PESUGIHAN KELUARGA NINGRAT "NGIPRI KETHEK" (Part 18) - Sebelum Petaka Menjemput

Bagian 18 - Sebelum Petaka Menjemput
Suara teriakan minta tolong terus digemakan oleh ibuku sewaktu mendapati bapakku yang sudah tidak berdaya di luaran rumah.
Malam tadi sepertinya bapak mendapatkan serangan hebat oleh orang-orang yang memang menjadi musuh bebuyutannya semenjak beberapa tahun terakhir ini.
Wajah bapakku tiba-tiba saja pucat pasi dan terlihat perbedaan yang sangat jelas dengan keadaan sebelumnya.
Untungnya, teriakan dari ibuku menyelamatkan nyawa bapakku. Beberapa warga membantu ibuku dan membawa bapak menuju rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan.
Tak ada sesuatu yang dapat diingat oleh bapak sewaktu dirinya berada di luaran rumah. Saat bapak terbangun, ia hanya terdiam sembari mengatakan sesuatu kalimat yang sangat aneh dan baru pertama kalinya ibuku mendengar perkataan itu.
‘’Durbiksa jagratara janaloka.’’
Kebetulan saat itu dokter yang memeriksa bapak keheranan dengan kalimat yang baru saja diucapkan oleh bapakku.
‘’Ada apa dok?’’ Tanya ibuku.
‘’Gak ada apa-apa bu.’’ Ucap dokter itu dengan wajah penuh ketakutan.
Dokter itu pun langsung keluar dari ruangan bapak. Sepertinya ada sesuatu yang memang dokter itu sadari dengan perkataan aneh yang baru saja bapakku katakan.
Sembari menunggu dokter itu kembali masuk ke dalam ruangan bapak, ibu yang masih memomong mas rahardian selalu mengusap-usap kening bapakku sembari membaca beberapa ayat suci al-quran untuk menenangkan sukma bapakku yang sepertinya masih terikat di suatu tempat.
Kurang lebih 10 menit lamanya, ada seorang suster yang kebetulan masuk ke dalam ruangan bapak.
‘’Bu Esa. Dokter meminta ibu masuk ke ruangannya.’’ Jelas suster itu.
‘’Oke sus.’’
Ibuku melangkah keluar dari ruangan itu. Ia belum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi hingga dokter di rumah sakit itu sendiri enggan memberikan perawatan kepada bapak.
Sementara itu, hal yang terjadi kepada bapakku benar-benar sangat mengerikan. Sukma bapak yang masih terikat di suatu tempat harus rela disiksa habis-habisan oleh para ingon-ingon (peliharaan) milik raden angkoro dan juga raden jogopati.
Bapak diikat di sebuah pohon yang mana seluruh batangnya penuh dengan duri. Lalu dua sosok yang menjadi ingon-ingon di antara keduanya mendatangi bapak.
‘’Siapa kalian?’’ Tanya bapak.
Bapak mengenal salah satu ingon tersebut. Ingon yang satu milik dari raden angkoro yang kebetulan sudah dikenal. Dia adalah jin kala ireng yang sorot matanya menyala dan sangat menyeramkan.
Namun dia tidak mengenal dengan seorang wanita bergaun merah dengan rambutnya yang panjang hingga membuat kepalanya tertunduk ke depan karena saking panjang dan beratnya rambut tersebut.
Kedua ingon milik dari raden angkoro dan raden jogopati pun langsung menyiksan bapakku. Mereka berdua mulai mencabuk tubuh bapak menggunakan pecut yang digunakan oleh para penjagal kera*** untuk menghukum orang-orang keke*******.
Dari kejauhan, tawaan akan penyiksaan tersebut benar-benar terdengar jelas. Bapak memandang seseorang dengan menggunakan pakaian adat jawa yang sangat familiar dan juga siluman monyet putih yang merupakan kamuflase dari perubahan tubuh raden jogopati.
Bapak tidak bisa melakukan apa-apa. Ia hanya berharap kepada keajaiban. Tubuhnya memang diselamatkan oleh raden angkoro dan raden jogopati. Namun tidak bagi sukmanya yang sengaja mereka berdua ambil untuk menyiksa bapakku secara perlahan.
Di ruangan dokter, ibuku berjalan dengan hati penuh kekhawatiran. Ia sendiri tidak mengerti mengapa dokter itu tidak melanjutkan pemeriksaannya terhadap bapak.
‘’Tok! Tok! Tok!’’
