Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

GEGER MUSTIKA (Part 4) - Dunia Baru

Lanjutan kisah hidup seorang manusia dengan iblis yang bersemayam dalam dirinya.

Titisan Raja Siluman Ular


Dunia baru

"Maaf eyang, sekarang giliran saya perkenalkan diri. Nama saya Yudha. Tapi saya bukan raden atau keturunan ningrat, saya cuma orang biasa. Dan saya tak punya istri." Jelasku pada mpu Dharmapala.

"Oh begitu? Maaf kalau saya salah kira. Bukan apa-apa, pakaian nak Yudha terlihat aneh. Jadi saya pikir nak Yudha ini seorang bangsawan. Apalagi wanita yang saya temukan di samping nak Yudha berpakaian seperti putri raja."

Dahiku berkerut coba memahami penjelasan mpu Dharmapala. Wanita berpakaian putri raja? Siapa? Aku benar-benar tak mengerti.

Dia juga bilang kalau pakaianku aneh? Bukannya terbalik? Justru tampilannya yang nyeleneh. Bahkan namanya pun terdengar seperti tokoh-tokoh dalam cerita pewayangan.

Lalu muncul seorang pemuda tanggung berperawakan kurus membawa nampan berisikan makanan dan air minum. Tampilannya pun aneh, pakaiannya mirip rakyat jelata pada film-film kerajaan.

Pemuda itu menunduk hormat padaku. Mungkin dia pikir aku seorang bangsawan sama seperti dugaan mpu Dharmapala sebelumnya.

"Letakkan saja di meja." Perintah sang mpu yang langsung dipatuhi pemuda itu.

Tapi ketika sang pemuda hendak meletakkan nampan di atas meja, kakinya malah tersandung hingga nampannya jatuh berantakan.

"Duh gusti.." Mpu Dharmapala geleng-geleng kepala. Sang pemuda jadi kikuk dan serba salah. Dia cepat-cepat membereskan semuanya lalu membawanya kembali keluar kamar sembari berkali-kali ucapkan maaf.

"Maafkan nak Yudha. Dia memang begitu. Selalu saja ceroboh setiap kali melakukan sesuatu. Tapi dia anak yang baik."

"Dia putranya eyang?"

"Bukan, dia cucu saya, si Thole. Dia anak yatim piatu. Kedua orang tuanya meninggal sejak dia masih kecil."

Lalu Thole kembali datang memberitahukan sesuatu. "Eyang, istrinya raden ini sudah siuman. Dia kebingungan sambil memanggil-manggil nama Yudha."

Aku terkejut. Siapa sih perempuan yang mereka maksud? Lalu kenapa dia memanggil-manggil namaku?

"Ya sudah. Kamu siapkan saja makanan dan minuman. Tapi awas, jangan sampai tumpah lagi." Mpu Dharmapala mengingatkan. Thole mengangguk patuh lalu berbalik pergi.

"Eyang, apa boleh saya bertemu wanita itu?" Pintaku pada mpu Dharmapala.

"Silahkan." Jawab sang mpu mengijinkan.

Lalu mpu Dharmapala mengantarku ke kamar sebelah. Dan ketika akhirnya aku bertemu wanita itu, diriku terperangah benar-benar tak percaya!

"MAYANG?"

"YUDHA!"

Mayang memekik histeris lalu melompat dan memelukku erat-erat. Aku masih tak habis pikir, bagaimana mungkin? Ini benar-benar Mayang?

"Mayang? Bagaimana kamu bisa ada di sini?" Tanyaku pada Mayang yang kini berlinang air mata.

"Waktu kamu jatuh, aku langsung ikut terjun. Kalau kamu mati, aku juga ikut. Lalu tiba-tiba aku terbangun di tempat ini. Tapi ini benar-benar kamu kan? Ya Tuhan! Terima kasih engkau kembalikan Yudhaku!" Jawab Mayang lalu kembali memelukku erat-erat.

Hatiku tersentuh mendengarnya. Tak mengira begitu besarnya cinta Mayang hingga nekat berbuat seperti itu. Diriku jadi merasa tersanjung dibuatnya.

Mpu Dharmapala jadi bingung melihat tingkah kami. Tapi aku maklum. Tadi aku sempat menyangkal kalau Mayang ini istriku. Tapi sekarang kami malah berpelukan layaknya pasutri yang saling mengasihi.

"Maaf eyang, Mayang ini bukan istri saya, tapi tunangan saya." Jelasku pada sang mpu.

"Oh, begitu. Pantas saja. Tapi kalian memang cocok. Ya sudah, saya tinggal dulu. Thole sedang menyiapkan makanan, mungkin sebentar lagi dia datang." Ucap mpu Dharmapala lalu pamit pergi.

"Yud, siapa orang tadi?" Tanya Mayang sepeninggalan mpu Dharmapala.

"Dia mpu Dharmapala. Dia bilang semalam dia temukan kita pingsan di tepi hutan."

"Lalu kita ada dimana?" Tanya Mayang lagi.

"Aku tak tau. Mungkin kita ada di alam gaib. Mpu Dharmapala dan cucunya juga mahluk gaib. Kalau mereka manusia, mana mungkin mereka bisa melihat kamu. Iya kan?"

"Iya, kamu betul. Tapi kalau memang ini alam gaib, kenapa aku tak bisa merasakannya? Aku juga tak merasakan aura gaib dari mpu Dharmapala. Yang terasa malah hawa manusia." Ucap Mayang coba utarakan pendapatnya.

