Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PENUNGGU PUNDEN JENGGOLO

Kejadian diluar nalar yang terjadi kepada beberapa orang yang tanpa ijin menarik pusaka di area situs jenggolo.


Waluyo yang sedang memandikan mobil juragannya sedang asik sekali bersiul. Rupanya, dia mulai bersiap-siap untuk pergi kesuatu tempat.

Terdengar suara aliran air dari selang yang keluar pelan dibawah mobil.

"Durung mari ae yo? Ndang cepet, selak dienteni mbah sunadi." (Belum selesai saja yo? Cepat, kita sudah ditunggu mbah sunadi) ucap pak seno.

Rupanya pak seno sudah menjadwalkan janji bertemu dengan salah satu gurunya yang sangat dia hormati.

Mbah sunadi, beliau adalah orang pintar yang tersohor di daerah tersebut.

Mbah sunadi juga seseorang yang memiliki relasi dengan pejabat-pejabat tinggi didaerah itu.

Salah satunya adalah pak seno. Pak seno adalah orang penting yang sedang naik daun di daerahnya.

Perkenalannya dengan mbah sunadi yaitu saat dirinya akan mencalonkan diri saat itu.

Tidak sengaja, salah satu rekannya memberi tahu bahwa mbah sunadi adalah orang yang memiliki akses khusus untuk kejayaan pejabat tinggi.

Pak seno saat itu tanpa berpikir panjang langsung menemui mbah sunadi dan kemudian mereka bisa sedekat ini.

"Sampun sedoyo pak, monggo." (Sudah semua pak, mari) ucap waluyo sembari membukakan pintu mobil.

Perjalanan mereka ke rumah mbah sunadi hampir menempuh waktu 30 menit. Itu disebabkan lantaran rumah pak seno dan mbah sunadi sangat jauh sekali.

Hingga, perjalanan mereka telah sampai di kediaman beliau.

Rumah yang masih kuno dan kental akan benda-benda jaman dahulu yang masih terawat rapi itu membuat pak seno merasa krasan (betah) untuk berlama-lama dirumah mbah seno.

Pohon beringin yang sangat tinggi dan membuat suasana dingin sejuk dilatar rumah mbah sunadi.

"Kulo nuwun... Mbah..." (Permisi... Mbah...) ucap pak seno pelan.

Bau kememyan kemudian tercium pekat dan sangat wangi sekali. Terlihat asap berjalan terbawa angin dari balik ruangan.

Rupanya, mbah sunadi sedang duduk bersila dan berkomat kamit membaca jaba mantra yang sedikit aneh ditelinga seno.

"Apan sarira ayu, Ingderan kang widadari, Rineksa malaekat lan sagung pra rasul
Piayungan ing Hyang Suksma.."

(Pada akhirnya semua selamat. Sebab badanya selamat dikelilingi oleh bidadari, yang dijaga oleh malaikat, dan semua rasul dalam lindungan Tuhan.) ucap mbah seno yang membaca doa bahasa jawa.

Pak seno memandang waluyo dengan tatapan yang kebingungan. Ingin sekali masuk namun masih belum mendapat ijin oleh si pemilik rumah.

Pak seno paham betul, jika mbah sunadi sudah membaca doa itu maka dia akan selesai 2-3 jam lagi.

Tanpa berpikir panjang pak seno yang tidak terbiasa menunggu dengan berdiri akhirnya masuk dan kemudian duduk di ruang tamu.

Waluyo yang melihat juragannya sudah berwajah nesu (marah) kemudian berniat menghibur pak seno. Itung-itung membuang kejenuhan waktu itu.

Namun, waluyo kliru

Pak seno bukannya terhibur, beliau malah semakin marah dan tidak bisa menunggu lagi.

"Wes ngerti katene ono seng teko malah ditinggal semedi." (Sudah tau bakal ada yang datang malah ditinggal merenung.) ucap pelan pak seno.

Waluyo yang mendengar perkataan juragannya itu sempat kebingungan lantaran dirinya tidak enak jika sampai mbah sunadi mendengar perkataan pak seno.

"Dienteni rumiyen pak, mungkin keadaan darurat." (Ditunggu dulu pak, mungkin keadaan darurat.) ucap waluyo.

Pak seno hanya terdiam dan menghela nafas sangat panjang. Memang, dia selama ini tidak pernah menunggu seseorang sampai lama sekali.

Karena kepentingannya dengan mbah sunadi, pak seno terpaksa rela menunggu sampai selesai.