‘’Masuk.’’
‘’Dokter, katanya saya disuruh ke ruangan dokter. Ada perlu apa dok?’’
‘’Iya benar. Silahkan duduk sebentar. Saya akan menjelaskan sesuatu kepada ibu.’’
Ibuku terduduk sejenak. Ia kemudian melihat pandangan dokter itu dengan penuh kecemasan. Tidak lama kemudian, dokter itu melepas kacamatanya sebagai pertanda bahwa ada sesuatu yang sangat tidak sesuai dengan apa yang ia pikirkan selama ini.
‘’Ada apa dok?’’
‘’Begini bu. Saya tidak bisa melanjutkan pemeriksaan ini. Saya rasa ini bukan penyakit medis.’’ Jelas dokter itu sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
‘’Maksudnya dokter?’’
‘’Saya baru saja mendengar sebuah kalimat yang menurut saya sangat mengerikan. Kalimat itu diucapkan oleh orang yang sedang dalam keadaan koma.
Tentunya, ini ada kaitannya dengan hal ghaib yang tidak semua orang mampu melakukan penanganan ini secara logika.’’ Jelas dokter itu Ibuku terdiam. Tiba-tiba mas rahardian menangis dengan sendirinya.
Tangisan mas rahardian seperti memberikan pertanda terkait apa yang akan terjadi kepada bapak.
‘’Dok. Sebenarnya, suamiku memang sering mendapatkan serangan semacam itu. Malam sebelum suamiku tergeletak di luar rumah, kami mendengar suara aneh dari atap rumah.’’ Jelas ibuku.
‘’Suara aneh? Suara semacam apa?’’ Tanya dokter.
‘’Suara sahutan monyet.’’
Deg! Dokter itu langsung terkejut mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh ibuku. Ia seperti mengetahui pertanda besar yang memang sedang terjadi kepada keluarga ibuku.
‘’Kenapa dok? Kok dokter kaget gitu?’’
‘’Tunggu. Sudah berapa lama?”
‘’Apanya dok?’’
‘’Teror semacam ini?’’
‘’Sudah hampir dua tahun lebih.’’
‘’Dua tahun?’’
‘’Ada apa, dok?’’
Dokter itu kemudian mengambil kacamatanya dan memakainya kembali. Ia sejenak menghela nafas panjang untuk menenangkan pikiran dan juga hatinya,
‘’Ini benar-benar buka urusan medis.’’
‘’Dok! Tapi tubuhnya pucat pasi. Mungkin selain itu juga ada penyakit yang tidak dideteksi.’’
‘’Tidak bu. Denyut nadi, tekanan darah, detak jantung dan pernafasannya seperti orang normal pada umumnya. Namun ketika ibu mengucapkan kalimat itu. Aku yakin akan satu hal yang mungkin ibu sendiri tidak menyadarinya.’’
‘’Maksud dokter?’’
‘’Saya pernah mengatasi orang semacam ini. Tepatnya beberapa tahun yang lalu. Dia juga sama seperti apa yang dikatakan oleh ibu barusan. Dan ternyata, orang tersebut mendapatkan serangan karena akan dijadikan tumbal!”
‘’Dok! Tolong jangan katakan hal itu.’’
Tiba-tiba pintu diketuk oleh seseorang dari luaran.
‘’Masuk.’’
Seorang suster masuk sembari membawa orang asing yang ternyata orang itu sangat familiar.
‘’Maaf dok. Ada salah seorang keluarga dari bapak arto. Dia ingin bertemu dengan isterinya.’’
Ibuku langsung bangkit dari duduknya. Ketika pintu dibuka lebar, ibu baru menyadari orang tersebut.
‘’Kang waris.’’
‘’Dimana arto?’’
‘’Ada di ruangan 16.’’
‘’Bawa dia pulang sekarang juga.’’
‘’Tapi…‘’
Ibuku menatap dokter itu. Namun dokter itu mengangguk seperti menyetujui apa yang diinginkan oleh kang waris.
Hari itu juga bapak dibawa ke rumah kang waris. Entah apa yang dipikirkan kang waris saat itu, ia seperti menyadari akan kejadian aneh yang baru saja menimpa bapak.
Setibanya di rumah kang waris, bapak langsung direbahkan di tempat tidur. Ia meminta kepada ibukku untuk menunggunya di luaran.
‘’Tunggu sebentar di luar.’’
Ibu masih menunggu kelanjutan dari apa yang akan dilakukan oleh kang waris. Sembari menunggu, ibu menimang-nimang mas rahardian.
