SEMINGGU SETELAH TSUNAMI ACEH
JEJAKMISTERI - Sabtu 1 januari 2005, tepat seminggu setelah Tsunami aku dan ibuku kembali ke kampung dari tempat pengungsian. Abang dan kakakku tak ikut karena mereka memilih tinggal di pengungsian, Aku yatim dari kecil.
Dari tempat pengungsian kami naik mobil pick up pengangkut barang, tapi untuk sampai kerumah kami masih harus berjalan kaki sekitar 20 menit.
Sepanjang perjalanan menuju kampung yang kulihat hanya pohon tumbang, rumah ambruk, dan mayat. Karena mungkin ada beberapa mayat yang belum di evakuasi oleh tim relawan.
Aku menatap satu mayat yang tak aku kenali dia memakai baju daster warna merah berlumuran tanah, tiba-tiba ibuku bilang
"Gausah dilihat dek, mereka ga ganggu kita, mereka orang baik" ucapnya.
Kamipun langsung bersih-bersih. Kata ibu malam ini kami tidur disini. Tim relawan membantu kami mendirikan tenda serta perlengkapan lainnya.
Malampun tiba. Aku ingat betul peristiwa malam itu, ketika ibuku sholat maghrib aku berjalan keluar tenda, Tiba-tiba aku mendengar suara tangis bayi. Tangisannya pilu seperti sedang kesakitan.
Tanpa pikir panjang, aku langsung lari ketempat ibuku.
"Mak diluar ada suara bayi menangis"
"Halah ngaco kamu dek, mamak dari tadi ga denger apa-apa kok"
Akun pun tak menghiraukan suara itu, mungkin memang halusinasiku saja.
Jam 10 malam ketika kami tidur, aku terbangun kebelet pipis, aku memberanikan diri keluar untuk kencing, diluar tenda aku melihat dua perempuan, satu nenek-nenek, satunya lagi gadis berkerudung putih, Nenek itu seperti sedang marah-marah ke gadis itu, kalo tidak salah dia bilang
"laot zina ie beuna teuka" (air laut naik karena banyak zina).
Aku belum sempat kencing, tapi tiba-tiba mereka melihat ke arahku. Aku lari masuk tenda dan membangunkan ibuku, kuceritakan semua kejadian tadi, tapi lagi-lagi ibuku bilang "halah jangan ngaco kamu dek" Akupun diam dan tak mau kencing lagi.
Keesokan harinya aku ngompol 😖. Ibuku marah besar!! gimana ga marah, umurku sudah 6 tahun tapi masih ngompol. Aku hanya bisa bilang
"Kan adek udah bilang gak mau kencing lagi diluar karena takut ada nenek-nenek diluar" seketika ibuku terdiam terus bilang
"Nek panjo"
"Siapa nek panjo itu mak?" Kataku.
***
"Sudahlah kamu pergi mandi sana bau pesing!" Jawab ibuku.
Akupun mandi pake air sumur yang Alhamdulillah sumurnya masih utuh dan bisa digunakan sampe sekarang. Waktu aku mandi aku mencium bau amis, mungkin karena bekas air tsunami.
"Ah yang penting mandi!" Ucapku.
Setelah mandi dan siap semuanya aku pergi main. Layaknya anak-anak rasa penasarannya itu ada. Aku jumpa kawanku, inisial R, dia tempatku ngutang duit karena memang orang tuanya orang berada wkwkwkw.
Sehari sebelum Tsunami aku ada hutang ke dia 100 perak dan aku lupa bayar. Tapi baiknya dia bilang ga usah bayar lagi, aku udah ikhlas ambil ajaa.
Hari itu aku melihat banyak mobil angkutan jenazah lewat. Memang ada beberapa mayat yang belum ditemukan dan tak pernah jumpa sampai sekarang.
Sorenya setelah main aku pulang ke tenda ibuku, aku lihat ibuku sedang menangis di dekat sumur, katanya semua kawannya banyak yang meninggal, saudara kami pun juga banyak yang meninggal.
Malamnya aku denger lagi suara bayi menangis itu, tapi kali ini suaranya pelan ibuku pun mendengarnya. Dia bilang
"Ga usah takut dek, baca surah Al-Fatihah ya.." Akupun nurut.
Kemudian kami tidur, tapi tengah malam ibuku bangun, dia ngintip lewat celah di tenda terus dia bilang,
"Nek panjo" kemudian ibuku tidur lagi. Malam itu aku belum sempet dan ga berani nanya, siapa itu nek panjo?
