Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

DI ANTARA DUA DUNIA (Part 1)

Lalu entah darimana, muncul seorang lelaki dengan sebilah pisau terhunus di tangannya!

Aku tersurut mundur ketika dia terus melangkah ke arahku! Tapi tanpa disangka-sangka, tiba-tiba saja dia memotong urat nadi lengannya sendiri!

Astaga!

Lelaki itu sempoyongan lalu ambruk dengan tangan bersimbah darah. Aku tak mungkin menolongnya. Karena aku sadar kalau dia bukan manusia...

Kisah pemuda istimewa yang sejak lahir harus menjalani hidupnya di antara makhluk tak kasat mata.

Bahkan kini salah satunya ada yang berusaha melukainya hingga dia hampir kehilangan nyawa!

Tapi ancaman sesungguhnya justru bukan dari 'mereka'...


DI ANTARA DUA DUNIA
(Bagian 1)

Sudah hampir jam 11 malam, tapi stasiun ini masih ramai oleh para penumpang yang lalu-lalang.

Aku masih menunggu. Coba membunuh waktu dengan memainkan ponsel. Walaupun sebenarnya, aku sudah tak betah duduk di samping dia, gadis yang sejak tadi hanya diam menunduk.

Seandainya saja dia bisa ku ajak ngobrol, mungkin aku takkan sebosan ini. Tapi rasanya itu tak mungkin. Karena dari penampilannya saja, sudah jelas kalau dia bukan gadis biasa.

Rambutnya panjang dan lengket. Sebagian wajahnya hancur dengan kulit terkelupas menyisakan daging yang menempel pada tengkoraknya.

Bajunya compang-camping berlumuran darah, dengan lengan kanan yang buntung hingga siku.

Huffthh..

Baru sebentar saja aku menginjakkan kaki di atas tanahnya, kota ini telah menyambutku dengan segala getaran mistisnya.

Kualihkan pandangan menjelajah area sekitar. Tempat ini memang terlihat ramai. Namun jauh lebih 'ramai' dalam pandangan mataku dibanding yang orang lain lihat.

Manusia dan mahluk tak kasat mata, berbagi ruang dalam batasan yang digariskan Tuhan. Dan entah mengapa, Tuhan tak membuat batasan itu berlaku untukku.

Aku terlahir dengan indra yang berbeda. Membuatku seolah berdiri di antara dua dunia, hingga mampu merasakan, melihat, bahkan menjalin rasa dengan 'mereka'.

Entah sejak kapan dan dari mana awalnya. Segalanya terjadi begitu saja. Tapi menurut Eyang Kakung, semua itu kuwarisi sejak lahir dari mendiang Ayahku yang katanya juga memiliki kemampuan yang sama.

Kondisi yang sering dipandang orang sebagai sebuah anugerah. Tapi bagiku, semua itu tak lebih dari sebuah kutukan.

Bagaimana tidak? Mungkin orang tak pernah tau, betapa menderitanya seorang bocah kecil yang bisa melihat apa yang tak semestinya dia lihat.

Mereka tak tau rasanya tumbuh besar di antara wujud-wujud aneh dan menakutkan yang selalu membayangi dan mengawasi dalam gelap.

Mereka tak pernah bisa merasakan lelah dan sakitnya tubuh ini yang berkali-kali dirasuki hingga akhirnya jadi terbiasa.

Ah sudah lah. Mereka tau apa? Aku malah berharap seandainya saja aku bisa senormal mereka.

***

Dering nyaring ponsel dalam genggamanku mengalihkan perhatian. Ada nama Pak Maman muncul pada layar.

"Halo Pak? Sudah sampai mana?" tanyaku cepat sampai lupa mengucapkan salam.

"Ini sudah di depan." Balas Pak Maman di sebrang sana.

"Ok, saya kesitu." Sahutku singkat lalu bangkit menenteng tas ransel menuju area luar stasiun.

Di luar, nampak Pak Maman melambaikan tangan di depan mobil sambil sibuk menelpon seseorang. Aku pun segera mendekat.

