Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

DI ANTARA DUA DUNIA (Part 2)

"Siapa kamu? Kenapa kamu ada di sini?"

Gadis itu tak menjawab. Memang seperti itu. Mereka para makhluk astral tak pernah berkomunikasi layaknya manusia.

Terkadang mereka memiliki caranya tersendiri. Dan itulah yang kini sedang aku cari tau.

Tapi mendadak dia menyodorkan tangannya seolah ingin mengajakku pergi. Sesaat aku ragu. Tapi akhirnya dengan hati-hati kusambut uluran tangannya, dan tiba-tiba saja..

BLAAAR !!

Aku seperti dibawa masuk ke alam lain, dimensi waktu yang berbeda...


DI ANTARA DUA DUNIA
(Bagian 2)

Esok harinya di lokasi proyek, nampak ada Pak Jamal, tangan kanan Pak Syam yang telah hadir di situ. Dia terlihat sedang berbicara serius dengan mbah Giri.

Aku tak terlalu suka dengan sosok Pak Jamal. Dia justru lebih mirip bos preman ketimbang sebagai tangan kanan dari seorang bos pemimpin perusahaan.

Bukan tanpa sebab aku berpikiran seperti itu. Dirinya yang kemana-mana selalu didampingi sejumlah pria sangar berbadan tegap, membuat orang segan untuk berurusan dengannya.

"Mau apa dia?" Tanyaku pada Pak Maman yang nampaknya juga tak terlalu suka dengan kehadiran Pak Jamal.

"Nggak tau lah. Katanya dapat tugas dari Pak Syam. Saya nggak mau tanya-tanya, malas urusan sama dia." Balas Pak Maman ketus.

Aku terus memandangi Pak Jamal dari kejauhan. Tapi diriku langsung terheran-heran ketika melihat mbah Giri berbisik-bisik dengannya sambil menunjuk-nunjuk ke arahku.

Apa maksudnya?

Lalu tiba-tiba Pak Jamal memerintahkan agar seluruh pekerjaan dihentikan sejenak, dan para pekerja diminta untuk sementara menyingkir.

Ini ada apa?

Lantas terlihat mbah Giri berjalan menuju ke salah satu tiang pemancang yang sedang dibangun, diikuti oleh beberapa anak buah Pak Jamal yang terlihat membawa sesuatu.

Dari kejauhan, lelaki tua itu nampak memberi arahan kepada para anak buah Pak Jamal itu untuk meletakkan dan menyusun semua barang yang tadi mereka bawa, persis di kaki tiang pemancang.

Aku sempat terkejut saat tau kalau ternyata yang mereka bawa itu adalah sesaji. Berupa kembang 7 rupa, seekor ayam hitam, kelapa kuning, dan sebuah kepala kerbau yang diletakkan dan disusun sedemikian rupa di atas tampah besar, bersanding dengan bakaran dupa dan kemenyan.

Kini aku tau apa maksudnya. Rupanya mbah Giri akan melakukan ritual persembahan yang diperuntukkan bagi para lelembut penguasa wilayah ini.

Dia ingin membujuk dan berkompromi dengan mereka, coba memberikan beberapa persembahan sebagai tanda ijin dan mohon restu.

Setelah segalanya siap, mbah Giri nampak duduk bersila di hadapan susunan sesaji itu. Dia terlihat khidmat sambil memejamkan mata. Mulutnya mulai komat-kamit.

Kami semua serius memperhatikan semua itu dari kejauhan. Tapi tiba-tiba Pak Jamal datang menuju ke arahku. Mau apa dia?

"Kamu kemari sebentar, saya mau bicara." ucapnya serius memintaku untuk mendekat.

"Ada apa pak?"

"Jadi begini, saya hanya menyampaikan apa yang tadi mbah Giri bilang. Dia minta supaya kamu jangan berbuat macam-macam saat proses ritual sedang berlangsung."

"Lho? Memangnya saya kenapa pak? Saya nggak berniat melakukan apa-apa kok?" Balasku heran.

"Ya sudah. Pokoknya saya cuma menyampaikan saja. Saya juga nggak tau kenapa mbah Giri bilang begitu. Jadi saya minta, apapun yang akan terjadi nanti, kamu nggak usah ikut campur! Paham?" sahut Pak Jamal dengan nada bicara sedikit mengancam.

Aku tak menjawab. Aku cuma diam sambil menatapnya dengan sinis. Setelah itu, tanpa banyak bicara lagi, Pak Jamal langsung berbalik pergi.

Dan tiba-tiba saja, ada 3 orang pekerja yang mendadak bertingkah aneh! Mereka yang sejak tadi diam, tiba-tiba saja berteriak-teriak, lalu menggeram-geram sambil melotot!