Tiba-tiba dari ujung ruangan belakang kang waris, terdengar suara wanita sedang menyanyikan kidung jawa.
‘’Tak lelo lelo lelo le dung…‘’
‘’Suara ini…‘’
Ibuku pun segera bangkit dari duduknya. Ia kemudian melangkah menuju arah suara itu muncul yang berasal dari ruangan belakang kang waris.
‘’Cep meneng ojo pijer nangis.’’
Saat ibuku mencari suara itu, ia kemudian mengarahkan pandangannya ke sebuah ruangan belakang yang berada di dekat kamar mandi kang waris.
‘’Putuku sing ayu rupane…‘’
Saat ibu membuka pintu ruangan itu, ia terkejut melihat seorang wanita yang sangat cantik sedang memomong seorang bayi perempuan.
‘’Yen nangis ndak ilang ayune…‘’
‘’Ka-kamu siapa?’’ Tanya ibu.
Wanita itu tersenyum. Ia kemudian kembali menyanyikan kidung itu untuk kedua kalinya. Tiba-tiba semilir angin memasuki ruangan itu. Tubuh ibuku langsung merinding dibuatnya.
‘’Kamu kan perempuan yang menimang-nimang anakku? Siapa kamu sebenarnya?’’
Wanita itu kembali menatap ibuku dengan senyuman yang sangat manis. Ibu belum menyadari siapa wanita tersebut.
‘’A-anak siapa yang kamu gendong?’’
Tiba-tiba wanita itu terdiam. Ia seperti tidak menyukai pertanyaan ibuku yang terus menerus menekannya untuk menjawab.
‘’Menengo, nduk! Ketimbang awakmu loro!’’ (Diamlah, nak! Dibanding tubuhmu sakit!)
Ibu terdiam. Ia kemudian meneteskan air mata karena rasa takut mendapatkan gertakan yang mengerikan dari wanita yang mengenakan kemben (pakaian adat jawa).
Wanita itu kemudian melangkah menuju ke sebuah dinding ruangan. Sebelum pamit, ia kemudian mengucapkan sesuatu.
‘’Aku tidak akan biarkan keluargamu mengambil cucuku untuk dijadikan tumbal. Aku akan melindunginya.’’
Tidak lama kemudian, lampu di ruangan itu mati seketika. Ibuku langsung keluar dari ruangan itu. Pintu yang semula terbuka, kini tertutup dengan sendirinya.
Ibu pun langsung kembali ke ruangan tempat bapak sedang disembuhkan oleh kang waris.
Sembari mengusap-usap dahi mas rahardian, tubuh ibuku masih gemetaran. Perkataan dari wanita tersebut benar-benar masih terngiang-ngiang di kepala ibuku.
Sementara itu bapakku sedang dilakukan pembersihan oleh kang waris. Ia menyadari jika sukma bapakku diambil oleh raden angkoro.
‘’Bertahanlah sejenak. Aku akan menolongmu arto. Kamu tidak boleh mati! Kamu harus menyelamatkan isteri dan juga anak-anakmu.’’
Kang waris kemudian membasuh kaki bapak menggunakan air sirih. Ia juga membuka baju bapak dan membasuhnya dengan air sirih.
Setelah selesai, kang waris kemudian memegang bagian jantung bapak. Ia ingin mencari letak sukma bapak disembunyikan.
Kang waris mencoba mendalami dan menerawang lebih dalam dimana sukma bapakku berada.
Ia sedikit kesulitan karena ada sesuatu yang terus mengganggu perjalanan kang waris untuk menerawang bapak lebih jauh.
‘’Ketemu!’’
Kang waris melihat tubuh bapakku sedang diikat di sebuah pohon yang penuh dengan duri. Bersamaan dengan itu, ia melihat dua sosok yang aneh sedang mencambuk bapak.
Namun bukan itu yang membuat kang waris terkejut. yang membuat kang waris terkejut adalah dua orang yang berdiri tepat di belakang kedua sosok yang sedang memecut tubuh bapak.
Mereka berdua adalah raden angkoro dan juga raden jogopati. Keilmuan kang waris sebenarnya berada di atas mereka. Dengan cara apapun, kang waris bisa mengambil sukma bapakku.
Namun dengan keadaan yang seperti ini, kang waris harus bisa mencari tahu bagaimana agar dirinya juga bisa selamat.
