Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JAKA INDI DAN DUNIA ASTRAL (Part 5) - Dewi Nawang Sari


Saat itu cuaca mulai redup karena malam menjelang. Jaka Indi bangkit menuju meja dan memegang sumbu lilin dengan ujung ibu jari dan jari telunjuknya, dengan sedikit menyalurkan energi panas pada kedua jarinya, maka seketika menyala-lah lilin itu.... api lilin terlihat menyala cukup terang, .... cukup menerangi kamar yang Jaka Indi tempati.

Achitya masih termenung tanpa memperhatikan kalau lilin sudah dinyalakan. Lalu jaka Indi kembali duduk keatas dipan,..."Nanti aku akan ikut bantu meminta ijin pada ibu angkatmu..." Jelas jaka Indi.

"Tidak tuan.... ibu angkatku pasti tidak akan mengijinkannya, aku sangat mengenal sifat ibu angkatku, sudah berkali-kali aku memohonnya, tapi tidak pernah diijinkannya. "Tolonglah tuan....aku sudah 70 tahun lebih mendampingi ibu angkatku,setidaknya ... beri aku kesempatan untuk mengenal negeri asalku dan menemui keluargaku yang sebenarnya atau mengetahui keberadaan keturunannya." Pinta Achitya.

Jaka Indi.... mulai garuk...garuk... kepala, sambil berfikir, Ia belum lama menjanjikan Dewi Kirana untuk mengajak kedunianya, sekarang giliran Achitya yang ingin ke dunianya, hanya saja ...kalau difikir-fikir, .Achitya ini adalah memang manusia.... bukan bangsa Peri.

Baiklah..... "Kamu ingin berangkat kapan !?" Tanya Jaka Indi.....

"Terima kasih Mas jaka Indi" sambil maju menubruk memeluk jaka Indi, dengan penuh rasa haru dan terima kasih, lalu melepaskan pelukannya sambil berkata,
"Semakin cepat bisa berangkat, tentu akan semakin baik,"

"Apakah buktinya bahwa aku bisa mempercayai semua kata-katamu, dan bahwa kamu kelak tidak berbuat sesuatu yang bisa membahayakan manusia yang berada di duniaku," Tanya Jaka Indi untuk memastikan.

Tiba-tiba Achitya mengambil tangan Jaka Indi dan meletakkan telapak tangan Jaka Indi di dadanya sebelah kiri, sedang telapak tangan Achitya yang satunya diletakan di dada sebelah kiri Jaka Indi,
"Coba dengar dan rasakan detak jantungku tuan,, bukankah jantung kita sama, yaitu terletak di dada sebelah kiri, berbeda dengan bangsa peri yang Jantungnya terletak di dada sebelah kanan. dan detak jantung kita berdetak jauh lebih cepat dari detak jantung bangsa Peri, yang mana detak jantung para peri, berdetak dengan sangat lambat" Terang Achitya sambil menatap mata Jaka Indi lekat.

"Itu artinya sebagai sesama manusia, aku tidak berniat jahat pada mahluk sejenisku."

Kali ini Jaka Indi kembali dapat merasakan dada Achitya yang lembut dan kenyal, bahkan dirasakan langsung oleh telapak tangannya, perlahan Jaka Indi menarik tangannya, seraya berfikir,
"Sepertinya para wanita dinegeri ini terlalu bersifat lugas kepada lawan jenis, dan sepertinya kurang memahami batasan-batasan hubungan antara pria dan wanita."

"Berapa lama lagikah makan malam akan diadakan" Tanya Jaka Indi, mengalihkan topik pembicaraan.

"Sekitar dua jam lagi dari sekarang"

Bila Jam pasir telah mencapai garis ini, sambil jari Achitya menunjuk tanda garis ke delapan pada jam pasir, dan terdengar suara kentongan dipukul sebanyak tiga kali" Terang Achitya.

"Berarti masih cukup waktu untuk berbincang lebih lanjut." Pikir Jaka Indi dalam hati.

"Bisakah nona Achitya menjelaskan tentang Bunda Ratu dan keadaan Istana serta para peri di negeri ini?"

"Iya ...Bisa.... katanya perlahan." Seraya Achitya bangkit berdiri dan pindah ikut duduk diatas dipan, persis merapat di sebelah Jaka Indi.

"Negeri ini selalu dipimpin oleh kaum wanita, dan pemimpin tertinggi adalah Bunda Ratu. Bunda Ratu memiliki 7 orang Putri, 4 diantara para putri tersebut telah ditemui oleh mas Jaka Indi."

"Siapa yang telah kutemui dan siapa yang belum?" Tanya jaka Indi, dengan rasa Ingin tahu.

