PESUGIHAN KELUARGA NINGRAT "NGIPRI KETHEK" (Part 3) - Ritual Pembuka

Bagian 3 - Ritual Pembuka
Lewat kejadian di malam hari tadi, bapak semakin ingin mengetahui terkait apa-apa yang masih dirahasiakan oleh mas pangarep. Jika memang apa yang dikatakan oleh mas pangarep benar, berarti kehadiran bapak sendiri benar-benar menjadi ancaman yang nyata bagi mas pangarep dan juga yang lainnya. Pagi itu bapak dan ibu berencana untuk meminta solusi kepada Kang waris. Ia sendiri ingin mencari tahu, apa yang harus dilakukannya di saat tanda-tanda dari ritual pesugihan itu sudah dimulai. Namun saat bapak dan ibu ingin pergi ke tempat kang waris, ia melihat nyi endang sedang berada di bagian belakang rumah.
Ternyata nyi endang sedang dimandikan oleh mbak ayu dan juga mas sugeng. Anehnya, nyi endang dimandikan layaknya seorang wanita yang ingin dilamar oleh seorang pria.
Nyi endang mengenakan kain sampai bagian dada untuk menutupi bagian sensitifnya. Lalu, rambutnya disanggul dengan rapih. Setelah itu, air yang digunakan untuk memandikan nyi endang bukan air biasa. Air itu sudah diberi kembang tujuh rupa yang aromanya sangat khas sekali.
Ibuku yang mengetahui itu langsung menegur mbak ayu dan juga mas sugeng.
‘’Mas, mbak? Ibu lagi di apain?’’ Tanya ibuku.
‘’Ibu sedang diruwat.’’ Jawab Mbak ayu.
‘’Diruwat? Perasaan ibu baik-baik aja.’’
Bapakku mulai berpikir aneh lagi. Kemarin rambut ibu berwarna hitam, mengapa sekarang kembali berwarna putih. Apa memang ada yang salah dengan penglihatannya saat itu.
‘’Mbak ayu, mas sugeng. Kemarin rambut ibu berwarna hitam, kenapa sekarang memutih kembali?’’ Tanya bapak.
Ibuku yang mendengar hal itu langsung terkejut bukan main. Pasalnya, rambut yang dilihat oleh ibuku berwarna putih, mengapa hanya bapakku saja yang melihat jikalau rambut ibu berwarna hitam legam?
‘’Pak, bukannya kemarin rambut ibu berwarna putih? Kok bapak lihatnya warna hitam?’’
Mas sugeng dan mbak ayu hanya terdiam. Mereka berdua saling menatap satu sama lain.
Sepertinya bapakku mengetahui hal yang tidak diketahui oleh ibuku.
‘’Aku melihatnya berwarna hitam, tapi entah mengapa sekarang jadi warna putih lagi. Mungkin penglihatanku agak bermasalah kemarin hari.’’ Jelas bapak.
Mbak ayu pun menghentikan proses peruwatan itu secara sementara. Dia pun langsung mengajak ibu dan bapakku untuk menuju ke ruangan depan. Sedangkan mas sugeng, ia tetap melanjutkan memandikan nyi endang dengan menggunakan air kembang tujuh rupa.
‘’Bisakah kalian ikut aku ke depan?’’ Pinta Mbak ayu.
‘’Ada apa, mbak?’’ Tanya ibu.
‘’Sugeng. Lanjutkan prosesnya. Aku mau ngobrol sama esa dan mas arto dulu.’’ Jelas Mbak ayu.
‘’Siap, mbak.’’
Mbak ayu pun langsung mengajak bapak dan ibuku untuk mengobrol di ruangan depan.
Sepertinya ada suatu pembahasan yang ingin dibahas oleh mbak ayu terkait apa yang baru saja dilihat oleh bapakku.
Sesampainya di ruangan depan, mbak ayu langsung mempersilahkan bapak dan ibuku untuk duduk juga sembari mengobrol hangat.
