Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PESUGIHAN KELUARGA NINGRAT "NGIPRI KETHEK" (Part 19) - Alas Wingit



Bagian 19 - Alas Wingit

Pabrik yang didesain dan sudah ada pada jaman belanda ini berlokasi tepat di pinggir jalan. Selain itu juga, jarak antara keberadaan pabrik dengan masyarakat sekitar tidaklah jauh. Hanya saja akses untuk masuk ke dalam pabrik lumayan jauh.

Untuk masuk ke dalam pabrik tersebut, para karyawan harus berjalan kurang lebih 1 km untuk bisa sampai ke mulut pabrik.
Dan memang benar. Pabrik ini sudah didesain oleh pemilik pabrik sendiri yaitu raden angkoro. Dia tidak segan untuk memantau para karyawannya dari lantai atas.

Derap langkah kaki Jaja terus melangkah meninggalkan pabrik tersebut. Ia tidak peduli dengan orang-orang yang ada di sekitarannya yang terkejut melihat Jaja baru terlihat baru-baru ini.

‘’Loh ja? Kok kamu baru keliatan?’’ Tanya salah seorang temannya yang kebetulan terkejut melihat Jaja baru muncul.

‘’Pintu depan ada yang jaga gak?’’ Tanya Jaja.

‘’Palingan satpam pabrik aja. Kamu mau kemana?’’

Jaja pun memperhatikan sekitarnya. Ia seperti memantau kanan-kiri sekitaran pabrik untuk memastikan jika obrolannya tidak didengar oleh orang lain.

‘’Aku harus kabur dari sini!’’ Ucap Jaja.

‘’Kabur? Kenapa?’’

Jaja pun memperlihatkan luka lengannya akibat siksaan Pak Lingga yang menyekapnya di sebuah ruangan khusus.

‘’Tragedi di pabrik bawang ini bukanlah karena kecelakaan biasa. Melainkan, ada orang-orang yang sengaja menjadikan pabrik ini sebagai poros dari penumbalan!’’

Teman dari Jaja ini tidak percaya dengan apa yang Jaja katakan. Ia hanya terdiam sembari melanjutkan pekerjaannya.

‘’Kamu gak percaya?’’ Tanya Jaja.

Tiba-tiba ia meneteskan air mata. Jaja tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi dengan temannya itu. Namun ada perasaan dimana teman dari si Jaja ini menyadari apa yang Jaja katakan.

‘’Ada apa? Ada apa selama 7 hari aku tidak ada di pabrik ini?’’
Teman Jaja pun langsung menyuruh Jaja untuk pergi dari pabrik ini. Dia seperti sudah pasrah dengan apa yang sudah terjadi.

‘’Kita memang tidak bisa keluar dari sini. Sudah ada korban yang baru saja berjatuhan beberapa hari kemarin.’’ Jelas teman Jaja.

Jaja terkejut mendengar hal itu. Ia terus memandangi para karyawan lain yang wajahnya tertunduk lesu seperti tidak bisa berbuat apa-apa.

‘’Jangan-jangan?’’
Jaja memperhatikan ratusan karyawan yang bekerja seperti dalam tekanan. Rasa takut yang membara di hati mereka benar-benar dirasakan oleh Jaja.

‘’Kita semua sudah mendapatkan kontrak.’’ Jelas teman Jaja.

‘’Kontrak apa?’’ Tanya Jaja.

‘’Kita tidak boleh pergi dari pabrik ini. Semua tanggungan dan biaya hidup kita sudah diberikan kepada keluarga.’’ Jelas teman Jaja.

‘’Tapi apa kau tahu? Kontrak itu mengarahkan kepada penumbalan! Kau terjebak dari iming-iming mereka semua.’’ Jelas Jaja.

‘’Aku tahu tentang itu.’’

‘’Lalu? Apakah…‘’

‘’Aku menerimanya!’’
Jaja terkejut mendengar hal itu. Ternyata raden angkoro beserta dengan orang-orang yang berada di belakangnya sudah menyiapkan strategi mengerikan macam ini.

