PESUGIHAN KELUARGA NINGRAT "NGIPRI KETHEK" (Part 4) - Keluarga Brotoseno

Bagian 4 - Keluarga Brotoseno
Pagi harinya, terdengar huru-hara di dalam keluarga ningrat tersebut. Mereka semua saling meneriaki nama ‘’nyi endang’’.
Bapak dan ibuku sebenarnya sudah tahu apa yang sudah terjadi kepada nyi endang. Mereka juga sebenarnya sudah tahu. Namun, kesedihan mereka seolah-olah mendramatisir keaadaan yang sebenarnya sudah diketahui keadaannya.
Perlahan bapakku mendekati jasad nyi endang yang sudah ditutupi oleh kain berwarna putih. Bapakku mengangkat sedikit kepalanya sembari mengusap-usap bagian tengkuk dari nyi endang. Ketika bapakku mengusap-usap bagian tengkuk nyi endang, tiba-tiba mas pangarep memegang leher bapakku sembari menekannya dengan kuat.
‘’Mau kau apakan ibu?’’
Bapak hanya tersenyum. Dia tahu, bahwa kematian dari nyi endang bukanlah kematian yang tanpa sebab.
Kematian nyi endang telah direncanakan agar menjadi tumbal dari ngipri kethek yang dijalankan oleh keluarga ningrat ini.
‘’Aku ingin memastikan, apakah benar kematian nyi endang karena penyakit bawaannya. Namun setelah ku pegang tengkuknya, ada beberapa kejanggalan.’’
Mas pangarep makin menekan leher bapakku. Namun dengan cepat, bapakku langsung mengancam mas pangarep.
‘’Aku weruh kelakuanmu mas. Semakin dikubur, semakin tercium bau busuknya. Semakin kamu menekan leherku hingga patah, maka semakin kuat kecurigaanku terhadap praktek pesugihan yang kalian lakukan.’’
Mas pangarep pun segera melepaskan tangannya. Ia kembali ke tempat duduk sembari menatap tajam Bapakku yang masih memegangi tengkuk nyi endang. Saat dimana bapakku berada dalam posisi yang dipandangi oleh banyak keluarga ningrat, ibuku segera mendekati bapakku.
‘’Pak, ada apa?’’
‘’Pegang tengkuknya.’’ Ibuku pun langsung memegang tengkuk leher milik nyi endang.
Saat ibuku memegang tengkuknya, ia terkejut bukan main. Ternyata, bagian tengkuk dari nyi endang sudah kopong (kosong).
‘’Cek bagian bawahnya lagi.’’ Ucap bapakku.
Ketika ibuku mengecek bagian bawah tengkuk, ia merasakan hal yang sama. Bagian dari punggung nyi endang telah penuh dengan luka cakaran yang menggores ke tiga sudut yang berbeda.
Pertama pada bagian belakang tangan kanan hingga ke bagian punggung. Bagian ini adalah bagian yang sangat panjang dan cukup besar. Sampai-sampai, ibu juga merasakan sedikit bagian yang kasar dari tempat itu dan ternyata itu adalah tulang bagian punggung yang sedikit terbuka.
Lalu yang kedua bagian dari rusuk kanan hingga ke rusuk bagian kiri. Bagian ini tidak terlalu lebar namun cukup jelas garis cakaran yang bisa diraba dengan menggunakan tangan.
Yang terakhir bagian perut sebelah kanan hingga ke bagian perut sebelah kiri. Bagian ini sangat senisitif. Sampai-sampai, ibu merasakan ada sedikit cairan yang keluar dari bagian tersebut dan memiliki bau yang sangat busuk.
Lalu bapakku melihat bagian lainnya seperti bagian kedua tangan termasuk pergelangannya yang sudah lebam dan terdapat bekas ikatan tali yang sangat kuat. Bapakku sempat terkejut ketika melihat bagian tangan dari nyi endang.
Dia langsung menatap mbak ayu dan mas pangarep karena keduanya adalah dalang dari kematian nyi endang sendiri saat ritual semalam djalankan.
Usut demi usut, ternyata ketika ritual berlangsung, kedua tangan nyi endang diikat menggunakan tali di tempat tidurnya dengan tubuh terlentang dan wajah menghadap ke arah kasur.