Keesokan harinya aku bertemu orang tua si R, mereka menangis dan bilang kalo si R sudah meninggal. Akupun heran, bukannya kemarin kami masih main sama-sama?. Aku coba menjelaskan pada ibunya tapi ibunya bilang
"Saya sendiri sama suami yang ngantar jenazahnya ke kuburan"
Tiba-tiba ibuku bilang "Maaf ya buk, anak-anak gatau apa-apa" Sambil dia tarik tanganku suruh ngikutin dia "ayo kita pulang" Ucapnya.
Sampai di tenda aku nanya "mak, bukannya kemarin aku masih main sama si R?"
Ibuku menjawab "mamak juga heran kemarin adek ngomong sendiri, gatau sama siapa"
Keesokan harinya, aku dilarang ibuku pergi bermain sendiri. Jadi, seharian itu aku terus bersama ibuku kemanapun dia pergi. Saat itu ibuku sedang cari kayu bakar di deket hutan, tiba-tiba banyak banget laron dan aku mencium sedikit bau pesing, awalnya ibuku tak menghiraukannya.
Dia terus lanjut cari kayu. Saat memungut kayu-kayu ibuku melihat ada kaki manusia. Ternyata dia adalah korban tsunami. Mayatnya hampir membusuk. Ibuku melaporkannya ke tim relawan supaya mayatnya segera di evakuasi.
Beberapa jam kemudian kami pulang ke tenda. Aku lihat di deket tenda kami ada kaos bola berwarna merah. Kaosnya persis seperti yang dipakai si R waktu main bersamaku kemarin. Cepat-cepat aku sembunyikan saja kaos itu, biar ibuku gatau, kalo dia sampai tau pasti aku makin dilarang buat pergi main.
Kemudian aku izin ibuku pergi ke sumur, rencananya sih aku mau buang kaos itu, tapi ternyata aku ga tega karena itu kaos temanku 😭, bahkan sampe sekarangpun kaos itu masih kusimpan, alih-alih itu kenang-kenangan dari dia.
Malamnya. Lagi-lagi aku mendengar suara tangis bayi itu persis seperti malam kemarin. Ibuku memperhatikan gerak gerikku, dan dia curiga karena seperti ada yang kusembunyikan.
Yang benar saja aku malah langsung melihat ke arah kaos yang kutemukan tadi,
"Oke aku harus jujur" (Ucapku dalam hati)
Aku mulai bicara
"Mak, tadi adek jumpa baju si R di dekat tenda, baju itu yang dipakai pas kami main kemarin"
***
Ibuku hanya tersenyum dan bilang
"Yaudah simpan aja bajunya"
Lalu malam itu aku memberanikan diri buat nanya ke ibu, "siapa sih nek panjo itu?" Eh ibuku cuma bilang "nenek itu orang baik dek, tapi belum saatnya kamu tau" Malam itu nenek itu tak datang.
Esoknya, aku mencuci baju si R, aku cuci sendiri, aku jemur, aku lipat rapi, tapi aku tak mau pakai, takutnya ibu si R lihat dan minta balik baju itu.
Siang harinya, bantuan dari tim relawan datang, mereka memberi kami makanan berupa makanan kaleng (sarden), mie instan, dan perlengkapan mandi.
Hari itu juga kakak dan abangku balik dari pengungsian. Mereka ke tenda kami. Buru-buru ku ceritakan semua kejadian aneh yang ku alami disini, Eh bukannya ketakutan sama sepertiku mereka malah tertawa tak ada yang percaya pada ceritaku. Alah nanti malam kalian juga bakalan tau sendiri (pikirku dalam hati)
Malam pun tiba. Dan suara bayi menangis itu muncul lagi. Aku mendengar jelas suaranya, cepet-cepet aku bangunin abangku
"Bang denger gak?"
"Denger apa?" Jawabnya.
"Itu bang ada suara bayi nangis" Ucapku.
"Enggak dek, abang ga denger suara apa-apa" Sautnya.
Kami terus berdebat sampai ibu dan kakak ku terbangun, lalu ibuku tanya "ada apa?"
"Itu bu ada suara bayi yang semalam, terdengar lagi" Aduku pada mamak.
Tapi ibuku langsung menatapku tajam.
"Udah tidur!" Ucap ibuku. Kami pun nurut dan kembali tidur tapi suara tangis bayi itu terus terdengar di telingaku.
