Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

GETIH SEDULUR

Cerita ini merupakan kelanjutan dari Santet balung Ireng. kisah ini kembali melompat ke latar setelah Toha dikalahkan oleh kesepuluh Rojo...


JEJAKMISTERI - Lagit malam terlihat sangat gelap, lebih gelap dari malam-malam sebelumnya. Dinginya angin malam seolah menandakan hal yang kelam baru saja terjadi..

Di sana seorang pemuda terbaring lemah dengan luka-luka yang tidak biasa di seluruh tubuhnya..

Kalah? Tidak... ini bukanlah sebuah kekalahan...

Bahkan hal besar baru saja akan dimulai. Pemuda yang terbaring lemah itu hanya mundur sesaat untuk mempersiapkan sesuatu yang lebih hitam.

Sesuatu yang bahkan tidak akan mungkin disadari oleh para Rojo..

Sesuatu yang akan dimulai oleh seseorang di antara mereka yang merupakan bagian dari Para Rojo itu sendiri...

***

“Kang mas... Wis telung wulan Mbak Sum mangkat, Sakjane aku ngeroso ono sing awake dewe lalekke..” (Mas.. sudah tiga bulan semenjak kepergian Mbak Sum, sebenarnya aku merasa ada sesuatu yang terlupakan oleh kita)

Warjo mencoba menyampaikan sesuatu pada Karjo kakaknya sekaligus yang pemimpin Trah Mangkubirawa.

Karjo berfikir dengan keras, namun sosok Warjo berubah menjadi berbeda.. Ia terlihat diam sejenak dan titik hitam dimatanya terlihat memerah.

“Arek iku Jek urip.. deweke wis nandur Jagor nang awake dewe, nang Trah Mangkubirawa” (Anak itu masih hidup.. dia sudah menanam Jagor di antara kita, di keluarga Mangkubirawa) Ucap Warjo dengan suara yang berbeda.

“Jagor sing ditandur dudu jagor biasa, jagor sing iki njaluk sisa sukma beserta para ingon milik Trah Mangkubirawa”
(Jagor yang ditanam itu bukan jagor biasa, Jagor ini meminta sisa sukma beserta para ingon milik Trah Mangkubirawa)

Rupanya makhluk yang bicara melalui tubuh Warjo adalah Patih Mahareksa yang mencoba menyampaikan sesuatu kepada Karjo melalui tubuh adiknya itu

Kejadian demi kejadian terjadi setelah kekalahan Toha yang berhasil mengumpulkan kekuatan sebagai Ludruk Ireng dengan tujuan balas dendam atas kematian seluruh keluarganya.

Setelah merasa menang, Karjo tidak pernah menyangka atas semua hal ini.

Rahang karjo mengeras, ia berfikir keras bagaimana cara menyelamatkan sisa keluarganya yang mendapat bencana setelah kejadian di malam itu, setelah ia dan seluruh keluarga menggunakan kekuatanya untuk melawan Toha yang menjadi Ludruk Ireng.

***

Tiga puluh tahun lamanya, setelah perjanjian antara Para Rojo dan Ingon mereka yang perkasa berhasil menunaikan Santet Balung Ireng untuk menghabisi Trah Balanggawe.

Sesuai perjanjian, Perlahan para Ingon meminta bayaran sesuai yang ditawarkan oleh Para Rojo saat itu. Setengah dari sukma mereka.

Walaupun sudah siap dengan konsekuensi itu, Para Rojo tidak pernah menyangka para ingon yang menyantap sukma mereka menjadi sangat kuat.

Beberapa dari merekapun berubah menjadi semakin hitam dan tidak bisa dikendalikan, Bahkan hal ini menyebabkan beberapa Rojo menemui ajalnya di tangan ingon mereka sendiri.

Setelah kepergian Nyi Murti dan Cak Bahar pasca perang Rojopati, hanya tersisa sepuluh dari kedua belas Rojo. Namun rupanya takdir mereka tidak berhenti sampai di situ.

Setelah selesainya pertarungan mereka dengan Toha yang merupakan keturunan terakhir dari Trah Balanggawe, sudah empat Rojo yang akhirnya menjemput ajalnya.

Yang terakhir ini adalah Mbak Sum, sebenarnya Karjo dan para Rojo yang tersisa sudah mengerti mengenai resiko yang harus mereka terima ini.

Namun yang membuat Karjo Khawatir adalah kepergian para Ingon yang tidak pernah muncul kembali.

Ingon yang dimiliki oleh Trah mangkubirawa bukanlah Ingon biasa. Mereka adalah Ingon yang memiliki kekuatan menakutkan apabila patuh pada orang yang salah.

