Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SUSUK TERATAI PUTIH (Part 15) - Mbah Parman


MBAH PARMAN

Paijo yang tengah berjalan dipinggir pemakaman desa sambil bersiul tiba-tiba terhenti saat melihat seorang perempuan memakai selendang hitam dikepalanya tengah terduduk di depan makam nyai Sumsum sambil menaburkankan bunga. Secepat kilat Paijo langsung bersembunyi di belakang salah satu pohon dekat makam. Paijo menajamkan pandangannya, mencari tahu siapa gerangan perempuan tersebut.

"Su...su...su.. Sumirah!!"

Mata Paijo membulat sempurna saat melihat dengan jelas siapa perempuan tersebut. Paijo langsung mengambil langkah seribu, berlari menemui juragannya, Permana.

"Juragan... Juragan... Juragaaaan!!"

Permana yang tengah bercakap dengan istrinya menoleh ke arah Paijo yang berlari sambil berteriak-teriak.

"Ada apa Jo? Kenapa teriak-teriak?"

"Anu bos eh anu juragan..!"

"Anu..anu..apa Jo?"

Paijo melirik kearah Gendis sungkan, Permana yang paham pun menaik turunkan jari telunjuknya, memberi isyarat kepada Paijo untuk mendekat. Paijo pun mendekat lalu membisikkan semua hal yang dia lihat di pemakaman.

"Apa.....!!!"

Permana berteriak dengan mata melotot, Gendis yang berada disampingnya menjadi penasaran.

Paijo dan Permana segera melangkahkan kakinya ke pemakaman desa dimana Sumirah berada.

"Mana Jo? Katanya kamu melihat Sumirah?"

"Tadi disini juragan, didepan makam nyai Sumsum!"

"Ayo kita ke makam nyai Sumsum!"

"Ttappi juragan.."

"Kenapa? Kamu takut Jo? Orang mati tidak akan bangun lagi Jo!"

"Tttappi...!"

"Heleeh... Cepat! Kamu mau saya pecat hah!"

Permana menempeleng kepala Paijo, yang ditempeleng nyengir kuda dan memaksakan langkahnya ke makam nyai Sumsum yang masih basah dan merah itu.

"Mana Jooo.... Paijooo!"

"Kok hilang juragan? Tadi disini juragan"

"Kamu itu!"

Permana kembali menempeleng kepala Paijo.

"Ampun juragan, tadi saya benar-benar melihat Sumirah juragan, saya tidak bohong, dia cantik sekali!"

Permana menghentikan pukulannya.

"Cantik?"

"Iya juragan, cantik sekali!"

"Waduuh, ampun juragan"

Paijo menutup kepalanya dengan kedua tangannya saat Permana memukulinya lagi.

"Mana mungkin Sumirah cantik Paijooo! Mukanya rusak karena luka bakar, matamu mesti blawur"! (Matamu pasti tidak jelas)

"Ehhhhem...! Kalau mau berantem jangan dimakam, pamali!"

Seorang lelaki penjaga makam yang membawa cangkul tiba-tiba sudah berada dibelakang Permana dan Paijo, mereka berdua terlonjak kaget.

"Iiiya mbah Parman, maafkan kami"

Paijo menundukkan kepalanya sebagai tanda permintaan maaf. Sementara Permana dengan angkuhnya mendongakkan kepalanya keatas.

"Ayo Jo, kita pergi!"

"Dendam menika mbebayani" (Dendam itu berbahaya)

"Juragan Permana, juragan harus bersikap sopan dengan mbah Parman juragan!"

"Ngapain sopan sama orang miskin Jo!"

"Jangan salah juragan, mbah Parman itu dulunya orang pinter juragan, beliau bisa memindahkan gunung dalam waktu satu malam, juragan tahu bukit pengkeran sima?"

Permana tidak menyahut, tapi memelankan langkahnya agar Paijo dapat berjalan bersebelahan sehingga dirinya bisa mendengarkan cerita Paijo dengan jelas.

"Dulu waktu saya kecil, biyung saya sering mendongeng, dulu bukit pengkeran sima itu tidak ada, kini ada dan jadi tempat keramat itu karena ada yang memindahkannya dari jawa sebelah wetan (jawa timur) ke jawa sebelah kulon (barat) tepatnya dikampung Kalimas ini,  juragan tahu tidak siapa yang memindahkannya?"

Permana menggelengkan kepalanya.

"Yang memindahkannya itu mbah Parman, konon sebagai bukti cintanya kepada perawan tercantik didesa ini kala itu!"

Permana mulai tertarik dengan cerita Paijo tentang mbah Parman.

"Juragan tahu berapa umur mbah Parman sekarang?"

Lagi-lagi Permana hanya menggelengkan kepalanya.

"200 tahun juragan, tapi masih terlihat sehat kan juragan? Yang lebih mengagumkan lagi mbah Parman itu orangnya sangat rendah hati, tidak mau menggunakan ilmunya kecuali untuk mengobati orang sakit, itupun hanya dengan ramuan herbal, tanpa menyan dan kembang setaman. Beliau juga rajin beribadah, puasa sunah dan lainnya. Jangan pernah membuat mbah Parman marah dan mengucapkan kata-kata sumpah. Karena orang yang disumpahinya pasti akan celaka. Makanya juragan harus sopan kalau bertemu dengan mbah Parman!"

Permana menghentikan langkah kakinya, menoleh kearah Paijo, tiba-tiba bulu kuduknya meremang.

"Sehebat itukah mbah Parman jo?"

"Tentu saja, juragan kan bukan orang asli sini, cerita tentang mbah Parman sudah melegenda disini juragan!"

Pleetak...!
Permana menoyor kepala Paijo yang sedang asyik bercerita.

"Kenapa kamu tidak bercerita kalau ada orang sakti disini Jo?"

"Lah juragan tidak bertanya, lagipula juragan sudah punya ki Lawu"

"Kenapa mbah Parman tidak membuka praktek dukun saja Jo?"

"Mbah Parman bukan dukun gan!"

Pletaak!! Lagi-lagi permana memukul kepala Paijo.

"Aku tahu Jo! Maksudku kenapa mbah Parman tidak menggunakan ilmunya untuk mencari uang? Kenapa malah memilih menjadi penjaga makam yang miskin!"

"Entahlah juragan, kata emak saya sih setelah anak dan istrinya meninggal mbah Parman taubat"

Permana mengangguk-anggukkan kepalanya. Membiarkan cerita Paijo tentang mbah Parman terus mengalir.

Sesampainya dirumah, Permana dan Paijo melihat seseorang yang sangat mereka kenal mondar-mandir didepan pintu yang tertutup rapat.

"Ki Lawu! Kenapa kesini? Aku kan tidak memanggilmu!"

Permana mendekat ke ki Lawu, tiba-tiba ki Lawu dengan mata melotot mencengkeram kerah baju Permana, Permana terangkat keudara. Paijo yang berusaha menolong juragannya tidak mampu bergerak, kakinya seolah tertancap ditanah.

"Jangan dekati mbah Parman! Aku tahu kau mau membuangku, lalu menyuruh mbah Parman menggantikan posisiku!"

BERSAMBUNG
close