Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

GEGER MUSTIKA (Part 5) - Ksatria Tangguh

Lanjutan kisah hidup seorang manusia dengan iblis yang bersemayam dalam dirinya.

Titisan Raja Siluman Ular

Ksatria tangguh

Ku tatap wajah Mayang yang masih tak percaya. Kini segalanya jelas sudah. Meski terdengar sedikit gila, tapi kami benar-benar ada di masa lampau, masa ribuan tahun yang silam.

Aku tak tau bagaimana ini bisa terjadi. Tapi aku coba menyikapinya dengan tenang. Aku yakin Tuhan sedang merencanakan sesuatu. Dan rencana Tuhan adalah yang terbaik dari segala rencana.

Lalu ingatanku kembali pada mustika Ismaya. Aku yakin batu bertuah itu punya andil besar dalam kejadian luar biasa ini.

Kekuatan mustika itu yang kata Panji bisa membolak-balik waktu yang jadi dasar keyakinanku. Tapi kemana batu itu?

Thole datang membawakan minyak gosok. Mayang coba turun tangan mengobati wajah mpu Dharmapala yang terlihat lebam. Sementara wajah Thole terlihat risau.

"Terima kasih atas pertolongan kalian. Tapi sekarang kami takut kalau prajurit tadi kembali datang bersama teman-temannya." Ujar Thole.

"Kamu tenang saja. Biar saya yang hadapi." Jawabku coba redakan kegelisahannya.

"Maaf nak Yudha, sebenarnya kalian ini berasal dari mana? Apa kalian orang kerajaan Turangga?" Tanya mpu Dharmapala.

Mataku langsung tertuju pada Mayang. Dia menggeleng. Aku tau apa maksudnya. Sama denganku, Mayang sepertinya ingin agar jati diri kami tetap jadi rahasia.

"Bukan, kami bukan orang Turangga. Kami hanya pengembara dari tanah sebrang yang kehabisan bekal lalu tersesat dan kelelahan sampai pingsan." Jawabku sekenanya, tapi Mayang mengangguk setuju.

"Oh begitu." Sang mpu nampak manggut-manggut.

"Tadi eyang bilang kalau adipati Pralaya minta dibuatkan keris pusaka? Kenapa tidak dibuatkan saja?" Tanyaku coba alihkan pembicaraan.

"Tidak. Saya tidak mau membuat senjata untuk membinasakan manusia. Saya pernah melakukannya, dan saya tak ingin mengulangi kesalahan yang sama." Jawab sang mpu.

"Tapi bukankah tadi eyang bilang senjata itu akan digunakan adipati untuk berperang mendampingi raja melawan pasukan Turangga? Lalu dimana salahnya?" Tanyaku lagi.

"Iya. Katanya memang begitu. Tapi saya kenal betul adipati Pralaya. Dia orang yang licik. Saya takut senjata itu justru dia gunakan sebaliknya. Asal nak Yudha tau, sudah lama dia punya niat untuk melawan prabu Wirabhumi."

Walah? Jadi begitu toh? Sekarang jelas sudah duduk perkaranya. Dari penuturan mpu Dharmapala tadi, jelas dia tak suka pada adipati Pralaya yang sepertinya bukan orang baik-baik.

Sekarang waktunya fokus pada mustika Ismaya yang belum jelas keberadaannya.

"Maaf eyang, saya hendak bertanya, apa eyang lihat batu milik saya?" Tanyaku hati-hati agar tak terkesan menuduh.

"Maaf nak, saya tak tau batu macam apa yang kamu maksud. Tapi saya tak melihat benda apa-apa saat menemukan kalian."

Aku terdiam. Aku yakin mpu Dharmapala berkata jujur. Lalu batu itu kemana? Jelas-jelas batu itu ada dalam genggamanku saat aku jatuh ke dalam kawah. Apa mungkin mustika itu jatuh di tempat lain? Bisa jadi.

"Maaf, kenapa nak Yudha merisaukan batu itu? Apakah itu benda pusaka?" Tanya mpu Dharmapala.

"Iya. Itu batu mustika warisan turun temurun keluarga saya." Ucapku setengah berbohong. Aku pikir belum saatnya untuk ungkapkan kebenarannya.

"Hmm.. Saya yakin benda itu bukan sekedar mustika biasa. Karena nak Yudha sepertinya juga bukan orang sembarangan. Apalagi melihat nak Yudha menghajar prajurit tadi dengan mudahnya."

Aku tersenyum mendengar pujian sang mpu. Kemampuannya menganalisa menandakan kalau gelar yang disandangnya bukan omong kosong.