‘’Kamu tahu kan esa? Keluarga kita menghormati adat leluhur terdahulu. Ibu (nyi endang) yang sudah berumur, pastinya harus segera diruwat sebelum kematian menjemputnya. Karena itulah aku dan sugeng melakukan peruwatan kepada ibu agar ibu bersih dari segala macam angkara yang menyelimuti tubuhnya.’’
Penjelasan mbak ayu ini sedikit masuk akal. Namun, terkait dengan waktu dan ketepatan nyi endang yang harus segera diruwat, itu tandanya mbak ayu dan mas sugeng telah mengetahui kapan waktunya nyi endang akan meninggal dunia.
‘’Dan teruntuk kejadian kemarin saat dimana rambut ibu (nyi endang) berwarna hitam, itu adalah salah satu pertanda bahwa dirinya akan menuju kepada sang pencipta. Karena itulah kami harus segera meruwat ibu sebelum ibu dipanggil menuju surga.’’ Senyum mbak ayu.
Bapak masih belum yakin terkait penjelasan yang sekarang. Jika alasan rambut adalah sebagai pertanda dari kematian, bukankah rambut yang berwarna putih yang lebih mendominan untuk menuju kepada kematian?
‘’Mbak? Aku ingin bertanya akan sesuatu.’’ Tanya Bapakku kepada mbak ayu.
Mbak ayu hanya tersenyum. Sepertinya dia telah mengerti apa yang akan ditanyakan oleh bapakku terkait hal kejanggalan aneh yang terjadi kemarin hari.
‘’Mengapa mbak neneng kerasukan sosok siluman monyet? Apakah keluarga ini ada hubungannya dengan hal tersebut?’’ Tanya bapakku.
Mbak ayu terdiam sejenak. Dia seperti memikirkan sesuatu untuk mencari jawaban terkait apa yang ditanyakan oleh bapakku.
Tatapan mbak ayu kini beralih kepada perut ibuku yang sedang hamil anak pertamanya. Dia tersenyum sambil memainkan kedua tangannya.
‘’Anakmu akan tahu jawaban ini.’’
‘’Maksud, mbak?’’
‘’Aku tidak bisa berkata banyak terkait rahasia keluarga yang memang sudah dikultuskan secara turun temurun. Lebih tepatnya, ini adalah rahasia yang memang tidak akan pernah diketahui dalam waktu dekat.’’
Mbak ayu pun bangkit dari duduknya. Dia kemudian menatap ke arah depan rumah yang memang sudah tahu tujuan bapak dan ibuku akan pergi.
‘’Jadi, kapan kalian mau pergi menemui dukun itu lagi?’’
Ibu dan bapakku langsung terkejut mendengar pertanyaan dari Mbak ayu. Padahal, keduanya belum membocorkan rencana kepergiannya.
‘’Kok mbak tahu?’’ Tanya ibuku.
‘’Cepatlah pergi. Aku menunggu solusi terbarunya.’’
Mbak ayu pun perlahan meninggalkan bapak dan ibuku. Namun, baru beberapa langkah, dia membalikkan wajahnya ke arah ibu dan bapakku.
‘’Jika dia mencoba mengganggu keluarga dan semua rencanaku, maka, kalian semua juga akan terkena imbasnya bahkan sampai 15 tahun terakhir.’’ Ucap Mbak ayu.
Bapak dan ibuku tiba-tiba merasakan sensasi hawa merinding yang begitu kuat. Entah itu ancaman atau memang peringatan, namun, yang semua keluarga ketahui, perkataan mbak ayu dikenal dengan sangat tajam namun memang akan menjadi kenyataan.
Dalam keluarga ibuku, mbak ayu dikenal sangat diwaspadai. Dia merupakan orang yang memiliki sebuah kelebihan yang tidak dimiliki semua orang. Karena itulah, selain mbak ayu menjadi kepala keluarga saat ini, dia juga mampu membuat semua anggota keluarga lainnya tertunduk hanya dengan satu perintah. Perihal seperti ini dikenal dengan nama ‘’SABDO DADI.’’