Setelah hampir 3 jam lamanya, mbah sunadi keluar dan menemui pak seno dan waluyo yang sudah berada di ruang tamunya.

"Sudah lama menunggu? Kebetulan ada yang harus diselesaikan dulu. Jadi mohon maaf pak seno dan pak waluyo harus menunggu lama." ucap mbah sunadi.

Pak seno hanya tersenyum kecil yang sangat jelas sekali dimata Waluyo kalau itu adalah senyum tidak ikhlas.

Waluyo mengangguk dan tersenyum lebar kepada mbah sunadi. Sembari mendekat dan sedikit membungkung kemudian mencium tangan mbah sunadi.

Kemudian disusul pak seno yang menjabat erat tangan mbah sunadi.

"Jadi, kalau memang mau naik pangkat. Njenengan (kamu) harus mau mengambil keris diarea dalem jenggolo." ucap mbah sunadi pelan.

Pak seno hanya menatap mbah sunadi dengan tatapan yang kebingungan. Bagaimana bisa dirinya mengambil sesuatu diluar kemampuannya?

Mbah sunadi tertawa pelan.

"Syaratnya ya harus usaha sendiri, bagaimana cara njenengan (kamu) bisa mengambil keris itu." jelas mbah sunadi.

Pak seno terlalu berambisi untuk bisa naik jabatan saat itu, hingga akhirnya apapun syarat yang diberikan padanya harus bisa segera terlaksana.

Percakapan mereka menemukan ujung. Pak seno dan waluyo pamit kepada mbah sunadi.

Disepanjang perjalanan, pak seno masih termenung. Dia mengingat perkataan dari mbah sunadi untuk mengambil sebuah pusaka di situs jenggolo.

Situs ini terletak di sisi selatan Malang.

Tempat ini juga dijaga oleh pakuncen yang bernama mbah yadi. Mbah yadi adalah orang yang sangat angel (susah) sekali untuk diajak kerjasama untuk urusan ini.

Waluyo yang paham betul dengan keresahan pak seno hanya bisa memandanginya dari cermin mobil.

Waluyo paham, pasti pak seno sangat amat cemas lantaran beliau sudah pernah juga saat itu diutus untuk mengambil benda diarea tersebut. Namun, ada larangan keras dari mbah yadi akan hal itu.

Karena saat itu syarat mengambil benda pusaka tersebut gagal, pak seno tidak bisa naik jabatan dan semua pendukungnya pergi meninggalkan dirinya.

Pas seno trauma akan hal itu.
Khawatir yang luar biasa sudah menjadi penyakit dalam hatinya.

Sekarang, jabatannya sudah mulai naik dan terpancar dimana-mana, ada satu hal yang membuat pak seno takut kembali.

Mengapa? Harus tempat itu yang harus menjadi tujuan utama yang berhubungan dengan kesuksesan pak seno?

Jelas, hal itu tidak akan mendapatkan ijin dari mbah yadi selaku juru kunci tempat tersebut untuk melakukan penarikan pusaka.

Pak seno dalam kondisi yang ambyar.

Mencari cara bagaimana caranya agar pak seno bisa mengambil pusaka tanpa harus berurusan dengan mbah yadi..

"Pak, mpun tekan." (Pak, sudah sampai) ucap waluyo sembari membuka pintu mobil.

Pak seno yang terkejut mendengar suara waluyo kemudian segera keluar. Dia mengangguk pelan dan menepuk pundak waluyo tanpa berkata apapun.

Waluyo yang tersenyum kemudian melihat pak seno dengan hati-hati.

Nampaknya, masih terlihat raut wajah yang menyimpan rahasia didalamnya.

Waluyo segera menutup pintu mobil kembali.

Hari berganti, waluyo masih sama melakukan aktifitas mencuci mobil sebelum pak seno berangkat.

Tiba-tiba terdapat beberapa orang yang datang dan mencari pak seno. Penampilan orang-orang ini menurut waluyo sangat menakutkan sekali.

Waluyo dengan tenang membuka pintu gerbang. Terlihat empat orang yang memakai baju hitam dan penuh sekali dengan benda manik-manik di badannya.

Rambut yang gondrong dan pakaian yang sedikit longgar membuat waluyo agak keheranan melihat mereka.

Siapa orang-orang ini, batinnya.

"Nangdi pak seno? Kandanono tamune wes teko, ki damang." (Kemana pak seno? Bilang kalau tamunya sudah datang) ucap lelaki berambut panjang tersebut.