Tidak lama kemudian, terdengar suara teriakan Pak Lingga dari lantai atas. Ia berteriak memanggil-manggil nama Jaja.

‘’Cepat lari!’’ Teriak teman Jaja.
Jaja pun langsung kabur dan meninggalkan temannya yang sudah pasrah untuk bekerja di pabrik itu seumur hidup.

Dalam hati Jaja, ia tidak tega melakukan hal itu. Namun demi keselamatannya, jaja pun melarikan diri dari kejaran pak lingga.
Lewat pintu depan, jaja harus berhasil mengelabui satpam pabrik. Ia tahu satpam pabrik sulit dikelabui kecuali dengan satu hal.

‘’Mau kemana kamu?’’

Jaja pun langsung mengeluarkan uang yang ia miliki. Tidak heran untuk bisa kabur dari pabrik itu, jaja harus merelakan semua harta yang ia miliki saat ini.
‘’Ambil ini semua!’’

Satpam itu pun menerima uang pemberian jaja sembari tersenyum. Ia lalu membukakan pintu gerbang pabrik dan jaja pun berhasil kabur dari pabrik itu.
Entah kemana langkah jaja selanjutnya. Namun dengan bisa melarikan diri dari pabrik itu sendiri, jaja sedikit lega.

Akan tetapi ia juga masih memikirkan langkah selanjutnya untuk hari esok. Ia tahu, hanya dirinyalah yang berhasil kabur dari tragedi pabrik bawang itu.

Dengan begitu jaja bisa menceritakan hal ini dengan leluasa. Bukan berarti dengan kaburnya jaja, raden angkoro dan juga yang lainnya tidak akan menangkap Jaja.

Mereka akan terus mencari Jaja dan membunuhnya agar isue dari pabrik bawang ini tertutupi dan tidak bisa diketahui kebenarannya. Tepat di hadapannya, jaja melihat seseorang sedang terduduk santai di dekat warung.

Jaja pun mencoba untuk duduk di sana dan bersantai sejenak sembari mengeluarkan barang terakhirnya yang merupakan sebuah arloji pemberian orang tuanya.
‘’Mau pesan apa, mas?’’ Tanya pemilik warung kopi itu kepada Jaja.

‘’Pesan kopi hitam dan dua batang rokok.’’ Ucap Jaja dengan nada yang sedikit khawatir. Ia pun masih menatap sekitaran warung. Takutnya pak lingga dan yang lainnya mengejar keberadaan Jaja.

‘’Ini mas kopi dan rokoknya.’’ Ucap pemilik warung itu kepada Jaja.
Jaja pun langsung menyeruput kopi panas itu.
Setelah ia menyeruput kopi hitam, jaja segera membakar satu batang rokok untuk menenangkan pikirannya.

Saat dimana Jaja sedang menenangkan dirinya, tiba-tiba orang yang berada di sebelahnya langsung mengatakan sesuatu.
‘’Jadi kamu ingin pergi kemana setelah ini?’’

Jaja terkejut mendengar hal itu. Ia belum mengenal siapa orang yang berada di sebelahnya namun dengan spontan, orang asing itu langsung mengetahui apa yang dipikirkan oleh Jaja saat itu.

‘’Ka-kamu siapa?”
Orang itu tersenyum. Dia sepertinya telah mengenali Jaja terlebih dahulu.

‘’Aku adalah orang yang diamanahkan oleh cipto untuk segera membawamu pergi.’’ Jelas orang itu kepada Jaja.

‘’Kamu mengenal Cipto? Bagaimana kabarnya dia? Dimana Cipto sekarang?’’

‘’Aku mengenalnya dan aku akan menunjukkan kepadamu dimana cipto asalkan kamu mau ikut bersamaku.’’ Jelas orang itu.

Jaja menaruh rasa curiga kepada orang itu. Dalam pikirannya, jaja belum sepenuhnya percaya dengan orang yang mengenal Cipto yang mungkin saja orang tersebut adalah suruhan dari Pak Lingga atau Raden Angkoro.