"Siap Pak. Ini orangnya sudah sama saya." ucapnya kepada lawan bicaranya di sebrang sana.

Apa kabar Pak Maman? Itu perut makin buncit aja!" ucapku tertawa sambil menepuk akrab pundaknya.

"Baik Ton! Barusan Pak Syam telpon nanyain kamu. Ini kita mau langsung jalan apa mau ngopi-ngopi dulu?" Jawabnya ramah.

"Langsung ke tempat kos aja Pak. Mau langsung mandi, badan rasanya gerah." Sahutku lalu masuk ke dalam mobil diikuti Pak Maman yang kini telah siap di balik stir.

"Ok sip. Tenang aja, saya dapet tempat kos yang bagus, murah lagi! Lumayan kok, nggak kalah sama di Jakarta, dekat lokasi proyek juga." balas Pak Maman.

Aku cuma membalas dengan anggukan pelan sambil menyandarkan kepala. Dan mobil pun mulai melaju.

"Kantor apa kabarnya Ton?" Tanya Pak Maman berbasa-basi demi mengisi suasana dalam perjalanan menembus malam.

"Baik-baik aja pak. Oh iya, dapet salam dari mbak Susi." balasku sambil mengingat kembali alasan kenapa aku ada di sini.

Perusahaan tempatku bekerja sebagai ahli konstruksi hampir 5 tahun belakangan ini, adalah sebuah perusahaan kontraktor rekanan pemerintah.

Kedekatan Pak Syam, sang pemilik perusahaan dengan beberapa orang pembesar negeri ini, membuat dia mendapatkan segala kemudahan dan keutamaan dalam memenangkan sejumlah tender.

Dan kini, aku sedang menuju ke satu kecamatan di wilayah selatan Jawa Tengah, tempat dimana sedang dilakukan pembangunan jembatan sekaligus pintu air.

Perusahaan sengaja mengirimku untuk meneliti dan mencari penyebab mengapa bangunan jembatan itu sampai runtuh berkali-kali sebelum usai dibangun, hingga terpaksa dihentikan untuk sementara.

Sebenarnya aku paling enggan bila mendapat tugas lapangan semacam ini. Bahkan sebisa mungkin selalu aku hindari.

Selain membuatku jadi harus sementara waktu jauh dari rumah, ada satu alasan lain yang justru paling membuatku tak nyaman.

Aku enggan bertemu dan bersinggungan dengan para mahluk halus 'penghuni' lokal dari setiap daerah yang aku kunjungi.

Dan biasanya, mereka tak terlalu suka dengan kehadiranku yang mungkin menurut mereka amat mengganggu.

***

Akhirnya kami pun tiba di pelataran halaman sebuah rumah yang lumayan besar.

Kemudian muncul di depan pintu, seorang wanita gemuk menggunakan daster kembang-kembang, tersenyum lebar dan langsung datang menghampiri.

"Wah, akhirnya sampai juga! Ini yang namanya mas Katon ya? Perkenalkan, saya Bu Ros, pemilik rumah ini." ucap wanita itu dengan senyumnya yang terus terkembang.

"Iya bu, saya Katon. Maaf kalau saya datangnya terlalu malam." Sahutku sambil balas tersenyum.

"Ah nggak apa-apa. Memang sudah saya tunggu kok. Ya sudah, ayo masuk! Pasti capek banget ya?"

"Ton, saya langsung balik ya? Besok pagi-pagi saya jemput ke sini." ujar Pak Maman.

"Makasih ya pak. Sampai ketemu besok."

"Lho? Pak Maman nggak mampir dulu? Ini baru mau saya buatkan kopi lho!" Sahut Bu Ros entah serius atau bercanda.

"Makasih bu. Saya langsung aja. Titip teman saya ya, kalau ngerepotin, usir aja!" Canda Pak Maman sambil tertawa lalu langsung masuk ke dalam mobilnya dan segera pergi.

Aku mengikuti langkah Bu Ros masuk ke dalam rumah dan langsung menuju salah satu kamar di antara deretan kamar yang berjajar.

Tapi dari luarnya saja, aku sudah bisa merasakan getaran yang tak lazim...