Kang waris pun mengambil sesuatu yang berasal dari celananya. Ia menyadari, jika kejadian yang sama akan menggunakan media yang sama juga.
Dari dalam celananya, kang waris mengambil sebuah potongan tulang manusia yang waktu itu dipegang oleh bapakku.
Ternyata, pak lingga yang kebetulan menjadi dalang dari pembunuhan mas cipto sengaja memberikan buhul (media penyantetan) itu kepada raden angkoro untuk memanipulasi bapak agar mau mengambilnya.
Dengan begitu, tanpa sadar, pada hari saat dimana raden angkoro menjatuhkan tulang tersebut, ia sudah menjebak bapak dan mengambil sukma bapak hanya dengan menyentuhnya.
‘’Angkoro! Demi kematian orang-orang yang tak berdosa yang sudah kau bunuh. Aku tidak akan membiarkan korban lainnya berjatuhan!’’
Kang waris pun mematahkan potongan tulang itu.
Dengan sekejap suasana langsung menjadi gelap. Kedua sosok itu langsung kehilangan kendali.
Raden angkoro dan juga raden jogopati menyadari ada seseorang yang datang. Kang waris segera menuju ke tempat bapak dan memotong tali pengikat yang mengikat tubuh bapakku di pohon penuh duri itu.
‘’Bertahanlah sebentar arto. Sukmamu harus aku sembuhkan dulu sebelum aku masukkan lagi ke dalam ragamu.’’
Kang waris segera membawa sukma bapak ke tempat yang aman. Ia kemudian membawa sukma bapak untuk dimasukkan lagi ke dalam raga.
Waktu yang dilakukan oleh kang waris untuk menarik kembali sukma yang diambil oleh raden angkoro cukup lama. Kira-kira 1 sampai 2 jam-an kang waris harus berusaha mengambil sukma itu kembali.
Dengan waktu selama itu, kang waris juga merasakan energinya cukup banyak terkuras. Ia menyadari jika raden angkoro semakin kuat. Dengan bermunculannya orang-orang yang terlibat dalam pesugihan ini, bisa jadi akan banyak lagi tumbal yang berjatuhan jika tidak segera di atasi.
Setelah kang waris berhasil menarik sukma bapak, ia kemudian kembali lagi ke dunia asal. Bertepatan dengan itu, ia langsung terjatuh karena kuatnya energi yang dikerahkan oleh raden angkoro dan juga raden jogopati.
Suara ambruknya tubuh kang waris pun membangunkan ibuku yang tertidur di ruangan depan. Ibu langsung memaksa dirinya untuk masuk karena merasa khawatir dengan keadaan kang waris dan juga bapak.
Saat ibu membuka pintu, ia terkejut bukan main saat tubuh bapak sudah penuh dengan luka lebam seperti luka cambukan pecut.
‘’BAPAAAAKKK!’’
Bukan hanya bapak, kang waris juga mengalami hal yang serupa. Bedanya, kang waris memuntahkan darah berwarna merah kehitaman dari mulutnya.
‘’KANG WARISSS!!’’
Kang waris mengangkat tangannya seperti memberikan tanda kepada ibuku untuk tidak mendekat dulu.
‘’Jangan mendekat! Ini belum selesai.’’
‘’Kang…‘’
Kang waris segera bangkit. Ia mengambil sebuah bejana berisi air sirih dengan langkah tertatih-tatih.
Sempat tubuh kang waris ingin kembali ambruk, namun hebatnya kang waris masih memaksa hal itu agar bisa menyelamatkan bapakku yang sukmanya belum sepenuhnya menyatu dengan raganya.
‘’Suamiii… mu… dia… baru saja disiksa… oleh raaadeeennn anggggkorooo dan orang yaanggg addaaaaaaaa di koraaannn itu.’’
Ibuku langsung menangis mendengar hal itu. Mas rahardian juga ikutan menangis karena menyadari akan keadaan dari bapak dan juga kang waris.
Kang waris pun segera menyempurnakan sukma bapak. Ia kembali mengoleskan air sirih itu ke sekujur tubuh bapak sembari membacakan mantra khusus.
Saat kang waris mengoleskan air sirih itu ke tubuh bapak, tiba-tiba mulut bapak mengucapkan sesuatu dengan nada yang berat.
‘’Durbiksa jagratara janaloka.’’
Kang waris terkejut mendengar kalimat itu. Ia kemudian menatap ibu dengan tatapan yang tidak biasa.
‘’Ada apa kang?’’
‘’Kalimat apa yang baru saja dia katakan?’’