Seketika suasana menjadi tegang! Para pekerja yang lain pun langsung panik, lalu menyingkir ketakutan!

Tapi tidak denganku.

Kini aku paham, mengapa mbah Giri memintaku untuk diam. Karena ternyata, dia sengaja mengundang para lelembut untuk datang, dan kini sedang merasuki ketiga orang pekerja itu!

Mbah Giri yang rupanya mengerti akan kemampuanku, tak ingin jika aku sampai menolong ketiga orang itu, dan merusak jalannya ritual yang sedang dilakukannya.

Tapi aku tak bisa tinggal diam. Aku yang sudah sering merasakan sakit dan tersiksanya tubuh yang kerasukan, jelas tak tega melihat kondisi ketiga orang pekerja naas itu.

Mereka yang tak tau apa-apa, malah dimanfaatkan sebagai media lelaku sesat. Aku pun segera mendekat untuk menolong mereka.

Tapi belum apa-apa, beberapa orang anak buah Pak Jamal langsung menghalangiku, berdiri bertolak pinggang dengan tatapan mata yang sangar!

"Heh! Diam di situ! Awas kalau berani macam-macam!" Ucap salah seorang dari mereka yang bertubuh paling besar, berdiri menghalangiku, dengan mata melotot sambil menunjuk-nunjuk!

Aku terpancing emosi!

Memangnya dia pikir aku takut? Tapi belum sempat aku maju untuk menantangnya, Pak Maman datang dan langsung mencegahku.

"Sudah Ton, biarkan saja. Nggak usah cari masalah. Biarkan saja mereka melakukan apa yang mereka mau, biar cepat selesai, dan kita semua bisa lanjut kerja." ucapnya sambil memintaku untuk kembali tenang.

Akhirnya dengan terpaksa, aku dan para pekerja yang lain cuma bisa diam dan merinding ketika melihat ketiga orang yang kerasukan tadi dengan rakusnya berebut ayam hitam, lalu melahapnya mentah-mentah!

Gila!

Mbah Giri terus komat-kamit saat kejadian itu berlangsung. Setelah habis melahap ayam hitam, ketiganya langsung berebut memakan kembang yang ada di atas tampah besar, dengan mulut yang masih dipenuhi dengan lelehan darah!

Setelah selesai, mbah Giri mendekati ketiga orang itu, dan langsung memegang kepala mereka secara bergantian, hingga akhirnya ketiganya pun terkulai lemas.

Mbah Giri lantas memerintahkan anak buah Pak Jamal untuk membawa ketiga orang itu pergi.

Selanjutnya, dia minta digalikan lubang di kaki tiang pemancang, lalu menguburkan kepala kerbau tadi setelah sebelumnya disiram denga air kelapa kuning, lalu dibungkus kain putih.

Hatiku geram. Aku benci melihat dia yang dengan bodohnya mau saja diperalat dan diperdaya oleh para lelembut penunggu wilayah ini, hingga dia mau melakukan perbuatan sesat itu.

Kita ini manusia. Makhluk tertinggi ciptaan Tuhan. Tak sepantasnya kita malah terjerumus mengikuti tipu daya Setan yang jelas-jelas ingin menjerumuskan.

Aku memang terlahir dari keluarga yang dulunya sangat akrab dengan segala hal berbau mistis dan klenik.

Tapi seiring perjalanan waktu, keluarga kami perlahan kembali kepada fitrahnya. Fitrah manusia yang seharusnya hanya tunduk dan patuh menyembah kepada Sang Maha Kuasa.

Ambil yang baik, buang yang buruk. Begitu yang selalu dipesankan oleh almarhum Eyang Kakung tentang segala ilmu warisan peninggalan leluhurku terdahulu.

Kini setelah semuanya selesai, mbah Giri pergi meninggalkan lokasi proyek sambil tersenyum sinis ke arahku.

Dia merasa dia telah menang. Padahal sejatinya, sebagai seorang manusia, dia telah kalah.

***

Sepulangnya bekerja, setelah makan malam dan sholat Isya, aku yang tak tau lagi harus melakukan apa, akhirnya memutuskan untuk tidur walau belum terlalu malam.

Tapi entah berapa lama aku terlelap, mendadak kembali kurasakan sesuatu yang mencengkram leherku hingga diriku kesulitan bernapas!

Saat ku buka mata, betapa terkejutnya diriku mendapati sosok lelaki misterius yang menyayat tangannya sendiri kemarin, kini mencekik leherku sambil menyeringai!

Khhhhkkk... Khhhkk...

