Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PETAKA (Part 1) - Mimpi Buruk

Prolog
“Tidak ada harga yang sebanding dengan kesetiaan, ikatan darah menjadi awal petaka dunia yang terkutuk”

Gelapnya hutan tidak menyurutkan langkah Farah untuk terus berjalan menembus pepohonan yang kian rapat.

Rasa sakit yang terpendam terus berkecamuk, bercampur dengan embusan napas dan detak jantung.

“Kalau ini yang kamu mau, ku kabulkan keinginanmu” batin Farah penuh dengan amarah.


Mimpi Buruk

Farah tengah berdiri di suatu tempat, seperti tanah lapang berkabut. Sejauh mata memandang yang ia lihat hanya pekatnya kabut serta pohon-pohon menjulang tinggi. Sesekali ia mengedarkan pandangan, mencari-cari manusia selain dirinya.

Namun, semua terlihat begitu sepi dan sunyi. Bahkan suara serangga pun tak terdengar sama sekali. Merasa ada yang tidak beres. Farah mulai berjalan dengan kaki telanjang tanpa mengenakan alas apapun.

Pijakan demi pijakan ia lalui di tanah berumput. Berulang kali kepalanya mengedarkan pandangan. Namun sekali lagi ia tidak mendapati apapun kecuali kabut putih yang begitu tebal.

Hingga pada satu titik saat hatinya sudah mulai putus asa. Farah mendengar banyak celotehan dan tawa bahagia. Batinnya sedikit lega, setidaknya ada manusia lain di tempat ini.

Ingin rasanya mendekati sumber suara, berharap ada yang bisa menolongnya. Tetapi, tiap Farah berlari mendekat, suara itu semakin lirih terdengar sayup.

Namun, ketika dia berhenti suara kemaraian itu semakin terdengar kencang. Hingga ia merasakan ada sebuah tangan kecil yang menariknya dari dalam pekatnya kabut.

“Mbak, ayooo main” ucap anak laki-laki itu. Tanpa menunggu persetujuannya, bocah itu langsung menarik Farah dengan kencang. Entah akan di bawa kemana, ia hanya bisa terdiam dan menurut.

Cukup lama Farah berlari, mengikuti langkah kaki bocah itu. Sampai mereka berhenti tepat di depan sebuah api unggun yang menyala besar.

Perlahan kabut tersibak, dengan pendar nyala api unggun. Sekarang Farah bisa melihat dengan jelas rupa sosok bocah itu.

Wajahnya begitu pucat, kepalanya meneleng ke samping seolah lehernya patah. Matanya hanya berupa bulatan putih tanpa kelopak serta bibir yang berbentuk segaris lurus.

Farah mencoba menarik lepas tangannya. Namun, cengkraman bocah itu terlalu kuat. Tanpa mengindahkan tarikannya, anak itu menunjuk ke satu tempat.

Farah mengarahkan pandangannya mengikuti arah yang ditunjuk oleh anak itu. Seketika tubuhnya mematung, lututnya melemas, pemandangan yang ia lihat benar-benar membuat batinnya mati rasa.

Ia melihat dirinya sendiri digantung dengan kaki dan tangan yang robek serta mengeluarkan banyak darah. Lebih buruknya lagi, Farah melihat banyak sosok menjijikkan tengah berkumpul di bawahnya.

Seolah mereka sedang menggapai-gapai, menanti tetesan darah yang keluar dari tubuhnya.

***

“Tidaakkkk” Farah terbangun tersentak kaget.

Ia tahu, pasti saat ini mukanya begitu pucat dan tegang. Mimpi itu kembali hadir, sudah beberapa waktu Farah bermimpi dengan kejadian yang sama. Tubuhnya di gantung dengan banyak sosok mengerikan berebut mengambil darahnya.

“Kamu kenapa, Far? Mimpi itu lagi?” tanya Angga khawatir.

Farah menoleh, mengangguk sambil menyeka peluh sudah membasahi wajahnya yang begitu pucat.

“Diminum dulu” ucap Angga sambil memberikan segelas air putih.

