Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

LARANTUKA PENDEKAR CACAT PEMBASMI IBLIS (Part 23) - Keris Kyai Guntur


Blarrr! 

Sekali hentak pilar-pilar istana pecah berhamburan. Jilatan Kilat berwarna biru menyambar-nyambar dari keris Kyai Guntur yang diacungkan kanjeng Ratu. Membuat semua yang hadir menahan napas.

Walaupun mereka sudah beberapa tombak jauhnya dari Nyi Gondo Mayit, terkena kilatan percikan petir terasa ngilu merambat di kulit. 

Serangan sang Ratu pun semakin membabi buta dan ganas, jalinan petir biru seperti penjara mengurung Larantuka dari delapan penjuru, namun ia sama sekali tak gentar, langkah lelaki itu begitu ringan, seperti mengambang diudara. 

Sekali menghindar, tusukan Kanjeng Ratu hanya menampar angin. Semakin Nyi Ratu Gondo Mayit mempercepat serangannya. Semakin lambat gerakan Larantuka. Dengan hanya sebelah tangan ia mampu menangkis sempurna serangan beruntun Nyi Ratu Gondo Mayit. 

Dengan gemas, Nyi Gondo Mayit membabat vertikal ke arah kepala Larantuka dengan jurus Iblis Membuka Langit disertai tenaga penuh ilmu iblis Sangang Urip. 

Lidah kilat biru segera tercipta diudara, menghancurkan tanah sekeliling Larantuka, membuatnya terpenjara tak bisa keluar. Lelaki itu segera memutar-mutar pedangnya keatas secepat kilat, cahaya merah seperti menyilaukan mata, ia mengeluarkan ajian prisai Kubah Surga Neraka yang sulit ditembus. 

Saat kedua senjata pusaka masing-masing beradu terdengar dentingan suara bergemerincing. Angin kencang bertiup seperti hendak merontokkan tulang bersama percikan api bermekaran di udara. Namun pertahanan Larantuka tetap kokoh bagaikan karang. 

Tidak sabar, siluman Nyi Gondo Mayit itu menggeram marah. Ia segera mengeluarkan ilmu simpanan yang dimiliki, gerakan Sang Ratu terpatah-patah semakin aneh bak mayat hidup. Tampilannya pun semakin tidak menyerupai manusia. 

Ajian Iblis Sangang Urip - Nyawiji Sukmo

Mata wanita itu membulat merah seperti hendak loncat keluar, dari dahi tumbuh mencuat sepasang tanduk hitam, awalnya kecil lalu tumbuh memanjang dan melingkar bagai kerbau. Lehernya menjadi panjang dan membungkuk, tulang punggungnya nampak menyembul tidak wajar di punggung. 

Sementara mulutnya yang berwarna merah dipenuhi kobaran api dan gigi runcing tajam. Suara tawanya berat jauh dari nada suara perempuan. 

"Hehehehe hohoho hihi kowe wani Le karo aku sing mbaurekso Gunung Lawu, Ratu demit Pitu, kuasaning werno Abang...  GONDO MAYIT!" 

Nyi Ratu Gondo Mayit berkata meracau tak jelas, terkadang bernyanyi terkadang mengumpat. Kadang menggunakan bahasa yang tidak dikenal manusia. Namun tenaga dalam siluman itu menjadi berlipat ganda. Terasa hempasan ratusan kati menindih kubah tenaga dalam Larantuka. 

Lelaki muda itu melihat fenomena ini malah terlihat bungah alias kegirangan. Senyum sinis tersungging dimulutnya.

"Bagus, telah kau tunjukan rupa aslimu Ratu Demit! Tanganmu banyak berlumur dosa, saatnya kau memetik segala buah kejahatanmu. Kekejian terhadap bangsa manusia harus kau bayar lunas, akan kutumpas hari ini juga! Hiaaatt"

Tawa Nyi Ratu Gondo Mayit terdengar serak, "aku telah membantu memusnahkan manusia jahat seperti Lindu Pangaji. Kelakuan mereka jauh lebih keji anak muda!" 

"Aku tak kan termakan tipu rayumu siluman jahat, nah sirnalah dari muka bumi ini!"

Lelaki berambut panjang itu merubah jurus dari bertahan lalu menyerang. Pedang yang ia putar ditarik secepat kilat lalu ditusukan ke arah wajah Nyi Ratu Gondo Mayit, setiap serangan mengandung daya hancur ratusan kati. 

Sang Ratu segera menangkis dengan keris ditangan. Tetapi serangan pedang iblis Merah Darah tidaklah enteng, tusukan Larantuka terlihat membayang, dari puluhan menjadi ratusan, menari-nari mengepung pertahanan Nyi Ratu Gondo Mayit. 

"Terimalah! Ajian pedang Sewu Panggilingan rogoh sukmo!" teriak Larantuka. 

Segera saja kilatan pedang merah luruh, turun seperti hujan, disertai suara siutan angin yang menggidikkan jiwa. Kemana mata memandang langit hanya ada kilatan cahaya kemerahan.