‘’Tenang saja. Aku tidak ada kaitannya dengan Pak Lingga dan Raden Angkoro. Bukankah kamu memusuhi dua iblis itu?’’ Tanya orang tersebut.

‘’Da-dari mana kau tahu?’’

Orang itu tersenyum. Lalu dia mengambil uang di sakunya dan membayarkan semua apa pesanannya beserta pesanan dari Jaja.

‘’Tidak usah menggadaikan arlojimu. Itu barang berharga yang diberikan ibumu kan?” Tanya orang tersebut.

‘’Ba-bagaimana kamu tahu?’’

Orang tersebut tidak menjawab satu kalimat pun. Ia hanya menyuruh Jaja untuk menghabiskan rokok dan kopinya lalu pergi dari warung itu.

Jaja pun menuruti apa yang menjadi kemauan dari orang tersebut. Alhasil mereka berdua pun meninggalkan warung tersebut dalam keadaan aman dan terhindar dari kejaran Pak Lingga serta yang lainnya.

Sampai akhirnya, ketika mereka berdua tiba di sebuah rumah yang di sekelilingnya banyak ditumbuhi pepohonan.
‘’Kita mau kemana?’’ Tanya Jaja.

‘’Kau mau bertemu dengan temanmu kan?’’

Jaja mengangguk paham. Orang tersebut pergi menuju ke arah belakang rumahnya.

Hingga akhirnya, ia terhenti di bawah pohon yang mana di dekat pohon tersebut terdapat gundukan tanah dan tertancap di atasnya sebuah batu.

‘’Ini apa?’’ Tanya Jaja.

‘’Ini temanmu cipto.’’
Jaja tidak percaya dengan perkataan omong kosong orang tersebut. Ia pun marah dan mengancam akan membunuh orang asing tersebut.

‘’KATAKAN YANG SEBENARNYA! DIMANA CIPTO?’’

Tidak lama kemudian, orang itu membawa sobekan kain yang berasal dari saku celananya. Dengan sobekan kain tersebut, orang itu berharap jika Jaja mau menerima takdir yang telah dijalankannya.

‘’Ini baju milik temanmu kan? Aku membawa sobekannya untuk membuatmu percaya dengan apa yang aku katakan.’’

Tidak berselang lama, saat dimana Jaja mengambil sobekan kain tersebut, air matanya langsung berjatuhan dengan sendirinya.


‘’Cip-cipto? Benarkah kamu sudah meninggal?’’
Orang itu terdiam. Dia tidak mengatakan apapun dan perlahan bangkit untuk sejenak mrmberi waktu berduka bagi Jaja.

‘’Kenapa kamu mengingkari janjimu? Bukankah kita akan keluar dari pabrik itu bersama-sama dan mencari pekerjaan lain?’’ Ucap Jaja.
Ia pun meratapi apa yang selama ini ia pendam saat bersama dengan Cipto. Menurut Jaja, cipto adalah orang yang paling berjasa dalam hal tersebut.

Di saat orang-orang tidak mempercayai apa yang Cipto katakan terkait pabrik itu, hanya jaja seoranglah yang mau mendengarkan semua cerita yang sebenarnya terjadi pada tragedi pabrik bawang tersebut.

Jaja benar-benar merindukan Cipto. Dia adalah sosok teman yang setia dengan apa yang terjadi dengan Cipto saat tragedi pabrik bawang itu bermula.

Setelah jaja selesai menangisi Cipto tepat di kuburannya, ia pun segera mengangkat kedua tangannya seraya mendo’akan Cipto agar bisa mendapatkan tempat sebaik-baiknya di sisi Tuhan dan diberikan ketenangan di alam kuburnya.

Dengan wajah yang masih menampakkan kesedihan jaja pun berusaha untuk bangkit dan perlahan menguatkan dirinya.
‘’Sudah selesai?’’

Jaja mengangguk. Ia kemudian menatap orang tersebut dalam-dalam seperti ingin mengetahui terkait apa yang terjadi dengan Cipto sebelum meninggal dunia.

Orang itu pun mengajak Jaja untuk masuk ke dalam rumah agar bisa mengobrol dengan santai. Sesampainya di dalam rumah, orang itu langsung memperkenalkan dirinya.