Setelah menerima gelas yang suaminya berikan. Farah langsung meminumnya dengan cepat. Dia terheran karena kerongkongannya terasa begitu kering, seolah baru saja berlari ratusan meter.

Sesaat Angga mendekat ke arah Farah kemudian mendekapnya dengan erat, “Hari ini aku gak usah ke kantor ya?” ucapnya berbisik pelan penuh dengan kelembutan.

Farah menggeleng. “Gak boleh, ingat kamu punya tanggung jawab sekarang” jawab Farah seketika menjadi galak. Ia tidak mau hanya karena mimpinya, lantas Angga memutuskan untung bolos kerja.

Angga memberengut, melepaskan pelukannya dan segera beranjak menuju kamar mandi. Membuat Farah tersenyum karena tingkah suaminya seperti anak berumur belasan tahun.

Beberapa saat setelah pintu kamar mandi tertutup, Farah segera beranjak untuk menyiapkan pakain dan sarapan untuk Angga.

“Aku nanti pulang agak telat, ada client minta bertemu setelah jam 6 sore” kata Angga, sambil menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.

“Sampai jam berapa?” tanya Farah menimpali.

“Jam 8 malam mungkin. Nanti kamu makan duluan. Enggak usah nungguin aku pulang” jawab Angga.

Farah hanya mengangguk, ia memahami itu semua. Angga yang berprofesi sebagai Marketing Executive kadang memang harus menyesuaikan jadwal clientnya. Meski harus bekerja di luar jam pekerjaan.

Bagi Farah itu bukan menjadi sebuah masalah. Meski Angga selalu bertemu dengan wanita-wanita yang menurutnya cantik, tetapi ia selalu percaya bahwa suaminya orang yang memiliki komitmen tinggi akan statusnya sebagai seorang suami.

“Ya sudah, aku berangkat dulu” ucap Angga setelah melirik jam yang melingkar di tangannya.

Farah langsung berdiri. Sudah menjadi kebiasaan selama beberapa bulan terakhir. Semenjak menikah dengan Angga, ia selalu mengantarkan suaminya pergi bekerja hingga ambang pintu rumah.

“Hati-hati, jangan ngebut” kata Farah sembari mencium punggung tangan kanan suaminya.

“Iya, kamu jangan terlalu capai. Urusan nyuci dan lainnya bisa kita bagi” balas Angga sambil mencium kening Farah dengan lembut.

Selepas kepergian Angga, Farah kembali masuk ke dalam rumah. Berniat untuk melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri.

Farah berjalan menuju kamar mandi, mengambil keranjang berisikan pakaian kotor. Ia sedikit sebal, karena beberapa hari hujan, membuat tumpukan pakaian kotor mereka menggunung tinggi.

Satu persatu Farah pilah, memisahkan pakaian kotor mana yang bisa ia cuci bersamaan. Selain itu Farah juga memiliki kebiasaan untuk mengecek kantung pakaian. Dia tidak mau ada barang yang ikut tercuci nantinya.

Semua nampak kosong, hingga saat mengambil kemeja kerja milik Angga. Farah merasakan ada sesuatu yang menonjol di kantung depan kemeja itu. Penasaran, ia segera mengambil benda tersebut.

“Sejak kapan Angga suka bunga?” tanya Farah keheranan sambil mengerutkan dahinya.

Farah mengingat-ingat. Selama dia berpacaran dengan Angga hingga menikah, belum pernah sekalipun ia mengetahui kalau suaminya suka dengan bunga.

Merasa tidak ada yang aneh, Farah segera membuang bunga kantil itu. Berpikir mungkin saja Angga tidak sengaja memetik dan mengantongi bunga tersebut.

Sudah 2 jam lebih Farah melakukan aktivitas pekerjaan rumah tangga. Dari menyapu, mengepel hingga mencuci pakaian.

“Hah” keluh Farah merenggangkan badan.

Ia tengah berbaring di atas kasur pengantinnya. Rasa kantuk mulai menyerang, matanya terasa begitu berat. Di tambah Ac yang menyala, membuat tubuhnya menjadi rileks seketika. Tanpa bisa Farah tahan, perlahan matanya memulai meredup.