Spontan ku tepis tangannya! Tapi cengkramannya begitu kuat, hingga sebentar saja, tubuhku lemas kehabisan napas!

Pandanganku mulai berkunang-kunang, aku menggelinjang menendang-nendang sekenanya!

Tapi sayup terdengar suara Bu Ros yang memanggil-manggil.

"Mas.. mas Katon.. mas..."

AAAAH !

Seketika cengkraman tangan itu terlepas! Napasku terbebas. Diiriku langsung bangun dari posisi rebah, duduk di atas ranjang dan melihat Bu Ros yang sudah berdiri di depan pintu kamar yang terbuka...

"Mas, ini kok pintunya nggak ditutup?" Tanya Bu Ros dengan wajah terheran-heran.

Aku cuma terdiam dengan napas masih satu-satu. Memandangi sekeliling ruangan, masih menduga-duga apa yang sebenarnya terjadi.

"Mas? mas Katon kenapa? Kok kaya bingung gitu?" Tanya Bu Ros lagi.

Bagai tersengat, akupun tersadar lalu menjawab sekenanya walau masih sedikit bingung.

"Nggak bu. Nggak apa-apa."

"Mas Katon kecapekan ya? Tidur sampai lupa tutup pintu. Ya sudah, ini saya tutup ya? silahkan dilanjut istirahatnya." ucap Bu Ros sambil menutup pintu kamar.

Aku masih termenung di atas ranjang. Apa itu tadi? Apakah aku bermimpi? Tapi segalanya terasa amat nyata. Bahkan leher ini pun masih terasa nyeri.

Lalu kenapa pintunya terbuka? Aku sangat yakin kalau tadi aku sudah menguncinya.

Aneh...

Keesokan harinya di lokasi proyek, kembali terlihat Pak Jamal yang berdiri mengawasi para pekerja didampingi oleh mbah Giri yang terus berada di dekatnya.

Mungkin terlihat sebagai kombinasi yang tak lazim. Seorang tangan kanan bos besar, mengawasi pembangunan sebuah jembatan bersama seorang paranormal, bukannya dengan seorang tenaga ahli atau pun insinyur.

Tapi aku mengerti. Setelah apa yang mereka perbuat kemarin, sepertinya mereka ingin memastikan kalau ritual mereka itu membuahkan hasil, dan berharap semuanya akan berjalan lancar tanpa adanya lagi gangguan.

Namun mendadak, terdengar bunyi gemuruh menggema seantero lokasi proyek!

Tiang pancang yang baru kemarin berdiri, tiba-tiba saja runtuh!

Seketika suasana menjadi riuh! Orang-orang berlarian menyelamatkan diri di antara debu yang beterbangan menutupi pandangan!

Namun di tengah kacaunya situasi, mataku seperti menangkap sosok raksasa berkepala kerbau, berdiri dekat tiang yang rubuh, menjejak-jejakkan kakinya ke tanah sambil mendengus, lalu menghilang!

Setelah beberapa saat, kekacauan pun mereda. Situasi akhirnya mulai terkendali. Terlihat sejumlah pekerja yang terluka, segera mendapatkan pertolongan. Dan untungnya, tak ada korban jiwa.

Pak Jamal langsung sibuk berbicara dengan seseorang melalui ponselnya sambil melangkah mondar-mandir. Wajahnya terlihat tegang.

Setelah selesai, pria itu langsung berbincang serius dengan mbah Giri yang seperti sedang menjelaskan sesuatu, hingga Pak Jamal cuma bisa manggut-manggut.

Selanjutnya, Pak Jamal mengumpulkan semua mandor proyek, termasuk Pak Maman. Sebentar saja, mereka semua nampak terlibat pembicaraan yang serius.

Cukup lama mereka seperti itu, sebelum akhirnya mereka membubarkan diri. Pak Jamal berikut orang-orangnya bergegas pergi diikuti oleh mbah Giri yang ikut melangkah dengan tergesa-gesa.

"Ada apa pak?" Tanyaku penasaran pada Pak Maman.

"Proyek sementara dihentikan lagi, dan kita semua dilarang untuk ada di area proyek untuk beberapa hari ke depan. Ini perintah langsung dari Pak Syam." jelas Pak Maman.

"Oh begitu." Sahutku singkat.

"Tapi ada satu hal yang bikin saya kesal." ujar Pak Maman lagi.

"Kesal kenapa pak?'

"Masa kita semua dilarang ada di lokasi proyek kecuali mbah Giri? Memangnya dia siapa? Apa urusannya? Mau bikin ritual orang kesurupan lagi?" Jawab Pak Maman ketus.

"Masa sih pak?" Sanggahku saking terkejutnya.