Aku terdiam sembari berpikir. Pendapat Mayang ada benarnya. Aku memang tidak merasakan hawa gaib di tempat ini. Tapi kenapa mereka bisa melihat Mayang?

"Mpu Dharmapala! Keluar kamu!"

Mendadak terdengar teriakan keras dan kasar dari luar sana. Kami seketika saling pandang. Tadinya aku hendak melihat keluar, tapi Mayang melarang karena tak baik mencampuri urusan orang.

Namun tak lama berselang, terdengar suara ribut-ribut. Orang yang tadi datang berteriak, kini terdengar membentak-bentak, disusul suara pukulan dan lenguh kesakitan dari mpu Dharmapala.

Aku sudah tak tahan. Ini keterlaluan. Meskipun aku tak tau apa urusannya, tapi aku tak bisa tinggal diam. Bagaimana pun, mpu Dharmapala sudah menolongku dan juga Mayang.

"Kamu tunggu di sini." Pintaku pada Mayang.

Aku bergegas menuju keluar rumah. Dan ketika akhirnya tiba di sana, seketika diriku terkesima..

Mataku memandang takjub sekelilingku. Rumah ini ternyata ada di sebuah lembah yang indah dan menawan. Segalanya nampak hijau di bawah naungan langit biru berhias awan.

Burung-burung berkicau beterbangan. Nun jauh di sana, nampak sungai jernih yang berliku bak ular raksasa. Aku bagaikan ada di negeri dongeng. Luar biasa...

Tapi semua kekagumanku seketika pupus saat melihat mpu Dharmapala mengerang kesakitan memegangi pipinya sambil dirangkul Thole.

Hatiku geram, tanganku mengepal. Orang sadis macam apa yang tega menganiaya orang tua?

Kini mataku tertuju pada seorang pria yang menunggangi kuda. Pakaiannya mirip prajurit kerajaan. Siapa dia? Kenapa berpakaian seperti itu? Sambil menunggangi kuda pula. Dia mau pawai atau bagaimana?

"Heh! Kenapa kamu pukul dia? Beraninya lawan orang tua! Sini! Lawan aku!" Teriakku padanya tanda tak senang.

Sang lelaki nampak gusar lalu balas membentak.
"Kamu siapa? Berani-beraninya menantangku!" Balasnya sambil menunjuk-nunjuk ke arahku lalu turun dari kudanya.

Tanpa basa-basi lagi, lelaki itu maju dan langsung melayangkan tinjunya. Aku berkelit lalu membalas dengan pukulan telak menghantam wajahnya.

BUGH!

Lelaki itu sontak tersungkur. Tapi dia cepat bangun lalu kembali menyerang dengan kalap!

Dengan senang hati aku meladeninya. Tapi ternyata lelaki itu tak ada apa-apanya. Meski dia punya beberapa jurus ilmu bela diri, tapi dia terpelanting lagi saat tinjuku kembali mendarat tepat di wajahnya.

BUGH!

Lelaki itu terjerembab mencium tanah. Dia ingin segera bangkit tapi tak bisa. Akhirnya dia cuma bisa berlutut sambil memegangi hidungnya yang patah dan berdarah.

"Ayo! Masih mau lagi?" Kutantang dirinya yang hanya bisa meringis. Susah payah dia bangun lalu menaiki kudanya sembari mengancam. "Awas kamu ya!" Ucapnya lalu berbalik dan memacu kudanya meninggalkan tempat ini.

Aku bergegas menghampiri mpu Dharmapala. "Eyang tidak apa-apa?"

"Saya tidak apa-apa. Terima kasih sudah menolong saya." Jawab sang mpu.

Aku bantu memapahnya masuk ke dalam rumah. Di situ sudah ada Mayang yang rupanya sejak tadi menyaksikan dari balik jendela.

"Mari saya bantu." Mayang ikut mendudukkan mpu Dharmapala di kursi, sementara Thole pergi ke dalam kamar mengambil minyak gosok.

"Siapa lelaki tadi?" Tanyaku pada mpu Dharmapala.

"Dia prajurit utusan adipati Pralaya. Sang adipati minta dibuatkan keris pusaka untuk berperang mendampingi prabu Wirabhumi menghadapi kerajaan Turangga." Jawab mpu Dharmapala.

Aku heran mendengar penjelasan mpu Dharmapala. Adipati Pralaya? prabu Wirabhumi? Perang lawan kerajaan Turangga? Ini maksudnya apa?

Aku menatap Mayang berharap dia punya penjelasan. Tapi Mayang hanya mengangkat bahu tanda tak tau.

Sebentar aku berpikir, coba mencari benang merahnya. Tempat yang asing, nama-nama kuno serta pakaian yang aneh, juga kerajaan yang sedang berperang.

Jadi terpikirkan olehku sebuah dugaan. Dugaan gila setelah apa yang kualami sejak jatuh ke dalam kawah dengan membawa mustika Ismaya, lalu tiba-tiba ada di tempat ini bersama Mayang.

"Maaf eyang, kami mau tanya. Sebenarnya kami ada dimana? Ini tahun berapa?"

Mpu Dharmapala terlihat heran mendengar pertanyaanku. Tapi jawabannya justru membuatku jauh lebih heran lagi.

"Kalian ada di wilayah kerajaan Wiraloka, tahun 557 Saka."

BLAR!

Aku terhenyak! Sukar dipercaya! Dugaanku ternyata benar! Ternyata diriku dan Mayang ada di masa lampau!

BAGAIMANA BISA?

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close