, kemaren saya ikut bersihkan juga udah aman, bagian kepala yang hancur juga sudah di kumpulkan polisi) sahut imin.

"Sesok bengi awakmu ngancani aku neng lokasi yo, wengi iki istirahat kro aku tak siap siap. insyaallah terkuak kabeh min perkoro seng neng kono" (besok malam kamu nemenin aku kesana ya, malam ini istirahat sama saya tak Perispan, insyaallah terkuak semua masalah yang di sana) Ucap ustad rohim.

"Sesok ba'da isya nopo kang" (besok ba'da isya ya kang) tanya imin.

"Iyo min, bar isya awakmu neng omah ku yo" (iya min, habis isya kamu ke rumah ku ya) jawab ustad Rohim.
...

"Tok tok tok... Assalamualaikum kang, wis siap nopo?" (Sudah siap kah) Ucap imin sembari mengetok pintu ustad Rohim.

"Waalaikumsalam, mlebu sek min" (masuk dulu min) jawab ustad rohim sambil membukakan pintu.

"Nggih kang" (iya kang) jawab Imin.

Ustad Rohim kembali masuk kamar, mungkin sedang mempersiapkan dirinya untuk Menuju Tikungan Banger.
...

"Meh ngopi sek ra min, opo meh langsung mangkat" (mau ngopi dulu, atau langsung berangkat) tanya ustad Rohim.

"Langsung wae kang ben ora kewengen" (langsung saja kang Biar tidak kemalaman) sambung imin.

Mereka berdua bergegas Menuju lokasi tikungan Banger. Nampak ustad Rohim lebih Serius dari biasanya, mungkin ustad rohim Tau apa yang akan dia hadapi. Tak lama setelah mereka melaju dengan motornya akhirnya sampai di tikungan banger.

"Min awakmu moco Ayat Kursi sing akeh yo, iki rodo sangar soale" (min kamu baca ayat kursi yang banyak ya, ini agak mengerikan soalnya) perintah ustad Rohim.

"Siap kang, tapi aman kan yo" (siap kang, tapi aman kan ya) jawab imin.

Ustad rohim mulai membacakan wirid.

Di dekat batu besar tikungan banger, mungkin ustad Rohim tau keberadaan tempat bersembunyi mahkluk halus yang sering membuat warga kecelakaan.

Wirid yang di baca usatd rohim nampak berbeda dari biasanya. Wirid ini lebih panjang dan asing di telinga imin.

Setengah jam ustad Rohim membackan doa, tiba-tiba Ustad Rohim berdiri melingkari Batu tersebut.

"Min iki sangar tur akeh min, nyoro nek dwe wong loro" (Min, ini mengerikan dan banyak min, kwalahan kalo kita berdua) ucap ustad Rohim.

"Solusine pripun kang?" (Solusinua gimana kang) Tanya Imin.

"Iki awake dewe puter balek sek wae, aku due konco, jajal sesok tak kabarane iso rene ora" (ini kita putar balik saja, aku punya teman Besok saya kabari, coba besok bisa kesini atau tidak) jawab ustad Rohim.

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close