Entah sudah berapa lama Farah tertidur, tapi sepertinya baru beberapa detik ia memejamkan mata. Hingga ia tersentak seolah ada seseorang yang sengaja -

- meneriakkan namanya dengan kencang tepat di kedua telinganya. Lantas ia terbangun dengan kebingungan. Buru-buru ia mengambil ponsel yang ada di atas nakas.

“Mampus” umpat Farah saat melihat dua puluh panggilan tidak terjawab dari Angga suaminya.

***

Tak terasa waktu berjalan cepat, Senja sudah meninggalkan peraduannya. Malam telah datang, diiringi suara serangga yang saling bersahutan.

Beberapa kali Farah menengok ke arah jam dinding. Sudah pukul delapan, tetapi suaminya tak kunjung pulang. Jarang sekali Farah seperti ini, biasanya dia bisa menunggu dengan tenang kepulangan Angga.

Jam sudah menunjukan pukul delapan lebih sepuluh menit. Namun, suaminya juga tak kunjung datang. Was-was ia bolak balik berjalan ke arah dapur dan ruang tamu untuk melihat kehadiran Angga.

Hingga pada pukul setengah sembilan, Farah mendengar suara mesin mobil dari arah depan rumah.

Dapat dipastikan itu adalah mobil milik Angga. Farah segera beranjak, membuka pintu menanti kedatangan suaminya di depan teras.

Dengan senyum merekah ia memperhatikan siluet Angga yang sedang berusaha memarkirkan mobil ke dalam garasi rumah.

Sejenak Farah tidak menyadari ada sesuatu yang berbeda. Hingga saat kaca mobil Angga terkena sinar lampu. Dahinya sedikit berkerut, ada sesuatu yang mengganggu pandangannya.

Selama berbulan-bulan menikah dengan Angga, ia tidak pernah mendapati suaminya pulang ke rumah membawa teman. Terlebih seorang wanita, tetapi sepertinya malam ini ada yang berbeda.

“Siapa wanita itu?” batin Farah terus memperhatikan ke arah kaca depan mobil.

Jelas sekali, meski dalam keremangan Farah bisa melihat sosok wanita dengan rambut panjang tengah duduk di jok samping pengemudi.

“Assalamualaikum” salam Angga sambil tersenyum berjalan ke arah Farah.

Tidak menjawab salam Angga, justru Farah diam. Terus memperhatikan sosok wanita yang masih duduk di dalam mobil mereka.

Angga yang melihat itu sedikit keheranan, apa yang tengah dilihat oleh istrinya. Sampai-sampai ia tidak menjawab salam darinya.

“Farah?” tanya Angga sambil menepuk pelan lengan istrinya.

“Eh iya Mas” ucap Farah kaget, yang langsung menoleh ke arah Angga.

“Kok malah diam. Ngeliatain apa sih?” tanya Angga penasaran, sambil mengikuti arah pandang Farah.

“Loh itu temannya enggak diajak masuk?” tanya Farah sambil menunjuk ke arah mobil, lalu menolehkan kembali kepalanya ke arah Angga.

“Hah? Siapa?” jawab Angga kebingungan.

Farah kembali menengok ke arah mobil. Namun, seketika dahinya berkerut keheranan. Sosok wanita itu sudah menghilang. Buru-buru Fatah melangkah, menempelkan wajahnya di kaca mobil. Memastikan jika matanya tidak salah lihat.

“Farah?” panggil Angga dari arah teras. Merasa heran dengan tingkah istrinya yang tidak biasa.

Farah menoleh, “Tadi ada orang di dalam mobil selain kamu Mas” ucapnya kebingungan.

Angga mengerutkan dahi. “Jangan bercanda kamu, dari kantor aku pulang sendirian” ucapnya tidak percaya dan langsung ikut mengecek ke dalam mobil.

Klik, Angga kembali menghidupkan mobil. Mencoba memastikan apa yang Farah katakan tidak benar. Benar saja, setelah mereka mencari-cari, tidak ada seorang pun di dalam.

Farah kebingungan, jelas tadi dia melihat ada wanita tengah duduk di samping Angga. Dan dia yakin kalau itu tadi bukan tipuan cahaya.