"Iya! Tadi Pak Jamal bilang begitu. Aneh kan? Yang kerja disuruh minggir, eh malah dukun yang boleh mendekat! Makin nggak beres aja!"

Batinku langsung menduga-duga. Apa maksudnya? Pak Maman benar. Ini pasti ada yang tak beres.

Aku tau pak Jamal dan mbah Giri kecewa karena ritual mereka kemarin seolah sia-sia. Tapi aku tak tau apa yang akan mereka lakukan selanjutnya.

Hatiku jadi terusik. Karena dari gelagatnya, firasatku mengatakan bakal ada satu hal besar yang akan terjadi.

***

Menjelang sore, kucukupkan kerjaku untuk hari ini, dan segera kembali ke tempat kos.

Tapi sebelumnya, ku sempatkan diri mampir di warung kopi yang letaknya tak jauh dari tempat kos.

Tak kusangka, kopi buatan ibu warung ini terasa begitu nikmat. Suasana sore di tempat ini pun ikut mendukung niatku yang memang ingin sejenak melepas penat.

"Maaf mas, mas bukan orang sini ya? Saya baru lihat?" Tanya ibu warung yang rupanya memperhatikanku sejak tadi.

"Eh, iya bu. Saya kerja di proyek jembatan sana, sementara ini tinggal di tempat kos Bu Ros." Balasku sambil melempar senyum.

"Tempatnya Bu Ros? Wah, pasti mas ini nyalinya gede banget ya?" Sahut sang ibu lagi.

Aku terkejut dengan ucapannya itu, dan segera membalasnya meminta penjelasan.

"Maaf bu, maksudnya gimana ya?"

"Lho? mas nggak tau ya? Tempat itu kan angker! Nggak ada yang betah tinggal di situ. Tadinya memang banyak mahasiswa yang kos di situ, tapi semuanya minggat karena nggak tahan sama gangguannya." ucap sang ibu dengan mimik wajah serius.

"Lho? Bukannya masih ada mahasiswa yang kos di situ? Kata Bu Ros, mereka sedang mudik liburan semester?" Tanyaku lagi.

"Ealah, memang tadinya masih ada beberapa yang nekat kos di situ, soalnya harganya memang murah. Tapi sekarang semuanya sudah pindah. Sudah beberapa bulan ini tempat itu kosong."

"Maaf ya mas, saya bukannya mau nakut-nakutin. Sekedar mengingatkan saja. Saya juga belum lama jualan di sini. Tadinya para mahasiswa itu sering nongkrong di sini, mereka sering cerita kalau ada hantu yang mengganggu mereka." Jelas sang ibu lagi.

"Oh begitu. Ya sudah bu. Saya pamit dulu. Makasih ya ceritanya." sahutku sambil berdiri lalu pergi.

***

Kembali ke tempat kos, ternyata Bu Ros sudah menantikan kepulanganku sejak tadi. Rupanya dia sengaja membuatkan nasi goreng pete kesukaanku! Luar biasa ibu yang satu ini!

Di meja makan, kembali dia mengajakku berbincang-bincang. Aku sengaja memanfaatkan situasi untuk bertanya lebih lanjut tentang kebenaran cerita dari ibu warung tadi.

"Maaf bu, saya harap ibu jangan marah. Saya cuma mau tanya, apa benar ada orang lain yang kos di sini selain saya?"

Tapi di luar dugaan, alih-alih menjawab, Bu Ros malah langsung menangis! Membuatku jadi merasa bersalah karena telah lancang bertanya seperti itu.

"Nggak mas, nggak ada yang kos di sini selain mas Katon. Maaf kalau saya sudah bohong. Tapi semua itu terpaksa saya lakukan supaya mas Katon nggak pindah ke tempat lain." jelas Bu Ros sambil sesegukan.

"Ya ampun bu, memangnya kenapa sampai harus bohong segala?"

"Tempat ini sudah berbulan-bulan kosong mas, para penghuni ketakutan karena selalu diganggu makhluk halus."

"Selama tempat ini kosong, saya jadi tak ada pemasukan. Saya bingung mas harus bagaimana lagi? Makanya waktu mas Katon mau kos di sini, saya seneng banget."

Mendengar penuturannya, hatiku seketika menjadi iba. Dia hanyalah orang yang berusaha mempertahankan mata pencahariannya, Membuatku jadi tergerak untuk membantunya.

"Ibu tau asal-usul sejarah rumah ini?" Tanyaku serius padanya.

"Cuma sedikit mas. Saya membeli rumah ini dengan harga murah. Pemilik sebelumnya menjualnya dengan tergesa-gesa. Bahkan mereka langsung setuju pada saat saya mengajukan tawaran pertama."

