Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

GEGER MUSTIKA (Part 2) - Si Orang Gila

Lanjutan kisah hidup seorang manusia dengan iblis yang bersemayam dalam dirinya.

Titisan Raja Siluman Ular

Si orang gila

"Pokoknya aku ikut! Titik!" Ucap Mayang lalu bersedekap tangan pasang muka cemberut.
Lagaknya sama persis ketika dia minta ikut ke tempat futsal tempo hari.

"Mayang, untuk kali ini dengarkan aku. Aku tak mau kamu sampai kenapa-napa. Aku takkan bisa memaafkan diriku sendiri kalau sampai kamu celaka. Aku sayang kamu. Nurut ya cantik?"

Sikap Mayang seketika melunak. Bahkan gadis alam gaib pun akan luluh mendengar kata-kata tulus dari mulut kekasihnya.

"Baiklah. Tapi cepat panggil aku kalau ada apa-apa. Ji, tolong jaga Yudha ya? Aku mau kalian berdua pulang dengan selamat."

"Tentu saja kak, tentu kami akan saling menjaga. Kak Mayang nggak perlu khawatir." Sahut Panji.

"Yudha, jaga dirimu baik-baik. Aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu." Ucap Mayang lalu mengecup pipiku dengan lembut.

Ada rasa hangat menyelinap dalam hati. Kecupan Mayang adalah bekal terbaik dari semua yang bekal bisa kudapatkan.

Setelah Mayang pergi, aku dan Panji segera bersiap untuk berangkat.

"Ayo Ji, kita berangkat sekarang. Tempat itu letaknya sangat jauh, kita tak boleh buang-buang waktu." Ucapku sembari meraih kunci motor di atas meja.

"Nggak usah repot-repot mas. Aku bisa membawa kita ke sana detik ini juga. Sekarang kamu duduk bersila dan pejamkan mata."

Aku takjub mendengarnya. Kemampuan Panji makin komplit saja. Aku jadi bersyukur dia ada di pihak kebenaran. Tak terbayangkan kalau dia ada di pihak yang bersebrangan.

Aku pun menuruti perintahnya. Kuambil posisi duduk bersila lalu pejamkan mata. Panji ikut duduk di sampingku lalu mulai membaca sebuah mantra.

Tiba-tiba..

ZIP!

Tubuh kami bagai terhisap masuk ke dalam sebuah lubang. Diriku seakan melayang dalam ruang maha luas yang begitu hening.

Hingga tak lama kemudian, terdengar suara deburan ombak yang begitu dekat. Hembusan angin lembut menerpa wajahku. Diriku kini seolah duduk di atas bebatuan kerikil. Lalu Panji memintaku untuk membuka mata.

"Sekarang, mas Yudha bisa buka mata."

"Subhanallah..."

Mulutku spontan mengucap takjub. Segalanya berubah total. Kami yang tadinya ada di dalam kamar kontrakan, kini tiba-tiba sudah berada di kaki gunung gersang dengan hawa yang teramat panas bagai di neraka.

Gunung Krakatau...

Luar biasa. Aku masih tak percaya kalau aku benar-benar ada di tempat ini. Gunung legendaris nan misterius yang selama ini hanya kudengar kisah kedahsyatannya dari cerita-cerita orang.

Tapi sudahi dulu rasa takjub. Sesuatu yang lebih penting telah menunggu. "Kita mulai darimana Ji?" Tanyaku pada Panji sambil memandangi sekeliling.

Tapi Panji tak menjawab. Dia malah serius memandang ke arah langit. "Itu mas." Jawabnya sembari menunjuk ke atas.

Kepalaku spontan mendongak. Di sana, nampak cahaya warna-warni bak pelangi memancar berpendar menerangi angkasa.

"Ayo mas, kita harus cepat. Semoga kita belum terlambat." Ucap Panji lalu melangkah tergesa-gesa menuju puncak gunung.

Aku pun mengikutinya. Cahaya itu jadi panduan arah langkah kami. Tapi semakin menanjak, semakin berat pula medan yang kami tempuh. Bebatuan terjal serta hawa panas berpadu bau belerang membuat usaha kami jadi serba sulit.

BUUMMM!

Bunyi dentuman keras membahana dari atas sana. Bumi berguncang, batu berguguran. Semburan asap kelabu nampak membumbung tinggi membentuk awan pekat mengantarkan hujan debu yang menghalangi pandangan. "Ya Allah, lindungilah kami." Batinku memohon.

Makin mendekati puncak, hawa panas makin merajalela. Andai kami manusia biasa, mungkin kami takkan bisa sampai sejauh ini.

Meski terseok-seok, kami tiba di puncak gunung yang membentuk kawah. Dalam jarak pandang yang terbatas, akhirnya kami temukan sumber cahaya itu.

Semburat cahaya warna-warni bak pelangi memancar dari dalam kawah tembus ke angkasa, bagai jembatan penghubung antara bumi dan langit. Warnanya indah, tapi auranya begitu menakutkan.

Namun tak jauh dari bibir kawah, kami lihat ada seorang lelaki tengah duduk bersila di hadapan sebuah kitab yang terbuka. Suaranya lantang meneriakkan mantra-mantra dalam bahasa yang aneh.