Nyi Ratu Gondo Mayit walaupun memiliki tenaga dalam mumpuni bukanlah seorang ahli pedang. Ia mulai kewalahan menahan serangan lelaki itu. Beberapa kulitnya memuntahkan darah hitam akibat babatan pedang larantuka. 

Edan!.. bagaimana mungkin kekuatan orang ini bertambah berkali lipat dari sebelumnya? Hanya berjarak semalam saja, mukjizat apa yang sudah diterimanya? Kenapa ilmu Iblis Sangang Urip tak mampu menahannya?

Sembari menangkis Ia mengedarkan pandangan ke seisi ruangan, harus memikirkan suatu jalan agar bisa lolos.

"Aisssh mati saja kamu Nduk!" 

Nyi Ratu mendesis marah, tiba-tiba berputar kencang melempar keris Kyai Guntur ke belakang. Senjata itu langsung menyambar ke Murni yang terduduk lemas. Mengincar kepalanya. 

Suara angin kencang disertai letupan bunga listrik mengganas menuju gadis Desa Bakor itu. 

Gadis itu ternganga melihat serangan dahsyat tapi ia tak bisa melarikan diri, kemanapun ia melangkah tetap akan terkena imbas serangan tersebut. 

Terkejut Larantuka, ia tak mengira Nyi Ratu Gondo Mayit turut mengincar nyawa sanderanya, segera ia melempar pedang keatas lalu  bersalto tiga tumbak ke atas, di udara ia menendang ujung senjata pusakanya, ilmu Pedang Samber Nyowo.

Pedang merah itu segera terbang melesat dengan kecepatan cahaya memapas serangan Keris Kyai Guntur, kedua senjata kembali berdenting di udara menimbulkan ledakan dahsyat. Keduanya terlempar kembali dan menancap di dinding ruangan.

Nyi Ratu Gondo Mayit menyeringai, idenya berhasil untuk memancing sang lelaki melepas pusaka, kini pertarungan dilanjutkan dengan adu tangan kosong, tak menyiakan waktu ia segera menerkam dengan kuku tajam ke Larantuka yang sudah tidak bersenjata. 

Pertarungan dahsyat berlanjut dengan bentrokan pukulan dan telapak tangan yang dahsyat. Dalam sekejap Nyi Ratu Gondo Mayit telah mengirimkan cakaran ke arah Iga dan tusukan tangan kiri ke leher Larantuka. Tak kalah sigap Pemuda itu segera memukul cakaran dengan ujung siku dan menepis tusukan dengan punggung tangan. Nyi Ratu berkelit memutar lalu menyerang dengan tendangan kaki kirinya disambut dengan tapak kanan Larantuka.

Dhuaarr...

Terdengar suara ledakan dahsyat. Dalam adu tenaga dalam maka imbasnya terasa ke segala arah. Larantuka berteriak kepada orang yang masih ada disana untuk segera menyingkir. 

Namun Murni terjebak tak bisa keluar, didepannya ada Ratu Gondo Mayit yang tengah bertarung. Tidak mungkin untuk lari ke depan. Sementara hanya Candika dan Candini yang bisa melarikan diri karena mereka berada di sisi Larantuka. 

Kedua pendekar segera menggoyang tubuh pamannya yang pingsan, namun lelaki itu kaku tak bergerak. 

"Paman! Pamaaann" teriak Candini. 

Candika tidak kalah histeris menggoyang pundak sang guru. Namun pria berbadan besar itu hanya menunduk. Darah segar menetes dari mulut dan hidungnya. 

"Celaka!" seru Candika setelah meraba nadi pamannya di tangan dan dileher. Tak ada denyut kehidupan disana. Iapun menunduk dalam. 

Hanya airmata yang meleleh di pipi Candika, membuat saudari kembarnya terbelalak tak percaya, ia menempelkan telinga di dada sang paman. Sepi, tiada detak bersuara. Sontak Candini terisak. 

Satu lagi pendekar telah gugur, rohnya terbang kepangkuan Sang Mahakuasa, meninggalkan jasad kasarnya di bumi. Kedua pendekar pun meledak tangisnya, sudah cukup tersiksa harus kehilangan Menggala semalam.

Ternyata keesokannya harus pula berpisah dengan paman sekaligus guru mereka, Jagadnata, dengan cara sadis oleh manusia tak berhati. 

"Ya Tuhan, kenapa orang baik harus segera mati?  Kenapa bukan kami saja yang rendah ilmunya" seru Candini dalam balutan tangis. 

Mendengar mangkatnya Jagadnata, Larantuka menggertak geram, satu lagi pendekar ksatria gugur di tangan siluman. Ia harus segera melenyapkan siluman wanita itu sekarang juga untuk menghindari korban berjatuhan, sebelum melahirkan malapetaka lain bagi bangsa manusia. 

Pendekar itu segera melenting ke arah Nyi Ratu Gondo Mayit, mengirimkan serangan maut melalui telapak tangan kanan yang dipentangkan lebar. Telapak itu bercahaya kuning keemasan. Pertanda ilmu putih yang bisa menghancurkan ilmu kegelapan. 