Dalam kelahiran weton yang digambarkan oleh mbak ayu, dia termasuk orang-orang yang memiliki ‘’ilat pait’’ atau lidah pahit. Mbak ayu sendiri lahir di sabtu legi dan termasuk orang-orang yang selalu dijaga ucapannya, kecuali hanya saat-saat tertentu saja. Karena itulah, di saat mbak ayu mengatakan hal demikian, bapak dan ibuku langsung merinding dibuatnya.
Tanpa disadari, mbak ayu telah memberikan sebuah pertanda khusus ketika pantangan itu benar-benar akan dilanggar oleh bapak dan ibuku.
Setelah Mbak ayu kembali ke ruangan belakang, bapak dan ibuku memutuskan untuk pergi ke rumah kang waris. Mereka berdua bermaksud mempertanyakan apa yang harus dilakukan selanjutnya saat mendapati hal-hal aneh yang berada di rumahnya.
Singkat cerita, ketika sudah sampai di rumah kang waris, ibu dan bapakku mendapati kang waris sedang menanam sebuah jahe di bagian timur halaman depan rumahnya. Tentu saja hal ini memuat banyak pertanyaan yang muncul terkait apa yang sedang dilakukan oleh Kang waris dengan menanam jahe tersebut.
‘’Assalamu’alaikum, kang.’’ Ucap bapak.
‘’Wa’alaikum salam.’’ Jawab kang waris.
‘’Kang, lagi ngapain?’’ Tanya bapak.
‘’Sedang menanam jahe.’’
‘’Loh, untuk apa kang?’’
Kang waris memperhatikan sekeliling rumahnya. Dia seperti diamati oleh sesuatu yang memang tidak terlihat rupa dan bentukannya.
‘’Kamu merasakan ada yang aneh tidak di rumah ini?’’ Pertanyaan kang waris pun membuat bapak dan ibuku menatap sekeliling rumah.
Memang benar dari sekeliling rumah kang waris, bapak dan ibuku merasakan ada hawa keberadaan makhluk halus yang tidak bisa dilihat oleh mereka berdua.
‘’Iya kang. Seperti ada yang memperhatikan kita.’’ Jawab bapak dengan singkat.
‘’Mereka datang ke rumahku.’’ Jelas kang waris.
‘’Siapa, kang?’’ Tanya ibu.
‘’Kita obrolkan ini di dalam rumah.’’
Akhirnya kang waris pun memutuskan untuk melanjutkan pembahasan ini di dalam rumah. Ada ketakutan sendiri yang akan dipikirkan kang waris sewaktu dirinya memberikan penjelasan tersebut tepat di hadapan rumahnya.
‘’Kalian tahu? Semalam tadi aku di datangi oleh jin kala ireng lengkap dengan para kroco-nya.’’ Jelas kang waris.
‘’Para kroconya?’’ Tanya bapak.
‘’Mereka adalah bawahan dari rojo kethek. Ternyata ada salah satu anggota keluarga kalian yang nantinya akan dipinang oleh rojo kethek (raja monyet) untuk selanjutnya dijadikan isteri di kerajaannya.’’ Jelas Kang waris.
‘’Loh, mengapa bisa begitu kang?’’
Kang waris menatap wajah ibu dengan tajam. Selanjutnya, ia menatap perut ibu yang sedang mengisi anak pertamanya.
‘’Dari keturunanmu akan menjadi penentu dari permainan yang dilakukan oleh keluarga ningrat isterimu.
Dia bermaksud untuk membatasi semuanya agar bisa berjalan dengan lancar. Kejadian semalam itu merupakan bagian dari pembuka ritual yang pernah aku katakan.’’ Jelas Kang waris.
Bapak dan ibuku langsung terkejut di saat kang waris mengetahui kejadian yang terjadi di malam itu. Sepertinya, kang waris telah mengetahui apa-apa yang akan terjadi di malam itu sampai-sampai dia sudah mempersiapkan semuanya.
‘’Aku sengaja menanam jahe di bagian timur rumahku agar mereka semua tidak bisa mendekat ke sini. Telinga mereka lebih tajam di banding pisau yang di asah ribuan kali. Sekalinya bocor, maka, mereka akan memberikan sinyal kepada salah satu anggota keluargamu.’’ Jelas kang waris.