Hari berikutnya ketika aku sedang main sama abangku. Aku nemu mobil-mobilan yang terbuat dari kulit jeruk bali. Mainan itu seperti baru saja dibuat. Ku ambil mobilnya kubuat mainan.
Sedangkan abang ku dipanggil ibu dan disuruh ambil air minum. Mobil-mobilan itu aku bawa pulang ke tenda dan bagi tau ke ibuku. Di tenda sudah ada abang, ibu, dan kakakku,
"Bu aku ada mainan baru" Teriakku. Semua menatapku.
Aku bingung kenapa mereka semua menatapku? Ibuku langsung menarik tangan kananku dan membuang mainanku. Aku di mandikan sambil dibacakan ayat-ayat suci Al-Quran. Aku gatau apa-apa, aku bingung hari itu.
Setelah selesai dimandiin, aku langsung lari ke abangku
"Bang tadi kok mainanku dibuang?" Tanyaku.
"Mainan? Itu bukan mainan dek, itu baju daster merah yang bercampur tanah, bajunya udah dibuang sama mamak" tukas abang.
Seketika aku langsung teringat mayat yang aku jumpai dalam perjalanan pulang kerumah waktu itu.
Aku menangis sejadi-jadinya. Kakak ku nanya
"kamu kenapa nangis dek?"
Aku gamau memberitahu mereka. Aku terus menangis sampai abangku memberiku mie instan. Aku makan mie itu mentah tanpa dimasak hehe harap maklum ya namanya juga anak-anak. Kami kelaparan ga ada makanan lagi.
Sorenya, aku, kakakku dan ibu mencari kayu bakar lagi dihutan, dan kali ini aku di gendong abang, Aku tertidur di pundaknya, aku mimpi ketemu nek panjo dia bicara padaku
"Gata cuco lon bek tuwe beut bek tuwe sembahyang boh co" (Kamu itu cucuku jangan lupa ngaji dan sholat ya cu)
Tiba-tiba aku di bangunin abangku katanya udah sampe tenda
"Kamu kalo mau tidur lagi, tidur di tenda aja sana" Ucapnya.
Malam tiba. Kuceritakan semua mimpiku ke ibu, tapi ibuku tetap tidak mau menjelaskan siapa itu nek panjo.
Kami pun tidur. Namun tengah malam aku terjaga karena ada seseorang yang memanggilku dari luar "Dan mien yak" (Dan main yuk)
Aku mendengar jelas suara itu, aku yakin banget itu suara si R. Dengan semangatnya aku bangun dan keluar. Tapi tiba-tiba tanganku ditarik ibuku
"Ho kemeng jak?" (Mau kemana?) kata ibuku,
kujawab "mau main sama si R"
Semua orang terbangun kemudian ibuku menyuruh abangku ngambil Al-Quran. Aku dibacakan surah yasin. Sekitar 10 menit ibuku baca yasin, aku sadar kalau si R sudah meninggal dan itu pun malam hari. Esoknya ibuku bilang
"Kita balik ke tempat pengungsian, bawa semua makanan kita tidur di tempat pengungsian malam ini"
Aku menolak. Aku menangis. Aku gamau tinggal di tempat pengungsian, yang benar saja balik kesana, disana panas ga ada angin.. Ya karna rumahku dekat pantai jadi banyak anginnya. Aku menangis kencang. Gimana caranya agar aku gak balik kesana.
Kata ibuku "OKE KITA TETAP DI TENDA TAPI KAMU GA BOLEH JAUH DARI MAMAK. DENGAR!!" Ibuku marah.
"Iya mak" Jawabku. Aku pun diam. Hari itu aku ikut kemanapun ibuku pergi.
Malamnya ketika di tenda kami hanya bertiga (aku, kakakku, abangku) ibuku pergi entah kemana, sekitar pukul 10 malam ibuku balik ke tenda dan membawa makanan, aku disuruh makan kue lapis itu, aku ingat betul makanan itu rasanya pahit.
Kami semua makan kecuali aku.
"Kenapa kuenya ga dimakan dek?" Kata ibuku.
"Pait mak 😖" Jawabku.
Abang dan kakakku makan dengan lahapnya malah memakan jatahku juga.
Malam itu aku tidur ditengah, ibuku belum tidur, lalu aku ngobrol sama ibuku,
"Mak kok belum tidur?" Tanyaku.
