Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SUSUK TERATAI PUTIH (Part 5) - Alasan


ALASAN

Tung..tung..tung...

"Kebakaraaaaaan....!!!!"

Tung..tung...tung...tung

"Kebarakaraaan...!"

Suara kentongan dari bambu terus berbunyi ditengah malam buta, suara riuh warga berlari pontang panting mengambil air dengan ember untuk memadamkan api, tapi sia-sia kobaran api masih berdiri dengan gagahnya, panasnya siap memanggang manusia-manusia yang berani mendekati dirinya.

"Sumirah dan nyai Aminah masih didalam, bagaimana ini."

Bapak kepala desa bingung, warga panik dan Permana tertawa-tawa lalu pulang, Gendis telah menunggu dirumahnya.

"Pie kangmas? Wis mbok bakar si Sumirah? Ben kae mati terus aku paling ayu sak ndeso kangmas." (Bagaimana mas? Sudah kamu bakar si Sumirah, biar dia mati lalu aku jadi wanita tercantik didesa mas.)

Permana mengelus rambut ikal panjang milik Gendis yang selalu beraromakan melati itu.

"Uwis, tenang wae, Sumirah mesti mati nyusul ramane ning neroko" (Sudah, tenang saja, Sumirah pasti mati, dan bertemu ayahnya dineraka)

Gendis tersenyum puas, sejak kecil dia memang sangat membenci Sumirah yang anak orang kaya dan sudah sangat cantik walau masih belia. Iri dan dengki hati Gendis sudah tertanam sejak pertama kali Gendis bertemu dengan Sumirah sewaktu kecil.

Waktu Gendis berusia 6 tahun, dirinya diajak sang bapak untuk bertemu dengan jurangannya, juragan Kuncoro yang terkenal kaya dan dermawan untuk mengambil upah karena sudah selesai memanen hasil sawah milik juragan. Saat itulah Gendis melihat Sumirah yang tengah memakan buah anggur, tahun 1821 buah anggur adalah buah yang sangat mahal, hanya bisa dimakan oleh para nonik Belanda dan juragan pribumi yang kaya. Gendis kecil yang kumal menatap dari atas sampai bawah penampilan Sumirah yang cantik, bersih dengan pakaian ala anak-anak Belanda. Gendis mengepalkan tangannya lalu berbalik menatap dirinya sendiri yang hanya memakai pakaian warga pribumi yang kumal.
Semenjak itulah Gendis iri, dengki. Kenapa dirinya tidak menjadi anak juragan, kenapa bapaknya harus miskin?

Gendis dan bapaknya pulang setelah mendapatkan haknya, sekaligus Gendis diberikan bungkusan plastik besar yang entah apa isinya.
Gendis membuka bungkusan sesampainya dirumah. Ternyata isinya buah anggur dan pakaian yang mirip dipakai oleh Sumirah.
Bapak Gendis sangat bahagia.

"Pakailah Gendis, pasti kamu sangat cantik pakai pakaian ini."
Ibu Gendis memakaikan baju pemberian dari juragan Kuncoro ketubuh anak perempuannya.
Tetapi Gendis menolak lalu menginjak-injak pakaian tersebut.

"Aku ora doyan nganggo klambi bekas e Sumirah biyung, tumbas ke sing anyar!" (Aku tidak sudi pakai pakaian bekas dari Sumirah ibu, belikan aku pakaian yang baru..!)

"Iki anyar nduk, udu bekas. Isih wangi plastik!" (Ini baru nduk, bukan bekas, masih bau plastik)

"Pokok e aku emoh biyung..!"
Gendis mendorong biyungnya hingga terjengkang.

Plak.....

Sang Bapak menampar pipi Gendis, biyungnya hanya diam tak menolong karena paham kalau suaminya marah dengan kelakuan Gendis yang kelewatan.

"Rak usah dinggo klambine, ngko tak weh ke Sulastri wae adikmu, koe rak usah klambenan." (Tidak usah dipakai bajunya, nanti dikasihkan Sulastri saja adikmu, kamu tidak usah pakai baju sekalian.)