Bukan hanya itu saja. Penyiksaan dilakukan ketika nyi endang dalam keadaan telanjang dan tidak berbusana sedikit pun.
Dengan begitu, nyi endang disiksa habis-habisan oleh rojo kethek hingga memuat tiga cakaran yang sudah membuat nyawanya menghilang.
Ibuku tiba-tiba menangis. Dia bukan menangis karena kematian dari nyi endang saja. Melainkan, saudara-saudaranya yang berlaku kejam dalam menginginkan kekayaan terhadap ritual yang mereka jalani.
‘’Bu, hari ini kita harus pindah.’’ Ucap bapakku.
Ibuku hanya mengangguk. Hatinya benar-benar sudah sakit karena perlakuan saudara-saudaranya yang tega melakukan ritual ngipri kethek untuk membunuh ibunya sendiri.
Bapakku pun langsung membangunkan ibuku. Tidak lama kemudian, datanglah banyak warga yang mendengar atas kematian dari nyi endang. Satu persatu, warga tersebut memeluk mas pangarep, mbak ayu, mbak neneng dan yang lainnya.
Bapakku melihat dengan jelas mimik wajah mereka yang terkesan sangat munafik karena telah memperalat kesedihannya sebagai penutup dari aib dan kesalahan fatal dalam kehidupan mereka.
Untuk menutupi kesedihan ibuku, bapak langsung mengajak ibuku untuk masuk ke dalam kamar sampai penguburan dari nyi endang dilaksanakan.
Saat dimana bapakku membawa masuk ibuku ke dalam kamar, tamu-tamu dari keluarga ningrat pun mulai berdatangan.
Namun sesuatu yang aneh pun terjadi. Bapakku merasa, seluruh ruangan seperti berputar. Hawa di dalam kamar pun tiba-tiba menjadi panas.
‘’Pak ada apa?’’
‘’Siapa yang datang, bu?’’
‘’Itu keluarga ningrat. Keluarga Brotoseno.’’
‘’Keluarga darimana, bu?’’
‘’Keluarga dari barat. Mereka semua adalah orang-orang yang memiliki titah dalam melanjutkan kera***, namun mereka menolak hal tersebut.’’
‘’Mengapa mereka tidak menduduki kera***?’’
‘’Mereka termasuk getih rengget.’’
‘’Getih rengget?’’
‘’Pemilik darah kotor. Penghianat kera*** di masa lalu.’’
Saat bapak dan ibuku sendang membicarakan hal tersebut, tiba-tiba mbak ayu mengetuk pintu sembari mengatakan sesuatu dari luaran kamar,
‘’Mas arto? Bisa keluar sebentar?’’
Ibu langsung memegangi tangan bapakku yang masih gemetaran ketika mendengar nama ‘’brotoseno’’
‘’Pak, bapak yakin mau keluar dari kamar dan menemui keluarga brotoseno?’’
‘’Ibu yakin, keluarga itu menjadi kelanjutan dari pemegang titah kera***?’’
‘’Kenapa memangnya, pak?’’
‘’Setahu bapak, mereka yang memiliki darah getih rengget itu adalah mereka yang telah melanggar ketetapan kera***. Jika memang benar seperti itu, berarti, pihak kera***-nya lah yang tidak setuju dengan apa yang dimiliki oleh keluarga tersebut.’’
Tiba-tiba, suara ketukan pintu semakin keras…
‘’Dok! Dok! Dok! Mas arto, keluarga brotoseno ingin menemui mas arto. Mas arto dan mbak esa bisa keluar kamar sebentar, gak?’’
‘’Bu, Bapak keluar dulu.’’
Bapak pun langsung membukakan pintu kamar. Saat bapakku membukakan pintu, ia langsung melihat 5 orang dari keluarga brotoseno sedang terduduk di kursi sedangkan keluarga ningrat lainnya terduduk di lantai sambil menundukkan kepalanya.
Seolah-olah, derajat dari keluarga brotoseno sangatlah tinggi dan berwibawa.
Bapak sempat keheranan, mengapa mereka semua melakukan hal itu. Bagaimana mungkin semuanya sangat menghormati keluarga brotoseno.