"Ibu kenal dengan mereka?"

"Nggak kenal mas. Saya membeli rumah ini melalui perantara. Tapi setelah saya membelinya, saya baru tau kalau ternyata rumah ini berhantu, saya pun sering diganggu. Tapi mau bagaimana lagi? Rumah ini harta berharga milik saya satu-satunya."

"Baiklah bu, ibu tenang saja, saya nggak akan pindah kok. Saya akan tetap di sini sampai masa sewanya selesai. Dan kalau diizinkan, saya mau coba bantu ibu, mari berharap semoga saja Allah menunjukkan jalannya."

"Hah? Yang bener mas? Ya Allah! Makasih banyak mas! Saya seneng banget dengernya!" Sahutnya kegirangan dengan mata yang berbinar-binar.

Ada rasa nyaman dalam hati melihat wajah Bu Ros yang gembira. Rasa yang menjalar dalam dada, setiap kali bisa membantu orang lain.

***

Kini di dalam kamarku, sejenak aku coba untuk berkhidmat, sebagai langkah awal guna melakukan sesuatu yang sebenarnya amat beresiko dan jarang sekali kulakukan bila tidak terpaksa.

Karena dari pengalamanku yang terdahulu, proses ini akan sangat menguras energi dan tenaga. Bahkan diriku pernah sakit hingga berhari-hari setelah melakukannya.

Aku ingin menelusuri jejak dari sang gadis gaib atau si lelaki misterius. Mencoba menjalin rasa dengan mereka dan berusaha mendalami apa sebabnya mereka gentayangan di rumah ini.

Tapi aneh, justru di saat aku ingin menjumpainya, mereka malah tak muncul.

Yang ada malah beberapa makhluk receh seperti pocong, kuntilanak dan sejumlah arwah gentayangan lainnya yang coba datang mendekat dan langsung kuusir jauh-jauh.

Namun akhirnya, salah satu dari mereka muncul juga. Sang gadis gaib tiba-tiba saja sudah berdiri di sudut sana, dengan wajah yang pucat, menatap tajam ke arahku!

"Siapa kamu? Kenapa kamu ada di sini? Apa yang menyebabkan kematianmu tak sempurna?"

Gadis itu tak menjawab. Memang seperti itu. Mereka para mahluk astral tak pernah berkomunikasi layaknya manusia.

Terkadang mereka memiliki caranya tersendiri. Dan itulah yang kini sedang aku cari tau.

Tapi mendadak dia menyodorkan tangannya seolah ingin mengajakku pergi. Sesaat aku ragu. Tapi akhirnya dengan hati-hati kusambut uluran tangannya, dan tiba-tiba saja..

BLAAAR !!

Aku seperti dibawa masuk ke alam lain, dimensi waktu yang berbeda...

Di situ aku melihat si lelaki misterius sedang mengintip ke dalam kamar melalui lubang kunci, dimana sang gadis gaib sedang tidur di atas ranjang.

Layaknya menonton sebuah adegan film, situasi berpindah dimana sang lelaki yang sepertinya hendak menggagahi sang gadis, malah jadi panik saat gadis itu melawan.

Lalu akhirnya lelaki itu mencekik sang gadis hingga tewas mengenaskan dengan mata mendelik dan lidah yang terjulur!

Diriku yang seolah ada di tempat dan waktu yang sama, sampai bergidik ngeri. Bahkan aku bisa ikut merasakan betapa kuatnya cengkraman lelaki itu di leherku!

Dan tiba-tiba saja aku dibawa berpindah ke satu tempat di tepian sungai dengan banyaknya pohon bambu yang tumbuh liar disertai semak belukar.

Gadis gaib itu berdiri di sana sambil menangis meratap pilu. Lalu dia menoleh ke arahku dengan wajah yang memelas.

Setelah semuanya usai, tiba-tiba saja aku telah kembali berada dalam kamar. Gadis gaib itu masih berdiri di sana, namun kini dengan tatapan matanya yang redup dan mengiba.

Tapi tak lama, gadis gaib itu mendadak pergi menghilang. Menyisakan diriku yang langsung terkulai lemas dengan keringat yang membasahi sekujur tubuh.

Seluruh persendianku terasa ngilu. Tapi aku yakin diriku akan baik-baik saja, karena aku pernah mengalami situasi yang lebih berat daripada ini sebelumnya.

Segera kutarik nafas dalam-dalam. Setelah diriku merasa lebih baik, segera kurebahkan diri demi memulihkan tenaga yang habis terkuras, hingga akhirnya aku pun perlahan tertidur.

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close