Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PENARI RONGGENG (Part 3)


Aku mulai merapal doa, sambil menggenggam tangan Manda. Berusaha mengeluarkan Kuntilanak itu. Manda berteriak kencang, seperti kesakitan.

"Udah... udah... panas!" ucap Manda. Tak lama, ia pun tersadar.

"Yah... bukannya ditanya dulu," ucap Fadil.

"Itu kesurupan bukan mediasi," balasku kesal.

"Emang apa bedanya?" tanyanya.

"Kalau kesurupan itu si Jin masuk secara paksa. Bisa bahaya, soalnya Manda gak bisa ngontrol. Kalau mediasi, Manda yang sengaja masukin Jin ke badannya. Jadi lebih bisa ngontrol," jelasku sedikit ngegas.

"Di sini kan gelap, bahaya kalau Manda tiba-tiba ngamuk atau lari. Ntar malah celaka," tambahku.

"Oh begitu, maaf."

"Kasih minum, Ca!" perintahku.

Caca memberikan air mineral pada Manda. 

"Mir," panggil Manda.

"Ya?"

"Tadi aku liat ada cewek terbang cepet banget ke arahku. Terus tiba-tiba gelap semua," ucap Manda.

"Iya itu Kuntilanak," balasku.

"Iya, aku liat kepalanya berdarah-darah gitu. Bener gak?" 

"Iya, bener."

Baru bisa bernafas lega, tiba-tiba....

Hihihihihi!

Kini suara tawa terdengar jelas di belakangku. Sontak aku menoleh ke belakang. Terlihat Wildan sedang memegang tubuh Hendra.

"Mir!" panggil Wildan, panik.

"Astaga, sekarang Hendra malah ikut-ikutan!"ucapku kesal.

Kucluk! 

Kucluk!

Hendra melompat-lompat pendek. Wildan masih menahannya agar tidak pergi kemana-mana. 

"Mir, bantuin woy! Berat nih," teriak Wildan.

"Kesurupan pocong kayanya itu," ucap Taka.

"Hooh," sahut Fadil.

"Bukannya pocong itu terbang, Ya?" tanya Erwin.

"Itu kok lompat? Berarti yang di film-film bener dong," sambungnya.

"Terbang kok, aku pernah liat," timpal Galih.

"Jadi mana yang bener?" tanya Erwin.

Astaga, di situasi seperti ini, mereka masih berdebat masalah pocong lombat atau terbang. 

"Bener dua-duanya," balasku seraya memegang tangan Hendra, lalu merapal doa.

"Ih, panas!" ucap Hendra sambil menggeliat seperti cacing kepanasan.

"Buruan, Mir. Aku dah gak tahan," ucap Wildan.

Aku terus merapal doa. Tak lama, pocong itu sudah keluar dari tubuh Hendra. Wildan dan Hendra langsung terduduk di lantai, kelelahan.

"Gak lagi-lagi ya, Hen. Aku bantuin lu kalau kesurupan," keluh Wildan.

"Aku juga gak sadar, tiba-tiba dah masuk aja tuh pocong," balas Hendra.

"Pocongnya cewek ya, Mir?" sambungnya.

"Iya," balasku singkat.

"Eh, emang ada pocong cewek?" tanya Erwin.

Aku menarik nafas panjang, saat mendengar pertanyaannya.

"Iya, bukannya kalau yang cowo jadi Pocong, terus yang cewe jadi Kuntilanak," balas Fadil.

"Gak gitu konsepnya, Pocong juga ada yang cewe dan cowo. Sama kaya Kuntilanak," jelasku.

"Hah! Emang ada Kuntilanak cowo?" tanyanya.

"Ada, tuh lagi ngerayap di dinding belakang kalian," balasku agak kesal.

Erwin, Fadil dan Taka langsung bergeser, mendekat ke arah Hendra dan Wildan.

"Pulang, Yuk!" ajak Caca.

"Ayok!" Wildan langsung berdiri dengan semangat.

"Lama-lama panas juga di sini," imbuhnya.

"Baru sebentar padahal," ucap Hendra.

"Sebentar aja aku dah capek, Hen. Ntar kalau lu lompat dari lantai dua gimana? Kan kita jadi berabe, harus nguburin lu di mana," sahut Wildan.