‘’Makusd kang waris, anggota keluarga yang dimaksud itu adalah mbak ayu?’’ Tanya ibu.
‘’Aku tidak bisa memberikan penjelasan terkait itu. Namun, tidak lama lagi, tumbal pertama akan muncul. Apa yang mereka lakukan dan sengaja ditampakkan secara terang-terangan kepadamu hanyalah sebuah ilusi untuk menutupi rencana buruknya.’’ Jelas kang waris.
Bapak dan ibuku belum paham apa yang dimaksudkan oleh kang waris. Terkait dengan hal tersebut, bapak malah berpikir terkait keanehan yang sedang dilakukan oleh Mbak ayu dan juga mas sugeng saat sedang melakukan proses ruwatan terhadap nyi endang.
‘’Maksud kang waris, ruwatan?’’
‘’Benar. Itu adalah proses terakhir.’’
‘’Proses terakhir apa, kang?’’
‘’Ritual penumbalan. Korban akan dimandikan menggunakan kain khusus, lalu proses menghitamnya rambut yang sudah putih adalah sebagai pertanda bahwa orang tersebut akan dijadikan tumbal.’’
Ibu pun langsung terbangun. Dia segera menarik bapakku agar segera pulang ke rumah agar bisa menyelamatkan nyi endang yang akan dijadikan tumbal oleh anggota keluarganya sendiri.
‘’Pak! ayo kita pulang! Ibuku harus diselamatkan!’’
‘’Bu! Sebentar, kita harus dengarkan sampai akhir!’’
‘’Tapi, pak. Bagaimana jika semuanya sudah terlambat…‘’ Ucap ibuku dengan mata yang berkaca-kaca.
‘’Semuanya meamng sudah terlambat.’’ Jelas Kang waris.
‘’Maksudnya, kang?’’
‘’Semua sudah berjalan dengan sempurna. Malam ini adalah selasa kliwon. Malam dimana para korban pesugihan akan disuguhkan kepada tuannya.’’ Jelas kang waris.
Ibuku pun menangis mendengar hal tersebut. Dia merasa tidak berdaya saat mengetahui ibu kandungnya sendiri akan dijadikan tumbal oleh salah satu anggota keluarganya.
‘’Jadi? Apa yang harus kita lakukan?’’
‘’Pergi dari rumah itu agar kalian selamat.’’
Bapak hanya mengangguk paham. Ia tahu betul jika itu adalah langkah terakhir agar bisa selamat dari rentetan pesugihan yang telah dijadikan rencana selama bertahun-tahun lamanya. Sementara ibuku, dia masih menangis sambil memegangi perutnya.
‘’Aku beritahu Jika nantinya ada suara gamelan di malam hari. Jangan keluar kamar. Jika nantinya ada suara monyet-monyet di dalam rumah. Tutup semua pintu kamar dan lainnya. Lalu, bersembunyilah di bawah ranjang tempat tidur. Mereka sedang mencari korban selanjutnya.’’
Bapak merasa merinding ketika mendapati arahan langsung dari kang waris. Bagaimana tidak, ini adalah penentuan hidup dan mati bapak dan ibuku saat mengetahui kejadian yang begitu mengerikan yang akan terjadi di malam ini.
Kang waris pun memberikan sebuah kantong berisi kopi hitam yang telah dicampur oleh garam. Katanya, kopi dan garam itu dipergunakan untuk menghilangkan bau badan agar tidak tercium oleh rojo kethek (raja monyet) yang nantinya akan berjalan-jalan bersama dengan ratu pilihannya.
‘’Ambil ini. Taburkan di sekeliling dekat ranjang tempat tidurmu. Lalu sembunyilah di bawah ranjang tempat tidur. Tahan sampai semua pagelaran kawin rojo kethek (raja monyet) selesai. Lalu jangan membuka pintu sampai subuh tiba.’’
Bapak mengangguk paham. Sementara ibuku, dia masih belum mendengarkan apapun yang dikatakan oleh kang waris kepadanya.
‘’Jaga isteri dan anak-anakmu. Lebih baik kau putuskan tali persaudaraan ketimbang keluargamu menjadi korban dari pesugihan ningrat ini.’’