‘’Itu adalah kalimat yang sama kang. Dokter di rumah sakit bilang itu menggunakan bahasa sanskerta.’’
Kang waris yang selesai menyempurnakan sukma bapakku langsung terduduk sejenak. Ia kemudian menatap ke arah ruangannya.
‘’Aku tahu makna itu.’’
Kang waris pun kembali bangkit. Ia memaksa tubuhnya untuk mengambil sebuah buku yang berada di dalam laci kunonya.
Buku yang diambil kang waris memiliki warna kuning kecokelatan. Bukunya sudah tertutup dengan debu karena tidak pernah dibuka hingga hampir belasan tahun.
Kang waris pun membuka buku itu. Ternyata buku itu adalah buku manuskrip khusus keke*******.
Buku itu bukanlah sembarang buku biasa. Buku itu adalah sebuah buku kuno yang berisi tulisan sanskerta. Ia kemudian menunjukkan buku itu kepada ibu.
‘’Apa maknanya kang?’’
‘’Durbiksa jagratara janaloka. Jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia, maknanya adalah para iblis akan selalu waspada terhadap dunia manusia.’’
Durbiksa yang berarti iblis adalah sebuah penggambaran khusus yang baru saja dilihat oleh kang waris saat dirinya melihat sukma bapakku disiksa.
Ia melihat dua sosok astral. Satu dari dua sosok itu sudah ia ketahui. Ia merupakan kala ireng yang merupakan ingon atau peliharaan dari raden angkoro.
Sedangkan yang satunya lagi ia belum mengetahuinya. Pasalnya, dari bentukan adalah seperti sosok wanita dengan rambut yang sangat panjang dan dihadapkan ke arah depan.
Akibatnya, kepalanya sedikit menunduk seperti menahan beban dari beratnya rambut tersebut.
Lalu ada dua orang manusia yang memang pengendali dari kedua sosok tersebut. Keduanya adalah raden angkoro dan juga raden jogopati.
Jika dikaitkan dengan makna ‘’Durbiksa jagratara janaloka’’, maka kata ‘’Durbiksa’’ ini bisa di arahkan kepada kedua sosok astral itu atau juga bisa diarahkan kepada dua orang manusia yang memiliki sifat layaknya iblis.
Selanjutnya kata ‘’jagratara’’ yang berarti ‘’waspada’’. Kata ini tentu saja mengarahkan kepada ambisi dari raden angkoro beserta dengan orang-orang yang berada di belakangnya.
Mereka seperti waspada akan pergerakan-pergerakan yang telah dilakukan oleh kang waris dan juga bapakku.
Raden angkoro sengaja memperkuat kembali kekuatannya agar bisa mendapatkan apa yang dia inginkan.
Ia juga harus menyempurnakan tumbal terakhir yang berasal dari keluarga ningrat lainnya. Dengan cara itu ia bisa mendapatkan apa yang ia mau bersama dengan orang-orang yang mengikuti ambisinya.
Dan terakhir adalah ‘’Janaloka’’ yang memiliki makna dunia manusia. Dengan segala ambisi yang memang terus digulirkan oleh raden angkoro dan juga raden jogopati, iblis-iblis yang ia ciptakan akan memberikan kewaspadaan terhadap dunia manusia.
Keraguan yang terus menerus tercipta dari hati raden angkoro dan juga kawanannya membuat dunia manusia semakin sempit dalam pikirannya. Sehingga ia sendiri akan tenggelam dalam keserakahan dan juga keraguan yang ia rasakan dalam mencapai ambisi besarnya.
‘’Kang…‘’
‘’Kalian harus pindah rumah. Bagaimana pun juga ini sudah berbahaya.’’
‘’Tapi kang. Mereka terus membuntuti kita.’’
‘’Memang benar. Tapi setidaknya dengan melakukan hal itu, kalian terhindar dari teror-teror yang selama ini terjadi.’’
Ibuku memahami hal itu. Ia hanya menunggu saat bapak siuman dan merencanakan untuk berpindah dari tempat tersebut.
Tatapan ibu benar-benar sangat lelah melihat kenyataan yang harus ia hadapi. Selain karena ulah raden angkoro, ia juga harus mendapati saudara-saudaranya yang tergabung dalam bawahan raden angkoro.
Kini ibu hanya menunggu waktu yang tepat agar semuanya baik-baik saja dan akan hidup normal seperti layaknya manusia pada umumnya.