"Iya, ih. Baru sebentar aja dah dua orang kesurupan," tambah Caca.

"Bener sih, pulang aja. Situasinya dah gak kondusif. Aku gak tau bisa nahan berapa lama. Banyak banget soalnya yang mau curhat," ucapku.

"Ya udah, mari kita pulang...," ucap Galih.

Srek! Srek!

Bunyi langkah kaki kami bersahutan, saat berjalan menuju tangga. Belum jauh melangkah, tiba-tiba Caca memanggilku.

"Mir, Manda kenapa ini," ucapnya sambil memegang tubuh Manda yang berdiri mematung, dengan kepala menunduk.

"Nda?" tanyaku seraya berjalan mendekat. Namun, tak ada respon darinya.

"Duh, kesurupan lagi," ucapku dalam hati.

"Sudah dibilang jangan ganggu kami. Pergi kalian!" ucap Manda dengan suara agak berat.

Ternyata Genderuwo itu yang masuk ke tubuh Manda.

"Kami sudah mau pulang," balasku.

"Terlambat!" 
Terlihat ada sesuatu yang bergerak cepat dari bagian dalam pasar. Masuk ke dalam tubuh Manda. Tak lama, Manda pun menggerak-gerakan tangan dan kakinya, seperti seorang penari. Caca yang tadi berada di dekatnya, kini agak menjauh. 

"Mau apa kamu kesini?" tanya Makhluk yang ada di tubuh Manda, dengan lirikan tajam.

Aku bisa melihat bentuknya dengan jelas. Bahkan sangat jelas. Energinya besar dan negatif. Ia adalah seorang Penari Ronggeng.

"Saya kan sudah bilang, kami mau pulang." Aku semakin mendekati Manda.

"Kalian boleh pulang, tapi tinggalkan anak ini," ucapnya.

"Kenapa harus ditinggalkan?" 

"Saya ingin anak ini!"

"Tidak boleh, dia teman saya."

Manda kembali menari. Kali ini tariannya membuat bulu kudukku meremang. Hawa panas semakin terasa, diikuti dengan ribuan makhluk yang kian mendekat. Ya, Penari Ronggeng itu memanggil anak buahnya.

"Aduh pusing," keluh Hendra.

"Baca doa dalam hati, Hen," perintahku, tak mau Hendra kembali kesurupan, karena akan merepotkan.

"Yang lain juga sama, Ya!" imbuhku.

"Ada apa, Mir?" tanya Wildan.

"Pokoknya ikutin aja, jangan banyak tanya," balasku.

"Berikan anak ini atau yang lain juga akan saya bawa?" ancamnya.

"Ye, ogah!" celetuk Wildan.

Kini aku sudah berhadapan langsung dengan si Penari Ronggeng. Ia terus menari-nari, dengan tatapan yang tidak pernah lepas dariku. 

"Oke kalau kamu mau bawa dia," ucapku.

"Mir, jangan oi!" sahut Wildan.

"Sekalian bawa dia juga," lanjutku.

"Kenapa musti aku!" balas Wildan.

"Lu diem dulu, Dan! Aku bukan lagi ngomongin lu."

"Oh, maaf."

Hanya dalam sekejap mata, si Hitam sudah datang. Ia berdiri di sampingku. Tatapan mautnya membuat nyali si Penari Ronggeng agak menciut.

"Ayo, bawa dia sekalian!" gertakku.

Si Hitam mulai mengasah kukunya yang tajam.   

"Kalian boleh pulang," ucap Manda pelan. Tak lama, Manda langsung terjatuh. Beruntung aku segera menahan tubuhnya.

"Bantu dong," teriakku. 

"Gitu aja gak kuat, Mir," ucap Wildan seraya berjalan mendekatiku.

Bukannya aku tak kuat, tapi menghalau banyak makhluk tak kasat mata membuat tubuhku lemas. Kehabisan energi.

Wildan dan Caca membopong Manda yang masih terlihat lemas. Kami pun turun ke parkiran. Namun, Manda masih diam saja. Tak berbicara sedikit pun semenjak kesurupan.

BERSAMBUNG
close