"Dewi Sekar Arum yang menjabat sebagai kepala pengawas Kerajaan adalah putri pertama bunda ratu"

"Dewi Kemala yang memiliki paras rupawan dan bola mata kemerahan adalah putri ketiga"

Lalu Dewi Ambarwati yang bersahaja, adalah putri keempat. dan berikutnya Dewi Kirana yang sifatnya angin-anginan yang mas Jaka temui di pemandian, adalah putri kelima. masih ada Dewi Rheena Putri kedua, Dewi Salasika putri ke enam dan Dewi Yuna, yang merupakan putri bunda Ratu yang paling cantik, yang merupakan putri ke tujuh."

"Disamping itu adapula tiga Peri penasehat istana, satu Peri kepala rumah tangga Istana dan sembilan Peri Pelindung Istana, mereka semua langsung berada dibawah perintah Bunda ratu, sedang jabatan yang lainnya dibawah kepemimpinan 7 putri Bunda Ratu."

Kemudian Achitya mendekatkan bibirnya ketelinga Jaka Indi, "Dari ke tujuh Putri Bunda Ratu, Putri ke2, ke3 dan ke7 adalah yang paling tinggi ilmu kesaktiannya, dan putri kedua adalah yang paling menakutkan watak dan kepribadiannya, " Terang Achitya sambil memelankan suaranya.

"Menakutkan bagaimana?" Tanya Jaka indi penasaran.

"Berdasar desas desus di kalangan prajurid, ia menyukai seseorang yang berilmu tinggi,untuk diambil energi dan dihisap hawa murninya, lalu setelah itu dibunuhnya. Ia menyukai busana motif kembang, dan ada suling gading yang terselip di pinggangnya konon irama sulingnya dapat menghipnotis siapapun. Dengan tiupan serulingnya dan ia tidak segan membunuh orang yang tidak disukainya, bahkan saudari-saudarinya juga segan kepadanya." Tuturnya sambil menghela nafas panjang.

"Berhati-hatilah dan menjauhlah bila Mas Jaka menemuinya, Sedang Dewi Salasika, putri ke 6 adalah juga Panglima tertinggi dari seluruh pasukan pengawal Kerajaan Suralaya, merupakan seseorang yang tegas dan disiplin. Kalau Putri Dewi Yuna, aku kurang mengenalnya, karena ia gemar berpetualang dan sering mengembara, jadi jarang sekali berada di istana,"

"Ehmm... nona Achitya terima kasih atas semua penjelasannya, informasi ini sangat membantu sekali, tapi mengingat sebentar lagi jam delapan atau waktu makan malam akan tiba, sebaiknya segeralah nona kembali untuk mempersiapkan perbekalan yang akan dibawa. Nanti sebelum Jam 12 malam kembalilah kesini, berikutnya Paman hamzah yang nanti akan menghantar Nona Achitya ke dunia asalku."

"Siapakah Paman Hamzah yang kau maksut?" Tanya Achitya.

"Beliau pamanku yang ikut bersamaku ke negeri astral ini," Jelas Jaka Indi singkat.

Lalu Achitya bangkit dan mengenakan kembali pakaian prajuritnya berikut perlengkapannya, kemudian dilanjutkan membuka pintu untuk pergi keluar, sebelum keluar kamar, ia membalikan badannya dan menatap Jaka Indi, serta mengedipkan sebelah matanya... dengan jari telunjuk diacungkan kemuka dan dengan mimik lucu..... sembari berkata... "Awass.... jangan ingkar janji ya... !"

Dilanjutkan dengan menutup pintu dari luar.... lalu pergi berlalu.

***

Sepeninggal Achitya, Jaka Indi mengambil air wudhu, yang kemudian dilanjutkan dengan sholat mahgrib jamak dengan sholat isya. Setiap dalam perjalanan jaka indi biasa menjamak sholatnya. sesudah sholat dilanjutkan dengan wirid membaca tasbih, tahmid, takbir, sholawat, istigfar, lalu dilanjutkan pula dengan meditasi..

Tak lama terdengarlah suara kentongan dipukul tiga kali. Jaka indi kemudian menyelesaikan meditasinya, lalu mengambil Keris Kyai Sengkelat dari atas meja dan meletakan dibawah tumpukan pakaian dalam lemari pakaiannya, serta mengambil suling bambu kuningnya dan menyembunyikannya dibalik pakaiannya.