Bu Ros langsung membuka pintu kamar dan sengaja membentangkannya agar aku bisa leluasa melihatnya ke dalam.

"Nah, ini kamarnya mas, mudah-mudahan betah ya? Ya sudah, saya tinggal dulu, silahkan istirahat. Kalau butuh apa-apa, langsung kasih tau saya." ucap Bu Ros lalu berbalik pergi.

Aku tak langsung menjawab. Getaran itu semakin kuat. Getaran yang biasa muncul ketika kurasakan keberadaan makhluk astral.

Tapi kamar ini terlihat biasa saja. Tak ada yang aneh. Indera keenamku tak menemukan apa-apa. Tapi kenapa getaran ini semakin ketara?

Mungkin aku cuma lelah. Mungkin tubuh ini mengirimkan sinyal mengingatkanku untuk segera beristirahat.

***

Selesai mandi dan membereskan barang bawaan, aku segera meregang dan merebahkan diri di atas ranjang.

kasur empuk beralaskan sprei yang masih wangi ini terasa begitu nyaman, hingga sebentar saja, mataku berangsur redup dan akhirnya terpejam.

Namun belum sempurna lelapku, mendadak nafasku terasa tertahan di tenggorokan, seolah ada sesuatu yang mencengkram kuat mencekik leher!

KKKHHH... AAHH !

Aku terbangun dengan nafas terengah-engah! Apa itu tadi? Kupandangi sekeliling kamar, tapi tak ada siapa-siapa.

Sejenak terheran-heran, namun rasa kantuk ini tak tertahan. Akhirnya kubuang jauh-jauh segala prasangka yang mengganggu pikiran.
"Barangkali cuma mimpi." Batinku beralasan.

***

Pagi hari, selesai mandi, Bu Ros dengan baiknya membuatkanku sarapan. "Sebagai salam perkenalan." katanya.

Di meja makan, wanita gemuk itu dengan ramahnya mengajakku berbincang-bincang ngalor-ngidul tentang apa saja.

Dari situ aku jadi tau, kalau dia baru membeli rumah ini setahun yang lalu dari hasil uang tabungan dan pensiun suaminya yang telah wafat.

Dia juga bilang kalau ada 4 orang mahasiswa yang juga ikut kos di situ, namun mereka semua sedang pulang kampung karena bertepatan dengan liburan semester.

Lalu terdengar suara mobil datang, disusul bunyi klakson yang memanggil.

"Itu Pak Maman. Permisi bu, saya berangkat dulu, makasih ya sarapannya." pamitku sambil bangkit dari tempat duduk.

"Sama-sama mas. Hati-hati di jalan." balas Bu Ros.

Pak Maman langsung membawaku ke lokasi proyek. Dan selanjutnya, aku sudah mulai sibuk dan tenggelam dalam tugas pekerjaanku.

Berkali-kali kuteliti dan kuperiksa reruntuhan bangunan yang baru setengahnya dikerjakan itu. Tak ada yang salah, semuanya nampak normal-normal saja.

Tapi aku malah terusik dengan kehadiran seorang lelaki tua berpakaian hitam yang sejak tadi terus memperhatikanku dari kejauhan.

"Itu siapa pak?" Tanyaku kepada Pak Maman. karena kuyakin mestinya Pak Maman tau, sebab dia adalah salah satu mandor yang bertanggung jawab di sini sejak awal.

"Oh, itu mbah Giri. Dia datang ke sini beberapa hari yang lalu atas permintaan khusus dari Pak Syam. Ya saya nggak bisa nolak. Tapi saya nggak tau untuk apa. Sejak awal, dia cuma mengawasi kami bekerja." jelas Pak Maman panjang lebar.

Aku kembali perhatikan mbah Giri yang berdiri di kejauhan sambil bersedekap tangan. Terus terang, dari kesan pertamanya saja, aku langsung tak suka padanya.

Dia terlihat seperti bukan orang baik-baik. Dan biasanya, penilaianku jarang meleset.

Tapi kulanjutkan saja pekerjaanku memeriksa beberapa tiang pemancang. Tiang kokoh dengan besi-besi besar dan kuat. Tapi kenapa bisa rubuh?