Tiba-tiba terdengar suara derap kaki kuda di luar sana. Suara riuhnya menandakan kalau yang datang jumlahnya belasan atau bahkan puluhan orang. Lalu terdengar suara teriakan orang yang memanggil lantang.

"Mpu Dharmapala!"

Kami semua saling pandang. Thole nampak ketakutan. Wajahnya berubah pucat seputih kapas.

"Astaga! Itu panglima Wanapati! Habislah kita!" Ucapnya panik.

"Memangnya kenapa?" Tanyaku heran melihat Thole yang jadi kalang kabut.

"Dia orang yang paling kejam! kaki tangannya adipati! Tukang penggal kepala orang! Siapapun yang membangkang akan dia habisi!" Jawabnya dengan suara gemetar.

Mendengar hal itu, diriku malah jadi penasaran. Seperti apa sih tampang panglima si tukang penggal kepala itu? Aku pun bergegas keluar diikuti yang lainnya.

"Ada apa ribut-ribut?"

Aku bertanya sembari bertolak pinggang di hadapan seorang lelaki tinggi besar berperawakan kasar yang datang bersama puluhan orang prajurit.

Nampak prajurit yang tadi sempat kuhajar mendatangi sang panglima lalu berbisik-bisik sambil menunjuk ke arahku.

Sang panglima manggut-manggut lalu berteriak lantang memberi perintah.

"Habisi dia! Seret mayatnya keliling kadipaten!"

Puluhan prajurit spontan maju mengepungku dari segala arah. Gerakan dan formasi mereka yang teratur menandakan kalau mereka prajurit yang terlatih.

Tapi aku tak gentar. Bukan mau jumawa, belakangan ini aku sering dikeroyok, entah oleh manusia atau mahluk gaib. Jadi situasi seperti ini bukan barang baru bagiku.

Dua orang maju menghunus pedang. Des! Des! Cukup dua kali pukul mereka langsung terkapar. Lima orang terpancing untuk maju. Bug! Bug! Sama saja. Tak butuh waktu lama bagiku untuk lumpuhkan mereka.

SERBUUU!

Teriakan lantang memicu yang lainnya untuk maju bersamaan. Aku tak tinggal diam. Sebentar saja diriku langsung sibuk menangkis, memukul dan menendang.

Sang panglima nampak tersenyum senang, sementara mpu Dharmapala dan Thole terlihat khawatir. Tapi tidak dengan Mayang. Dia tau kalau aku mampu mengatasinya.

Debu beterbangan seiring jerit kesakitan. Tapi bukan dari mulutku, melainkan dari mulut para prajurit yang klenger terkena hantaman pukulan pemusnah.

Dan ketika debunya mereda, sang panglima terperangah melihatku berdiri gagah di antara prajuritnya yang bertumbangan.

Mpu Dharmapala melongo. Thole pun sama. Sementara Mayang Kemuning nampak senang melihatku baik-baik saja. “Itu baru calon suamiku! Semangat sayang!” Pekik mayang.

Sang panglima turun dari kudanya. Wajahnya merah padam. Rahangnya mengeras pertanda geram. Dia pun langsung maju untuk mencoba peruntungannya.

"Mampus kamu!" Teriaknya sambil melompat menendang. Diriku berkelit lalu balas memukul. Tapi rupanya dia punya ilmu bela diri yang cukup mumpuni. Hingga pertarungan sengit pun tak bisa dihindari.

Beberapa jurus dia lancarkan. Bobot pukulannya menandakan kalau dia punya tenaga dalam. Wajahnya terlihat kesal melihat serangannya selalu gagal. Tapi dia langsung menjerit kesakitan saat pukulanku telak menghantam rahangnya.

Bugh!

Sang panglima jatuh terguling-guling. Ikat kepalanya sampai terlepas. Dia cepat berdiri tak mau kehilangan wibawa, lalu kembali menyerang namun terpental lagi saat tendanganku keras menghujam dadanya.

Bum!

Dia terkapar mengerang kesakitan. Darah segar meleleh di sudut bibirnya. Tapi dia kembali bangkit meski susah payah. Harus kuakui, dia punya mental sekuat baja. Pantas saja dia jadi panglima.

Tiba-tiba dia menghunus tombak pendek bergagang merah yang sejak tadi terselip di pinggangnya.

Sebentar mulutnya komat-kamit merapalkan mantra-mantra, kemudian menghujamkan tombaknya ke tanah. Lalu terjadilah sesuatu..

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close