7 hari setelah kejadian itu…
Bapak sudah sembuh. Ibu juga sudah bisa tersenyum kembali. Ia kemudian berpamitan kepada kang waris untuk mencari tempat yang baru.
Perjalanan baru dimulai. Perjalanan yang benar-benar akan menentukan di masa yang akan datang. Masa dimana akan terjadi bentrokan hebat terkait banyak kubu yang bersangkutan dalam masalah ini.
Kubu keke******* dan juga peme********. Keduanya adalah dua kubu terbesar yang masih mendominan. Selain karena kekuatannya dalam bidang politik, kedua kubu tersebut juga sangat berpengaruh dalam hal-hal yang tidak masyarakat awam ketahui.
Lewat hal ini, bapak dan juga kang waris masih terus bertahan untuk bisa menghentikan ambisi dari raden angkoro dan yang lainnya.
Sementara itu…
Salah seorang karyawan disekap di ruangan khusus di pabrik bawang. Ia berusaha untuk kabur dari ruangan itu agar bisa membeberkan rahasia terbesar dari pabrik tersebut.
Ia terus berusaha untuk melepaskan ikatan tali itu dengan sekuat tenaga. Namun sudah beberapa kali bahkan ratusan kali jaja lakukan hal itu. Nyatanya ia sendiri tidak bisa melepaskan ikatan itu.
Jaja hanya bisa pasrah sembari menunggu keajaiban yang akan terjadi kepada dirinya.
Ia kemudian mengingat salah seorang temannya yang selamat dari ritual pertama yang dilakukan di dalam pabrik itu.
Dia adalah mas cipto. Sembari meneteskan air mata, jaja kemudian mengingat-ingat cipto sembari mengatakan dalam hatinya,
‘’Andai cipto datang. Pasti dia membantuku.’’
Tiba-tiba lampu di ruangannya berkedip dengan sendirinya. Jaja langsung panik. Ia takut jika pertanda ini berasal dari salah seorang yang ia lihat dan berubah menjadi siluman kethek putih (monyet putih).
Namun, dari luaran ia melihat seorang laki-laki paruh baya sedang berjalan ke arahnya dengan membawakan sebuah pisau.
Anehnya, jaja tidak bisa melihat dengan jelas siapa orang tersebut. karena ia takut, jaja hanya bisa menutup matanya dan pasrah jika nyawanya benar-benar akan berakhir sampai di sini.
Tidak lama kemudian, orang tersebut menuju ke arah belakang tubuhnya dan segera memotong potongan tali dari kedua tangannya.
Orang tersebut mengucapkan sesuatu hingga membuat tubuh jaja bergetar dan merinding dibuatnya,
‘’Lari dan pergilah. Temui seseorang yang bernama artonegoro. Dia akan membantumu.’’
Tiba-tiba jaja meneteskan air mata. Ia baru sadar, jika yang baru saja mengatakan hal itu adalah orang yang baru saja ia rindukan.
Jaja pun langsung melepaskan ikatan tali itu dan membuka kain yang membungkam mulutnya. Dengan cepat jaja langsung menghadap ke belakang, namun ternyata yang ia dapatkan hanyalah sebuah pisau yang sudah tergeletak di belakang kursi tempat dirinya diikat.
‘’Cipto… semua orang harus tahu akan kebusukan pabrik ini. Aku janji. Aku akan membalaskan dendam teman-teman lainnya.’’
Jaja sudah bergerak. Perlahan dia meninggalkan pabrik sembari membawa pisau untuk berjaga-jaga.
Bersamaan dengan itu, raden angkoro dan juga yang lainnya sedang berada di satu ruangan khusus. Mereka semua seperti sedang membuat rencana khusus untuk bisa mengambil kepala dari orang-orang yang menjadi incarannya.
Akan tetapi saat rapat sedang berlangsung, lagi-lagi kemampuan dari raden jogopati berada di luar nalar.
Ia merasakan sesuatu yang tidak semua orang di ruangan itu bisa merasakannya.
‘’Tikus kecil kita sudah berhasil lepas dari ikatan tali itu. Pak lingga? Apa kamu yakin, tugasmu sudah beres?’’
Ucap raden jogopati sembari tersenyum kepada pak lingga.
Dapatkah jaja keluar dari sekapan mereka semua? Apakah jaja akan tergabung dengan kelompok kang waris dan bersama-sama membongkar kejahatan dari raden angkoro dan yang lainnya?
BERSAMBUNG
*****
Selanjutnya
*****
Sebelumnya