Aku dan Panji cepat menghampiri. Kami tau dialah orang yang kami cari. Dan ketika jarak kami sudah cukup dekat, kami tercengang begitu mengenali siapa lelaki itu!

Lelaki berkumis tebal dengan tahi lalat besar di pipi kirinya, berbekal sebilah keris hitam nan angker yang terselip di belakang pinggangnya!

Joyokusumo! Si orang gila!

"HENTIKAN!"

Teriakan Panji membuat Joyokusumo kaget hingga rapalan mantra-mantranya terputus. Lelaki itu menoleh dan langsung tercengang melihat kehadiran kami.

"Bangsat! Kalian lagi! Mau apa hah?!" Teriak Joyokusumo dengan lantang.

"Heh! Wong gemblung! Ternyata kamu biang keladinya! Kami tau apa yang sedang kamu lakukan! Sudahi perbuatanmu itu! Kamu akan menimbulkan malapetaka besar!" Hardik Panji tak kalah galak.

Tapi Joyokusumo malah tergelak lalu balas membentak. "Hahaha.. Heh! Anak-anak setan! Kalian pikir kalian mampu menghentikanku? Waktu itu kalian hanya beruntung saja! Tapi tidak untuk kali ini!"

Mendengar itu, aku pun segera ambil posisi siap tarung. Sementara Panji masih bersikap tenang karena dia pikir Joyokusumo akan memanggil pasukan genderuwo yang dulu pernah dia tundukkan. Tapi ternyata kami salah...

Joyokusumo komat-kamit sembari mengosok-gosokkan kedua telapak tangannya hingga mengepulkan asap hitam, lalu tangannya mengepal dan langsung meninju tanah dengan keras.

Derrrrr..

Bumi sekali lagi bergetar, lalu dari dalam perut bumi, tiba-tiba muncul lima ekor kalajengking raksasa dengan capit-capitnya yang besar, siap mengoyak dan mencabik-cabik tubuh kami!

Astaga!

Panji Spontan mundur. Aku pun sama. Wajah kami sama tegangnya. Rupanya Joyokusumo punya peliharaan baru yang lebih menakutkan! Ini serius!

"Habisi mereka!" Teriak Joyokusumo memberi perintah.

Kelima Kalajengking raksasa itu dengan cepat merayap menyerbu ke arah kami. Jelas aku tak tinggal diam. Aku songsong mereka dengan pukulan pemusnah siap di tangan!

BUGH! BUGH!

Dua kali pukulanku menghantam kepala dua kalajengking yang ada di depanku. Tapi hantaman itu seolah tak ada artinya. Kulit mereka ternyata sekeras baja! Sial!

Hal yang sama terjadi dengan Panji. Meski tenaga pukulannya jauh lebih kuat dariku, tapi hanya mampu membuat tiga kalajengking terpental lalu kembali maju seolah tak terjadi apa-apa!

Joyokusumo tergelak-gelak. Dia senang melihatku dan Panji jadi kewalahan. Dia pun kembali membuka kitab yang ada di hadapannya, lalu lanjut membaca mantra-mantra yang tadi sempat terhenti.

Pancaran sinar warna-warni semakin terang, lalu terdengar suara bergolak tak ubahnya air mendidih dari dasar kawah.

Kulihat wajah Panji semakin cemas. "Mas Yudha! Cegah dia! Sebentar lagi mustika itu akan muncul! Jangan sampai dia mendapatkannya! Biar aku urus kalajengking sialan ini!" Teriak Panji.

Panji menyerang kelima kalajengking itu sekaligus, lalu dia melesat cepat menuruni gunung hingga kelima kalajengking raksasa itu terpancing untuk mengejarnya.

Aku tak mungkin membantu Panji. Aku tau dia sengaja berbuat itu. Joyokusumo jauh lebih penting untuk dicegah. Sekali lompat, kini aku telah berdiri tepat di hadapannya.

"Hahaha.. Ini lagi! Ular sawah! masih ingat dengan keris ini?" Hardik Joyokusumo sembari menghunus keris Welut Ireng dari balik pinggangnya.

Aku mundur dua langkah, aku ingat betul keris itu. Satu-satunya benda yang mampu membuatku tak berkutik dari sekian banyak senjata yang pernah aku hadapi.

"Mampus kamu!" Teriak Joyokusumo sambil melompat dengan sabetan keris yang menderu.

Aku berkelit, sambaran kerisnya luput. Tapi dia sambung dengan gerakan tak terduga yang membuatku terpelanting terkena tendangannya.

Bugh!

Aku terjerembab mencium bebatuan lalu mengumpat kesal. Sialan! Joyokusumo memang punya jurus silat aneh yang membuatku jadi seperti anak kemarin sore.

"Ayo maju! Jangan tanggung-tanggung! Langsung berubah jadi siluman saja! Kalau begini terlalu mudah!" Ejek Joyokusumo dengan angkuhnya.

Demi mendengar lecehan itu, darahku langsung mendidih. Dua titik hitam di bawah pusarku seketika bereaksi. Aku kabulkan permintaannya! Akan robek-robek mulut besarnya! Lihat saja!

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close