“Kecapaian mungkin kamu, uda ayo buruan masuk. Uda mau hujan!!!” ajak Angga sambil menggandeng tangan Farah agar segera masuk ke dalam rumah.

Seperti orang linglung, Farah hanya mengangguk. Pikirannya masih tertuju pada sosok wanita yang ia lihat di dalam mobil.

***

Angga baru saja keluar dari kamar mandi, tangannya sibuk mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk. Sementar itu Farah sedang menyiapkan makan malam untuk mereka.

“Loh, kamu belum makan Far?” tanya Angga mengerutkan dahinya.

“Belum. Nunggu kamu, Mas” jawab Farah sambil membawa nasi ke atas meja makan.

“Kan tadi sudah dibilangin, enggak perlu di tungguin” kata Angga sambil menaruh handuk di atas kursi.

“Hih, kebiasaan kamu ini. Kalau habis mandi taruh handuk di tempatnya” omel Farah mengambil handuk yang terlihat masih basah.

Tidak menghiraukan ucapan Farah, Angga justru buru-buru menyendok sayur dan lauk masakan istrinya. Perutnya terasa lapar sekali, seharian ini dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya.

“Hmmm baunya aja bikin tambah laper. Pasti rasanya juga enak” kata Angga mengendus-enduskan hidungnya di atas mangkok sayuran.

“Halah, gombal. Biasanya juga ngeluh keasinan” tukas Farah tidak percaya.

“Loh, siapa yang bilang gitu? Masakan kamu itu engga ada duanya” kata Angga sambil menyendok sayuran banyak-banyak.

Selepas itu mereka berdua menikmati makan malam dengan penuh suka cita. Tidak ada perdebatan, hanya beberapa candaan satu sama lain yang membuat Farah tersipu dengan sikap Angga.

“Jangan lupa gosok gigi sebelum tidur, Mas” kata Farah dari arah meja riasnya.

“Hmmm ntar, ngantuk aku, Far” balas Angga tidak jelas dari arah kasur.

Farah menengok, benar saja suaminya itu sudah langsung terlelap dalam mimpi. “Jadi laki-laki kok jorok banget” ucapnya kembali menatap ke arah cermin sembari mengoleskan krim di mukanya.

Pet...pet...pet...

Farah mendongak ke arah atas, dilihatnya lampu kamar tiba-tiba saja berkedip-kedip. Seingatnya minggu lalu Angga baru saja mengganti bohlam lampu, kenapa sekarang seperti mau mati lagi?

Farah terus memandang ke atas, sampai lampu kamarnya tetap menyala, baru dia kembali menatap ke arah cermin.

Sesaat Farah tidak menyadari, hingga saat dia melihat dengan seksama. Ada sesuatu yang bergerak-gerak dari arah luar jendela kamarnya.

Farah terus memperhatikan dari cermin, dahinya berkerut memastikan kalau itu bukan bias cahaya dari lampu kamar.

Penarasan, lantas dia menoleh ke arah belakang. Seketika jantungnya berdetak lebih keras, tanpa keraguan Farah langsung beranjak. Tidak memperdulikan wajahya yang masih ada sisa krim yang belum di ratakan.

Farah melangkah, mendekati jendela. Namun, belum sempat dia mengetahui siapa sosok tersebut. Wanita itu sudah berjalan ke arah samping.

Setengah berlari Farah menuju ke arah gorden dan menyibakkannya dengan cepat. Di pandanginya keluar rumah. Tetapi sosok wanita itu sudah tidak terlihat sama sekali.

Drrrttttt.... Drrrttttt.... Drrrttttt....

Farah tersentak kaget, sejurus kemudian ia langsung menengok ke arah nakas. Terlihat ponsel milik Angga terus bergetar.

Selama ini Farah tidak pernah ingin tahu dan tidak pernah ingin melihat ponsel milik Angga. Baginya meskipun sudah menjadi suami istri, mereka tetap memiliki privasi masing-masing.

Namun berbeda dengan malam ini, entah mendapat dorongan dari mana, rasa ingin tahu Farah timbul dengan kuat. Ingin sekali dia melihat siapa yang menghubungi Angga selarut ini.