Waluyo yang mulai merasa ngeri dengan kalung dan cincin akiknya yang sangat besar langsung masuk dan memberi tahu pak seno.

Pak seno yang mendengar bahwa rombongan tamunya datang langsung keluar dan menemui mereka.

"Wahhh, wes suwe tah ngenteni? Ayo melbu." (Wahh, sudah lama kah menunggu? Ayo masuk.) ucap pak seno.

Merekapun masuk kedalam rumah.

"Waktune kudu tengah wengi, lek kepingin pusoko iku ndang kecekel." (Waktunya harus tengah malam, kalau ingin pusaka itu cepat didapat.) jelas ki damang.

Pak seno termenung dan berpikir, apakah tindakannya benar atau tidak dia masih tenggelam dalam kebingungannya.

"Baiklah, kita kerjakan malam ini. Mau kapan lagi? Waktunya selak gak nutut (gak sampai)." ucap pak seno.

Ki damang dan rekannya kemudian meminum kopi hangat didepannya. Pak seno masih terdiam memandangi mereka dengan wajah datar.

Siang berganti malam. Ki damang menyiapkan peralatan apa saja yang akan dibawa ke lokasi.

Pak seno dan waluyo hanya duduk dan siap untuk berangkat. Mereka sendiri tidak mengerti apa yang akan dilakukan oleh mereka disana.

Pak seno pasrah, dia hanya terima jadi. Hal yang terpenting adalah benda yang di amanahkan mbah sumadi kepadanya bisa dia pegang.

"Sudah siap semua, ayo sudah waktunya." ucap ki damang.

Pak seno mengangguk kemudian menepuk lengan waluyo memberi isyarat untuk segera bergegas menyiapkan mobil didepan.

Perjalanan mereka lumayan jauh, udara dingin sangat lekat sekali dikulit mereka. Pak seno yang saat itu masih belum yakin hanya bisa terdiam sepanjang perjalanan.

"Pak, ngapunten. Saya lupa jalan mau ke situs jenggolo. Dugi mriki belok kanan nopo kiri nggeh ?"

(Pak, mohon maaf. Saya lupa jalan mau ke situs jenggolo. Dari sini belok kanan atau kiri ya ?) tanya waluyo.

Pak seno segera menjawab, "belok kanan yo, lurus saja ikuti jalan. Nanti, belok kiri.. Kita parkir disisi jalan yang kosong."

Waluyo mengangguk pelan.
Dia mengikuti arahan pak seno.

Hingga terlihat satu area yang sangat sepi sekali. Disisi kanan terlihat punden yang dikenal sebagai makam mbah panji. Kemudian di sebelah kiri, terdapat sebuah peninggalan dari kerajaan disana yang areanya sangat di keramatkan.

Disanalah pak seno dan ki damang akan melakukan penarikan pusaka.

Setelah waluyo memarkirkan mobil. Mereka berjalan cepat mendekati area tersebut.

Nampak pohon beringin yang menjulang sangat tinggi dan besar sekali didekat tempat itu.

Beringin tersebut seperti memberi kesan menakutkan dan sakral sekali akan tempat tersebut.

Pak seno menoleh ke kanan dan ke kiri. Memastikan bahwa di wilayah tersebut sudah aman dan tidak ada satu orangpun disana termasuk mbah yadi.

Akhirnya, ki damang langsung melancarkan aksinya yaitu menarik pusaka yang diinginkan pak seno di tempat tersebut.

Pusaka itu berbentuk keris yang bersembunyi secara ghaib yang menjaga area situs tersebut.

Belum saja dimulai, tiba-tiba terdengar suara laki-laki yang sangat berat sekali,

"Hmmmmmm.."
Suara laki-laki yang terdengar berjalan mengelilingi mereka.

Entah suara dari siapa itu, yang jelas tidak ada tanda-tanda manusia lagi selain mereka disana.

"Heee, menungso! Kurang ajar adatmu! Sopo seng ngongkon riko kabeh ngidek lemah kene !?"

(hey, manusia ! Kurang ajar tingkah lakumu! Siapa yang menyuruh kalian semua menginjak tanah sini!?) Suara tak bertubuh.

Pak seno dan waluyo kemudian ketakutan dan juga kebingungan. Dirinya baru kali ini melihat hal mistis langsung didepan mata.

Ki damang yang mendengar suara tersebut kemudian tertawa terbahak-bahak. Ki damang merasa bahwa makhluk itu adalah tandingannya.

"Metu o lek memang awakmu iku kuat lan sakti. Sopo kon!!! Metu o !!! Aku kepengen eruh wujudmu!!!"