Namun di sisi salah satu tiang, aku terkejut ketika melihat sosok besar berkulit hitam nan licin, bertelinga lebar dan lancip, dengan tanduk besar bagai cula di keningnya, menatapku tajam dengan mata merahnya!

Aku cuma kaget sesaat, lalu maklum begitu menyadari kalau dia ternyata salah satu dari penghuni gaib di tempat ini. Tempat yang memang ideal untuk jadi rumah bagi mereka.

Sungai yang tak terlalu deras, diapit oleh hutan kecil yang rimbun di kedua tepiannya. Bahkan ada beberapa titik lokasi yang sepertinya belum terjamah tangan manusia.

Mahluk itu terus menatapku. Aku tak bergeming, namun siap dengan segala kemungkinan. Tapi selama dia tak menyakitiku, akupun tak berniat untuk mengusiknya.

Seolah mengerti kalau antara aku dan dia tak punya urusan, akhirnya mahluk menyeramkan itu pergi menghilang begitu saja. Membuatku bisa kembali bernapas lega. Alhamdulillah..

Sesaat kulirik, mbah Giri sudah tak ada di tempatnya berdiri tadi. Siapa dia? Apa maksud Pak Syam mengirim dia ke tempat ini?

***

Jam 8 malam. Sudah waktunya untuk pulang. Setelah sempat mengajakku makan pecel ayam, Pak Maman mengantarku sampai ke tempat kos.

Aku sudah tak sabar ingin segera mandi dan beristirahat. Hari pertama ini cukup melelahkan. Tapi ketika tiba persis di depan pintu kamar, getaran itu mendadak muncul lagi.

Namun kembali kutepis semua prasangka. Segera memasukkan dan memutar anak kunci. Tapi kenapa dadaku malah jadi berdebar-debar?

Ketika pintu baru setengahnya terbuka, langkahku seketika tertahan saat melihat pemandangan yang ada di hadapanku!

Astaga!

Ada sosok gadis sedang duduk di tepian ranjang. Wajahnya pucat, kulit tubuhnya membiru dengan baju yang koyak, duduknya kaku dengan pandangan kosong menatap lurus ke dinding…

“Hufffthh.. Ini apalagi?"

Aku cuma bisa menghela napas dalam-dalam. Bayangan tidurku yang nyaman, langsung buyar seketika.

"Ya Tuhan. Mengapa Engkau tak membiarkan aku bisa istirahat dengan tenang?"

Kuperhatikan sosok gadis yang sudah pasti bukan manusia itu. Ada amarah, dendam dan juga sedih, berbaur jadi satu, terpancar dari wujudnya yang suram. Siapa dia?

Perlahan aku melangkah masuk. Tapi gadis itu tak bergeming, dia seakan tak perduli dengan kehadiranku. Membuatku berkesimpulan kalau dia termasuk jenis yang ngeyel.

Tapi aku yang terlanjur lelah setelah seharian bekerja, jadi malas untuk berurusan dengannya. Lagi pula tak jelas juga apa maunya.

Akhirnya sengaja kuabaikan kehadirannya, membiarkan dia duduk di situ, dan langsung bergegas pergi mandi.

Selesai mandi, tadinya kupikir dia sudah tak ada. Tapi sialnya, dia masih ada di situ. Membuatku yang tadinya ingin berpakaian, jadi bingung sendiri.

Walaupun dia bukan manusia, tapi rasa risih bila harus telanjang di depan sosok seorang gadis, tentu saja amat mengganggu.

Akhirnya sambil bersungut kesal, dengan terpaksa aku kembali masuk ke kamar mandi untuk berpakaian.

Selesai berpakaian, gadis itu malah menghilang. Membuatku jadi menggerutu karena merasa seperti dipermainkan. Tapi ya sudah lah, aku jadi tak perlu repot-repot mengusirnya, dan bisa tidur dengan tenang.

Namun belum sempat aku terbuai, mendadak kurasakan kembali kehadiran sesuatu yang membuatku membuka mata, dan langsung kaget bukan kepalang!