Melangkah pelan, Farah mendekat ke arah nakas. Diliriknya Angga yang sudah tertidur pulas dengan suara dengkur yang mirip sekali dengan sapi.

“Sella?” batin Farah mengernyitkan dahinya.

Sepintas ia ingin menganggkat panggilan tersebut. Namun, saat tangannya sudah hampir menekan tombol hijau, panggilan itu berakhir.

Farah kembali meletakkan ponsel milik Angga di atas nakas. Termenung, hatinya sedikit terganggu, selama ini ia tidak pernah mempermasalahkan kepada siapa saja suaminya mau berinteraksi. Tetapi, kali ada yang berbeda, ada sesuatu yang menyentil batinnya.

Menghela napas, Farah berusaha untuk berpikir positif. Mungkin saja itu memang panggilan pekerjaan.

***

Farah tidak bisa tidur nyenyak malam itu. Dia terlihat gelisah, berulang kali membolak balikkan badan agar mendapat posisi yang nyaman untuk terlelap.

“Astaga” ucap Farah segera bangkit dari pembaringan. Diliriknya jam sudah menunjukkan pukul dua pagi. Ingin rasanya kembali merebahkan tubuhnya, tetapi ada perasaan yang mengganjal di hatinya.

Sejenak Farah diam, mencoba memahami apa yang ia rasakan. Namun, nyatanya tetap tidak menemukan jawaban apapun.

Akhirnya Farah memutuskan untuk melakukan sholat malam. Mungkin dengan begitu dia akan mendapatkan ketenangan.

Pelan, Farah beranjak. Berusaha tidak membangunkan Angga yang tertidur begitu lelap. Ia pandangi suaminya, semoga apa yang dia rasakan tadi hanya sebatas prasangka.

Melanjutkan melangkah, Farah segera membuka pintu kamarnya. Suasana begitu sepi, tidak biasanya dia merasa berdebar seperti ini. Padahal sebelumnya, ia sering melakukan sholat malam.

Membulatkan niat, Farah kembali berjalan tanpa menghidupkan lampu ruang tengah. Namun, saat hampir mencapai kamar mandi langkahnya terhenti. Segera ia menengok ke arah belakang.

Jelas sekali, ada suara langkah kaki yang mengikutinya. Farah pikir itu adalah Angga, tetapi ternyata tidak ada seorangpun di sana.

Merasa itu adalah halusinasinya, Farah kembali melangkah. Segera ia mengambil air wudhu. Ia sedikit bergidik saat air menyentuh kulitnya. Udara malam ini begitu dingin.

Setelah selesai melaksanakan Ibadah malam, Farah segera membereskan mukena dan sajadahnya.

Duaaanggggg....

Terdengar suara benturan keras dari atap rumahnya. Sontak Farah langsung melihat ke langit-langit kamar. Berulang kali dia mengucapkan istifar.

“Astaghfirulloh, apa itu?” tanya Farah ketakutan. Dilihatnya Angga masih tertidur lelap, seolah suaminya itu tidak mengedar suara apapun.

Buru-buru Farah bangkit, “Mas, bangun” ucapnya mencoba membangunkan Angga.

“hmmm, kenapa Far” jawab Angga dengan mata masih tertutup separoh.

“Kamu enggak denger? Tadi ada suara dentuman dari atap rumah” kata Farah ketakutan, dia mengira ada orang yang memang berniat buruk di rumahnya dengan melempar sesuatu.

“Engga ada apa-apa, salah dengar mungkin kamu” kata Angga yang langsung membalikkan badan.

Farah jengkel sekali dengan suaminya, jelas sekali suara dentuman itu berasal dari atap rumah mereka.

Berulang kali Farah mencoba kembali untuk membangunkan suaminya. Namun sepertinya Angga benar-benar tidak mau beranjak dari pembaringan.

Memberanikan diri, Farah melangkah menuju ke arah pintu kamarnya. Segera ia keluar dan menghidupkan lampu. Berulang kali dia memecet skalar, lampu ruang tengah tak kunjung mau menyala.

