LARANTUKA PENDEKAR CACAT PEMBASMI IBLIS (Part 37) - Epilog

Asap dupa mengepul, menyebarkan bau wangi yang menusuk penciuman. Dalam ruangan serba merah itu tampak sosok berpakaian serba hitam tampak menggigil menghadap sebuah meja bertaplak merah.
Di atas kain merah itu tampak peti kayu kecil mirip peti mati berwarna hitam legam.
Hmmmm hrgghh...
Mulut pria itu komat-kamit merapal mantra pemanggil setan, pujian kidung seram ia panjatkan dengan sepenuh hati. Nada suaranya mendayu penuh kerinduan seakan ingin bersua dan menyatu dengan sosok iblis junjungannya.
Sesekali ia menggeram seperti kesurupan. Tanganya yang besar mengambil baskom tembaga, sosok itu kemudian bergetar terbatuk-batuk hebat lalu memuntahkan cairan kental kemerahan berbau amis dari mulut.
Hoeekkk hieekkk...
Setelah puas memuntahkan isi perut, baskom tersebut telah berisi darah kental hingga separuhnya, lelaki itu mengulap bibir yang belepotan, ia sejenak puas dengan hasil malam ini, terlihat dari seringai giginya yang memerah. Segera ia benamkan kotak hitam itu kedalam baskom sambil menembang kecil.
Peti itu ia lumuri darah dengan hati-hati dan penuh perasaan sayang. Layaknya memandikan jabang bayi yang masih merah. Tak lama peti itu bergetar, mata lelaki itu melotot hampir keluar melihat satu persatu kepingan logam keemasan berjatuhan dari dalam peti kedalam baskom bersimbah darah.
"Uang! Emas! Aku kaya, hak hak hak"
Baskom penuh berisi emas itu ia siramkan ke atas kepala, lelaki itu mandi keping emas berselimut darah kental. Seringai seram dari mukanya yang melotot, begitu mengerikan, bukan lagi berwujud manusia karena mulut itu tertarik kebelakang tidak wajar, memperlihatkan deretan gigi yang meruncing diujung.
Manusia tidak akan pernah puas, dia akan terus berkata lagi dan lagi hingga tanah kuburan menyumpal mulutnya. Sehingga manusia cenderung mencari sekutu gelap untuk mendapatkan keinginan walaupun dengan cara yang salah.
***
Desa Maruyung merupakan desa perbatasan kerajaan Kalingga. Desa ini sangat sering digempur pasukan demit namun karena kesaktian Lurah Singodimejo ditambah pasukan Kalingga yang selalu dikirim untuk berpatroli maka desa itu menjadi aman sentosa.
Namun beberapa purnama berlalu banyak terjadi warga hilang satu persatu bagai hilang ditelan bumi.
Bahkan sehari lalu ditemukan tiga mayat di lokasi terpisah mati secara mengenaskan, satu di sendang, dua lainnya di persawahan, terlihat dua lubang di salah satu bagian tubuh layaknya digigit suatu hewan. Tubuh mereka kering kerontang seperti darahnya habis disedot.
Oleh karena itu lurah Singodimejo mewajibkan warga untuk saling berpatroli di sekitar kawasan tempat tinggal.
Bulan purnama mengintip di balik awan tebal, suasana malam kali ini terlihat sepi, para warga memilih tidur lebih awal, jendela ditutup, lampu minyak dimatikan. Desa itu menjadi senyap dan gelap seperti desa mati.
Tampak lima orang bertugas ronda, mengelilingi kampung sementara waktu sudah semakin larut. Kabut mulai datang karena hawa dingin menusuk tulang. Terlihat satu membawa kentongan, lainnya membawa lentera. Golok panjang tak lupa tersampir di pinggang.
"Setelah lewat pematang sawah itu tugas jaga kita selesai teman-teman. Nantinya prajurit Kalingga akan ambil alih tugas jaga selanjutnya." ujar Jali tak sabar.
"Iya kang, malam ini terasa sangat seram, entah kenapa ekor mataku seperti menangkap ada sosok orang di belakang mengawasi." timpal Jampar, ia menengok kebelakang.
Hanya terlihat kegelapan pekat menyelimuti batang pohon yang tinggi. Jampar membuang muka, entah kenapa bulu tengkuknya berdiri semua.
"Ssst... kita harus waspada, terlebih tadi sore ada dua orang aneh berjubah hitam-hitam yang datang ke kampung kita meminta tempat untuk menginap."
"Lalu?"
"Sesuai arahan Lurah Singodimejo agar tidak memasukkan orang asing, kita usir kedua penggelana itu, gerak gerik mereka mencurigakan seperti mencari sasaran"
"Sasaran apa kakang Jampar?" tanya Samiran penasaran.
"Tumbal!" bisik Jampar.
"Hussh"
"Aku tak bohong, kematian warga sangat aneh dan tidak wajar, aku percaya ada yang sedang mengamalkan ritual pemujaan iblis di desa kita!"
Kelimanya segera saling berpandangan, antara percaya atau tidak dengan ucapan Jampar.