Gadis gaib itu muncul lagi! Kini dia berbaring persis di sisiku, tidur menyamping sambil menatapku dengan bola matanya yang putih total mengerikan!

Ya ampun!

Kutarik nafas dalam-dalam, sesaat memejamkan mata, berharap ini hanya sekedar ilusi dari rasa lelah yang mendera. Tapi gadis itu tetap berbaring di situ, terus menatapku dengan pandangan matanya yang terasa dingin.

Namun dari tatapan matanya juga, kembali kurasakan hawa amarah dan dendam yang teramat besar. Dari situ aku bisa paham, kalau dia bukan sekedar arwah gentayangan biasa yang usil mengganggu manusia.

Namun dari tatapan matanya juga, kembali kurasakan hawa amarah dan dendam yang teramat besar. Dari situ aku bisa paham, kalau dia bukan sekedar arwah gentayangan biasa yang usil mengganggu manusia.

"Aku tak tau apa maumu, tapi lebih baik kamu pergi saja, jangan ganggu aku." Pintaku kepadanya.

Tapi dia tetap tak bergeming. Aku yang sudah sangat mengantuk, tak mau repot berurusan dengannya. Akhirnya terpaksa aku pindah tidur di lantai, berharap dia tak mengikutiku pindah ke lantai juga. Ah ada-ada saja!

***

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Pak Maman sudah menjemputku. Lalu kami segera berangkat menuju lokasi proyek.

Sesuai rencana, pembangunan hari ini akan kembali dilanjutkan. Tapi lagi-lagi kutemui mbah Giri yang sudah ada di sana. Duduk bersila di bawah sebuah pohon besar, tak jauh dari tempatku berdiri.

Aku yang sejak awal merasa terganggu dengan kehadirannya, tak mampu lagi membendung rasa penasaran, dan segera menghampirinya yang langsung berdiri, seolah siap menyambutku.

"Maaf pak, bapak siapa? Kenapa bapak selalu ada di sini? Apa tujuan bapak?" Tanyaku bertubi-tubi kepadanya.

"Kamu tak perlu tau siapa diriku. Tapi aku tau siapa dirimu. Mari kita lakukan saja tugas kita masing-masing, tanpa perlu saling ganggu." Jawabnya dengan penuh ketenangan.

"Maaf, tadi bapak bilang kalau bapak kenal saya? Tapi sepertinya kita belum pernah ketemu sebelumnya?" Tanyaku heran.

"Memang kita baru ketemu. Tapi aku bisa merasakan aura kuat yang terpancar dari dirimu. Aura dari Trah Atmodikoro. Benar begitu?" Jawab mbah Giri.

Aku terkejut. Bagaimana dia bisa tau nama keluargaku? Siapa orang ini sebenarnya?

"Bapak kenal keluarga saya?"

"Iya, beberapa. Trah Atmodikoro termasuk yang disegani dan dihormati di wilayah ini. Di masa lalu, Trah Atmodikoro melahirkan banyak orang sakti."

Aku makin kaget. Tak menyangka kalau dirinya malah tau banyak tentang leluhurku yang dulunya memang berasal dari daerah yang tak jauh dari wilayah ini.

"Lalu apa yang bapak lakukan di sini?" Tanyaku lagi.

"Aku diminta Pak Syam untuk memastikan kalau proyek pembangunan ini berjalan dengan lancar tanpa kendala. Tanpa gangguan. Aku rasa kamu paham maksudku."

Tapi belum sempat kami lanjut bicara, tiba-tiba terdengar suara ribut-ribut dari lokasi proyek!

Aku pun bergegas menuju ke arah sumber keributan diikuti mbah Giri yang melangkah cepat mendahuluiku.

Sesampainya di sana, aku terkejut melihat beberapa orang pekerja yang bertingkah aneh, berteriak-teriak sambil sesekali menggeram dengan mata mendelik dan wajah yang terlihat menakutkan!

Rupanya mereka sedang kesurupan! Tapi tanpa diduga, mbah Giri melangkah maju mendekati para pekerja yang kesurupan itu, lalu komat-kamit sebentar, dengan mata terpejam sambil tangan kanannya menunjuk ke atas.