Perasaannya benar-benar kacau. Di satu sisi dia takut jika ada orang yang masuk ke dalam rumah. Tetapi di sisi lain dia begitu penasaran dengan suara tadi.

Sekali lagi dia memanggil Angga, namun hanya gumaman yang ia dengar. Menolehkan kembali ke arah luar. Farah mencoba melangkah dalam gelap.

Pelan ia berjalan, mencoba memastikan di setiap sudut ruang. Semua nampak aman, barang-barang masih ada di tempatnya. Bahkan pintu belakang juga terlihat tertutup.

Merasa tidak ada yang perlu di khawatirkan, Farah berniat untuk kembali ke kamarnya. “mungkin tadi kucing yang terpeleset jatuh” ucap Farah kembali melangkah.

Hingga, saat dia melihat ke arah jendela ruang tamu. Seketika tubuhnya mematung, ada seseorang tengah berdiri di sana.

Farah tidak bisa melihat dengan jelas siapa sosok itu. Lampu temaran dari arah teras, serta lipatan gorden membuat pandangannya terhalangi.

Memberanikan diri. Farah mencoba mendekat, kali ini dia tidak melangkah pelan, takut jika sosok itu menyadarinya dan langsung pergi seperti sebelumnya.

Benar saja, saat Farah hampir sampai di depan jendela. Sosok itu melangkah menjauh, sejenak dia ingin membuka pintu dan mengejarnya. Akan tetapi niatannya terhenti.

Seketika bulu kuduknya meremang hebat, Farah menyadari ada sesuatu yang tidak beres dengan orang itu. Sosoknya sudah tidak ada di mana pun, bahkan berulang kali ia mengedarkan pandangan, tetapi tidak menemukan keberadaannya.

Ketakutan. Farah berbalik, hendak menuju ke kamarnya. Tetapi langkahnya kembali terhenti, dia melihat sosok wanita baru saja masuk ke dalam kamarnya.

Panik, Farah buru-buru kembali ke kamar. Pandangannya mengitari ruangan itu, nihil dia tidak mendapati seorang pun selain suaminya Angga.

Dengan jantung berdebar, Farah menatap ke arah bawah ranjang. Perlahan ia menjatuhkan lututnya ke lantai, mencoba melongok ke bawah kasur. Hingga saat kepalanya meneleng ke arah kolong, dia bernapas lega. Tidak ada siapapun di sana.

Dekkk...dekkk...dekkk

Seketika Farah menatap ke arah lemari pakaiannya. Ada suara yang muncul dari dalam. Dengan perasaan tidak karuan ia berjalan ke arah lemarinya.

Awalnya Farah mencoba untuk membangunkan Angga, tetapi laki-laki itu terlalu nyenyak dalam tidurnya.

“Mas, Mas Angga” bisik Farah keras. Namun suaminya tetap bergeming.

Akhirnya Farah memberanikan diri. Tangan kanannya sudah berada di handel lemari kayu milik mereka. Lalu dengan cepat dan kasar ia langsung menarik pintu itu sampai terbuka.

Farah langsung menyibak pakaian yang tergantung di dalamnya, memastikan kalau makhluk itu sedang bersembunyi di dalam lemari miliknya.

Farah kebingungan. Tidak ada apapun di dalam lemarinya. Bahkan tikus pun tidak, “Apa tadi cuma imajinasiku?” kata Farah lirih. Menghela napas, Farah kembali menutup pintu lemarinya.

Namun, tiba-tiba saja dia merasakan ada sesuatu yang mencengkeram erat pergelangan tangannya. Sontak Farah menengok ke bawah, sekali lagi dia tidak mendapati apapun.

Merasa ada yang aneh, Farah segera menutup pintu lemarinya. Mungkin memang benar dia kurang istirahat jadi pikirannya membayangkan hal yang tidak-tidak.

Menghela napas, Farah berniat untuk kembali membaringkan tubuhnya. Namun, suara ketukan itu muncul lagi. Kali ini berasal dari bawah kolong tempat tidurnya.

Penasaran, Farah kembali menjatuhkan tubuhnya ke lantai. Memastikan kalau suara itu hanya hewan yang tidak sengaja masuk ke dalam kamarnya.