‘’Aku adalah Waris Sumarno. Aku adalah orang yang menolong Cipto saat dirinya mendapatkan musibah dari tragedi pabrik tersebut.’’
Jaja pun terdiam. Ia menunggu Kang Waris untuk menjelaskan secara detail terkait kejadian-kejadian yang terjadi saat Cipto bersamanya.

Akhirnya kang waris pun menjelaskan secara detail terkait kematian Cipto. Ia juga bercerita terkait awal pertemuan antara dirinya dengan Cipto.

Terlepas dari itu semua, kang waris sadar jika Cipto merupakan kunci utama untuk mengetahui secara pasti terkait tragedi pabrik bawang itu sendiri.

Saat dimana hari kematian Cipto tiba, ia berpesan kepada Kang Waris agar bisa menyelamatkan Jaja yang masih terjebak di pabrik bawang tersebut.

‘’Kurang lebih seperti itu. Dia, (Cipto) berpesan kepadaku tepat di hari kematiannya. Ia meminta kepadaku untuk menyelamatkanmu dari cengkraman Pak Lingga.’’
Mendengar hal tersebut, jaja pun semakin yakin jika orang yang berada di hadapannya adalah orang yang baik.

‘’Memang benar. Aku adalah orang yang mengetahui tragedi itu. Dan aku juga sudah mengetahui orang-orang yang berada di balik itu semua.’’ Jawab Jaja.

Kang Waris terdiam. Ia ingin sekali mendengarkan secara jelas terkait tragedi pabrik itu secara mendalam.

‘’Tepatnya, saat dimana tragedi itu berlangsung, cipto dipaksa untuk tidak membeberkan semuanya ke umum.

Namun cipto pun tidak bisa memendamnya sendirian. Banyak orang-orang yang selalu memojokkan cipto terkait kematian orang-orang yang tengah berada pada tragedi tersebut.’’ Jelas Jaja.

Jaja pun membakar rokoknya lagi. Ia kemudian menyeruput kopi buatan Kang Waris.
‘’Sampai akhirnya, ia menceritakan hal tersebut kepadaku. Namun sialnya ada orang lain yang tahu saat Cipto sedang menceritakan tragedi itu.’’ Ucap Jaja.

Jaja masih terngiang-ngiang perkataan Cipto yang memintanya untuk merahasikan masalah Ini. Alasannya sederhana. Pabrik ini merupakan pabrik besar dan berita semacam ini adalah sebuah aib besar bagi semua orang.

Setelah kejadian itu cipto melarikan diri dari pabrik. Ia berusaha untuk menebus semua kesalahannya dan tidak ada keinginan untuk kembali lagi ke sana tanpa mengaitkan banyak karyawan yang lain.

Kabar akan kaburnya Cipto dari pabrik pun membuat raden angkoro beserta yang lainnya marah besar.

Mereka pun berencana untuk membunuh Cipto sendiri.
Dengan begitu, pihak pabrik yang saat itu dipegang oleh raden angkoro pun meminta kepada orang-orang yang mengikuti langkahnya agar mencari Cipto dan segera membunuhnya.

Dalam persembunyiannya, cipto sengaja berdiam diri di sebuah rumah yang ternyata itu adalah tempat yang digunakan oleh Jaja untuk beristirahat.
Alhasil jaja mempersilahkan kepada Cipto untuk bersembunyi di tempatnya untuk menghindari kejaran dari raden angkoro dan yang lainnya.

Namun sayang, saat dimana Cipto sedang bersembunyi, gerak-geriknya sudah diawasi lama oleh orang-orang yang berasal dari pabrik dan menyebabkan persembunyiannya diketahui oleh Raden Angkoro.

Selepas itu, cipto dibawa ke rumah kang waris. Namun teror belum berakhir hingga Cipto sendiri yang menjadi korban dari keganasan Raden Angkoro.

Dengan segala strategi dan langkah yang diambil oleh Raden Angkoro, dapat disimpulkan jika dia tidak mau adanya kebocoran informasi yang terjadi pada pabriknya.