Gendis kecil memegang pipinya lalu menatap sang bapak dengan tatapan menantang.

"Kenopo bapak kere? Kenopo biyung kere, sesuk nek aku wis gedhe, ra sudi dadi wong kere koyo sampeyan, ora sudiii.!" (Kenapa bapak miskin? Kenapa ibu juga miskin? Besok kalau saya sudah besar, tidak sudi jadi orang miskin seperti kamu, aku tidak sudi...!)

Gendis berteriak-teriak sambil menunjuk-nunjuk muka bapaknya. Setelahnya dia melangkahkan kaki kecilnya untuk masuk kekamar dan merebahkan badannya didipan yang beralaskan karpet dari anyaman daun pandan. Gendis kecil menangis sambil mengepalkan tangannya dan bersumpah akan menjadi kaya dan cantik seperti Sumirah.

"Hey, kok nglamun? ayo kita tidur, sudah malam. Besok kita akan mendengar berita kematian Sumirah."

Perkataan Permana membuyarkan lamunan Gendis, lalu dirinya memeluk erat tubuh perempuan yang hanya berbalut kain jarik itu, bilang ingin istirahat, tapi nyatanya Permana kembali merasakan nikmat dunia bersama Gendis, bagi Permana tubuh milik Gendis selalu menantang kegagahan dirinya.

Sementara itu Sumirah yang merasa kepanasan terbangun dari tidurnya, dirinya kaget karena api sudah mengelilingi dirinya, nyai Aminah yang terbangun juga tidak kalah kagetnya.

"Astagfirullah, kebakaran nduk, ayo kita keluar."

Braaak...kretek..kreteek.. Bruug...

Satu persatu kayu penyangga atap jatuh terbakar, Sumirah dan nyai Aminah berusah keras melarikan diri.

"Aaaaaaah...."

Salah satu kayu yang terbakar menimpa tubuh nyai Aminah, Sumirah berusaha menolong, tetapi kayunya terlalu kuat bahkan wajah milik Sumirah sudah terluka. Nyai Aminah meringis menahan panas dan sakit ditubuhnya.
Nyai Aminah komat-kamit sambil menutup matanya, tiba-tiba langit mendung dan turun hujan dengan derasnya.
Warga terkejut tapi senang secara bersamaan, api yang membakar rumah nyai Aminah telah padam.

Warga segera menolong Sumirah dan nyai Aminah.

"Mendekatlah nduk.."
Nyai Aminah mungulurkan tangannya hendak memegang tangan Sumirah.

"Bersabarlah nduk, jangan dendam dan jangan berpaling dari Tuhan."

Nyai Aminah meninggal saat itu juga setelah mengucap kata terakhirnya, lukanya sangat parah. Tubuh tuanya tak mampu menahan lagi rasa sakit.

"Uwaaaaak,..aku kudu urip kalih sopo melih uwak,...." (Uwaak.. saya harus hidup dengan siapa lagi?)

Sumirah menangis tersedu-sedu. Pikirannya terlalu sakit untuk mampu berfikir secara jernih. Dia kehilangan segalanya dalam waktu yang hampir bersamaan.

Di rawa ireng nyai mutik tengah berbincang dengan kanjeng ratu yang telah menjelma menjadi perempuan yang sangat cantik.

"Kenapa kanjeng ratu tidak menolong Sumirah?"

Nyai Mutik bertanya, karena setahu dirinya sang ratu sangat menyukai Sumirah. Tapi kenapa ratunya justru diam saja saat mengetahui keadaan Sumirah yang mengenaskan.

Sang ratu menatap hamparan danau yang airnya sangat jernih, danau itu ada rawa ireng, tapi berubah menjadi danau indah tatkala sang ratu merubah dirinya menjadi manusia.

"Karena masih ada Tuhan didalam hatinya, Mutik...!"

BERSAMBUNG
close