Keadaan ini membuat Karjo memutuskan untuk mendatangi satu persatu rumah saudaranya yang telah meninggal pasca tragedi itu.

Sampai akhirnya Karjo dan warjo sampai di sebuah rumah besar milik Mbak Sum dimana kerabat-kerabatnya di sana masih berduka atas kepergian Mbak sum pemilik rumah itu.
Saat akan memasuki rumah, langkah kaki karjo terhenti dengan hal yang mengerikan di ujung pendopo rumah itu.

Suatu pemandangan yang sama sekali tidak ingin ia lihat, hal mengerikan yang membuatnya semakin khawatir dengan sesuatu yang menimpa keluarganya saat ini.
Sosok seorang wanita dengan tangan dan lehernya yang terikat pada rantai yang sangat kuat..

Karjo mengenali sosok itu, namun ia lebih mengenali sebuah topeng ludruk yang tersemat di wajah wanita itu dengan sebilah keris yang menancap dikepalanya.

Mata Karjo terlihat memerah, wanita yang terikat rantai itu adalah Nyi Solek. Seseorang yang sudah sangat lama tidak pernah ia jumpai dan akhirnya dipertemukan dengan pemandangan yang mengerikan ini.

Semakin mendekat, Karjo melihat sosok-sosok yang memegang ujung rantai yang menahan Nyi Solek itu. Dengan sebuah rapalan mantra, Karjo segera memanggil Ki Ranu, Ingon yang masih setia kepadanya. Saat akan menerjang sosok itu tiba-tiba Nyi Solek mengamuk dan menyerangnya..

Karjo tercengang dan wajahnya terlihat semakin kebingungan. Bagaimana mungkin seorang Nyi Solek menyerang dirinya? Perasaan sedih berkecamuk di pikiran Karjo, wajahnya memerah dan merasa tidak tega kepada Nyi Solek yang masih mencoba menyerang Karjo.

Dengan segera Wungkuk ireng dirapalkan. Sebuah kekuatan yang digunakan karjo untuk mengurung Nyi Solek.
Air mata tak lagi dapat tertahankan.. Sambil menangis, Karjo meninggalkan tempat itu tanpa menyangka ia harus melakukan hal itu kepada Nyi Solek.

Samar-samar teringat masa kecil Karjo yang sering dimarahi oleh Raden Arya, dan saat itu Nyi Solek lah yang selalu datang untuk menghiburnya.

Selama perjalanan pulang, Karjo berusaha memutar kembali semua memorinya mencoba mengingat kejadian-kejadian aneh saat beberapa saudaranya meninggal.

Masih teringat dengan jelas bagaimana sesosok Buto yang menggunakan topeng ludruk menghabisi Giman dan keturunanya dengan mengulitinya hidup-hidup.

Saat itu Karjo tidak dapat berbuat banyak dan dengan terpaksa iya hanya dapat mengurung buto itu untuk menyelamatkan keturunan terakhir dari Giman.

Sekali lagi matanya memerah saat teringat bagaimana Panglima Projoterta dan menari dengam puas sambil mengunyah Lek Min hidup-hidup yang merupakan empunya sendiri.

Tak berhenti sampai di situ, Karjo hampir tidak dapat menahan emosinya ketika mengingat tubuh Endar yang terpisah akibat perbuatan Pangluima Putih.

Hal ini semua tidak dapat diterima oleh akal sehat Karjo. Ia sama sekali tidak mengerti, bagaimana ingon yang telah mengabdi kepada keluarga mereka bisa menjadi seperti itu.

Semua ingatanya itu membuat karjo memutuskan untuk melakukan tirakat di sebuah tempat sakral yang hanya bisa dimasuki oleh seseorang yang ditunjuk sebagai pemimpin trah.

Sedayu Ireng..

Karjo berniat melakukan tirakat hingga tida puluh hari tanpa makan dan minum untuk mendapatkan petunjuk.

Sampai hari ke lima belas, tak satupun petunjuk yang ia dapat untuk menyelesaikan bencana ini.

Namun pada hari ke enam belas, sebuah penglihatan muncul pada pikiran Karjo yang berhubungan dengan Toha.
Sebuah penglihatan menunjukan tentang apa yang dilakukan oleh Toha selama tinggal di rumah Bude Sum..

Terlihat Toha menanamkan Jagor di suatu tempat di sana, dan bagaimana cara Toha menarik energi Ingon milik Trah mangkubirawa selama menjadi pemain ludruk ireng.

Selama melakukan tirakat, penglihatan yang muncul terlihat semakin jelas dari hari ke hari hingga pada hari terakhir tirakatnya Karjo memutuskan untuk bertindak menyelesaikan masalah ini. Sebelum sempat meninggalkan Sedayu Ireng, tiba-tiba Keris Ireng bergetar..