Buk buk buk..
Kelima pemuda itu terdiam dan menajamkan pendengaran. Mereka mengarahkan lentera ke sekeliling untuk menyingkirkan kegelapan. Mencari asal suara aneh itu. Saat ini mereka di pematang sawah jauh dari rumah warga desa, tidak mungkin ada orang yang menumbuk beras.
Hanya terasa angin dingin yang menghembus kencang, membuat ilalang setinggi dada orang dewasa bergerak-gerak bergesekan. Rumpun bambu di samping kelima orang itu berderit kencang.
"Li-lihat itu kang!" teriak Samiri sambil menunjuk ke atas pohon bambu. Mukanya putih pucat.
Kelima orang itu terpekik dan berjengit melihat benda hitam besar bergoyang diatas pucuk bambu. Bagaimana bisa benda seberat itu ada diatas pucuk daun?
"Itu apa?"
"Sseperti penduso!"
"Be-benar keranda mayat!"
Brukk.., benda itu melayang dan jatuh menghadang di depan kelima orang itu. Celaka, kelima-nya segera berbalik mengambil langkah seribu. Namun ketika Jampar menengok ke belakang ia terkaget kotak hitam itu langsung terbang mengejar.
"La... Lampor! Toloong"
Lampor adalah demit yang muncul saat ada wabah kematian menjelang. Bentuknya keranda mayat yang terbang mengejar kaum manusia. Kemunculannya berarti pertanda buruk akan ada nyawa yang melayang.
Buk buk buk...
Keranda mayat hitam itu tiba-tiba jatuh dari atas mencegat lari kelima pemuda tanggung itu. Mereka segera terjatuh bertubrukan.
"Serang!" teriak Jampar secara spontan.
Kelimanya menghunus golok secepat kilat ke arah Keranda mayat yang sudah berdiri tegak.
Bruaakk...
Kelima orang tersebut langsung terpental oleh tutup Keranda mayat yang terlontar.
Kemudian terdengar geraman yang membuat bulukuduk meremang.
Wajah para peronda memutih melihat sesosok tubuh dalam keranda. Sosok itu terbungkus kain kafan putih yang sudah kotor bercampur tanah merah mulai dari kaki sampai leher. Kepalanya tak terbalut sempurna, memperlihatkan wajah orang yang mengerikan.
Matanya melotot keluar, lidah menjulur panjang dengan kulit hitam keunguan. Mulut seperti robek dengan gigi runcing menyeringai.
Samiran terkejut melihat wajah demit itu, "Lu-lurah Singodimejo?"
Makhluk itu menyeringai ketika mereka mengenalinya. Tawanya mengerikan.
"Benar itu aku, hari ini sinuwunku Nyi Ratu Lampor Ireng berkenan terhadap nyawa kalian! Aku butuh darah kalian, hahaha"
Dari dalam penduso itu keluar tangan kurus bercakar hitam mencekik Samiran dan Parjo sehingga mereka tidak bisa bersuara.
"Jangan lurah, itu wargamu sendiri!" teriak Jali ketakutan.
Namun iblis itu tertawa panjang, "aku butuh darah kalian untuk kekayaanku, hahaha"
Kelima pemuda itu tak berkutik lagi, sebagian masih syok mengetahui sebentar lagi nyawa mereka akan ditumbalkan dengan keji oleh orang nomor satu di kampung Maruyung. Mereka merasa begitu dikhianati.
"Mampusss"
Terdengar suara wanita menghardik kencang. Tahu tahu cekalan demit Songodimejo terlepas, karena pergelangan tangan iblis itu sudah kutung ditebas benda tajam.
Raungan kesakitan membahana di persawahan. Keranda itu mundur kebelakang, isinya menatap nyalang ke atas pohon sukun, tampak dua sosok bermantel hitam sedang enak duduk di dahannya. Satunya duduk dengan kaki berayun sedangkan satunya lagi dusuk bersandar ke batang pohon. Capingnya lebar menutupi mata pemuda itu.
"Siapa kalian?!"
Namun keduanya diam saja dan saling berdebat diatas pohon.
"Kakang! Gara-gara diusir warga desa kita bermalam di tenda kedinginan. Lihat didepan itu ada Keranda mayat hitam sepertinya cocok dijadikan api unggun, bagaimana menurut kakang?" sahut si wanita gemas, selain cantik ia ternyata memakai baju kuning dibalik mantel tebal berwarna hitam.
Sang lelaki yang berbadan tinggi dan berwajah tampan hanya diam. Ia lalu mencabut senjata mustika dari pinggang. Sebuah pedang berwarna merah darah.
Singodimejo semakin marah dan menerjang keatas naik bersama penduso. Tidak ada yang boleh melawan kuasa Nyi Ratu!
Sambaran kilat merah terlihat dari kejauhan. Membelah dari langit ke tanah menimbulkan suara ledakan dahsyat.
Selanjutnya hanya ada rintihan suara demit tertahan diantara gerimis yang mulai turun.
===+++===