‘’Tunduklah!’’
‘’Bruk!’’
Tiba-tiba tubuh bapakku langsung tertunduk dengan sendirinya. Bersamaan dengan itu, tubuh bapakku sama seperti keluarga ningrat lainnya. Terduduk di lantai sembari menundukkan kepala.
Bahkan kepala bapakku sulit digerakkan seperti tertahan sesuatu hingga tidak bisa menatap dengan jelas satu persatu wajah dari keluarga brotoseno..
‘’Artonegoro? Darah birumu berasal dari timur kan?’’
‘’Ng-nggeh.’’
‘’Perkenalkan. Aku adalah Angkoro. Pemimpin dari keluarga brotoseno.’’
Mendengar namanya saja, bapakku tidak bisa berkutik sama sekali. Dari ujung rambut hingga ujung kaki, bapakku merasakan hawa merinding yang benar-benar membuat bapakku tidak bisa melakukan apapun.
‘’Nyi endang akan kami bawa ke tempat para keluarga ningrat. Kematiannya adalah sebuah aib karena memiliki tiga bekas cakaran yang tidak bisa dijelaskan.’’
Belum tahu apa tujuan dari keluarga brotoseno sehingga dirinya menginginkan jasad dari nyi endang untuk dimakamkan di pemakaman ningrat. Namun yang pasti, hal ini ditujukan untuk menutup aib yang sudah terjadi atas kematian nyi endang sendiri.
Setelah keluarga brotoseno memutuskan keputusan terkait pemakaman dari nyi endang, semua keluarga ningrat diperbolehkan untuk masuk ke dalam kamarnya masing-masing kecuali dua orang saja. Mereka berdua adalah Mbak Ayu dan juga mas pangarep.
Keduanya merupakan tetua dari keluarga dan yang bertanggung jawab atas kematian dari nyi endang.
Sedangkan bapak, bapakku disuruh untuk masuk ke dalam kamar untuk menghindari obrolan yang sangat sensitive.
Saat bapakku masuk ke dalam kamar, ibuku langsung menanyakan apa yang baru saja dikatakan oleh keluarga brotoseno kepadanya.
Mula-mula, bapak hanya terdiam. Lalu saat dirinya ingin mengatakan apa yang barusan dikatakan oleh keluarga brotoseno kepadanya, tiba-tiba terdengar suara tamparan yang sangat kencang dari luaran.
Bapakku langsung merespon hal tersebut dan berkeinginan mengetahui apa yang telah terjadi kepada Mas pangarep dan juga mbak ayu di luaran sana.
Akan tetapi, ibuku langsung menghalanginya. Ibuku tidak ingin jika bapak terlalu dalam mengetahui terkait tentang keluarganya. Tentu saja hal ini menjadi sebuah pertanyaan besar dalam diri bapak sendiri.
Setelah suara tamparan itu selesai, terdengar juga suara makian dan cacian dari keluarga brotoseno kepada mas pangarep dan juga mbak ayu. Sepertinya, keduanya telah melakukan sesuatu hingga membuat keluarga brotoseno menjadi marah besar.
Karena memang keluarga brotoseno adalah keluarga yang seharusnya memangku jabatan kera***. Sehingga, dalam upayanya untuk menaungi keluarga-keluarga lainnya, keluarga brotoseno sangat tegas akan hal tersebut.
Lama sepertinya obrolan di antara keluarga brotoseno dan juga mas pangarep bersama mbak ayu. Keduanya benar-benar memiliki rahasia tersendiri terkait dengan kematian nyi endang.
Namun di lain sisi, bapakku juga memikirkan sesuatu yang terjadi atas kematian nyi endang. Bapak memiliki pemikiran bahwa keluarga brotoseno juga berkecimpung dalam kematian nyi endang. Bisa dibilang, ada dua kemungkinan yang memang bisa terjadi di luar nalar.
Pertama, keluarga brotoseno adalah dalang dari kematian nyi endang. Hal ini menunjukkan akan kanuragan yang dimilikinya hingga membuat keluarga ningrat lainnya tertunduk.