Bersamaan dengan munculnya Raden Jogopati (Saudara tiri dari Raden Angkoro), formasi mereka menjadi lengkap.
Belum lagi raden jogopati memiliki sebuah kelebihan yang dapat mengetahui orang-orang mana saja yang terlibat dari kasus tragedi pabrik bawang.

Dia dapat mencium bau orang-orang yang terjerumus dalam tragedi itu. Hingga akhirnya, kemampuan dari Raden Jogopati ini benar-benar dimanfaatkan dengan baik oleh Raden Angkoro dan yang lainnya untuk kembali menetralisir orang-orang yang terlibat dari tragedi itu.

Dan sayangnya jaja ketahuan. Ia yang mengetahui perubahan wujud dari Raden Jogopati yang ternyata adalah siluman kethek putih, membuat Jaja tidak bisa berbuat apa-apa selain menunggu waktu untuk bisa kabur dari tempat tersebut.

Kini, semua sudah kembali dengan formasinya masing-masing. Perpindahan Bapakku yang kebetulan memilih untuk pergi dari tempat sebelumnya menjadikan sebuah langkah baru dari Kang Waris dan yang lainnya untuk kembali menyusun rencana.

Kang Waris sendiri sudah berhasil mengabulkan permintaan terakhir dari Cipto untuk bisa mengambil temannya yaitu Jaja.

‘’Jadi, apa langkahmu selanjutnya?’’ Tanya Kang Waris kepada Jaja.

‘’Mari hancurkan mereka semua satu persatu!’’ Ucap Jaja dengan nada kesalnya.

***

2 Tahun kemudian...
Bapak dan ibu sudah mulai menjalani kehidupan dengan normalnya. Mas Rahardian yang berumur 3 tahun, kini sering digadang-gadangi oleh bapak serta ibu untuk bisa menjaga keluarga kecilnya.

‘’Kamu harus jadi lelaki yang kuat. Lelaki yang bisa melindungi keluarga kecilmu.’’ Ucap bapak kepada Mas Rahardian.
Mas Rahardian kecil hanya tersenyum. Ia kemudian berjalan ke arah ibu sembari memeluknya.

‘’Sudah dua tahun ya pak. Bagaimana kabar yang lainnya. Kita belum mendengar kabar kang waris lagi.’’ Jelas Ibu.

Bapak mendekati Ibu. Ia memeluk mesra tubuh Ibu sembari berucap sesuatu,

‘’Entahlah. Mungkin akan ada kejutan lainnya di hari-hari ke depannya. Kita juga belum mendapatkan kabar terkait Pabrik itu sendiri.’’
Belum ada informasi lagi setelah dua tahun lamanya Bapak meninggalkan rumah  yang lokasinya sedikit jauh dari keramaian orang-orang.

Sekarang bapak memilih untuk tinggal di sebuah tanah yang ternyata tanah itu sendiri menyimpan masa kelam yang sangat mengerikan.

Tanah itu disebut dengan ‘’Alas Wingit’’. Sebuah hutan yang konon katanya tempat bersemayamnya para demit yang menarik orang-orang yang tidak taat kepada alam.

Mereka yang masuk ke dalam alas wingit, dipercaya tidak akan pernah bisa keluar kembali selamanya dan akan berakhir menjadi budak dari kerajaan gaib disana.
Kehadiran bapak ke tempat tersebut ternyata mengundang banyak saudara-saudaranya yang dari luaran untuk menempati tempat tersebut.

Salah satunya adalah Raden Kuncoro.
Bersama dengan Raden Kuncoro, bapak dan sekeluarga memulai hidup yang baru.

Raden Kuncoro memiliki seorang isteri bernama Nyai Ratih. Dia adalah seorang turunan yang sama yang berasal dari sebuah ke***** utara. Nyai Ratih juga memiliki profesi sebagai dukun beranak.