Setelah mendengarkan semua solusi yang telah diberikan oleh kang waris, bapak dan ibu pun langsung pamit pulang ke rumah.
Selama dalam perjalanan menuju rumah, ibu masih merasakan kesedihan yang luar biasa. Dia tidak menginginkan nyi endang menjadi korban dari tumbal pesugihan, namun faktanya, semua sudah berjalan mulus tanpa mengetahui sedikit kesalahan untuk bisa menggagalkan rencana tersebut.
Sampai akhirnya, ketika mereka berdua telah sampai di rumah, suasana rumah sangat hening.
Mereka tidak menemukan seperti tanda-tanda kehidupan yang ada di rumah tersebut.
‘’Pak? Aku boleh ngecek kamar ibu?’’
Bapakku pun mengijinkannya. Mereka berdua pun segera menuju ke kamar nyi endang untuk mengetahui keadaannya.
Ketika mereka berdua membuka pintu, bapak dan ibuku melihat nyi endang sedang tertidur pulas. Ibuku mendekati nyi endang lalu memijati kedua kakinya sambil menangis
Bukan hanya itu saja, ibuku juga mengelus-elus rambut nyi endang yang sudah memutih. Ternyata, tetesan air mata ibu pun terjatuh tepat di pipi nyi endang hingga membuat nyi endang terbangun.
‘’Cah ayu, kenapa kamu menangis?’’
‘’Ibu. Ibu sehat?’’
Nyi endang hanya tersenyum. Kedua tangannya langsung memegangi kedua tangan ibuku sembari berkata,
‘’Segeralah pergi dari rumah ini. Ibu selalu menjaga keselamatan kalian berdua.’’
‘’Ibu. Esa takut….‘’
‘’Takutlah pada tuhan, nduk. Kamu anak sholehah.’’
Bapak pun langsung mendekat setelah dirinya menutup pintu kamar yang semula dibuka lebar.
‘’Arto… jaga anakku ya?’’
‘’Njih, bu. Aku akan jaga esa.’’
‘’Kamu sudah bertemu waris, kan?’’
‘’Sudah, bu. Barusan kami menemuinya.’’
‘’Turuti perintahnya agar kalian semua selamat.’’
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luaran kamar. Ibuku segera menghapus air mata.
‘’Tinggalkan ibu sendirian, ya.’’ Ucap nyi endang.
‘’Tapi, bu?’’
‘’Kalian harus selamat.’’
Bapak pun langsung membukakan pintu kamar untuk mengecek siapa yang barusan saja mengetuk pintu kamar nyi endang. Ternyata setelah dibuka, semua anggota keluarga sudah berada di hadapan kamar kecuali mas krishna.
‘’Loh, ngapain kamu di dalam kamar ibuku?’’ Tanya mas pangarep kepada bapakku.
‘’Esa mau ketemu ibu.’’ Jawab bapak.
Mas pangarep pun memperhatikan ibuku yang tampaknya sedang murung sambil menundukkan wajahnya.
‘’Maaf, mas. Aku hanya kangen sama ibu.’’
Mbak ayu langsung menarik tangan ibuku dan menyuruhnya untuk keluar.
‘’Mbak! Lepasin aku! Mbak!’’
‘’Keluar kalian berdua!’’
‘’Mbak! Mbak mau ngapain ibu.’’
Terlihat dengan jelas seluruh anggota keluarga ningrat itu langsung masuk secara bersamaan sembari membawakan sebuah seserahan yang tidak tahu untuk apa tujuannya.
Akhirnya bapak dan ibuku pun langsung diusir dari kamar nyi endang. Namun tidak lama kemudian, mbak ayu kembali membuka pintu sedikit sambil memperlihatkan wajah mengerikannya.
‘’Jadi bagaimana, apakah ada solusi dari kang waris?’’ Tanya mbak ayu dengan mulut yang tersenyum lebar lalu kembali menutup pintu dengan sedikit menggertak.
Bapak pun langsung menarik tangan ibuku untuk masuk ke dalam kamar.
‘’Pak! Ibu pak! Tolong ibu!’’