Jadi Hanya suling bambu kuningnya saja yang Jaka indi bawa.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pada pintu kamar. "Tok.. tok... tok...!" Silahkan masuk, pintu tidak dikunci.... " Seru Jaka Indi.
Lalu masuklah seorang wanita berkulit putih yang ayu dan anggun menggunakan busana kraton. dilihat dari usianya seperti wanita berusia 28 tahun, perawakannya cendrung mungil seperti putri kraton solo. wanita tersebut menatap wajah Jaka Indi sesaat.. lalu mendekat dan mengenggam kedua telapak tangan Jaka Indi, dan berkata dengan suara sedikit bergetar,

"Raden jaka indi, saya adalah Dewi Nawang Sari, adik kandung dari Dewi Nawang Wulan."

Jaka Indi terkejut ketika mengetahui kalau saudara leluhurnya masih hidup, dan bisa menjumpainya. Maka Jaka indi menundukan badannya dan mencium punggung tangan kanan Dewi Nawang Sari, Dewi Nawang Sari lantas mengangkat bahu jaka Indi dan menariknya dalam dekapan, sambil menepuk-nepuk punggung jaka Indi, layaknya seseorang yang baru bertemu kerabat yang telah lama terpisah.

Jaka Indi dapat merasakan aroma harum kayu cendana dari tubuh Dewi Nawang Sari, tubuhnya terasa lembut seperti gumpalan kapas..

Tiba-tiba Dewi Nawang Sari melepaskan pelukannya dan berkata,
"Ayo kita berangkat ke Istana sekarang, nanti kita bisa berbincang selama dalam perjalanan. Lalu digandengnya tangan Jaka Indi, keluar kamar, diluar tampak kereta kencana warna putih yang ditarik oleh dua ekor kuda warna putih, yang pada kedua kening kuda tersebut terdapat sebuah tanduk berbentuk spiral. Ehm.... ini seperti unicorn." Pikir Jaka Indi. Didepan kereta kencana terdapat seorang prajurit wanita dan seorang kusir yang juga wanita.

Lantas Dewi Nawang Sari membuka pintu kereta dan mempersilahkan jaka Indi naik, tapi jaka Indi menolak naik sebelum Dewi Nawang sari naik keatas kereta terlebih dahulu, maka naiklah Dewi Nawang sari yang kemudian diikuti oleh jaka Indi. Didalam kereta terlihat dinding dan langit-langit kereta yang berwarna putih, dan pada dinding terdapat dua buah penerangan semacam lampu pelita, terdapat pula dua kursi beludru warna merah yang saling berhadapan.

Jaka Indi duduk saling berhadapan dengan Dewi Nawang Sari, seraya merenung. "Leluhurnya Jaka Tarub hidup pada abad ke 17, yang artinya bila Dewi Nawang Sari adalah adik kandung Dewi Nawang Wulan, maka berarti peri yang dihadapinya saat ini sudah berusia sekitar 300 tahun. Umur 300 tahun tapi tetap awet muda layaknya gadis usia 28 tahun.. wow.... amazing." Pikir Jaka Indi.

Sementara Dewi Nawang Sari masih menatap dan memperhatikan wajah Jaka indi.... kemudian ia berkata memecah keheningan,

"Raden....!"

"Dari tujuh peri yang saat itu mandi di SENDANG TELOGO BIDADARI yang berada di DUKUH SREMAN, hanya tinggal aku seorang yang masih hidup"

"Apakah kamu mengetahui kisah Jaka tarub dan tujuh bidadari tersebut ??" Tanya Dewi Nawang Sari.

"Iya Eyang Dewi... jawab Jaka Indi dengan hormat"

"Eyang Dewi... bisakah aku suatu saat diajak berziarah kemakam eyang Dewi Nawang Wulan,?"

"Iya... hanya saja makam para peri tidak seperti layaknya manusia.." jawab Dewi Nawang Sari sambil merenung sesaat.

"Raden... apakah Raden sudah memiliki istri !?" Tanya Dewi Nawang Sari.

"Belum eyang dewi....." Jawab jaka Indi agak terbata.

"Emmm....bila mengetahui Raden belum beristri, sangat mungkin Bunda Ratu akan menjodohkanmu dengan salah satu putrinya." Kata Dewi Nawang Sari, sambil tersenyum kecil.

"Oh..iya....berita kedatanganmu ke negri ini telah menyebar luas dikalangan penduduk kerajaan ini, bahkan juga menjadi perbincangan para peri termasuk dari peri kalangan rakyat jelata.

"Siapakah yang membawamu ke negeri ini !? Karena kalau hanya dengan cara meraga sukma, sepertinya tidak akan mungkin bisa sampai ke negeri ini, terlebih Raden juga tidak sedang dalam keadaan meraga sukma," Tanya Dewi Nawang sari seraya menatap Jaka Indi.

"Dengan menunggang Khodam Macan Putih Eyang Dewi," Jawab jaka Indi.

"Ouuh.... leres....pantes."

[BERSAMBUNG]
close