Sayangnya raden kuncoro dan nyai ratih belum dikaruniai anak. Mereka berdua hidup sebagai pedagang di salah satu pasar. Ajakan dari bapakku untuk menempati ‘’alas wingit’’ adalah bertujuan agar bisa meramaikan tanah ini dan menjadikannya sebuah pemukiman baru.

Mereka semua hidup damai dan sentosa di ‘’alas wingit’’ ini. Belum banyak orang-orang yang memasuki tanah ini karena dinilai sangat berbahaya.

Ada mitos yang mengatakan, jika salah seorang memiliki bayi, maka rumahnya akan didatangi oleh penghuni dari ‘’Alas Wingit’’ selama satu malam penuh.

Mereka semua akan mendatangi rumah orang itu sampai akhirnya mendapatkan seorang bayi yang mereka inginkan.
Apalagi kehadiran seorang bayi yang baru lahir dapat menggugah selera para penghuni ‘’Alas Wingit’’ yang memiliki tujuan untuk mengambil/menguasai tubuh dari bayi tersebut.

2 minggu kemudian setelah keluarga Raden Artonegoro menempati ‘’Alas Wingit’’ Saat di depan halaman rumah, bapak terkejut dengan melihat banyaknya bangkai burung yang berjatuhan. Hal itu juga terjadi di depan halaman rumah Raden Kuncoro dan juga Nyai Ratih.

Mereka semua terkejut saat melihat di depan halaman rumahnya sudah penuh dengan bangkai burung walet. Burung yang memiliki ciri-ciri berwarna hitam dengan sayap yang runcing dan bagian tubuhnya berwarna cokelat, telah memenuhi halaman rumah.

Belum tahu apa penyebabnya burung-burung tersebut berjatuhan tepat di depan halaman rumah.
Namun dengan pertanda seperti ini, bapak yakin ada sesuatu yang tidak beres dengan tempat ini.

Bapak dan Raden Kuncoro pun menelusuri tempat-tempat yang berada di sekitaran ‘’Alas Wingit’’. Mereka terkejut di saat menemukan sebuah makam yang berada tepat di bawah pohon Randu besar.

‘’Makam apa ini mas?’’ Tanya Raden Kuncoro kepada bapakku.

‘’Entahlah. Tidak ada angka yang menunjukkan kapan makam ini dibuat.’’

Saat mereka membersihkan pemakaman itu, mereka berdua terkejut saat melihat ada beberapa burung walet yang sudah lama menjadi bangkai di makam tersebut.

‘’Apa maksud dari pertanda ini?’’
Bapak dan Raden Kuncoro pun meninggalkan tempat tersebut. Sesampainya di rumah, bapak langsung membahas hal ini kepada Raden Kuncoro bersama dengan keluarga lainnya terkait kasus ini.

‘’Di tanah ini baru ada 20 puluh rumah. Dua di antaranya adalah rumah kita. Rumah yang kita huni pun tidak ada orang yang sedang hamil.

‘’Tunggu mas. Apa kamu benar sudah yakin dengan seluruh warga di sini, tidak ada satu wanita pun yang hamil atau yang akan melahirkan.’’ Jelas Raden Kuncoro.

Bapak masih terdiam. Ia pun kemudian melihat keluar rumah untuk mengecek kegiatan warga lainnya.
Saat bapakku sedang melihat sekitaran rumah, ia menemukan sepasang suami isteri melintasi rumah bapak sembari menyapanya.
‘’Mangga pak.’’ Ucap orang itu.

Bapak terkejut ketika melihat perut dari isteri orang tersebut. Perutnya membesar dan kemungkinan besar akan melahirkan tidak lama lagi.

Bapak pun segera menghampiri orang tersebut. Diikuti oleh Raden Kuncoro dan ibuku, mereka semua langsung berduyun-duyun menghampiri sepasang suami isteri tersebut.

‘’Maaf pak. Boleh saya bertanya?’’ Tanya Bapak.
Kedua orang tersebut terdiam. Mereka berdua terkejut di saat bapak menghampirinya dan berkeinginan untuk menanyakan sesuatu kepada mereka berdua.

‘’Maaf pak. Kalau boleh tahu, usia kandungan isteri bapak sudah berapa bulan?’’ Tanya bapakku.