Nyi Ratu Gondo Mayit segera menandak ke kanan dan ke kiri, kedua tangan digosok-gosokkan didepan dada, menimbulkan cahaya merah kehitaman yang dahsyat. Sekali lagi Ajian Iblis Sangang Urip "Kembang Mayang Rogoh Sukmo" dikerahkan, cahaya merah hitam berpendar bergantian diiringi angin badai yang kencang. Matanya melotot ke arah Larantuka.

Teriakan kedua pendekar membahana, keduanya menumbuk satu sama lain bagaikan batu meteor di langit.

Blarrr...

Kedua tapak kembali bertemu, namun kali ini Sang Ratu harus mengakui kelihaian Larantuka, ia terpental sepuluh tombak kebelakang hingga hidungnya yang melesak bagai tengkorak harus sudi mencium lantai.

"Bangsat! Bocah sialan berani memukulku" umpat Nyi Ratu Gondo Mayit terbakar amarah.

"Selanjutnya akan kubuat kepalamu terpisah dari tubuhnya" ancam Larantuka bersiap.

Tawa seram kembali terdengar dari Nyi Ratu Gondo Mayit. Ia berkacak pinggang dengan angkuh. Selendang merahnya berkibar bagai ekor burung merak.

"Jangan sombong dulu bocah tengik! Kau beruntung sekarang siang hari dimana kekuatanku belum mencapai puncak. Jika berani kalahkan aku di alam kekuasaanku, Alam Gondo Mayit!" tantang Nyi Ratu sambil menyeringai.

Tiba-tiba di lorong pintu masuk kamar peristirahatan Raja, munculah sebuah lubang cahaya hitam bagai api yang berkobar.

Larantuka membelalak, ia terbang untuk menghantam Nyi Ratu Gondo Mayit, namun siluman itu sudah mengambil ancang-ancang lebih dulu, bagaikan cahaya berwarna merah ia terbang secepat kilat, menyambar Murni yang tergeletak di belakang. Keduanya raib di dalam lubang cahaya hitam itu.

Tanpa pikir panjang Larantuka segera menyerbu masuk kedalam lubang tersebut. Candini yang melihat hal ini segera bangkit dan bersiap ikut masuk juga.

"Candini! mau apa kamu?" sergah kakaknya.

"Aku akan balas dendam atas kematian Paman, jangan halangi aku Mbakyu"

"Jangan! aku tidak ingin kehilangan keluarga lagi hari ini, cukup sudah." seru Candika memegang lengan adiknya. 

Namun adiknya itu menggeleng keras, "Biar aku yang membalaskan dendam Guru, ilmuku lebih sakti darimu." bujuk Candika.

Namun tekad Candini sudah bulat tidak dapat dibendung lagi. Ia menepis cengkraman itu.

"Mbakyu jangan khawatir, ada Kakang Larantuka yang akan melindungiku. Sekarang Mbakyu lebih baik membawa jasad guru, mengajak seluruh pasukan dan warga desa menyelamatkan diri dari istana ini karena Mbakyulah yang memimpin pasukan sekarang. Ingat sebentar lagi malam menjelang, dan kita tak tahu apakah bangsa iblis akan hadir kembali bersama terbitnya rembulan. Kita butuh pemimpin dan Mbakyulah satu-satunya yang bisa."

Candika sesaat terdiam mencerna pemikiran adiknya itu, tanpa sempat berkata. Tubuh Candini sudah berkelebat bagaikan cahaya kuning, lenyap di telan lubang hitam tersebut. Begitu tubuh Candini lenyap, bersamaan api hitam itu turut menciut lalu sirna begitu saja. 

"Candini!!" jerit perempuan berbaju biru itu.

Namun ruangan itu telah lengang, Candika menunduk kesal, perasannya campur aduk. Jika ingin menyusul adiknya, tanpa gerbang demit yang terbuka hanya bisa dilakukan dengan ilmu Rogoh Sukmo. Masalahnya ia baru saja berlatih jurus kadigdayan itu, salah sedikit bisa jadi rohnya tidak bisa kembali dan tersesat di alam demit. Ia berdoa dalam hati semoga Larantuka bisa melindungi nyawa adiknya.

Candika segera mengangkat jasad gurunya, walaupun berat badan Jagadnata ratusan kati namun tubuhnya semakin lama semakin enteng, terasa tenaga yang meluap-luap dalam tubuh Candika sudah berangsur normal. Tandanya penyatuan tenaga dalam warisan guru dengan tenaga dalamnya sendiri sudah mulai berjalan. Karena mereka memiliki dan mempelajari ilmu tenaga dalam yang sama, Kitab 'Sakalaksa' Angin dan Hujan Candika semakin mudah dan terbiasa menguasai ilmu warisan itu.

Wutttt...

Sekali melangkah, Candika langsung melesat bagai cahaya biru diantara megahnya terowongan istana Jalmo Mati.

BERSAMBUNG
close