Sosok makhluk bernama Raden Jaya hadir bersama Juru kiting, sosok yang dikenal bijak yang selalu memberi nasihat kepada ayahnya sang Raden Arya Mangkubirawa dulu.

“Le.. Kowe kudu selesekno masalah iki..” (le.. Kamu harus menyelesaikan masalah ini..) Ucap Juru Kiting yang muncul di hadapan Karjo.

Karjo mendengarkan dengan baik ucapan Juru kiting, ia juga ingin segera menyelesaikan masalah ini, namun ia membutuhkan petunjuk lebih dari mereka.

“Nanging dudu kowe... Mung anakmu sing iso ngerampungke“ (Tapi bukan kamu.. hanya anakmu yang bisa menyelesaikan ini) Lanjut Juru Kiting.

Mendengar ucapan Juru Kiting, Karjo merasa kaget.
“Tu..tunggu... mengapa harus anaku Pudjo?“ Tanya Karjo.

“Anakmu.. Pudjo, Ia memiliki kebijakan yang melebihi kamu. Ia lebih mengerti apa yang harus dilakukan” Jelas Juru Kiting.

“Kali ini bukan hanya pertarungan antar keluargamu Le.. ini pertarunga yang melibatkan semua demit hitam itu dengan kita.”

Karjo berusaha mengerti, memang saat ini sudah mulai terlihat bahwa Pudjo memiliki kebijaksanaan yang mungkin telah melebihi dirinya saat ini.

“Baik.. saya akan membimbing dan memberikan tugas ini pada Pudjo, tapi apa yang harus ia lakukan?" Tanya Karjo lagi.

Juru Kiting mendekat dan menunjuk se satu arah.

“Pergilah ke Gerbang Timur, ada beberapa pendekar yang akan membantumu..“ Perintah Juru Kiting.

“Kalian tidak akan sendirian, Sahabatku juga akan membantu kalian... Raja Kera Abang” Tutup Juru Kiting.

Segera setelah percakapan itu, Karjo meninggalkan Sedayu Ireng dan menyampaikan rencananya pada Pudjo.
Pudjo mendengarkan dengan baik mengenai permasalahan yang diceritakan oleh ayahnya. Ia sangat mengerti beban tanggung jawab menunaikan tugas ini.

Tak satupun bantahan keluar dari mulutnya, sepertinya ia juga merasa harus melakukan sesuatu setelah kepergian saudara-saudara ayahnya itu.

“Le... sing kowe hadapi iku dudu sembarang manungso” (Le... yang kamu hadapi itu bukan manusia sembarangan) Ucap Karjo pada Pudjo yang masih mendengarkan baik-baik.

“Ma..maksud bapak apa?” Ucap Pudjo yang mengharapkan penjelasan lebih.

Karjo menghela nafas, penglihatanya selama tirakat telah memberitahu seberbahaya apa makhluk yang akan mereka lawan ini.

“Getihe dudu mung getih anget koyo wingi.. Getihe wis dadi Getih sedulur demit..“ (darahnya bukan hanya darah hangat seperti dulu, darahnya sudah menjadi darah keluarga demit) Jelas Karjo pada Pudjo.

“Kekuatanya bahkan bisa membuat Paklek dan Budemu meninggal”

Tak berhenti sampai di situ, Karjo merapalkan beberapa mantra yang terdengar seperti mantra pewaris. Hembusan angin memenuhi ruangan seolah bersiap akan munculnya sesuatu yang kuat.

Dua sosok roh perkasa muncul di hadapan mereka, itu adalah Ki Ranu Ingon yang berasal dari negeri banyuwira dan sesosok lagi adalah Juru Kiting Roh bijak yang selalu mendampingi pemimpin Trah balanggawe.

“Kubekali kau dengan Ki Ranu dan Juru Kiting, pastikan kamu menuntaskan dan selamat dari tugas ini” Ucap Karjo.

Pudjo hanya menelan ludah, ia tidak menyangka harus menerima kedua Ingon ini untuk menuntaskan tugasnya.

Dengan keputusan ayahnya mempercayakan Ki Ranu dan Juru Kiring, Pudjo tahu dengan jelas bahwa kegagalan bukan merupakan hal yang bisa dibiarkan dalam tugas ini.

“Bawa jasadnya hidup-hidup, kita butuh tubuhnya sebagai tumbah terakhir untuk mengakhiri bencana ini.. dan satu lagi...
Bawa Keris Putu Barong yang saat ini berada di tanganya kemari!”

SEKIAN
close