‘’9 Bulan pak.’’ Jawab wanita yang berada di sebelah pria itu.

Bapak pun langsung terkejut mendengar penuturan isteri dari orang tersebut. Ia tidak menyadari jika pertanda ini mengarah kepada orang tersebut.
‘’Memangnya kenapa pak?” Tanya perempuan itu.

‘’Ee—tidak. Kebetulan isteri dari saudara saya ini adalah dukun beranak. Jadi jika perlu apa-apa, nanti bisa hubungi kami.’’ Jelas Bapak.
Wanita itu hanya tersenyum. Secara tidak ada pembahasan yang lain, mereka pun segera meninggalkan bapak.

Namun bapak belum menyerah. Ia tidak mau jika bayi yang berada di kandungannya akan diambil oleh penghuni ‘’Alas Wingit’’.

‘’Pak! Tunggu sebentar!’’ Ketika Bapakku memegang pundak pria tersebut, tiba-tiba pria itu mengatakan kalimat yang sangat mengerikan.

‘’Biar urusan itu kami yang urus. Kami sudah tahu akan mitos di tempat ini.’’ Jawab lelaki yang memiliki badan sedikit kurus dari bapakku.
Bapak pun hanya terdiam. Di lain sisi dia merasa khawatir dan berkeinginan untuk membantu kedua warga tersebut.

Namun di sisi lain, kedua warga itu seperti sudah mengetahui terkait mitos yang berkembang di ‘’alas wingit’’ ini.
Alhasil bapak tidak bisa berbuat apa-apa selain memantaunya dari kejauhan. Jika memang ada yang dapat ia lakukan, bapak akan melakukannya.

Kedua warga itu meninggalkan bapak dan pergi menuju rumahnya. Sedangkan bapak, ia kembali masuk ke dalam rumah dengan perasaan yang tidak tenang.
Untungnya, ibuku memberikan nasehat yang sangat mengena di hati bapak,

‘’Tidak semua niat baik kita diterima oleh orang-orang. Yang penting, kita sudah menawarkan kebaikan itu. Jika tidak diterima dengan baik, maka percayakan saja kepada diri kita bahwa kita termasuk orang-orang yang baik.’’

Mendengar perkataan itu, bapak pun kembali tersenyum. Hatinya kembali tenang.

Malam harinya saat dimana bapak dan ibuku ingin tertidur, bapak merasa ada sesuatu yang aneh di luar rumah. Ia seperti merasakan ada energi yang begitu pekat dan mengganggu ketenangan hatinya.

‘’Bu. Kok aku gak tenang ya malam ini?’’ Tanya bapakku kepada ibu.

‘’Mungkin bapak masih kepikiran dengan wanita yang akan melahirkan itu.’’

‘’Benar bu.’’

Bapak pun bangkit dari tempat tidurnya. Ia kemudian berjalan menuju pintu depan untuk melihat apa yang sedang terjadi di luar.
Sebelum bapak membuka pintu, bapak mengintip keluar rumah lewat celah-celah jendela rumahnya.

Begitu bapak mengintip dari jendela, ia terkejut saat melihat banyak sosok yang sedang berjalan menggunakan kain putih lusuh yang kotor sedang menuju ke salah satu rumah.
Mereka semua berjalan secara perlahan dengan gerakan yang sangat mengerikan.

Beberapa dari mereka ada yang bagian tali pocongnya terbuka dan melompat perlahan. Beberapa yang lainnya ada yang berjalan dengan menyeret kakinya di tanah.

Bapak pun langsung kembali lagi ke kamar. Ia tidak berani untuk menatap keluar rumah yang sudah penuh dengan sosok-sosok yang berasal dari ‘’Alas Wingit’’
Kedatangan bapak dengan ekspresi yang penuh ketakutan itu membuat ibu bertanya-tanya,

‘’Ada apa di luar pak?’’

‘’Mereka datang!’’

‘’Siapa?’’

‘’Para penghuni alas wingit! Mereka ingin mengambil jabang bayi dari wanita itu!’’

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close