"Enggak dek mamak belum ngantuk" Jawabnya.
"Oiya si R pas kamu main sama dia, dia bilang apa?" Imbuhnya.
"Dia cuman bilang utangku di ikhlasin mak, aku hutang 100 perak waktu itu, dia bilang tak usah bayar, terus kami main bunuh-bunuhan pake kayu mak, hehe" Ucapku.
Ibuku nampak makin khawatir, dia lekas menyelimuti dan memelukku.
"Udah malem, tidur dek" tukasnya sambil terus memelukku.
Esoknya ketika aku dan abangku lagi masak mie instan, ada seorang pak Ustadz ke tenda kami, dia memakai sorban lengan panjang, matanya sinis melihatku, entah kenapa tiba-tiba aku terbangun dari tempat tidurku, aku seperti orang kebingungan, badanku terasa agak panas, aku nangis sesenggukan hari itu.
Aku mendengar sedikit pembicaraan pak ustadz, "aneuknya na yang jaga, beu hati-hati, gata bek ile jak saho sigolom yang jaga tuboh jih di weh" (Anak ini ada yang jagain, harus hati-hati, kamu jangan pergi kemana-mana dulu sebelum yang jaga pergi)
Kemudian pak ustadz pergi, tak lama kemudian ibuku memberiku makan dan aku memang sangat kelaparan, katanya aku pingsan sudah hampir lima jam setelah pak ustad menatapku.
Sore hari ketika hampir maghrib tiba ibuku pergi ke tempat tetangga untuk meminta sedikit minyak goreng. Di tenda cuman kami bertiga (aku, kakakku abangku) aku melihat lagi nek panjo berada tepat di belakang abangku. Aku gamau ngasih tau mereka karena pasti mereka tak percaya. Aku melamun sambil memandang nek panjo, tiba-tiba kakakku bilang
"Heh paken dek" (Kamu kenapa dek?) Aku cuman menggelengkan kepala. Aku tak mau menatap dia lagi.
Ibuku pulang dia langsung memelukku dan bilang "aneuk mak bek mo mo le beuh" (Anak mamak jangan nangis-nangis lagi ya)
***
Malampun tiba, aku menangis terus entah kenapa aku pengen banget main mobil-mobilan yang kutemukan kemarin, ya mobil-mobilan yang terbuat dari kulit jeruk bali itu.
Ibuku langsung menamparku. "So kah? Bek ka peu laku aneuk lon, jih hana tupu sapu jih manteng mit" (Siapa kamu? Jangan ganggu anak saya, dia gak tau apa-apa dia masih kecil).
Akupun diam malam itu. Badanku terasa panas. Ibuku langsung membawaku ke posko PMI (Palang Merah Indonesia) aku segera ditangani. Mereka memberiku obat dan aku tertidur pulas malam itu.
Hari berikutnya. Hujan badai, tenda kami hampir roboh. Aku di dalam tenda tak boleh keluar. Aku hanya diam sedangkan mereka bertiga memegang penyanggah tenda supaya tidak roboh. Hujan badai pun berlalu. Mereka mengeringkan semua perkakas yang basah dan aku tetap tidak boleh keluar.
Hari cepat berlalu. Malam pun tiba, panasku naik lagi tapi aku merasa dingin. Aku gatau apa-apa malam itu, besok paginya aku di ceritain kalo aku mengigo sambil panggil-panggil nama ayahku. Kata mereka.
"Lon kemeng ikot ayah ini suum that" (Aku mau ikut ayah disini panas sekali).
Ibuku langsung memanggil pak ustadz yang kemarin, dan aku ga terlalu tau kejadian malam itu.
Paginya demamku sudah turun. Seperti anak-anak pada umumnya aku suka lari-lari. Ketika aku main di sekitaran tenda aku mendengar lagi suara si R
"Dan mien yak" (Dan main yuk) suaranya mengarah ke laut. "Main laut yuk, cari kerang putih" Imbuhnya.
Aku tak menghiraukannya. Aku tau R sudah meninggal dan aku teriak sekuatnya
"Gaaakkkkk mauuuuuu kamuuuu bukan temenku lagiiiii"
Tiba-tiba ibuku langsung memelukku dan membacakan surah-surah Al-Quran aku lupa itu surah apa.
Hari itu juga abang disuruh ibuku buat cari kakek "janggot" bahasa Indonesianya janggut. Dia naik mobil pick up ke daerah kota karena memang kakek itu tinggal disana. Kami memang akrab dengan beliau. Aku sering mainin janggutnya ketika sedang main.