Bapakku langsung mengunci kamar dan segera menaburi garam dan kopi di samping ranjang tempat tidurnya.
‘’Pak! Kenapa bapak cuman diem saja?’’
Bapakku tidak bisa berkata apa-apa. Air matanya perlahan terjatuh karena tidak mampu untuk membantu mertuanya yang kelak akan dijadikan tumbal pesugihan dari saudara-saudara iparnya sendiri.
‘’Pak! Jawab pak!’’ Teriak ibu.
‘’Kenapa, bu? Apa yang harus kita lakukan?’’
‘’Selamatkan ibuku, pak.’’ Ucap ibuku sambil memohon-mohon hingga bersujud di telapak kaki bapakku.
Bapak pun merendahkan tubuhnya dan berusaha mengangkat tubuh ibuku yang sudah berada di bawah lantai.
‘’Bu! Kita gak bisa berbuat apa-apa lagi.’’
‘’Selamatkan ibuku, pak.’’
‘’Kita hanya bisa menunggu waktu subuh.’’
‘’Ibu gak boleh mati, pak.’’
‘’Rojo kethek itu akan datang.’’
‘’Aku tidak bisa hidup tanpa ibu, pak.’’
Bapakku langsung memeluk tubuh ibuku dan berusaha menenangkan ibuku yang benar-benar dalam keadaan sangat lemah. Hingga akhirnya, ibuku kembali dengan tenang dan mendengarkan segala arahan dari bapak.
‘’Malam ini, kita harus bersembunyi di bawah ranjang. Keesokan harinya, kita akan pergi dari sini.’’
Ibu tidak bisa berkata apa-apa. Dia hanya bisa pasrah dengan apa yang akan terjadi di malam hari nanti.
Malam harinya….
Semua jendela ditutup rapat. Semua persiapan sudah benar-benar disiapkan. Kini bapak dan ibuku bersembunyi di bawah ranjang untuk menunggu waktu subuh tiba.
Setelah beberapa menit kemudian, hal yang aneh pun benar-benar terjadi. Terdengar dengan jelas alunan gamelan beserta suara sindennya. Lalu sahutan suara monyet juga memenuhi telinga ibu dan bapakku.
Bapak pun memegangi kedua tangan ibuku yang benar-benar sudah ketakutan. Bapak tidak mau jika nantinya rojo kethek dan ratunya akan masuk ke dalam kamar untuk mencari siapa tumbal selanjutnya.
‘’Pak, aku takut…‘’
‘’Sabar bu. Belum selesai acara pernikahannya.’’
Tiba-tiba…
Pintu kamar terbuka dengan sendirinya. Bapak langsung menutup mulut ibuku. Takutnya, ibu akan berteriak sewaktu melihat sosok rojo kethek memasuki kamar.
Keringat dingin mulai bercucuran dengan deras. Tampak terlihat dengan jelas, bentukan kaki yang penuh dengan bulu berwarna putih dan juga kedua kaki manusia dengan pernak-pernik pernikahannya sedang berjalan ke arah ranjang tempat tidur mereka.
Keduanya seperti mencari sesuatu yang nantinya akan dijadikan target selanjutnya.
Setelah tidak menemukan apa yang dicari, rojo kethek itu menuntun ratunya untuk keluar dari kamar. Tidak lama kemudian, terdengar suara yang menakutkan menggelegar yang ternyata itu berasal dari suara rojo kethek.
‘’SOPO SING AREP DADI PENGAWALKU SELANJUTE?’’ (SIAPA YANG AKAN MENJADI PENGAWALKU SELANJUTNYA)
Pengawal yang dimaksud di sini adalah tumbal selanjutnya. Karena, jika dia adalah seorang wanita, maka akan dijadikan isteri, namun jika dia adalah seorang laki-laki, maka dia akan dijadikan pengawalnya.
Berarti dengan jelas, rojo kethek sedang mencari tumbal berupa tumbal laki-laki. Lalu siapakah yang akan dijadikan tumbal dari keluarga ningrat yang merupakan seorang laki-laki?
BERSAMBUNG
*****
Selanjutnya
*****
Sebelumnya