Gludaaaakkk...

Tiba-tiba saja Farah memundurkan tubuhnya dengan cepat, hingga dia menabrak lemari dengan kencang.
Jantungnya seperti berhenti, dengan jelas dia melihat ada sepasang mata dan mimik wajah mengerikan dari arah kolong tempat tidurnya.

Farah tidak berani menatap, dia terus memajamkan matanya. “Far, kamu kenapa?” tedengar suara Angga dan langkah kaki yang mendekat.

“Mas... i—itu itu...” ucap Farah sambil menunjuk ke arah kolong tempat tidurnya.

Angga yang khawatir langsung jongkok dan melihat ke arah kolong. Namun, ia tidak dapati apapun, hanya ruang kosong gelap.

“Engga ada apa-apa, kamu ngelindur Far?” tanya Angga.

Istrinya tetap menggeleng. Angga melihat air mata juga sudah merebak di mata cantik Farah. Buru-buru Angga keluar kamar, mengambil minuman. Berharap dengan air putih bisa menenangkan istrinya.

“Far diminum dulu” kata Angga setelah kembali dari dapur.

Awalnya Farah menolak, dia masih terduduk dengan kepala berada di antara dada dan lutut. Hingga Angga memeluknya, mencoba menenangkannya.

“Sudah, ada aku” ucap Angga mendekap erat Farah.

Setelah beberapa saat, akhirnya Farah sedikit tenang. Dia mulai mengangkat wajahnya, kini dengan jelas Angga bisa melihat expresi istrinya benar-benar terlihat ketakutan.

“Minum dulu” pinta Angga sambil menyerahkan gelas air putih.

Farah mengambilnya, segera meminum air putih itu. Benar saja, ia terasa seperti baru saja berlari ratusan meter. Dalam beberapa teguk air setengah gelas sudah habis di minumnya.

“Kamu kenapa, Far?” tanya Angga sekali lagi. Tetapi Farah hanya menggeleng. Dia tidak berani menceritakan apa yang ia lalui malam ini.

“Ya sudah, ayo tidur lagi. Masih jam 2 ini” kata Angga.

Seketika Farah langsung menolehkan kepalanya ke arah jam dinding. Dia begitu heran, kenapa seolah waktu tidak bergerak? Padahal sedari tadi dia sudah banyak melakukan aktivitas.

Sesaat Farah mengira kalau dirinya benar-benar bermimpi. Tapi saat melihat sajadah yang masih ada di sudut kamar. Ia menyadari memang sedang ada yang aneh di rumahnya.

Karena wajah Farah semakin pucat. Angga segera memintanya untuk kembali ke atas tempat tidur. Farah tidak berani menolak dan segera berjalan sempoyongan tempat tidurnya.

***

Pagi sudah menjelang, suara kokok ayam dan burung, samar terdengar di telinga Farah. Ia masih menutup matanya, enggan untuk beranjak dari kasurnya yang begitu empuk. Terlebih dia merasakan Angga mendekapnya dengan erat dari belakang.

“Mau kemana?” ucap Angga parau saat menyadari Farah tengah memindahkan tangannya.

“Bikin sarapan buat kamu, Mas” jawab Farah

Bukannya melepaskan Farah, justru Angga mengeratkan pelukannya. “Ckkk, hari ini aku libur mending tidur lagi. Semalam tidurmu tidak nyenyak kan?” pinta Angga sambil membenamkan kepalanya ke arah leher istrinya.

Farah hanya menghela napas, memang sebenarnya badannya terasa begitu sakit. Entah karena dia yang tidak bergerak selama tidur atau memang kecapaian karena kejadian semalam.

Akhirnya pagi itu Farah kembali terlelap. Rasa nyaman yang dihadirkan oleh Angga membuatnya melupakan kejadian mengerikan yang semalam ia lalui.

***

“Suara dentuman? Jam berapa Far?” tanya Angga penasaran.

Saat ini mereka tengah duduk di depan meja meja makan, menyantap makan siang yang sudah di sediakan oleh Farah.