Dengan begitu, keluarga brotoseno menjadikan semua keluarga ningrat seperti boneka yang dengan sesuka hati dikendalikan.
Dan terakhir, ada kaitannya antara mas pangarep dan mbak ayu dengan raden angkoro. Jika ketiganya merupakan dalang di balik ini, berarti drama yang mereka lakukan seolah-olah memberikan pelajaran kepada siapa saja yang berada di sekitaran untuk tertunduk dan takut akan kejadian mengerikan selanjutnya.
Bapakku masih terus memikirkan hal itu. Jika keduanya benar-benar terjadi, berarti ancaman akan keselamatan keduanya sangatlah minim. Terlebih lagi, raden angkoro, si pemimpin keluarga brotoseno telah menandai bapakku sebagai orang yang mengetahui akan ritual ngipri kethek yang baru saja dilakukan di malam hari tadi.
Namun, ada sesuatu yang belum bapak ketahui. Jika nyi endang meninggal, siapakah semalam tadi yang menjadi pengantin atau ratu dari rojo kethek? Melihat kematian dari nyi endang yang sangat jelas jika dirinya disiksa habis-habisan, itu menandakan, ada pihak ketiga yang benar-benar terlibat secara pasif (tidak terlihat) seperti yang bapak ketahui.
Bapakku pun langsung menghadapkan wajahnya kepada ibuku. Seolah-olah, ada sesuatu yang ingin dikatakan oleh bapakku kepada ibu.
‘’Bu, dari keluarga ibu sendiri, siapakah yang paling pendiam dan tidak banyak bicara?’’
‘’Emangnya kenapa pak?’’
‘’Ibu semalam tahu kan? Jika rojo kethek mengelilingi kamar ini bersama dengan ratunya. Jika dilihat dari kematian nyi endang, berarti ada ratu kethek di rumah ini. Dan ratu kethek yang kemungkinan berada di rumah ini adalah orang yang tidak banyak bicara dan terlihat sangat pasif.’’
Ibu pun kemudian berpikir sejenak. Dia mencari-cari siapa dari anggota keluarganya yang memiliki sifat demikian.
Jika memang sudah diketahui, berarti ada hubungannya antara ratu kethek dengan keluarga brotoseno. Bisa dibilang, ratu kethek inilah yang mengetahui kapan ritual selanjutnya akan berjalan.
‘’Siapa bu?’’
‘’Mbak neneng kah?’’
‘’Ibu yakin?’’
‘’Sepertinya mbak neneng.’’
Bapakku hanya terdiam. Dia sedikit mengingat beberapa kejadian yang telah terjadi yang mengaitkan Mbak neneng dengan nyi endang. Bermula dari kejadian beberapa waktu lalu saat mbak neneng berada di dalam kamar sedang menyisiri nyi endang.
Lalu gerak-gerik yang mencurigakan ketika malam hari tiba. Apakah Mbak neneng termasuk ratu kethek dari anggota keluarga ningrat ini? Setelah sudah berada di ujung pikiran, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luaran. Mbak ayu mengetuk pintu untuk kedua kalinya.
Bapak pun langsung membukakan pintu kamar dan ingin mengetahui apa yang diinginkan oleh Mbak ayu.
‘’Mas Arto, mas arto dipanggil oleh raden angkoro.’’
‘’Siap, mbak.’’
Bapakku langsung menuju ke tempat Raden Angkoro. Karena memang masih mengedepankan adab, bapakku tertunduk secara perlahan. Lalu dia berjalan menggunakan dengkulnya sembari kedua tangannya menyentuh lantai sebagai dorongan.
Kepala tetap menunduk sebelum akhirnya pihak yang akan dimaturi (temuinya) benar-benar menyuruhnya mandeg! (Berhenti!)
Tiba-tiba tubuh bapak langsung mematung dan terdiam tak bergerak. Lagi-lagi bapak merasakan aura yang sangat kuat hingga membuat apa yang dikatakannya benar-benar langsung terjadi.
‘’Artonegoro Kabarnya isterimu sedang hamil.’’ Ucap Raden Angkoro dengan suara yang tegas namun benar-benar membuat tubuh bapakku merinding seketika.
‘’Nggeh, raden.’’