(Keluarlah kalau memang kamu itu kuat dan sakti. Siapa kamu !! Keluar !! Aku ingin tau wujudmu !!) Teriak ki damang.

Namun, suara itu kemudian hilang.
Kemudian, pintu petilasan tersebut terbuka dengan sendirinya.

Terlihat seseorang yang membungkuk dan keluar dari tempat tersebut.

Ki damang, pak seno dan waluyo saling melihat dan saling pandang. Entah makhluk apa yang menunggu tempat ini.

Seketika tatapan pak seno terkejut sejadi-jadinya. Waluyo yang terbiasa dengan bau bau mistis selama ini juga ikut terkejut pantaran sosok itu memiliki postur tubuh yang aneh..

Sosok laki-laki bersoran putih dan jika diukur maka tingginya hampir 4 meter.

Pak seno yang melihat itu terkejut sejadi-jadinya. Makhluk apa yang sedang berada dihadapannya itu.

Menatap tajam ke arah mereka dengan tatapan yang sangat amat marah.

Ki damang yang awalnya berani kemudian terjatuh dan merasakan sakit di dada.

Hingga kejadian mengerikan terjadi. Waluyo kesurupan. Matanya berubah merah dan amat sangat risih dengan kehadiran seno.

Dari kejauhan terlihat laki-laki yang menghampiri mereka dengan menaiki sepeda ontel lamanya. Rupanya itu adalah pak yadi.

"Menungso laknaaat!!! Sopo riko wani njupuk barang nok wilayahku?" (Manusia laknat !! Siapa kalian berani mengambil barang di wilayahku ?) Tanya waluyo kepada pak seno dan ki damang.

Pak seno yang melihat waluyo sudah bertingkat tidak karuan dan bukan dirinya akhirnya ketakutan.

Pak seno kebingungan, ingin langsung pergi tapi dia tidak bisa meninggalkan waluyo sendirian disana.

Kemudian, teriakan pak yadi memecah suasana tegang pak seno dan ki damang.
"Njenengan kabeh niki wonten niat nopo tengah wengi rame-rame teng panggon kramat ?"

(kalian semua ini ada perlu apa tengah malam ramai-ramai di tempat keramat ?) Tanya pak yadi.

Kemudian waluyo yang kesurupan, merangkak mendekati pak yadi.
"Menungso kabeh iki katene due niat ora apik nok kene ! Menungso serakah ! Menungso nyolongan !"

(Manusia semua ini mau punya niat tidak baik disini ! Manusia serakah ! Manusia pencuri !) Ucap waluyo yang kesurupan itu.

Pak yadi kemudian menetralkan waluyo yang kesurupan itu dan kemudian tersadar kembali.

Sosok makhluk setinggi 4 meter tersebut masih berdiri tegak memandangi mereka dari pintu petilasan.

Sorban dan juga jengkot putihnya yang sangat panjang sekali membuat kesan sangat keramat dan menakutkan tumbuh saat itu.

Pak seno meminta maaf kepada pak yadi dan meminta untuk memberi kesempatan kepadanya dan waluyo untuk menebus dosa untuk merumat (merawat) punden.

Ki damang yang entah kenapa sangat kesal sekali dengan kejadian tersebut. Dia memutuskan untuk pulang sendiri tanpa diantar oleh waluyo dan pak seno.

Pak yadi yang melihat ki damang dari kejauhan hanya bisa mendengus panjang. Namun, tanpa disadari ki damang masih sempat menoleh ke arah mereka. Tatapan pak yadi sangat tajam dan terkejut lantaran dibalik tubuh ki damang tengah berdiri sosok makhluk yang selalu dia lihat menjaga petilasan.

Makhluk tersebut rupanya berniat untuk mengikuti ki damang. Raut wajah yang sangat marah dipancarkan oleh sosok itu.

Pak yadi kemudian memeluk pundak pak seno dan waluyo dan membawa mereka ke punden.

Pak yadi meninggalkan jejak ki damang yang diikuti oleh makhluk tersebut.

Dari cerita ini, bisa kita garis bawahi kemanapun tujuan kita, apapun niat kita harus sekali membawa attitude yang baik.

Jangan pernah mengotori tempat-tempat yang sudah dijaga dan dirawat oleh niat yang tidak baik dari kita.

Jika ada kesamaan nama, kesalahan tulisan dan juga kesamaan tempat secara tidak sengaja, mohon maaf sebesar-besarnya.

SEKIAN
close