Kata abangku dalam perjalanan dia seperti ada yang ngikutin, seekor monyet tapi bulunya putih. Dia duduk di depan, dia tau karena lihat dari kaca spion mobil. Monyet itu loncat-loncat ke belakang mobil.
Karena mobilnya sedikit pelan dikarenakan jalan berlubang bekas tsunami. Dia tak menghiraukan monyet itu. Dia mencari kakek janggot kesana kemari lalu dia bertemu kakek di tempat pengungsian kota.
Sebelum abang bilang maksud dan tujuannya dia sudah tau duluan.
"Adekmu ya?" Tukas kakek.
"Iya kek" Jawab abang.
Mereka langsung bergegas ke tenda kami. Ketika liat kakek janggot aku langsung memeluknya tapi dia melepaskan pelukanku seakan dia sangat membenciku hari itu, dia menatapku mataku sinis.
Malam itu kek janggot bermalam di tenda kami. Dia tidak tidur dia duduk berjaga diluar tenda. Dia seperti sedang berbicara dengan seseorang diluar. Aku tak bisa mendengarnya.
Aku tidak tau apa yang mereka bicarakan, aku pikir dia sedang berbicara dengan ibuku tapi ibuku berada di sampingku. Akhirnya aku tak menghiraukan kejadian itu.
Besok paginya aku dimandiin ibuku di sumur. Ustadz itu datang lagi dan berbicara dengan kek janggot, kemudian entah kenapa mereka menatapku. Aku disuruh berwudhu dan masuk tenda.
Di dalam tenda hanya ada aku kakek janggot dan Ustadz. Kembali lagi aku dibacakan surat yasin. Sudah macam orang mati saja pikirku. Aku bingung hari itu. Setelah mereka selesai berdo'a kami keluar.
Kakek janggot bertanya ke abangku,
"Waktu kamu pergi ke kota menemuiku apa kamu tidak melihat monyet berbulu putih?"
"Iya kek" Jawab abang.
Itu adalah jelmaan nek panjo, dia orang baik dia yang menjagamu sepanjang perjalanan.
Kemudian ibuku bertanya ke kakek janggot "aneuk lon ka glah kek?" (Anakku udah lepas kek?)
"Alhamdulillah sudah" Jawab kakek.
"Mudah-mudahan tak ada yang mengganggunya lagi" Imbuhnya.
Tiba-tiba ibuku masuk tenda dan mengambil baju kaos merah milik si R. "aneuk lon geulake baje nyo, mah pu barang nyo jroh" (Anakku minta baju ini, baju ini aman tidak?).
Kakek janggot memegang bajunya menatap lama baju kaos merah itu. Tapi aku merebutnya sambil teriak
"Jangan dibuang ini milik kawanku"
Kakek janggot berlutut di depanku sambil mengusap kepalaku
"Yaudah kalo mau simpan ambil aja" Ujarnya padaku.
Kakek janggot berdiri sambil menatap ke arah ibuku sembari menganggukkan kepalanya. Mengisyaratkan kepada ibuku kalau baju itu aman.
Pak ustadz dan kakek janggot pergi hari itu juga meninggalkan kami berempat di tenda. Lalu ibuku bilang kepada kami bertiga kalau hari ini kami semua bakalan balik ke pengungsian. Tak ada yang berani bantah termasuk aku.
Disana kami tidur di kamar yang luas. Tidurnya beramai-ramai bersama pengungsi lain. Semenjak hari itu aku tidak pernah melihat kejadian aneh lagi.
Banyak menimbulkan pertanyaan memang.. Aku juga terkadang masih bingung sampai sekarag.. Tapi aku tak berani nanya lagi masalah itu ke ibuku.
Sekitar 6 bulan berlalu kami balik lagi ke kampung. Suasananya sudah agak berbeda pepohonan sudah mulai tumbuh. Lautpun sudah jernih airnya.
Di kampungku perkeluarga dikasih rumah. Alhamdulillah kami punya rumah lagi setelah sekitar 1 tahun tsunami Aceh terjadi. Begitu lekat di memori kami, kisah pilu berpisah dengan keluarga dan sanak saudara.
Sebenarnya ada part yang tidak bisa saya jelaskan secara detail, itu biar jadi rahasia keluarga kami.
SEKIAN