‘’Jika anak pertamamu perempuan, dia harus dijadikan sebagai ruwatan untuk keluarga ini. Kami sudah sepakat untuk meruwat anakmu sebagai pembawa sial dari keluarga ini.’’ Jelas Raden Angkoro.
‘’Mak-maksudnya, raden?’’ Tanya bapakku.
‘’Dalam keluarga brotoseno, jika anak yang pertama dilahirkan adalah perempuan, maka anak itu akan diruwat dan ditumbalkan untuk penyelamat keluarga. Sama seperti dengan keluarga dari nyi endang.
Seharusnya, ayu itu ditumbalkan untuk menyelamatkan keluarga ini agar tidak sial, namun bapaknya benar-benar keras kepala. Jadi setelah kematian semua kepala keluarga ningrat ini, aku adalah orang tua kalian semua. Apa yang aku katakan, itulah titah!’’
Mendengar hal itu, bathin bapak langsung memberontak. Bapak tidak ingin jika anaknya dijadikan tumbal hanya untuk kepentingan dari keluarga brotoseno atau pun keluarga ningrat lainnya. Karena baginya, kelahiran anak pertama adalah sesuatu yang dinanti-nantikan.
‘’Bagaimana artonegoro? Kamu siap menjalankan titah dari keluarga ningrat brotoseno?’’
Bapak tidak bisa menjawab apapun. Ingin rasanya ia menolak dengan tujuan untuk menyelamatkan diri. Akan tetapi mulutnya seperti tak berdaya.
Mulut bapakku tiba-tiba serasa dikunci dan tidak bisa menyampaikan apa yang benar-benar ingin disampaikan,
‘’Beri aku waktu tiga hari raden. Nanti akan aku putuskan apa yang diinginkan raden.’’
‘’Baiklah kalau begitu. Tiga hari tidak terlalu buruk.’’
‘’Terima kasih raden.’’
‘’Akan tetapi, jika kamu berkhianat…‘’
Tiba-tiba, bapakku merasakan kehadiran salah satu dari rumor keraton yang sangat mengerikan. Dia adalah penjagal dari keraton yang dikenal sangat bengis dan mengerikan dalam menyiksa siapa saja yang tidak menuruti titah rajanya.
‘’Aku tidak segan untuk membuat kalian semua menderita.’’
Saat bapakku perlahan menghadapkan wajah ke arah raden angkoro, tepat di belakangnya sudah terlihat sosok penjagal keraton yang dirumorkan secara turun temurun. Dia memiliki aura mematikan yang sangat mengerikan.
Ternyata raden angkoro memiliki banyak khodam penjaga yang dia ambil dari seluruh keluarganya secara paksa.
Bapak pun sempat membenarkan apa yang dikatakan oleh ibu terkait pemimpin keluarga brotoseno.
Keluarga brotoseno terkenal sebagai trah getih rengget atau keturunan darah kotor.
Maksud dari trah getih rengget di sini adalah mereka yang memiliki daya dan upaya yang bisa membahayakan kera*** dan mampu memecah belah semua orang-orang di dalamnya.
Bersamaan dengan itu, keluarlah mbak neneng dari kamar sembari membawakan selendang. Melihat hal itu raden angkoro langsung tersenyum dan tertawa kegirangan. Dia pun mengatakan sesuatu yang benar-benar membuat bapakku terkejut.
‘’Duh cah ayu, awakmu wangi tenan. Sesuk kudu tak dadike ratu yo.’’ (Duh anak cantik, badanmu sangat wangi. Besok dijadikan ratu ya)
Bapak yang mendengar hal itu langsung kaget. Jika memang mbak neneng belum dijadikan ratu kethek, lalu semalam tadi, siapakah yang dijadikan ratu? Lalu mengapa raden angkoro mengetahui istilah ratu?
Apakah ratu dalam kera*** atau ratu dalam istilah ritual ngipri kethek? Jika memang raden angkoro ada hubungannya dengan ritual ini, peran apakah yang akan diambil oleh raden angkoro? Apakah dirinya ada hubungan dekat dengan raja kethek?
BERSAMBUNG
*****
Selanjutnya
*****
Sebelumnya