“Ah, kamu itu mas. Semalam aku uda bangunin beberapa kali. Kamu sempat bangun tapi tidur lagi” ucap Farah sedikit jengkel.

Angga mengerutkan dahinya, dia sama sekali tidak merasa kalau dibangunkan Farah. Padahal selama ini dia selalu peka saat di panggil oleh Farah meski dalam keadaan tertidur.

“Lalu, setelah itu?” tanya Angga penasaran sambil menyerutup kopi hitamnya.

“Aku keluar kamar, berniat untuk mengambil air wudhu. Terus waktu mau masuk kamar mandi, aku mendengar ada langkah kaki yang mengikutiku. Tapi saat ku tengok ke belakang, tidak ada siapapun” kata Farah.

“Aneh, kita sudah beberapa bulan tinggal disini, kalau itu perkenalan mereka, seharusnya sudah jauh-jauh hari. Lalu setelah selesai sholat, suara dentuman itu muncul?” tanya Angga penasaran.

Farah mengangguk, lantas ia menceritakan semua detail kejadian yang ia alami semalam. Mulai dari suara dentuman, hingga melihat sosok wanita yang masuk ke dalam kamar. Dan berakhir kejadian Farah melihat sosok mengerikan di bawah tempat tidur.

“Aneh, apa kita lakukan pengajian lagi ya Far?” tanya Angga, dia khawatir jika kejadian yang dilalui istrinya akan kembali terulang.

“Kita lihat nanti mas, kalau memang masih ada gangguan kita adakan pengajian lagi di tempat ini” kata Farah.

Awalnya Angga nampak tidak setuju dengan keputusan Farah, apalagi beberapa hari kedepan dia ada tugas diluar kota.

“Tapi Far, aku tidak tega kalau mesti dinas keluar kota kalau seperti ini” ucap Angga

Farah menghela napas, dia lupa kalau Angga beberapa hari kedepan akan pergi ke luar kota. Sejenak ia berpikir ingin ikut suaminya.

“Aku batalin aja ya, biar nanti digantiin sama yang lain” ucap Angga memecahkan lamunan Farah.

“Engga perlu mas, kan kamu perginya tiga hari lagi. Jadi kita tunggu dua hari kedepan, apakah masih ada gangguan atau tidak. Baru setelah itu kita putuskan” ucap Farah sambil beranjak dari kursinya.

Angga hanya mengamati Farah membawa piring kotor untuk dicuci. Ia sedikit jengkel karena merasa istrinya itu tidak pernah mendengarkan nasehatnya.

Saat Farah tengah asik mencuci piring, tiba-tiba saja ada sesuatu yang terlintas dipikirannya. Buru-buru dia mengelap tangannya dan berjalan ke arah tempat cuci.

Segera dia menengok ke arah tong sampah, namun isinya sudah bersih, sepertinya angga sudah membuangnya di bak sampah depan rumah.

“Kenapa kamu Far?” tanya Angga yang memperhatikan gelagat istrinya yang aneh.

“Kemarin, aku nemu bunga kantil di kantung kemejamu. Lalu aku buang di tempat sampah ini” ucap Farah menerawang.

“Bunga kantil apa sih?” tanya Angga tidak mengerti.

“Bunga kantil, Mas Angga kemarin metik bunga kantil dimana?” tanya Farah.

“Kapan? Seingat ku, aku tidak pernah dekat-dekat dengan pohon kantil” jawab Angga serius.

Farah beranjak, dia merasa ada yang aneh. Kalau memang benar suaminya tidak berada dekat-dekat dengan pohon kantil. Lantas siapa yang menaruh di kantung kemejanya?.

Awalnya Farah berpikir, mungkin sosok yang ia temui semalam karena bunga kantil yang tidak sengaja dibawa oleh suaminya. Tetapi kini setelah mencoba menggabungkan semuanya Farah merasa ada yang janggal.

“Far” kata Angga karena mendapati Farah yang seperti melamun.

“Eh iya mas, kenapa?” tanya Farah.

“Sudah tidak apa-apa, lebih baik kamu istirahat. Biar aku yang menyelesaikan perkerjaan rumah” kata Angga sambil beranjak pergi.

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya
close