Sesaat kemudian tubuhnya nampak bergetar, keringat mengalir dari pelipisnya. Namun tak lama berselang, semua pekerja yang kesurupan itu terkulai lemas hampir bersamaan!

"Suruh mereka istirahat. Yang lainnya boleh lanjut kerja. Tenang saja, takkan terjadi apa-apa." Ucap mbah Giri dengan nada tenang.

Sesaat dia sempat melirik ke arahku, lalu berbalik pergi sambil memangku tangan ke belakang dengan mulut yang masih komat-kamit.

"Oalah.. Nggak taunya dia itu dukun toh? Pantes tampangnya aneh begitu." Ucap Pak Maman yang kini berdiri di sampingku.

Aku tak menanggapi, tetap memandangi mbah Giri yang kini kian menjauh. Batinku merasa kalau lelaki tua itu punya tugas yang lebih dari sekedar mengobati orang kesurupan.

***

Sepulang bekerja, di dalam kamar, selesai mandi dan makan malam, kurebahkan diri sambil melamun.

Apa yang ku khawatirkan selama ini akhirnya terjadi juga. Interaksi dengan para mahluk halus yang sering kualami bila aku mendatangi satu daerah baru, kini jadi kenyataan.

Tak tanggung-tanggung. Hal itu terjadi di dua tempat sekaligus. Di area proyek, dan juga di tempat kos ini. Membuatku jadi sedikit tak tenang.

Kemunculan sosok gadis gaib misterius, disertai mimpi cekikan tangan yang terasa amat nyata, mulai menimbulkan sejumlah pertanyaan.

Ditambah lagi dengan peristiwa aneh yang terjadi di area proyek. Membuat diriku merasa seolah-olah Tuhan ingin menyampaikan sesuatu kepadaku.

Sempat terpikir olehku untuk menyudahi saja tugasku, lalu kembali ke Jakarta. Tapi aku bukan orang yang mentalnya gampang runtuh.

Tempaan dari Eyang Kakung yang setia membimbingku sejak kecil, membuat nyaliku terasah dengan tajam.

Beliau bagaikan Guru sekaligus sosok pelindung bagi diriku, menggantikan Ayah yang telah wafat sejak aku masih kecil.

Sejumlah pelajaran dan juga asupan tentang falsafah kehidupan, membuatku mampu mengarungi kehidupanku yang luar biasa ini.

Tapi kembali rasa lelah membuatku tak tahan berlama-lama membuka mata. Sebentar saja, mata ini mulai terpejam.

Tapi belum apa-apa, telingaku seperti mendengar suara dengusan napas memburu.

Hhhh... Hhhh...

Aku merasa seperti ada orang yang berdiri di luar, persis di depan pintu. Saat kuperhatikan lagi lebih seksama, seperti ada mata yang mengintip dari lubang kunci...

"Bu Ros?"

Kucoba menerka sambil memanggil, namun hening. Tapi mata itu masih terus mengintip di sana, membuatku penasaran lalu segera bangkit untuk memeriksa.

Namun saat kubuka pintu, tak ada siapa-siapa. Tapi mendadak muncul getaran aneh yang kian lama kian kuat.

Sejenak aku tetap berdiri di depan pintu sambil menyapu pandangan ke sekeliling.

Lalu tiba-tiba entah darimana, muncul seorang lelaki dengan sebilah pisau terhunus di tangannya!

Aku tersurut mundur ketika dia terus melangkah ke arahku! Tapi tanpa disangka-sangka, tiba-tiba saja dia memotong urat nadi lengannya sendiri!

Astaga!

Lelaki itu sempoyongan lalu ambruk dengan tangan bersimbah darah! Aku tak mungkin menolongnya. Karena aku sadar kalau dia bukan manusia...

Benar saja. Tubuhnya tiba-tiba saja menghilang tanpa bekas! Menyisakan diriku yang cuma bisa terdiam dengan hati penuh tanya..

Ada apa dengan rumah ini?

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya
close